Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan

Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198-214

QAWAID FIQHIYYAH SEBAGAI LANDASAN PERILAKU EKONOMI


UMAT ISLAM: SUATU KAJIAN TEORITIK

Masyhudi Muqorobin
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Telp/Fax. 0274-387656 psw 184, 387646
E-mail: masmuqorobin@umy.ac.id

Abstract

This article report research result to qawa'id fiqhiyyah and the implication in
economic behavior and idea in public. In this case, understanding to qawa'id
fiqhiyyah is absolute is needed to do "ijtihad" or reconditional of idea. Some
moslem scholars and fuqaha are former, since end century second Hijriyyah have
blazed the way stone of situating of qawa'id through their grands masterpieces,
what up this moment until now still seen the benefit for implementations in
modern lives, inclusion is economic. Some moslem scholars/fuqaha from are
fourth fiqh madzhab compile qawa'id in number which so much, part of it same or
similar, so that hard in order to be known the numbers surely. This research focus
at 99 (ninety nine) qawa'id which compiled by moslem scholars at Dynasties
Turki, Usmani, that is al-majallah al-Ahkaam al-‘Adliyyah at about early century
thirteenth Hijriyah or precisely around year of 1286 H.
Keywords: perilaku ekonomi, qawa’id fiqhiyyah, qa’idah asasiyyah,

PENDAHULUAN manusia untuk memberi kemudahan dalam


pencapaian kebutuhan ekonomi, yang dapat
Sebagai landasan aktifitas ummat Islam sehari- dikategorikan menjadi tiga yaitu:
hari dalam usaha memahami maksud-maksud 1. Menjaga dan memelihara kepentingan
ajaran Islam (maqasidusy Syari’ah) se’ara lebih primer atau Dharuriyyat (basic necessities)
menyeluruh, keberadaan Qawa’id fiqhiyyah yang biasa didefinisikan oleh para ulama
menjadi sesuatu yang amat penting, termasuk dengan 5 (lima) elemen cakupan yaitu:
dalam kehidupan berekonomi. Baik di mata agama, kehidupan (jiwa) akal, keturunan
para ahli usul (usuliyyun) maupun fuqaha, dan kekayaan.
pemahaman terhadap qawa’id fiqhiyyah adalah
2. Memenuhi kebutuhan sekunder atau Hajjiy-
mutlak diperlukan untuk melakukan suatu
yat yaitu kebutuhan-kebutuhan seperti
“ijtihad” atau pembaharuan pemikiran dalam
kendaraan dan sebagainya sebagai fasilitas
masalah muamalat atau lebih khas lagi
hidup manusia; serta,
ekonomi. Manfaat keberadaan qawa’id fiqhiy-
3. Mencapai kebutuhan tersier atau Tahsiniy-
yah adalah untuk menyediakan panduan yang
yat (kemewahan) untuk melengkapi kebu-
lebih praktis yang diturunkan dari nash asalnya
tuhan manusia dalam hal memperindah
yaitu al-qur’an dan al-Hadits kepada masyara-
kehidupan dengan sedikit kemewahan
kat. Maqasidusy Syari’ah diturunkan kepada
secara tidak berlebihan.
Dengan qawa’id fiqhiyyah ini para ulama suatu masyarakat, dimana transaksi jual beli
dan fuqaha dapat menyiapkan garis panduan dalam skala kecil biasa dilakukan tanpa harus
hidup bagi ummat Islam dalam lingkup yang menyebutkan ‘aqadnya, maka apabila antara
berbeda dari waktu ke waktu dan tempat ke penjual dan pembeli sudah saling memahami
tempat. Sebagaimana diketahui Islam memberi akan terjadinya transaksi tersebut, sebagaimana
kesempatan kepada ummatnya melalui mereka kebiasaan pada masyarakat yang bersangkutan,
yang memiliki otoritas yaitu para ulama untuk maka proses transaksi yang memberi
melakukan ijtihad dengan berbagai cara yang kemudahan tersebut dianggap sah untuk
dituntunkan oleh Rasulullah, melalui ijma’, mengetahui besarnya kontribusi para fuqaha
qiyas, istihsan, istishab, istislah (masalihul- terdahulu dalam menyusun qawa’id fiqhiyyah
mursalah) dan sebagainya untuk mencari dan juga mengetahui kontribusi dan mengukur
kebenaran yang tak ditemukan dalam al-Qur’an relevansi qawa’id fiqhiyyah dalam pemikiran
maupun Hadits Rasulullah SAW. Demikian dan perilaku ekonomi ummat.
pula, dalam kehidupan ekonomi, atau yang
Penelitian ini berbentuk studi literatur yang
dalam khazanah karya para fuqaha terdahulu
berkaitan dengan topik utama yaitu qawa’id
biasa disebut muamalat, pemakaian qawa’id
fiqhiyyah. Sumber-sumber pustaka didapatkan
fiqhiyyah menjadi sesuatu yang amat penting.
dari sumber-sumber berikut:
Ratusan atau bahkan mungkin ribuan
1. Perpustakaan Universitas Muhammadiyah
qawa’id telah dirumuskan oleh para fuqaha dari
Yogyakarta (UMY);
kalangan empat madzhab. Ash-Shiddieqie
2. Koleksi buku-buku pribadi penulis tentang
(1981) memandang qa’idah sebagai sebuah
ekonomi Islam;
perangkat yang cukup penting sebagai panduan
untuk menurunkan kaidah yang memerlukan 3. Perpustakaan International Islamic Univer-
pembuktian. Para fuqaha terdahulu menyusun sity Malaysia (IIUM); dan
qawa’id dalam suatu panduan yang disebut al- 4. Sumber-sumber lain yang dirasa perlu.
Asybah wan-Nazhaair. Istilah ini dipakai
Metode analisis dalam penelitian ini
pertama kali oleh Khalifah Umar bin Khaththab
menggunakan literatur yang relevan diteliti
ketika menunjuk Abu Musa al-‘Asy’ari menjadi
secara langsung, baik dari karya-karya para
Qadhi di Bashra, dengan menyatakan “Fahami
fuqaha terdahulu dalam bentuk manuskrip,
tentang penampakan dan kemiripan suatu
maupun karya-karya para ulama, cendekiawan
masalah (al-Asybah wan-Nazhaair), kemudian
atau fuqaha terkemudian dalam bentuk komen-
tetapkan qiyas untuk masalah yang serupa.”
tar atau hasil penelitian terhadap manusia
Para fuqaha sepakat bahwa proses pemahaman
tersebut. Qawa’id tersebut selain diklasifikasi-
dan penurunan qawa’id ini sama dengan proses
kan berdasar:
yang dilakukan oleh para usuliyyun dalam
menurunkan panduan hukum berupa Qawa’id 1. Madzhab dalam pemikiran fiqh (Hanafi,
al-Usuliyyah berdasarkan metode qiyas. Maliki, Syafi’ie dan Hanbali); dan
2. Qawa’id sebagai landasan pemikiran, gerak
Terdapat sejumlah qawa’id fiqhiyyah yang
dan perilaku ekonomi.
dirumuskan oleh para ulama/fuqaha, sebagai
bagian dari fatwa mereka, yang menyinggung Kendala penelitian menghendaki peneliti
persoalan perilaku ekonomi umat Islam. untuk membatasi analisiss hanya berdasarkan
Sebagai contoh: ‘al-aadah muhakkamah atau 99 (sembilan puluh sembilan) qawa’id yang
kebiasaan dapat menjadi dasar hukum. Dalam terdapat dalam Al-majallah al-Ahkaam al-

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 199


‘Adliyyah karya ulama Dinasti Turki Usmani, dari hukum-hukum furu’ yang sejenis dan
yang dianggap cukup representative. jumlahnya cukup banyak.
Berdasarkan penelitian terhadap kitab-
PEMBAHASAN kitab dan riwayat hidup para penyusunnya,
aturan fiqih dalam bentuk qa’idah ini dapat
Studi tentang Qawa’id Fiqhiyyah tersusun melalui suatu proses yang panjang dan
tidak terbentuk sekaligus sebagai sebuah
1. Pengertian dan Batasan bangunan pengetahuan (body of knowledge)
Dalam Dictionary of Modern Written Arabic, tentang qa’idah sekaligus, melainkan secara
karya Milton Cowan (ed) kata qa’idah (‫)ﻗﺎﻋﺪة‬ bertahap (Jazuli, 2006). Menurut Jazuli, sebe-
atau jama’nya qawa’id (‫ )ﻗﻮاﻋﺪ‬secara literal lum al-Karkhi dari madzhab Hanafi, sebelum-
berarti: asas, landasan, dasar, basis atau fondasi nya telah ada pengumpulan qa’idah, namun
suatu bangunan atau ajaran agama dan seba- tampaknya tidak tersusun menjadi karya
gainya. Dalam pengertian yang lebih khas, sistematis, oleh seorang ulama madzhab Hanafi
qa’idah dapat juga bermakna ajaran, garis lainnya, yaitu Abu Thahir ad-Dibasi hidup
panduan, formula, pola atau metode. Qa’idah diakhir abad ke 3 Hijriyah sampai dengan awal
memiliki makna yang sama dengan ‘asas’ atau abad ke empat. Sebanyak 17 qa’idah telah
‘prinsip’ yang mendasari suatu bangunan, disusun oleh ad-Dibasi, yang kemudian juga
agama atau yang semisalnya (al-Nadwi, 1991). disampaikan kepada seorang ulama madzhab
as-Syafii yaitu Abu Sa’id al-Harawi. Dari
Dari sisi pengertian menurut ilmu fiqh, sumber ad-Dibasi, al-Karkhi mengembangkan-
Nadwi (1991) dan juga al-Jurjani (Djazuli, nya lebih lanjut menjadi 36 qa’idah (an-Nadwi,
2006) mendefinisikan qai’dah sebagai aturan 1997) atau 37 qa’idah (Jazuli). Proses
umum atau universal (kuliyyah) yang dapat pembentukan qa’idah dilukiskan oleh Jazuli
diterapkan untuk semua yang bersifat khusus yang disajikan dalam gambar 1.
atau bagian-bagiannya (juz’iyyah). Sedang
dalam pandangan para fuqaha yang lain qa’idah Qawa’id disusun berdasarkan materi-
adalah aturan umum yang mencakup sebagian materi fiqh, untuk selanjutnya diverifikasi untuk
besar (aghlabiyyah) dari bagian-bagiannya mendapatkan hasil qawa’id yang lebih
(Nadwi). Mukhtar dkk (1995b) menyimpulkan sempurna, untuk kemudian tersusun kembali
qa’idah sebagai aturan umum yang diturunkan fiqh sebagai kelengkapan dari khazanah fiqh

