Oleh
Muhammad syamsuddin
STAIN Pekalongan
2012
PENDAHULUAN
Akal, suatu sarana super canggih, dikaruniai tuhan hanya kepada manusia,
tidak kepada mahluk lainnya. Dengan akal manusia dapat memahami sesuatu
yang belum diketahuinya, atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang
sudah diketahuinya baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia-rahasia
yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, supaya manusia teramankan dari kekliruan berfikir dan
terselamatkan dari mendapat kesimpulan yang salah. Disusunlah kaidah-kaidah
berfikir atau metodologi berfikir ilmiah. Kaidah itu dapat dipakai dalam kegiatan
berfikir sehingga ia diharapkan akan mencapai kesimpulan yang benar. Kaidah-
kaidah tersebut telah tersusun dalam ilmu mantiq.
1
PEMBAHASAN
A. Ilmu
1. Pengertian Ilmu
Menurut Prof. KH. M Taib Thahir Abd. Muin, ilmu adalah mengenal
sesuatu yang belum dikenal.2
Ilmu menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin atau
mendekati yakin (Zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham itu
sesuai dengan realita maupun tidak.4
Contoh: Anda, ketika berada dalam sinar cahaya bulan yang samara-samar,
kebetulan melihat bayang-bayang hitam setinggi manusia. Anda lantas memahami
bahwa bayang-bayang itu adalah bayangan manusia dan anda yakin akan paham
anda itu. Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar bayangan
manusia. Pemahaman anda itu merupakan lmu yang yakin dan sesuai dengan
1
Baihaqi, Ilmu Mantik, Darul Ulum Press, h. 9
2
M Taib Thahir Abd Muin, Ilmu Mantik, (Jakarta : PT Bumi Restu, 1987), h. 21
3
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islami, (Bandung : Remaja Rosda Karya. 1996), h. 40
4
Baihaqi, Ilmu Mantik,.h. 9
2
realitas (Ilmu yaqini muthabiq lil-waqi) akan tetapi, jika anda mempunyai
pengertian yang mendekati yakin (Zhan) bahwa bayang-bayang itu adalah
bayangan manusia. Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar
bayangan manusia. Maka pengertian anda itu merupakan ilmu yang mendekati
yakin (Zhan) dan sesuai dengan realitas (Ilmun zhanni muthabiq lil-waqi).
Ilmu
Tashawur Tashdiq
Badihi Nazhari Badihi Nazhari
Tabel di atas memperlihatkan bahwa ilmu, menurut ilmu mantik, terbagi dua:
1. Tashawwur
2. Tasdhiq
5
Baihaqi, Ilmu Mantiq,h. 10
6
Ibid
3
Ilmu Tashawwur dan Tashdiq masing-masing dibagi menjadi dua, yaitu
Badihi dan Nazhari.
a. Badihi
b. Nazhari
B. Dilalah
1. Pengertian Dilalah
Dilalah dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yakni daala-yadulu-
dilalah yang artinya petunjuk atau yang menunjukan.
7
Basiq Djalil, Logika, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 5
4
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu yang
pertama disebut Al-madhul. dan segala sesuatu yang kedua disebut Al-dall
(petunjuk, penerang atau yang memberi dalil).8
Dilalah lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini
terbagi menjadi tiga:
Contoh:
Contoh:
8
Baihaqi, Ilmu Mantiq, h.12
5
3) Dilalah Lafzhiyah Wadhiyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan
sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja)
berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
Dilalah ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara.
Dilalah ini terbagi tiga:
Contoh:
Contoh:
9
Baihaqi, Ilmu Mantiq,.h. 14
6
Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya pencuri
yang mengambil.
Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya orang
yang membawa api ke sana.
3) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadhiyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan
berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk
suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.
Contoh:
Secarik kain hitam yang diletakkan di lengan kiri orang Cina adalah
dilalah bagi kesedihan/duka cita, karena ada anggota keluarganya
yang meninggal.
Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada
umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.
c. Dilalah Lafzhiyah Wadhiyah
Contoh:
Contoh:
7
Jika anda, misalnya menyuruh tukang memperbaiki rumah maka yang
anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi bagian-bagiannya yang
rusak saja.
Jika anda meminta dokter mengobati badan anda, maka yang dimaksudkan
adalah bagian yang sakit saja.
3) Dilalah Lafzhiyah Wadhiyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata)
kepada sesuatu yang di luar makna lafadz yang disebutkan, tetapi terikat amat
erat terhadap makna yang dikandungnya.10
Contoh:
Jika anda menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang runtuh,
maka yang anda maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga kayu-
kayu tempat asbes itu melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan
kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (Iltizam). Jika kerusakan asbes
itu disebabkan kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi
keharusan yang terkandung dan terikat) kepada perintah memperbaiki asbes
loteng itu.
10
Baihaqi, Ilmu Mantiq,.h. 15
8
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ilmu
Ilmu menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin atau
mendekati yakin (Zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham itu
sesuai dengan realita maupun tidak.
2. Dilalah
9
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain. Pembagian Dilalah
sebagai berikut:
a. Dilalah Lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini
terbagi menjadi tiga:
1) Dilalah Lafzhiyah Thabiyah, yaitu dilalah yang berbentuk alami.
2) Dilalah Lafzhiyah Aqliyah, yaitu dilalah yang dibentuk akal pikiran.
3) Dilalah Lafzhiyah Wadhiyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja dibuat
oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
b. Dilalah Ghairu Lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau
suara. Dilalah ini terbagi tiga:
1) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabiyah, yaitu dilalah yang berupa sifat alami.
2) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Aqliyah, yaitu dilalah yang dibentuk akal
pikiran.
3) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadhiyah, yaitu dilalah yang dengan sengaja
dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
B. Penutup
Demikin yang dapat kami paparkan, kurang lebihnya mohon maaf.
Sekian dan terima kasih.
10
DAFTAR PUSTAKA
A, Baihaqi. Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika. Darul Ulum Press
Sambas, Syukriadi. 1996. Mantik Kaidah Berpikir Islami. 1996, Bandung: Remaja
Rosda Karya
Thahir, M Taib, Abd. Muin. 1987. Ilmu Mantiq. Jakarta: PT Bumi Restu
11