Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 OBAT ANTIVIRUS

Empat golongan besar antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar yaitu pembahasan
mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus.

2.1.1 ANTI NONRETROVIRUS

A. Antivirus untuk Herpes

Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan antimetabolit yang
mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau virus untuk membentuk senyawa
yang dapat menghambat DNA polimerase virus. Gambaran mekanisme kerja obat-obat
antimetabolit (analog purin dan pirimidin) sebagai antivirus disajikan pada gambar berikut :

Penggolongan obat antivirus untuk herpes, sebagai berikut :

1. Asiklovir
Mekanisme kerja :
Asiklovir merupakan analog 2-deoksiguanosin. Asiklovir adalah suatu prodrug
yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi asiklovir trifosfat.
Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat
yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus herpes
atau varicella zoster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomegalovirus.
Kemudian enzim seluler menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir
difosfat dan asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus
dengan cara berkompetisi dengan 2-deoksiguanosin trifosfat sebagai substrat DNA
polimerase virus. Jika asiklovir (dan bukan 2-deoksiguanosin) yang masuk ke tahap
replikasi DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus
bersifat ireversibel karena enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada
proses ini, DNA polimerase virus menjadi inaktif.

Indikasi :
Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik (termasuk keratitis herpetik,
herpetik ensefalitis, herpes genetalia, herpes neonatal, & herpes labialis) dan infeksi
VZV (varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang
dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varicella dan
zoster jauh lebih tinggi dari pada terapi infeksi HSV.

Dosis dan Bentuk Sediaan :


Herpes genital : 5 kali sehari 200 mg tablet
Herpes zoster : 4 kali sehari 400 mg tablet
Keratitis herpatik : krim ophthalmic 3%
Herpes labialis : krim ophthalmic 5%
Herpes ensefalitis, HSV berat lainnya dan infeksi VZV : asiklovir intravena 30
mg/kbBB per hari.

Efek samping :
Asiklovir topikal dalam pembawa polietilenglikol dapat menyebabkan iritasi mukosa
dan rasa terbakar yang sifatnya sementara jika dipakai pada luka genitalia.
Asiklovir oral, walaupun jarang, dapat menyebabkan mual, diare, ruam atau sakit
kepala; dan sangat jarang dapat menyebabkan insufisiensi renal dan neurotoksisitas.

2. Valasiklovir
Definisi : valasiklovir merupakan ester L-valil dari asiklovir dan hanya terdapat
dalam formulasi oral. Setelah ditelan, valasiklovir dengan cepat diubah menjadi
asiklovir melalui enzim valasiklovir hidrolase di saluran cerna dan di hati.

Mekanisme kerja : sama dengan asiklovir

Indikasi : valasiklovir terbukti efektif dalam terapi infeksi yang disebabkan oleh
virus herpes simpleks, virus varicella-zoster dan sebagai profilaksis terhadap penyakit
yang disebabkan sitomegalovirus.
Dosis dan Bentuk Sediaan :
Herpes genital : per oral 2 kali sehari 500 mg tablet selama 10 hari
Herpes zoster : 3 kali sehari 2 tablet 500 mg selama 7 hari

Efek samping :
Sama dengan asiklovir. Pernah terdapat laporan valasiklovir menyebabkan
mikroangiopati trombotik pada pasien imunosupresi yang menerima beberapa macam
obat.
3. Gansiklovir
Mekanisme kerja :
Gansiklovir diubah menjadi gansiklovir monofosfat oleh enzim fosfotransferase yang
dihasilkan sel yang terinfeksi sitomegalovirus. Gansiklovir monofosfat merupakan
substrat fosfotransferase yang lebih baik dibandingkan dengan asiklovir.
Waktu paruh eliminasi gansiklovir trifosfat sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir
hanya 1-2 jam. Perbedaan ini yang menyebkan gansiklovir lebih superior
dibandingkan asiklovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus.