Al-Qur’an Ushul Fiqh Fiqh Qa’idah


Al-Hadits Fiqhiyyah

Verifikasi Qa’idah Fiqhiyyah

Qa’idah
Fiqh Qanun
Fiqhiyyah

Gambar 1. Proses penyusunan Qawa’id Fiqhiyyah

200 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214
yang telah ada, kemudian ketentuan-ketentuan ‫)ﺑﺎﻟﺸﻚ‬ atau sesuatu yang pasti tidak dapat
hukumnya menjadi hasil akhir dari proses berubah disebabkan oleh keraguan;
tersebut. c. Artikel -17 Al-musyaqqah tajlibut taysiir
(‫ )اﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ اﻟﺘﻴﺴﻴﺮ‬atau kesulitan itu
2. Posisi Qawa’id Fiqhiyyah dalam Syari’ah
mendatangkan kemudahan;
Islam
d. Artikel -21 Adh-dhararu yuzaalu ( ‫اﻟﻀﺮر‬
Proses penerapan aturan syar’i dalam qa’idah
‫ )ﻳﺰال‬atau kemadharatan hendaknya diha-
menurut Mahmassani (1980) sama dengan
puskan; dan
penerapan metodologi qiyas dalam memilih
aturan yang tepat dalam ushul fiqh. Apabila e. Artikel -36 Al-‘aadah muhakkamah ( ‫اﻟﻌﺎدة‬
aturan rinci sebagaimana dijumpai pada al- ‫ )ﻣﺤﻜﻤﺔ‬atau adat kebiasaan dapat menjadi
Asybah wan-Nazhair muncul dari kasus yang sumber hukum.
serupa, maka qa’idah dengan sendirinya dapat Sementara itu Ibnu Nujaim menambah satu
diterapkan. Nadwi (1991) dan Mahmassani lagi qa’idah asas sehingga menjadi enam, yaitu
berpendapat bahwa tulisan tentang qawa’id laa tsawaaba illaa bin-niyyah
fiqhiyyah tersusun sejak mulai abad ke delapan
Hijriyah, melalui karya Ibnul Wakil as-Syafi’i ‫ﻻ ﺛﻮاب اﻻ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ‬
(716 H), Tajuddin as-Subki (771 H), Ibnul
Mulaqqin (804 H), dan yang lebih monumental atau tidak ada pahala bagi perbuatan yang tidak
lagi karya Jalaluddin as-Suyuti (911 H). Satu disertai dengan niat, yang kemudian menjadi
karya yang juga tak kalah pentingnya adalah qa’idah asas yang berlaku di kalangan madzhab
berasal dari madzhab Hanafi yaitu karya Ibnu Hanafi. Sementara itu di kalangan madzhab
Nujaim (970 H). Maliki, qa’idah ini menjadi ‘abang dari qa’idah
al-umuur bimaqaasidihaa.
Dalam ketiga kitab al-Asybah wan-Nazhair
karya Tajuddin as-Subki, Jalaluddin as-Suyuti Dalam penerapannya, Jazuli mengklasifi-
maupun Ibnu Nujaim (970 H), pembedaan kasikan qawa’id dalam enam bidang, yaitu
antara qa’idah umum atau asas dengan qa’idah ibadah mahdhah (khusus), ahwal as-Syahshiy-
khusus atau rinci (detail) dijelaskan secara yah (hal-ikhwal pribadi dan keluarga), mu’ama-
memadai. As-Subki dan as-Suyuti merumuskan lah (transaksi ekonomi), jinayah (kriminalitas),
Lima qa’idah asasiyyah yang dikenal dengan siyasah (politik), dan fiqh qadha (hukum acara
al-Asasiyyatul-Khamsah, yang kemudian dan peradilan). Namun demikian penerapan
disusun dalam al-Majallah yang dikeluarkan qa’idah untuk bidang mu’amalah tidak banyak
pada jaman pemerintahan Turki Usmani, yaitu: menyinggung masalah penerapan untuk
perekonomian modern secara umum. Di sini
a. Artikel-2 Al-umuur bimaqaasidihaa
keberadaan qawa’id fiqhiyyah menjadi lebih
(‫ )اﻷﻣﻮرﺑﻤﻘﺎﺻﺪهﺎ‬atau setiap perkara itu
jelas maknanya.
ditentukan berdasarkan niatnya;
b. Artikel -4 Al-yaqiin laa yuzaalu bisy- 3. Qawa’id Fiqhiyyah dalam Masalah
syakk (‫ )اﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰال ﺑﺎﻟﺸﻚ‬yaitu sesuatu Ekonomi
yang pasti tidak dapat dihapus oleh kera- Beberapa qa’idah fiqhiyyah memberi ruang
guan. Dalam hal lain disebutkan Al-yaqiin kepada pemikiran ataupun praktek-praktek
laa yazuulu bisy-syakk ( ‫اﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰول‬ ekonomi, sebagaimana yang juga diklasifikasi-
kan oleh Jazuli (2006). Dalam karyanya, al-

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 201


Fiqh al-Islam fi Tsaubihi at-Tajdid, terbitan 1. Usuul al-Karkhi karya ‘Ubaidullah ibn
tahun 1963, Muhammad Mustafa az-Zarqa, Hasan al-Karkhi (260-340 H).
sebagaimana dikutip oleh Jazuli (2006), menye- 2. Ta’siis al-Nadzr karya al-Qadhi, ‘Ubaidul-
butkan setidaknya 25 qawa’id yang terkait lah ibn ‘Umar ad-Dabusi (430 H)
dengan transaksi mu’amalah. Seiring perkem-
3. Al-Ashbaah wa al-Nazhaa’ir oleh Zainud-
bangan jaman, keperluan adanya kaidah yang
din ibn Ibrahim Ibn Nujaim (970 H)
lebih banyak, nampaknya tidak dapat dihindar-
4. Majaami’ al-Haqaa’iq yang ditulis oleh
kan. Sedangkan Jazuli sendiri menyebutkan 20
Abu Sa ‘id al-Khadimi. ( 1176 H),
qawa’id yang memberi ruang kepada transaksi
ekonomi dan muamalah. 5. Al-Majallah al-Ahkaam al-‘Adliyyah oleh
Komite ‘Ulama Daulah ‘Usmaniyyah (1286
Di antara qawa’id yang paling mendasar
H), dan
dalam masalah ini adalah al-aslu fi al-
6. Al-Faraa’id al-Bahiyyah fi al-Qawaa’id al-
mu’amalah al-ibaahah illaa an-yadull daliil
Fawaa’id al-Fiqhiyyah karya Ibn Hamzah
‘alaa tahriimihaa.
al-Husaini (1305 H).
‫اﻷﺻﻞ ﻓﻰ اﻟﻤﻌﺎﻣﻠﺔ اﻹﺑﺎﺡﺔ إﻻ أن ﻳﺪل دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ‬ Di antara keenam karya tersebut, Majallah
‫ﺗﺤﺮﻳﻤﻬﺎ‬ al-Ahkaam al-’Adliyyah merupakan satu-satu-
nya karya yang ditulis oleh sebuah tim yaitu
Segala bentuk muamalah pada dasarnya adalah para ulama yang ditunjuk oleh Pemerintah
mubah (boleh) kecuali ada dalil yang mengha- Daulah Usmaniyah di Turki. Majallah al-
ramkannya. Ini menjadi alasan bagi setiap Ahkaam al-’Adliyyah terdiri dari 99 qawa’id
bentuk transaksi perdagangan dan ekonomi ditambah dengan sebuah pendahuluan, yang
menjadi halal kecuali jelas ada alasan yang tersusun dalam 1851 ayat.
melarangnya. Hanya penulis tidak menemukan
qawa’id ini dalam al-majallah. Ushuul Al-Karkhi memuat 36 qawa’id
yang menurutnya disebut qawa’id al-Asl atau
4. Qawa’id dalam Pemikiran Empat Madzhab qawa’id asal, yang kemudian diberikan
Fiqh komentar atau syarah oleh Najmuddin an-
Nasafi yang juga dari madzhab Hanafi.
Berdasarkan sumber-sumber yang diteliti,
Sementara itu, karya Ibnu Nujaim, Al-Asybaah
keempat madzhab banyak memberikan kontri-
wan-Nazhaa’ir, merupakan sebuah karya yang
busi dalam pengembangan qawa’id fiqhiyyah.
masyhur dari kalangan madzhab Hanafi. Karya
Masing-masing madzhab memiliki setidaknya
ini terdiri dari 6 (enam) qawa’id dasar (qawa’id
seorang termasyhur dalam pengembangan
al-asasiyyah)—5 (lima) di antaranya juga
qawa’id fiqhiyyah tersebut. Pemikiran keempat
dimuat dalam al-Majallah al-Ahkaam al-
madzhab dalam qawa;id dipaparkan dalam ’
Adliyyah ayat-ayat 2, 4, 17, 21 dan 36—
keempat sub-bab di bawah ini.
ditambah dengan 19 (sembilan belas) qawa’id
Qawa’id dalam Pemikiran Madzhab cabang atau al-furu’iyyah. Karya Ibnu Nujaim
Hanafi ini juga mendapat tanggapan luas dari berbagai
kalangan madzhab Hanafi, dengan ditulisnya
Berdasarkan bahan yang terkumpul dalam beberapa ulasan atau komentar para fuqaha
penelitian, terdapat enam karya dari kalangan terkemudian, empat di antaranya adalah:
madzhab Hanafi antara lain:

202 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214
1. Tanwiir al-Bashaa’ir ‘alal-Asybaah wan- Qawaa’id al-Madzhab (912 H), dan dikomen-
Nazhaa’ir (1005 H) oleh ‘Abdul-Qadir tari oleh Ahmad ibn ‘Ali al-Fasi al-Maghribi.
Sharif uddin al-Ghazzi;
Sementara itu madzhab Syafii paling

2. Ghamzu Uyuun al-Bashaa’ir Syarh al-Asy- banyak memberikan kontribusi qawa’id fiqhiy-
baah wan-Nazhaa’ir (1098 H) oleh Ahmad yah dalam khazanah fiqh Islam. Pengaruhnya di
ibn Muhammad al-Hamawi; Indonesia juga cukup meluas, utamanya karya

3. Umdatu dzawil-Basyaa’ir li-Halli Mu- salah seorang faqih besar seperti Jalaludin as-
htamaati al-Asybaah wan-Nazhaa’ir (1099 Suyuti yang menulis al-Asybaah wan-
H.) karya Ibrahim ibn Hussain, yang lebih Nazhaa’ir dalam beberapa jilid. Jilid 1 berisi
dikenal sebagai Ibnu Biri al-Makkati. tentang qawa’id dasar (asas) sebanyak lima
4. ‘
Umdatu an-Naadzir ‘ala al-Asybaah wan- buah sebagaimana yang disebutkan dalam al-
Nazhaa’ir oleh Abu Su ‘ud al-Husaini. Majallah di atas. Qawa’id ini juga cukup
populer, bukan saja di Indonesia melainkan
Qawa’id dalam Pemikiran Madzhab juga di wilayah negeri-negeri Muslim lainnya,
Maliki termasuk Malaysia dan juga di Timur Tengah.
Di kalangan madzhab Syafii, kelima qawa’id
Dari mahdzhab Maliki, beberapa ulama juga ini dianggap sebagai qawa’id yang utama.
menyumbangkan tulisan tentang qawa’id Kitab 2 al-Asybaah wan-Nazhaa’ir berisi
fiqhiyyah. Karya dari kalangan madzhab Maliki tentang qawa’id umum (‘amm) sebanyak 40
tidak sebanyak dari madzhab Hanafi dan Syafii. qawa’id, sedang 20 qawa’id lagi masuk dalam
Karya-karya tersebut antara lain adalah: kategori diperselisihkan kedudukannya, termuat
1. Anwaar al-Buruuq fi Anwaar al-Furuuq dalam Jilid 3 – 7.
atau lebih dikenal juga sebagai: Al-Furuuq;
Kitab al-Anwaar wal-Anwaa’; atau Kitab
Qawa’id dalam Pemikiran Madzhab
al-Anwaar wal-Qawaa’id as-Sunniyyah
Syafi’i
oleh al-Imam Syihabudin ‘Abdul-Abbas
Secara lengkap, karya-karya tentang qawa’id
Ahmad as-Sonhaji al-Qarafi (260-340 H);
fiqhiyyah di kalangan madzhab Syafii berda-
2. Al-Qawaa’id oleh Muhammad ibn Mu- sarkan urutan sejarahnya antara lain adalah:
hammad ibn Ahmad al-Muqarri (758 H);
1. Qawaa’id al-Ahkaam fi Masaadir al-
3. Iidhaah al- Masaalik ilaa Qawaa’id al-
‘Anaam oleh ‘Izzuddin ‘Abdul ‘Aziz ibn
Imaam Maalik hasil karya Ahmad ibn ‘
Abdus Salam ( 577 - 660 H);
Yahya ibn Muhammad at-Tilmisani al-
2. Kitaab Al-Asybaah wan-Nazhaa’ir karya
Winsyarinsi (914 H);
Sadraddin Abi ‘Abdullah ibn Murahhil, Ibn
4. Al-Is’aaf bit-Thalab Mukhtasar Sharh al-
Wakil al-Syafi ‘i (716 H);
Manhaj al-Muntakhab ‘alaa Qawaa’id al-
3. Majmuu’ al-Mudzhab fil-Qawaa’id al-
Madzhab karya as-Syaikh Abul-Qasim ibn
Madzhab oleh Salahuddin Abi Sa ‘id al-
Muhammad at-Tiwani ( 995 H) ’
Ala’i as-Syafi ‘i (761 H);
Karya terakhir, at-Tiwani, al-Is’aaf, diulas
4. Al-Asybaah wa al-Nazhaa’ir oleh ‘Abdul-
dengan sajian ringkas oleh setidaknya Abul-
Wahhab ibn ‘Ali Tajuddin as-Subki (771
Hasan ‘Ali ibn Qasim al-Zaqqaq, al-Fasi, at-
H);
Tujibi dalam al-Manhaj al-Muntakhab ‘alaa

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 203


5. Al-Manthuur fi Tartiib al-Qawaa’id al- 1. Al-Qawaa’id al-Nuuraaniyyah al-Fiqhiyyah
Fiqhiyyah aw al-Qawaa’id fi al-Furuu’ oleh oleh Taqiyyuddin Abu al-’Abbas Ahmad
Muhammad ibn Bahadur Badruddin az- ibn ‘Abd al-Halim ibn Taymiyyah (661 -
Zarkashi (794 H); 728 H);
6. Al-Ashbaah wa al-Nazhaa’ir karya Sira- 2. Al-Qawaa’id al-Fiqhiyyah oleh Sharifuddin
juddin ‘Umar ibn ‘Ali al-Ansari, yang lebih Ahmad ibn al-Hasan, ibn Qadhi al-Jabal al-
terkenal dengan pangggilan Ibnul-Mulaqqin Maqdisi (771 H);
(804 H); 3. Taqriir al-Qawaa’id wa Tahriir al-
7. Al-Qawaa’id oleh Taqiyyuddin Abu Bakr Fawaa’id (al-Qawaa’id) karya ‘Abdurrah-
ibn Muhammad ibn ‘Abdul-Mu’min, al- man Shihab ibn Ahmad ibn Abi Rajab (Ibn
Hisni (829 H); Rajab) al-Hanbali (795H);
8. Al-Ashbaah wa al-Nazhaa’ir oleh Jalalud- 4. Al-Qawaa’id al-Kulliyyah wa al-Dhawaabit
din ‘Abdur Rahman ibn Abi Bakr ibn al-Fiqhiyyah (771 H) karya Jamaluddin
Muhammad as-Suyuthi (al-Asyuthi) (804 Yusuf ibn Hasan ibn Ahmad ibn ‘Abdul-
H); dan Hadi (1309-1359 H); dan
9. Al-Istighnaa’ fi al-Furuuq wa al-Istithnaa’ 5. (Qawaa’id) Majallah al-Ahkaam al-Shar