Indikasi :
Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien immunocompromised (misalnya :
AIDS), baik untuk terapi atau pencegahan.

Dosis dan Bentuk Sediaan :


Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari (2 x 5 mg/kg, setiap 12 jam) selama 14-
21 hari, dilanjutkan dengan pemberian maintenance per oral 3000 mg per hari (3 kali
sehari 4 kapsul @ 250 mg). Implantasi intraokular (intravitreal) 4,5 mg gansiklovir
sebagai terapi lokal CMV retinitis.

Efek samping :
Mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neutropenia terjadi pada
15-40% pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20%. Zidovudin dan obat
sitotoksik lain dapat meningkatkan risiko mielotoksisitas gansiklovir. Obat-obat
nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gansiklovir. Probenesid dan asiklovir dapat
mengurangi klirens renal gansiklovir. Recombinant colony stimulating factor (G-CSF;
filgastrim, lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang
disebabkan oleh gansiklovir.

4. Valgansiklovir
Definisi : valgansiklovir merupakan ester L-valine dari gansiklovir.

Mekanisme kerja : sama dengan ansiklovir.

Indikasi : infeksi CMV. Valgansiklovir oral merupakan sediaan yang diharapkan


dapat menggantikan gansiklovir IV dalam terapi dan pencegahan infeksi CMV.

Dosis dan Bentuk Sediaan :


Untuk induksi diberikan per oral 2 x 900 mg per hari ( 2 tablet 450 mg per hari )
selama 21 hari, dilanjutkan dengan terapi maintenance 1 x 900 mg/hari. Dosis harus
dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Efek samping :
Sama dengan gansiklovir. Laporan efek samping lain yang terjadi dengan terapi
valgansiklovir adalah sakit kepala dan gangguan gastrointestinal.

5. Pensiklovir
Definisi : struktur kimia pensiklovir mirip dengan gansiklovir. Metabolisme dan
mekanisme kerjanya sama dengan asiklovir, namun perbedaannya, pensiklovir bukan
DNA-chain terminator obligat.

Mekanisme kerja : sama dengan asiklovir.

Indikasi : infeksi herpes simpleks mukokutan, khususnya herpes labialis rekuren


(cold sores).

Dosis dan Bentuk Sediaan : diberikan secara topikal dalam bentuk 1% krim.

Efek samping : reaksi lokal pada tempat aplikasi, namun jarang terjadi.

6. Famsiklovir
Mekanisme kerja : famsiklovir merupakan prodrug pensiklovir. Famsiklovir diubah
melalui proses hidrolisis pada dua gugus asetilnya dan oksidasi pada posisi 6-,
kemudian bekerja seperti pada pensiklovir.

Indikasi utama : HSV-1, HSV-2, dan VZV.

Dosis dan Bentuk Sediaan : per oral 750 mg per hari (250 mg tablet setiap 8 jam, 3
kali sehari) dan 1500 mg per hari (500 mg setiap 8 jam).

Efek samping : umumnya dapat ditoleransi dengan baik, namun dapat juga
menyebabkan sakit kepala, diare dan mual. Urtikaria, ruam sering terjadi pada pasien
lanjut usia. Pernah juga terdapat laporan halusinasi dan confusional state
(kebingungan).

7. Foskarnet
Mekanisme kerja :
Foskarnet merupakan analog organik dari pirofosfat anorganik. Obat ini membentuk
kompleks dengan DNA polimerase virus pada tempat ikatan pirofosfat, mencegah
pecahnya pirofosfat dari nukleosida trifosfat dan akan menghambat proses
pemanjangan primer-template.