karya Badruddin Muhammad ibn Abi Bakr iyyah ‘alaa Madzhab al-Imaam Ahmad ibn
ibn Sulaiman al-Bakri Hanbal oleh Ahmad ibn ‘Abdullah al-Qari
Di atas telah disinggung sedikit tentang (1309-1359 H)
karya as-Suyuthi, al-Asybaah wan-Nazhaa’ir, Secara ringkas, karya tentang qawa’id fiqhiyyah
yang cukup masyhur di kalangan madzhab dan para penulis yang memberikan kontri-
Syafi’i. Selain karya as-Suyuthi, kitab Majmu- businya dapat dipaparkan dalam Tabel 1.
u’ul Madzhab karya al-‘Alai jug amendapat
perhatian para fuqaha madzhab Syafii, seperti Aplikasi qawa’id dalam Pemikiran
ulasan-ulasan yang diberikan dalam kitab Ekonomi
Mukhtashar al-Qawaa’id al-‘Alai seperti oleh:
Analisis dalam bab ini lebih terfokus pada
1. Al-‘Allamah as-Syarkhadi (792 H) yang
pembahasan qawa’id yang terkait dengan per-
merupakan kombinasi dengan tulisan al-
soalan ekonomi. Oleh sebab beberapa kendala,
Isnawi untuk topik yang sama; dan
termasuk waktu dan pendanaan, penelitian
2. Al-‘Allamah ibn Khatib ad-Dahsyah yang dibatasi pada qawa’id yang terdapat dalam al-
mengkombinasikan dengan kuliah-kuliah Majallah al-Ahkaam al-’Adliyyah terbitan
dari al-Isnawi Daulah Turki Usmani yang disusun sekitar
tahun 1286 H. Cakupan qawa’id dalam al-
Qawa’id dalam Pemikiran Madzhab
Majallah ini dirasa cukup lengkap dan mere-
Hanbali
presentasikan hampir semua qawa’id yang
pernah ditulis oleh para fuqaha/ulama dari
Di kalangan madzhab Maliki, terdapat setidak-
keempat madzhab.
nya lima kitab karya para fuqaha mulai dari
pertengahan abad ke-7, sejak karya Ibnu
Taymiyyah hingga abad ke-14 Hijriyyah pada
periode al-Qari. Mereka antara lain:

204 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214
Tabel 1. Qawa’id dalam Karya Empat Madzhab Fiqh

Nama/Sebutan Kitab Penulis Periode Jumah


(Hijriyah) Qawaid

1) Hanafi
a) Usuul al-Karkhi al-Karkhi 260-340 36 (asl)
b) Ta’siis an-Nadzr Abi Zaid al-Dabusi 430 86
c) Al-Asybaah wan-Nazhaa’ir Ibn Nujaim 6 Asas
19 Furu’
d) Majaami’ al-Haqaa’iq al-Khadimi 1176 154
e) Majallah al-Ahkaam al- ‘Adliyyah Daulah al- ‘Usmaniyyah 1286 99
f) Al-Faraa’id al-Bahiyyah fil-Qawaa’id Ibn Hamzah al-Husaini 1305 30
al-Fawaa’id al-Fiqhiyyah
2) Maliki
a) Al-Furuuq; Kitab al-Anwaar wal- Syihabuddin al-Qarafi 260-340 548
Anwaa’; or Kitab al-Anwaar wal-
Qawaa’id as-Sunniyyah
b) Al-Qawaa’id al-Muqarri 758 100
c) Iidhaah al- Masaalik ilaa Qawaa’id al- Ahmad al-Winsyarinsi 914 118
Imaam Maalik
d) Al-Is’aaf bit-Talab Mukhtasar Syarhul- at-Tiwani 912
Manhaj al-Muntakhab ‘alaa Qawaa’id
al-Madzhab
3) Syafii
a) Qawaa’id al-Ahkaam fi Masaadir al- ‘
Izzuddin ‘Abd as-Salam 577-660 -
‘Anaam

b) Kitaab Al-Asybaah wan-Nazhaa’ir Ibn Wakil as-Syafii 716 -


c) Majmuu’ al-Mudzhab fi al-Qawaa’id Salahuddiin al-’Ala’i 761 20
al-Madzhab
d) Al-Asybaah wan-Nazhaa’ir Tajuddin as-Subki 771 60
e) Al-Mantsuur fi Tartiib al-Qawaa’id al- Badruddin az-Zarkashi 794 100
Fiqhiyyah awil-Qawaa’id fil-Furuu’
f) Al-Asybaah wan-Nazhaa’ir Ibn al-Mulaqqin 804
g) Al-Qawaa’id ‘
Abd al-Mu’min, al-Hisni 829
h) Al-Asybaah wan-Nazhaa’ir as-Suyuthi 804 5 asas
40 ‘amm
20 ikhtilafi
i) Al-Istighnaa’ fil-Furuuq wal-Istitsnaa’ Badruddin al-Bakri - 600
4) Hanbali
a) al-Qawaa’id al-Nuuraaniyyah al- ibn Taymiyyah 661-728 -
Fiqhiyyah
b) al-Qawaa’id al-Fiqhiyyah Syarifudin al-Maqdisi 771
c) Taqriir al-Qawaa’id wa Tahriir al- Ibn Rajab al-Hanbali 795 160
Fawaa’id (al-Qawaa’id)
d) al-Qawaa’id al-Kulliyyah wa al- ibn ‘Abd al-Hadi 1309-1359
Dhawaabit al-Fiqhiyyah
e) (Qawaa’id) Majallah al-Ahkaam al- Ahmad ‘Abdullah al-Qari 1309-1359 160
Shar ‘iyyah ‘alaa Madzhab al-Imaam
Ahmad ibn Hanbal

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 205


Sekalipun tidak dapat dipungkiri, bahwa al- didiskusikan di atas, yaitu qa’idah berfungsi
Majallah merupakan karya kumpulan qawa’id sebagai aturan umum atau universal (kuliyyah)
yang dihasilkan oleh para ulama madzhab yang dapat diterapkan untuk semua yang
Hanafi. Sebagai konsekuensinya, banyak bersifat khusus atau bagian-bagiannya (juz’iy-
qawa’id yang tidak dapat diakomodasi dalam yah). Atau dengan kata lain, sebagaimana
penelitian ini, baik dari kalangan madzhab kesimpulan Mukhtar dkk (1995b) qa’idah
Hanafi sendiri maupun yang lainnya. sebagai aturan umum yang diturunkan dari
hukum-hukum furu’ yang sejenis dan jumlah-
Qawa’id dalam Pemikiran Ekonomi
nya cukup banyak.
Dalam aspek transaksi mu’amalah, terdapat
Apabila diperbandingkan dengan tulisan
sekitar 25 qawa’id menurut Syeh Muhammad
Jazuli (2006), maka hasil penelitian ini mem-
Mustafa Zarqa, sebagaimana dikutip oleh Jazuli
beri gambaran bahwa jumlah qawa’id yang
(2006). Namun apabila diperluas cakupannya
terkait dengan masalah ekonom ijauh lebih
ke dalam ekonomi secara keseluruhan, maka
banyak, dari pada jumlah yang terkait dengan
jumlah qawa’id yang dapat diaplikasikan akan
transaksi muamalah sebagaimana ditulis karya
menjadi lebih banyak.
Jazuli. Akan tetapi perlu dicatat pula bahwa dari
Dari 99 qawa’id dalam al-Majallah, lebih 20 qawa’id yang ditulisnya, hanya ada 8
dari 70 qawa’id dapat diinterpretasikan secara (delapan) qawa’id yang sama, sedangkan
langsung sebagai memiliki implikasi yang selebihnya didapatkan dari karya-karya ulama
bersifat ekonomis, sekalipun tidak dapat lepas lainnya. Kedelapan qawa’id tersebut dipapar-
dari perspektif yang lain, seperti sosial, politik, kan dalam Tabel 2.
hukum, dan sebagainya. Ini sesuai dengan
pengertian atau definisinya, sebagaimana telah

Tabel 2. Qawa’id dalam Pemikiran Ekonomi/Muamalat dalam al-Majallah dan


dalam Karya Jazuli (2006)

1 Apabila sesuatu itu batal maka batallah apa yang ada di ‫إذا ﺑﻄﻞ اﻟﺸﻲء ﺑﻄﻞ ﻣﺎ ﻓﻰ ﺽﻤﻨﻪ‬
dalammnya
2 Tidaklah sempurna ‘aqad tabarru’ (pemberian) kecuali ‫ﻻ ﻳﺘﻢ اﻟﺘﺒﺮع إﻻ ﺑﻘﺒﺾ‬
setelah diserahkan, (sebelum diminta sudah diberi)
3 Hak mendapat hasil itu sebagai ganti kerugian (yang ‫اﻟﺨﺮاج ﺑﺎﻟﻀﻤﺎن‬
ditanggung)
4 Pendapatan/upah dengan jaminan itu tidak datang ‫اﻷﺝﺮ واﻟﻀﻤﺎن ﻻ ﻳﺠﺘﻤﻌﺎن‬
secara bersamaan
5 Risiko itu sejalan dengan keuntungan ‫اﻟﻐﺮم ﺑﺎﻟﻐﻨﻢ‬
6 Hal yang dibolehkan syariat tidak dapat dijadikan ‫اﻟﺠﻮاز اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻳﻨﺎﻓﻲ اﻟﻀﻤﺎن‬
beban/tanggungan
7 Perintah menasarufkan (memanfaatkan) barang orang ‫اﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﺘﺼﺮف ﻓﻰ ﻣﻠﻚ اﻟﻐﻴﺮ‬
lain (tanpa ijin pemiliknya) adalah batal
‫ﺑﺎﻃﻞ‬
8 Tidak boleh bagi seorang pun merubah /mengganti ‫ﻻ ﻳﺠﻮز ﻷﺡﺪ أن ﻳﺘﺼﺮف ﻓﻰ‬
milik orang lain tampa izin pemiliknya.
‫ﻣﻠﻚ اﻟﻐﻴﺮ ﺑﻼ إذﻥﻪ‬

206 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214
Ini memberitahukan kepada kita betapa awal abad ke-13 Hijriyah atau tepatnya sekitar
jumlah qawa’id yang disusun para ulama/ tahun 1286 H. Dari keseluruhannya, terdapat
fuqaha terdahulu jumlahnya cukup banyak dan lebih dari 70 (tujuh puluh) qawa’id yang dapat
susah ditentukan secara pasti. Pada sisi lain, ia dijadikan rujukan untuk diturunkan ke dalam
juga memberi gambaran betapa keseriusan pemikiran dan perilaku ekonomi modern.
mereka benar-benar luar biasa, sehingga gene-
Namun dikarenakan keterbatasan waktu
rasi terkemudian dapat memanfaatkannya
dan finansial, penelitian ini tidak dapat
dengan lebih mudah.
meneruskan pada masalah implikasi pemikiran
dan perilaku ekonomi secara sektoral. Selain
KESIMPULAN itu, kebanyakan materi qawa’id juga berlaku
sangat umum, sehingga hampir dapat diber-
Qawa’id fiqhiyyah merupakan landasan umum lakukan secara keseluruhan bagi semua sektor
dalam pemikiran dan perilaku sosial memberi- dalam ekonomi. Akan tetapi, apabila dilacak
kan panduan bagi masyarakat untuk melakukan karya-karya di luar al-Majallah, ada kemung-
interaksi dengan sesamanya. Panduan yang kinan beberapa qawa’id yang dapat diinterpre-
diberikan menyangkut beberapa aspek tasikan secara khas untuk setiap masalah atau
kehidupan seperti hukum, ekonomi, sosial, sektor dalam ekonomi. Untuk itulah penelitian
politik dan kenegaraan, budaya, dan sebagainya secara lebih detail untuk setiap aspek perlu
sampai pada masalah pernikahan. dilakukan secara terpisah.
Penelitian ini memfokuskan pada qawa’id
Persantunan
dalam karya-karya para ulama/fuqaha dari
kalangan empat madzhab fiqh, dan implikasi- Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.
nya dalam pemikiran dan perilaku ekonomi Dr. Ismail Mat dari University Brunei
dalam masyarakat. Darussalam atas komentar yang diberikan pada
draft terdahulu; dan kepada Sdr.Samsul Bahri
Dalam hal ini, pemahaman terhadap
atas bantuan editorialnya sampai naskah ini
qawa’id fiqhiyyah adalah mutlak diperlukan
diterbitkan.
untuk melakukan suatu “ijtihad” atau pemba-
haruan pemikiran. Para ulama dan fuqaha
DAFTAR PUSTAKA
terdahulu, sejak akhir abad ke-2 Hijriyyah telah
merintis batu peletakan qawa’id melalui karya-
karya agung mereka, yang sampai kini masih Alwani, Taha Jabir al-. 1994. Source Method-
ology in Islamic Jurispruden’e: Usul al-
terlihat manfaatnya untuk diimplementasikan
Fiqh al-Islami, Revised English Ed. By
dalam kehidupan modern, termasuk ekonomi.
Yusuf Talal DeLorenzo and Anas S. Al-
Para ulama/fuqaha dari keempat madzhab fiqh
Shaikh-Ali. Herndon. Virginia: Interna-
tersebut menyusun qawa’id dalam jumlah yang tional Institute of Islami’ Thought. 1415.
begitu banyak, sebagiannya sama atau serupa,
Djazuli, H.A. 2006. Kaidah-kaidah Fikih:
sehingga susah untuk diketahui jumlahnya
Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam
secara pasti.
Menyelesaikan Masalah-masalah Praktis.
Fokus penelitian ini pada 99 (sembilan Jakarta: Kencana Prenada Media Group
puluh sembilan) qawa’id yang disusun para Kamali, Muhammad, Hashim. 1989. Principles
ulama pada Dinasti Turki Usmani, yaitu al- of Islamic Jurisprudence. Petaling Jaya.
majallah al-Ahkaam al-’Adliyyah pada sekitar

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 207


Malaysia: Pelanduk Publication (M) Sdn Shiddieqy, T.M. Hasbi, ash-. 1981. Pengantar
Bhd. Hukum Islam. Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang.
Mahmassani, Sobhi. 1980. Falsafah al-Tashri’
fi al-Islam. English Translation by Farhat Syabir, Muhammad, Usman. 2000. Al-Qawa’id
J. Ziadeh, The Original Arabic. Beirut. al-Kulliyyah wad-dhawabith al-
Dar al-’ilm li al-Malayin. Shah Alam, Fiqhiyyah. Yordania: daarul-Furqaan.
Malaysia: Penerbitan Hizbi.
Weeramantry, C.G. Islamic Jurisprudence: An
Mu’htar, Kamal, dkk. 1995. Ushul Fikh (Jilid International Perspective, Hampshire and
1). Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf. London: The MacMillan Press Ltd.
Nadwi, Ali, Ahmad, al-. 1412H/1991. Al-
qawa’id al-fiqhiyyah: Mafhumuha, Nash-
atuha, Tatawwuruha, Dirasatu Mu-
allafatiha, Adallatuha, Muhimmatuha,
Tatbiqatuha. Dar al-Qalam.. Damascus
Rahman, Fazlur. 1965. Islamic Methodology in
History. Karachi. Pakistan: Islamic Re-
search Institute.

208 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214
LAMPIRAN
QAWA’ID FIQHIYYAH DALAM
AL-MAJALLAH AL-AHKAAM AL-‘ADLIYYAH

Artikel.1…Para peneliti dari ahli fiqh mengembalikan ‫ إن اﻟﻤﺤﻘﻘﻴﻦ ﻣﻦ اﻟﻔﻘﻬﺎء ﻗﺪ‬.... -1 ‫اﻟﻤﺎدة‬
Artikel No. 1

persoalan-persoalan fiqh kepada kaidah-kaidah umum,


semuanya itu otentik untuk seluruh permasalahan- ،‫أرﺝﻌﻮا اﻟﻤﺴﺎﺋﻞ اﻟﻔﻘﻬﻴﺔ إﻟﻰ ﻗﻮاﻋﺪ آﻠﻴﻪ‬
permasalahan yang ada,…maka dari itu disusun 99 ... .‫آﻞ ﻣﻨﻬﺎ ﺽﺎﺑﻂ وﺝﺎﻣﻊ ﻟﻤﺴﺎﺋﻞ آﺜﻴﺮة‬
kaidah fiqhiyyah…, dan di antara kaidah-kaidah ini,
jika dilihat secara mufrad (tersendiri), terdapat penge-
‫( ﻗﺎﻋﺪة‬99) ‫ﻓﻠﺬا ﺝﻤﻊ ﺗﺴﻊ وﺗﺴﻌﻮن‬
cualian tertentu di antara kesempurnaannya, akan tetapi ‫ وان‬،‫ وأن ﺑﻌﺾ هﺬﻩ اﻟﻘﻮاﻋﺪ‬... .‫ﻓﻘﻬﻴﺔ‬
tidak menutupi keumumannya dari sisi keseluruhan, ‫ ﻳﻮﺝﺪ ﻣﻦ ﻣﺸﺘﻤﻼ‬،‫آﺎﻥﺖ ﺑﺤﻴﺚ إذا اﻥﻔﺮد‬
karena itu sebagiannya mengikat sebagian yang lain.
Keterangan: ‫ ﻟﻜﻦ ﻻ ﺗﺨﺘﻞ آﻠﻴﺘﻬﺎ‬،‫ﺗﻪ ﺑﻌﺾ اﻟﻤﺴﺘﺜﻨﻴﺎت‬
1. Sesuatu yang menyeluruh maka dikecualikan ‫ ﻟﻤﺎ إن‬،‫و ﻋﻤﻮﻣﺘﻬﺎ ﻣﻦ ﺡﻴﺚ اﻟﻤﺠﻤﻮع‬
2. Sesuatu yang umum maka dikhususkan
3. Sesuatu yang banyak maka ditentukan satu (diikat)
.‫ﺑﻌﻀﻬﺎ ﻳﺨﺼﺺ وﻳﻘﻴﺪ ﺑﻌﻀﺎ ﺁﺥﺮ‬
2 Setiap perkara (perbuatan) itu tergantung pada tujuan- ‫اﻷﻣﻮر ﺑﻤﻘﺎﺻﺪهﺎ‬
nya.