Indikasi : retinitis CMV pada pasien AIDS, infeksi herpes mukokutan yan resisten
terhadap asiklovir (defisiensi timidin kinase virus) serta infeksi HSV dan VZV pada
pasien immunocompromised.
Dosis dan Bentuk Sediaan :
Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk pemberian IV dengan kadar 24 mg/mL
dalam botol berisi 250 dan 500 ml. Terapi induksi retinitis CMV diberikan secara IV 2
x 90 mg/kgBB tiap 12 jam diberikan dalam 1,5-2 jam atau 3 x 60 mg/kgBB setiap 8
jam selama 2-3 minggu. Untuk terapi maintenance CMV retinitis dan terapi HSV
mukokutan yang resisten terhadap asiklovir atau infeksi VZV pada pasien
immunocompromised diberikan foskarnet dalam dosis 120 mg/kg per hari (3 x 40
mg/kg, setiap 8 jam). Penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
sangat penting. Untuk terapi penunjang diberikan dosis 90 mg/kgBB/hari, diberikan
dengan infus 2 jam. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 120 mg/kgBB/hari bila perlu.

Efek samping : nefrotoksisitas dan hipokalsemia simtomatik. Pernah juga dilaporkan


terjadinya nekrosis tubuler akut, glomerulopati, diabetes insipidus nefrogenik dan
nefritis interstitial. Sering terjadi abnormalitas metabolik (peninkatan atau penurunan
kalsium dan fosfat, hipermagnesemia dan hipokalemia). Efek samping SSP adalah
sakit kepala, iritabilitas, kejang dan halusinosis. Efek samping lain adalah ruam kulit,
demam, mual, muntah, anemia, leukopenia, gangguan fungsi hati, perubahan EKG
dan tromboflebitis.

8. Idoksuridin
Mekanisme kerja :
Mekanisme antivirus idoksuridin belum sepenuhnya dapat dipahami, namun derivat
idoksuridin yang telah mengalami fosforilasi dapat mengganggu berbagai sistem
enzim. Bentuk trifosfatnya menghambat sintesis DNA virus dan bergabung ke DNA
virus dan seluler. DNA dalam bentuk ini lebih mudah untuk pecah dan mengalami
kesalahan transkripsi.

Indikasi : HSV keratitis

Dosis dan Bentuk Sediaan : diberikan secara topikal dalam bentuk tetes mata
(0,1%).

Efek samping: nyeri, pruritus, inflamasi atau edema pada mata atau kelopak mata.
Reaksi alergi jarang terjadi.

9. Trifluridin
Mekanisme kerja :
Trifluridin monofosfat menghambat timidilat sintetase secara ireversibel dan
trifluridin trifosfat merupakan penghambat kompetitif dari timidin trifosfat yang akan
bergabung ke DNA oleh DNA polimerase. Trifluridin dapat bergabung ke DNA virus
dan DNA seluler.

Indikasi : HSV keratitis

Dosis dan Bentuk Sediaan : tetes mata topikal (1%)

Efek samping : rasa tidak nyaman saat penetesan obat dan edema palpebra. Jarang
terjadi reaksi hipersensitivitas, iritasi, keratitis, punctata superfisial dan keratopati
epitel.

10. Brivudin
Mekanisme kerja :
Brivudin (setelah mengalami fosforilasi intraseluler) bekerja sebagai penghambat
kompetitif DNA polimerase virus. Brivudin juga bekerja sebagai substrat alternatif
dan bergabung pada DNA virus, yang menyebabkan penurunan integritas dan fungsi
DNA virus. Kerja brivudin sangatlah spesifik, karena fosforilasinya hanya dapat
dikatalisis oleh timidin kinase HSV-1 dan timidin kinase VZV.

Indikasi : infeksi HSV-1 dan VZV, terutama herpes zoster, tetapi juga HSV-1
keratitis dan herpes labialis. Brivudin telah disetujui penggunaannya untuk terapi
herpes zoster pada pasien imunokompeten di beberapa negara di Eropa.

Dosis dan Bentuk Sediaan :


Herpes zoster : 125 mg per hari, 1 kali sehari
Herpetik keratitis : secara topikal dalam bentuk tetes mata 0,1-0,5%
Herpes labialis : krim 5%

11. Sidofovir
Mekanisme kerja :
Sidofovir menghambat sintesis DNA virus dengan cara memperlambat dan akhirnya
menghentikan perpanjangan rantai. Sidofovir dimetabolisme menjadi bentuk difosfat
yang aktif oleh enzim seluler. Bentuk difosfat bekerja sebagai inhibitor kompetitif dan
substrat alternatif DNA polimerase virus.