3 Patokan dalam akad (Ibrah) diambil dari maksud/ tujuan ‫اﻟﻌﺒﺮة ﻓﻰ اﻟﻌﻘﻮد ﻟﻠﻤﻘﺎﺻﺪ واﻟﻤﻌﺎﻥﻲ ﻻ‬
dan maknanya bukan dari ungkapan dan bentuknya
‫ﻟﻸﻟﻔﺎظ واﻟﻤﺒﺎﻥﻲ‬
4 Sesuatu yang sudah diyakini tidak dapat dihapus oleh ‫اﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰال ﺑﺎﻟﺸﻚ‬
keragu-raguan
(‫)اﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰول ﺑﺎﻟﺸﻚ‬
5 Yang menjadi patokan adalah tetapnya sesuatu menurut ‫اﻷﺻﻞ ﺑﻘﺎء ﻣﺎ آﺎن ﻋﻠﻰ ﻣﺎ آﺎن‬
keadaan semula

6 Sesuatu yang lama akan ditinggalkan sebagaimana ‫اﻟﻘﺪﻳﻢ ﻳﺘﺮك ﻋﻠﻰ ﻗﺪﻣﻪ‬
asalnya

7 Kemadharatan tidak akan terjadi sejak awal ‫اﻟﻀﺮر ﻻ ﻳﻜﻮن ﻗﺪﻳﻤﺎ‬


8 Bebas dari tanggungan adalah prinsip yang mendasar. ‫اﻷﺻﻞ ﺑﺮاءة اﻟﺬﻣﺔ‬
9 Asal dari sifat-sifat yang nyata (terlihat) adalah ketia- ‫اﻷﺻﻞ ﻓﻰ اﻟﺼﻔﺎت اﻟﻌﺎرﺽﺔ اﻟﻌﺪم‬
daan

10 Sesuatu yang tetap pada zamannya akan dinilai kekal ‫وﻣﺎ ﺛﺒﺖ ﺑﺰﻣﺎن ﻣﺤﻜﻢ ﺑﺒﻘﺎﺋﻪ ﻣﺎﻟﻢ ﻳﻮﺝﺪ‬
kecuali terdapat dalil yang membuktikan penolakannya.
‫دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺥﻼﻓﻪ‬
11 Asal suatu perubahan peristiwa baru dianggap sebagai ‫اﻷﺻﻞ إﺽﺎﻓﺔ اﻟﺤﺎدث إﻟﻰ أﻗﺮب أوﻗﺎﺗﻪ‬
peristiwa yang berlangsung dalam waktu terdekat (dari
sekarang)

12 Asal dalam perkataan itu adalah hakikat. (Artinya jika ‫اﻷﺻﻞ ﻓﻰ اﻟﻜﻼم اﻟﺤﻘﻴﻘﺔ‬
ada perkataan yang bisa diartikan secara hakiki dan
majasi, maka perkataan mesti diartikan secara hakiki)

13 Tidak perlu ambil perhatian terhadap dalil apabila ada ‫ﻻ ﻋﺒﺮة ﻟﻠﺪﻻﻟﺔ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﺑﻠﺔ اﻟﺘﺼﺮﻳﺦ‬
pernyataan yang jelas

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 209


14 Tidak ada tempat untuk berijtihad jika ada nasth yang ‫ﻻﻣﺴﺎغ ﻟﻼﺝﺘﻬﺎد ﻓﻰ ﻣﻮرد اﻟﻨﺺ‬
menerangkannya (al-Qur’an dan al-Hadits)

15 Sesuatu yang tetap atas penolakan terhadap qiyas maka ‫ﻣﺎ ﺛﺒﺖ ﻋﻠﻰ ﺥﻼف اﻟﻘﻴﺎس ﻓﻐﻴﺮﻩ ﻻ ﻳﻘﺎس‬
tidak (boleh dipakai) untuk menetapkan qiyas yang lain.
‫ﻋﻠﻴﻪ‬
16 Sebuah ijtihad tidak dapat membatalkan yang semisal- ‫اﻻﺝﺘﻬﺎد ﻻ ﻳﻨﻘﺾ ﺑﻤﺜﻠﻪ‬
nya (ijtihad yang lain)

17 Kesulitan itu akan menarik kemudahan ‫اﻟﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠﺐ اﻟﺘﻴﺴﻴﺮ‬


18 Perkara yang berlaku dalam kesempitan, harus diberi- ‫اﻷﻣﺮ إذا ﺽﺎق إﺗﺴﻊ‬
kan kelonggaran atasnya
(‫)إذا ﺽﺎق اﻷﻣﺮ إﺗﺴﻊ‬
19 Madharat tidak bisa diselesaikan dengan kemadharatan ‫ﻻ ﺽﺮر وﻻ ﺽﺮار‬
juga

20 Kemadharatan itu harus dihilangkan. ‫اﻟﻀﺮر ﻳﺰال‬


21 Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang ‫اﻟﻀﺮورات ﺗﺒﻴﺢ اﻟﻤﺤﻈﻮرات‬
22 Sesuatu yang dibolehkan karena darurat itu mesti ‫اﻟﻀﺮورات ﺗﻘﺪر ﺑﻘﺪرهﺎ‬
disesuaikan dengan kadar kedaruratannya.

23 Sesuatu yang dibolehkan karena uzur, maka batallah ‫ﻣﺎ ﺝﺎز ﻟﻌﺬر ﺑﻄﻞ ﺑﺰواﻟﻪ‬
sebab hilangnya uzur tersebut

24 Apa bila hilang penyebab yang melarang sesuatu maka ‫إذا زال اﻟﻤﺎﻥﻊ ﻋﺎد اﻟﻤﻤﻨﻮع‬
yang dilarang itu boleh dilakukan

25 Kemadharatan tidak boleh dihilangkan dengan kema- ‫اﻟﻀﺮر ﻻ ﻳﺰال ﺑﻤﺜﻠﻪ‬


dharatan yang semisal

26 Menanggung suatu Kemadharatan khusus untuk ‫ﻳﺤﺘﻤﻞ اﻟﻀﺮر اﻟﺨﺎص ﻟﻤﻨﻊ اﻟﻀﺮر اﻟﻌﺎم‬
menolak Kemadharatan umum.

27 Kemadharatan yang lebih besar/ berat dihilangkan ‫اﻟﻀﺮر اﻷﺵﺪ ﻳﺰال ﺑﺎﻟﻀﺮر اﻷﺥﻒ‬
dengan Kemadharatan yang lebih ringan

28 Apabila dua kerusakan bertabrakan maka dilihat/ dipilih ‫إذا ﺗﻌﺎرض ﻣﻔﺴﺪﺗﺎن روﻋﻲ أﻋﻈﻤﻬﻤﺎ‬
yang lebih ringan
‫ﺽﺮرا ﺑﺎرﺗﻜﺎب أﺥﻔﻬﻤﺎ‬
29 Memilih yang lebih kecil dari dua keburukan ‫ﻳﺨﺘﺎر أهﻮن اﻟﺸﺮﻳﻦ‬
30 Menolak suatu kerusakan didahulukan dari pada mena- ‫درء اﻟﻤﻔﺎﺱﺪ أوﻟﻰ ﻣﻦ ﺝﻠﺐ اﻟﻤﻨﺎﻓﻊ‬
rik kemaslahatan.

31 Kemadharatan itu sedapat mungkin harus ditangkis ‫اﻟﻀﺮر ﻳﺪﻓﻊ ﺑﻘﺪر اﻹﻣﻜﺎن‬
32 Kebutuhan bisa menjadi sesuatu kepentingan ‫اﻟﺤﺎﺝﺔ ﺗﻨﺰل ﻣﻨﺰﻟﺔ اﻟﻀﺮورة‬
33 Sesungguhnya sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar ‫إن اﻹﺽﻄﺮار ﻻ ﻳﺒﻄﻞ ﺡﻖ اﻟﻐﻴﺮ‬
lagi tidak membatalkan hak bagi yang lain

210 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214
34 Sesuatu yang diharamkan mengambilnya maka diha- ‫ﻣﺎ ﺡﺮم أﺥﺬﻩ ﺡﺮم اﻋﻄﺎؤﻩ‬
ramkan juga memberikannya

35 Sesuatu yang haram mengerjakannya maka haram juga ‫ﻣﺎ ﺡﺮم ﻓﻌﻠﻪ ﺡﺮم ﻃﻠﺒﻪ‬
meminta mengerjakannya

36 Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum ‫اﻟﻌﺎدة ﻣﺤﻜﻤﺔ‬


37 Jika manusia sudah sepakat dengan sesuatu (kesepa- ‫اﺱﺘﻌﻤﺎل اﻟﻨﺎس ﺡﺠﺔ ﻳﺠﺐ اﻟﻌﻤﻞ ﺑﻬﺎ‬
katan umum) maka wajib dikerjakan

38 Larangan adat adalah menjadi larangan sebenarnya ‫اﻟﻤﻤﺘﻨﻊ ﻋﺎدة آﺎﻟﻤﻤﺘﻨﻊ ﺡﻘﻴﻘﺔ‬
(secara hakikat)

39 Tidak dipungkri perubahan hukum dengan adanya ‫ﻻ ﻳﻨﻜﺮ ﺗﻐﻴﺮ اﻷﺡﻜﺎم ﺑﺘﻐﻴﺮ اﻷزﻣﺎن‬
perubahan zaman

40 Suatu kenyataan akan ditinggalkan berdasarkan adat ‫اﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺗﺘﺮك ﺑﺪﻻﻟﺔ اﻟﻌﺎدة‬
41 Hanya akan dianggap sebagai suatu adat jika apa bila ‫إﻥﻤﺎ ﺗﻌﺘﺒﺮ اﻟﻌﺎدة إذا اﺽﻄﺮدت أو ﻏﻠﺒﺖ‬
menjadi suatu mayoritas dalam masyarakat