Indikasi : CMV retinitis pada pasien AIDS. Sidofovir juga efektif untuk terapi
infeksi HSV yang resisten terhadap asiklovir (defisiensi timidin kinase virus), herpes
genitalia rekuren, CIN-III (cervical intraepithelial neoplasia grade III), lesi papilloma
laring dan kutan, lesi moluskum contangiosum, infeksi adenovirus dan PML
(progressive multifical leukoencephalopathy).
Dosis dan Bentuk Sediaan : diberikan secara intravena 5 mg/kg per minggu selama
2 minggu pertama, kemudian 5 mg/kg setiap 2 minggu, diikuti dengan hidrasi yang
cukup dan diberikan probenesid. Dapat juga diberikan secara topikal dalam bentuk gel
atau krim 1%.

Efek samping : nefrotoksisitas merupakan efek samping terberat sidofovir IV.


Disfungsi tubulus proksimal yang terjadi termasuk di dalamnya adalah proteinuria,
azotemia, glikosuria, asidosis metabolik dan sindrom Fanconi. Pemberian probenesid
dan cairan yang cukup dapat menurunkan risiko toksisitas ginjal. Sidofovir topikal
dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat pemberian (rasa terbakar, nyeri,
pruritus) pada sekitar 30% pasien dan sesekali dapat terjadi ulserasi.

12. Fomivirsen
Mekanisme kerja :
Formivirsen merupakan komplemen terhadap sikuens mRNA untuk transkripsi awal
CMV dan menghambat replikasi CMV melalui mekanisme yang sequence-specific
dan mekanisme non spesifik lainnya termasuk hambatan pengikatan virus ke sel.
Formivirsen aktif terhadap strain CMV yang resisten terhadap gansiklovir, foskarnet
dan sidofovir.

Indikasi : CMV retinitis pada pasien AIDS.

Dosis dan Bentuk Sediaan : tersedia dalam bentuk larutan obat untuk suntikan
intravitreal yang mengandung 0,25 mL dengan kadar 6,6 mg/mL. Diberikan secara
suntikan intravitreal 333 g (0,05 mL) setiap 2 minggu sebanyak 2 dosis, dilanjutkan
dengan 1 dosis tiap minggu.

Efek samping : iritis terjadi pada 25% pasien, yang dapat diatasi dengan
kortikosteroid topikal. Efek samping lain seperti vitritis, katarak dan peningkatan
tekanan intraokular terjadi pada 15-20% pasien. Penggunaan bersama dengan
sidofovir dapat meningkatkan reaksi inflamasi.

B. Antivirus untuk influenza


1. Amantadin dan Rimantadin
Mekanisme kerja : Amantadine dan rimantadin memiliki mekanisme kerja
yang sama. Efikasi keduanya terbatas hanya terbatas pada influenza A saja.
Mekanisme kerja : amantadine dan rimantadinmerupakan antivirus yang berkerja
pada protein M2 virus , suatu kanal ion transmembran yang diaktivikasi oleh PH.
Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating . Hal ini
menyebabkan destabilisasi ikatan protein protein serta proses transport DNA virus
ke nukelus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur Ph ke kompartemen intraseluler ,
terutama apparatus golgi. Perubahan kompartemental pada ph ini menstabilkan
hemagglutinin virus influenza A ( HA ) swlama tranpor ke internal .
Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( amantadine juga
diindikasikan untuk terapi penyakit parkinson)
Dosis : amantadine dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk
penggunaan oral.
Amantadine diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 kali 100 mg kapsul ) .
sedangkan rimantidin diberiakan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 kali sehari
150 mg tablet ).

Anda mungkin juga menyukai