42 Perhatian lebih diberikan pada kejadian yang sering ‫اﻟﻌﺒﺮة ﻟﻠﻐﺎﻟﺐ اﻟﺸﺎﺋﻊ ﻻ ﻟﻠﻨﺎدر‬
(mayoritas), bukannya yang jarang (minoritas)

43 Sesuatu yang dikenal akan menjadi adat seperti yang ‫اﻟﻤﻌﺮوف ﻋﺮﻓﺎ آﺎﻟﻤﺸﺮوط ﺵﺮﻃﺎ‬
disyaratkan menjadi syarat

44 Sesuatu yang dikenal diantara masyarakat itu seperti ‫اﻟﻤﻌﺮوف ﺑﻴﻦ اﻟﺘﺠﺎر آﺎﻟﻤﺸﺮوط ﺑﻴﻨﻬﻢ‬
menjadi syarat dikalangan mereka

45 Penetapan secara adat seperti penetapan secara nash ‫اﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﺑﺎﻟﻌﺮف آﺎﻟﺘﻌﻴﻴﻦ ﺑﺎﻟﻨﺺ‬
(teks)

46 Apa bila bercampur suatu larangan dengan perintah ‫إذا ﺗﻌﺎرض اﻟﻤﺎﻥﻊ واﻟﻤﻘﺘﻀﻰ ﻳﻘﺪم اﻟﻤﺎﻥﻊ‬
maka didahulukan larangan

47 Sesuatu yang terkait dengan sebuah obyek, maka ia ‫اﻟﺘﺎﺑﻊ ﺗﺎﺑﻊ‬


diakui keabsahannya

48 Sesuatu yang terkait dengan sebuah obyek tidak ‫اﻟﺘﺎﺑﻊ ﻻﻳﻔﺮد ﺑﺎﻟﺤﻜﻢ‬
dihukumi secara terpisah.

49 Seseorang yang memiliki sesuatu maka ia juga memiliki ‫ﻣﻦ ﻣﻠﻚ ﺵﻴﺌﺎ ﻣﻠﻚ ﻣﺎ هﻮ ﻣﻦ ﺽﺮوراﺗﻪ‬
segala kepentingan atasnya

50 Apabila terputus sesuatu yang dasar maka terputus pula ‫إذا ﺱﻘﻂ اﻷﺻﻞ ﺱﻘﻂ اﻟﻔﺮع‬
suatu cabangnya

51 Sesuatu yang terputus itu tidak akan kembali seperti ‫اﻟﺴﺎﻗﻂ ﻻ ﻳﻌﻮد آﻤﺎ أن اﻟﻤﻌﺪوم ﻻ ﻳﻌﻮد‬
sesuatu yang hilang tidak kembali

52 Apabila sesuatu itu batal maka batallah apa yang ada ‫إذا ﺑﻄﻞ اﻟﺸﻲء ﺑﻄﻞ ﻣﺎ ﻓﻰ ﺽﻤﻨﻪ‬
didalammnya

53 Apa bila batal suatu yang dasar /asal maka ia merubah ‫إذا ﺑﻄﻞ اﻷﺻﻞ ﻳﺼﺎر اﻟﻰ اﻟﺒﺪل‬
menjadi perubahan,maka asal itu menjadi berubah

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 211


54 Tidak diperbolehkannya sesuatu yang terkait dengan ‫ﻳﻐﺘﻔﺮ اﻟﺘﻮاﺑﻊ ﻣﺎﻻ ﻳﻐﺘﻔﺮ ﻓﻰ ﻏﻴﺮهﺎ‬
barang tidak berarti dilarangnya yang lain yang terkait
dengan barang tersebut

55 Sesuatu yang dilarang dengan cara yang baru, mungkin ‫ﻳﻐﺘﻔﺮ ﻓﻰ اﻟﺒﻘﺎء ﻣﺎ ﻻ ﻳﻐﺘﻔﺮ ﻓﻰ اﻻﺑﺘﺪاء‬
diperbolehkan dengan cara melanjutkan.

56 Meneruskan sesuatu lebih mudah dari pada memulainya ‫اﻟﺒﻘﺎء أﺱﻬﻞ ﻣﻦ اﻻﺑﺘﺪاء‬
57 Tidaklah sempurna ‘aqad tabarru’ (pemberian) kecuali ‫ﻻ ﻳﺘﻢ اﻟﺘﺒﺮع إﻻ ﺑﻘﺒﺾ‬
diberikan/diserahkan, (sebelum diminta sudah diberi)

58 Tasharruf (tindakan –pemimpin-) terhadap rakyat harus ‫اﻟﺘﺼﺮف ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻋﻴﺔ ﻣﻨﻮط ﺑﺎﻟﻤﺼﻠﺤﺔ‬
dihubungkan dengan kemashlahatan -kepentingan
umum-.

59 Kewenangan khusus (pribadi) lebih kuat dari pada ‫اﻟﻮﻻﻳﺔ اﻟﺨﺎﺻﺔ أﻗﻮى ﻣﻦ اﻟﻮﻻﻳﺔ اﻟﻌﺎﻣﺔ‬
kewenangan umum (publik)

60 Mengamalkan maksud suatu kalimat, lebih utama dari ‫إﻋﻤﺎل اﻟﻜﻼم أوﻟﻰ ﻣﻦ إهﻤﺎﻟﻪ‬
pada mengabaikannya (menyia-nyiakannya)

61 Apabila maksud hakiki tidak dapat ditangkap, maka ‫إذا ﺗﻌﺬرت اﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﻳﺼﺎر إﻟﻰ اﻟﻤﺠﺎز‬
pengertian majazi (metaforis) dapat dipakai

62 Apabila perkataan itu lemah dalam pelaksanaan maka ‫إذا ﺗﻌﺬر إﻋﻤﺎل اﻟﻜﻼم ﻳﻬﻤﻞ‬
abaikan saja

63 Hubungan terhadap bagian-bagian yang takterpisahkan ‫ذآﺮ ﺑﻌﺾ ﻣﺎﻻ ﻳﺘﺠﺰأ آﺬآﺮ آﻠﻪ‬
dinilai seperti hubungan terhadap keseluruhan

64 Sesuatu yang mutlaq berjalan dengan kemutlakannya ‫اﻟﻤﻄﻠﻖ ﻳﺠﺮي ﻋﻠﻰ إﻃﻼﻗﻪ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻘﻢ دﻟﻴﻞ‬
selama tidak ada nash atau dalil yang mengikatnya
‫اﻟﺘﻘﻴﻴﺪ ﻥﺼﺎ أو دﻻﻟﻪ‬
65 Sifat yang tampak tidak memiliki nilai kebenaran, ‫اﻟﻮﺻﻒ ﻓﻰ اﻟﺤﺎﺽﺮ ﻟﻐﻮ وﻓﻰ اﻟﻐﺎﺋﺐ‬
maka sifat yang tidak tampak dapat dipakai
‫ﻣﻌﺘﺒﺮ‬
66 Pertanyaan itu diulangi di dalam jawaban ‫اﻟﺴﺆال ﻣﻌﺎد ﻓﻰ اﻟﺠﻮاب‬
67 Perkataan tidak dapat dinisbatkan kepada orang yang ‫ ﻟﻜﻦ اﻟﺴﻜﻮت‬،‫ﻻ ﻳﻨﺴﺐ إﻟﻰ ﺱﺎآﺖ ﻗﻮل‬
diam, tetapi diam adalah sama dengan pernyataan,
ketika bicara diperlukan. (Artinya orang yang diam ‫ﻓﻰ ﻣﻌﺮض اﻟﺤﺎﺝﺔ ﺑﻴﺎن‬
ketika berbicara itu menjadi keharusan, maka ia
dianggap membuat pernyataan (menyetujui/menolak).

68 Bukti atas sesuatu yang tidak jelas dikembalikan pada ‫دﻟﻴﻞ اﻟﺸﻴﺊ ﻓﻰ اﻷﻣﻮر اﻟﺒﺎﻃﻨﺔ ﻳﻘﻮم ﻣﻘﺎﻣﻪ‬
kedudukannya

69 Tulisan seseorang itu seperti halnya perkataan ‫اﻟﻜﺘﺎب آﺎﻟﺨﻄﺎب‬


70 Isyarat yang dikenal karena kebisuan seperti suatu ‫اﻹﺵﺎرات اﻟﻤﻌﻬﻮدة ﻟﻸﺥﺮس آﺎﻟﺒﻴﺎن‬
keterangan dengan lisan
‫ﺑﺎﻟﻠﺴﺎن‬
71 kata terjemahan diterima secara mutlaq. ‫ﻳﻘﺒﻞ ﻗﻮل اﻟﻤﺘﺮﺝﻢ ﻣﻄﻠﻘﺎ‬

212 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214
72 Tidak dipegangi sesuatu (hukum) yang berdasarkan ‫ﻻ ﻋﺒﺮة ﻟﻠﻈﻦ اﻟﺒﻴﻦ ﺥﻄﺆﻩ‬
pada Dhon -persangkaan yang kuat- yang jelas salah-
nya.

73 Tidak dijadikan hujjah sesuatu yang berdasarkan ‫ﻻ ﺡﺠﺔ ﻣﻊ اﻻﺡﺘﻤﺎل اﻟﻨﺎﺵﺊ ﻋﻦ دﻟﻴﻞ‬
kemungkinan yang berlawanan dengan dalil

74 Tidak bisa dijadikan patokan sesuatu yang bimbang/ ‫ﻻ ﻋﺒﺮة ﻟﻠﺘﻮهﻢ‬


was-was

75 Keputusan dengan bukti yang otentik seperti kepastian ‫اﻟﺜﺎﺑﺖ ﺑﺎﻟﺒﺮهﺎن آﺎﻟﺜﺎﺑﺖ ﺑﺎﻟﻌﻴﺎن‬
melihat dengan mata kepala sendiri

76 Bukti dituntut atas orang yang menggugat/menuduh, ‫اﻟﺒﻴﻨﺔ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺪﻋﻲ واﻟﻴﻤﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ أﻥﻜﺮ‬
sedangkan sumpah atas yang menolak/ mengingkarinya

77 Bukti adalah untuk memastikan sesuatu yang berlawan- ‫اﻟﺒﻴﻨﺔ ﻹﺛﺒﺎت ﺥﻼف اﻟﻈﺎهﺮ واﻟﻴﻤﻴﻦ‬
an secara lahiriyah, sedang sumpah untuk memastikan
sesuatu yang asal ‫ﻹﺑﻘﺎء اﻷﺻﻞ‬
78 Bukti adalah kepastian mutlak (bagi fihak ketiga), ‫اﻟﺒﻴﻨﺔ ﺡﺠﺔ ﻣﺘﻌﺪﻳﺔ واﻹﻗﺮار ﺡﺠﺔ ﻗﺎﺻﺮة‬
sedang ikrar (pengakuan) hanyalah bukti relatif bagi
yang menyatakannya.

79 Seseorang itu terikat oleh pengakuannya ‫اﻟﻤﺮء ﻣﺆاﺥﺬ ﺑﺈﻗﺮارﻩ‬


80 Sesuatu yang diperdebatkan tidak bisa dijadikan hujjah, ‫ﻻ ﺡﺠﺔ ﻣﻊ اﻟﺘﻨﺎﻗﺾ وﻻآﻦ ﻻ ﻳﺨﺘﻞ ﻣﻌﻪ‬
tetapi jga tidak dapat menafikan keputusan hakim
‫ﺡﻜﻢ اﻟﺤﺎآﻢ‬
81 Sesungguhnya ditetapkannya cabang itu tidak berarti ‫ﻗﺪ ﺛﺒﺖ اﻟﻔﺮع ﻣﻊ ﻋﺪم ﺛﺒﻮت اﻷﺻﻞ‬
dengan meniadakan yang asal/pokok

82 Fihak yang dibebani oleh syarat wajib memenuhinya ‫اﻟﻤﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﺸﺮط ﻳﺠﺐ ﺛﺒﻮﺗﻪ ﻋﻨﺪ ﺛﺒﻮت‬
ketika syarat disebutkan.
‫اﻟﺸﺮط‬
83 Lazimnya pemenuhan syarat itu sesuai kemampuan ‫ﻳﻠﺰم ﻣﺮاﻋﺔ اﻟﺸﺮط ﺑﻘﺪر اﻹﻣﻜﺎن‬
yang memungkinkan

84 Janji yang diiringi persyaratan adalah lazim ‫اﻟﻤﻮاﻋﻴﺪ ﺑﺎآﺘﺴﺎء ﺻﻮر اﻟﺘﻌﺎﻟﻴﻖ ﺗﻜﻮن‬
‫ﻻزﻣﺔ‬
85 Hak mendapat hasil itu sebagai ganti kerugian (yang ‫اﻟﺨﺮاج ﺑﺎﻟﻀﻤﺎن‬
ditanggung)

86 Pendapatan/upah dengan jaminan itu tidak datang seca- ‫اﻷﺝﺮ واﻟﻀﻤﺎن ﻻ ﻳﺠﺘﻤﻌﺎن‬
ra bersamaan

87 Risiko itu sejalan dengan keuntungan (yakni orang yang ‫ ) ﻳﻌﻨﻲ إن ﻣﻦ ﻳﻨﺎل ﻥﻔﻊ‬- ‫اﻟﻐﺮم ﺑﺎﻟﻐﻨﻢ‬
memperoleh manfaat atas sesuatu, pada saat yang sama
ia harus mau berkorban). ( ‫ﺵﻴﺊ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺽﺮرﻩ‬
88 Kenikmatan itu setaraf dengan pengorbanan dan ‫اﻟﻨﻌﻤﺔ ﺑﻘﺪر اﻟﻨﻘﻤﺔ واﻟﻨﻘﻤﺔ ﺑﻘﺪر اﻟﻨﻌﻤﺔ‬
pengorbanan setaraf dengan kenikmatan

Qawaid Fiqhiyyah sebagai Landasan Perilaku Ekonomi (Masyhudi Muqorobin) 213


89 Perbuatan itu disandarkan pada pelakunya kecuali pada ‫ﻳﻀﺎف اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻰ اﻟﻔﺎﻋﻞ ﻻ اﻵﻣﺮ ﻣﺎﻟﻢ‬
suatu kasus yang belum terjabarkan
‫ﻳﻜﻦ ﻣﺠﺒﺮا‬
90 Apabila terdapat dua orang terlibat suatu perkara, yang ‫إذا اﺝﺘﻤﻊ اﻟﻤﺒﺎﺵﺮ واﻟﻤﺘﺴﺒﺐ ﻳﻀﺎف‬
seorang terlibat langsung dan yang lain hanya terlibat
sebab-sebab, maka hukum dibebankan pada orang yang ‫اﻟﺤﻜﻢ اﻟﻰ اﻟﻤﺒﺎﺵﺮ‬
terlibat secara langsung saja

91 Hal yang dibolehkan syariat tidak dapat dijadikan ‫اﻟﺠﻮاز اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻳﻨﺎﻓﻲ اﻟﻀﻤﺎن‬
beban/tanggungan

92 Orang yang berbuat sesuatu, meskipun tanpa sengaja, ‫اﻟﻤﺒﺎﺵﺮ ﺽﺎﻣﻦ وان ﻟﻢ ﻳﺘﻌﻤﺪ‬
tetap harus menanggung beban

93 Tidak dikenai beban orang yang terlibat dalam sebab ‫اﻟﻤﺘﺴﺒﺐ ﻻ ﻳﻀﻤﻦ ءاﻻ ﺑﺎﻟﺘﻌﻤﺪ‬
suatu kejadian kecuali dengan sengaja ia hendak
melakukannya

94 Tidak ada beban yang terkait dengan kecelakaan ‫ﺝﻨﺎﻳﺔ اﻟﻌﺠﻤﺎء ﺝﺒﺎر‬
disebabkan oleh binatang atas kemauanya sendiri.

95 Perintah menasarufkan (memanfaatkan) barang orang ‫اﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﺘﺼﺮف ﻓﻰ ﻣﻠﻚ اﻟﻐﻴﺮ ﺑﺎﻃﻞ‬
lain (tanpa ijin pemiliknya) adalah batal

96 Tidak boleh bagi seorang pun merubah /mengganti ‫ﻻ ﻳﺠﻮز ﻷﺡﺪ أن ﻳﺘﺼﺮف ﻓﻰ ﻣﻠﻚ اﻟﻐﻴﺮ‬
milik orang lain tampa izin pemiliknya.
‫ﺑﻼ إذﻥﻪ‬
97 Tidak boleh bagi seseorang mengambil milik orang lain ‫ﻻ ﻳﺠﻮز ﻷﺡﺪ أن ﻳﺄﺥﺬ ﻣﺎل أﺡﺪ ﺑﻼ ﺱﺒﺐ‬
tanpa sebab syar’i
‫ﺵﺮﻋﻲ‬
98 Perubahan sebab kepemilikan barang adalah setara ‫ﺗﺒﺪل ﺱﺒﺐ اﻟﻤﻠﻚ ﻗﺎﺋﻢ ﻣﻘﺎم ﺗﺒﺪل اﻟﺬات‬
dengan perubahan pada barang itu sendiri

99 Barang siapa yang mendahulukan sesuatu sebelum ‫ﻣﻦ اﺱﺘﻌﺠﻞ اﻟﺸﻴﺊ ﻗﺒﻞ أواﻥﻪ ﻋﻮﻗﺐ‬
waktunya, maka ia dibebani atas larangan yang ada
didalamnya ‫ﺑﺤﺮﻣﺎﻥﻪ‬
100 Barang siapa berusaha menyanggah perbuatannya ،‫ﻣﻦ ﺱﻌﻰ ﻓﻰ ﻥﻘﺾ ﻣﺎ ﺗﻢ ﻣﻦ ﺝﻬﺘﻪ‬
sendiri, maka usahanya itu tertolak
‫ﻓﺴﻌﻴﻪ ﻣﺮدود ﻋﻠﻴﻪ‬

214 Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 8, Nomor 2, Oktober 2007: 198 - 214

Anda mungkin juga menyukai