Anda di halaman 1dari 21

Sinus Headache :

Neurologi, Otolaringologi, Alergi, dan Konsensus Perawatan


Primer dalam Diagnosis dan Terapi
Sinus headache merupakan diagnosis klinis yang telah diterima secara luas
walaupun banyak dokter spesialis beranggapan bahwa sinus headache merupakan
penyebab nyeri kepala rekuren yang tidak umum. Diagnosis sinus headache yang tidak
tepat menyebabkan penelitian diagnostik, intervensi bedah, dan terapi medikamentosa
yang tidak perlu. International Headache Society dan American Academy of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery telah berusaha menentukan kondisi yang
menyebabkan nyeri kepala rhinogenik namun dilakukan dengan perspektif berbeda dan
isolasi masing-masing. Komite ad hoc berbagai disiplin ilmu telah diselenggarakan
untuk mendiskusikan peran penyakit sinus sebagai penyebab nyeri kepala dan meninjau
studi epidemiologis baru-baru ini yang menunjukkan sinus headache (nyeri kepala
rhinogenik) dan migrain seringkali membingungkan satu sama lain. Komite ini meninjau
tersedianya bukti klinis dari berbagai disiplin ilmu dan menyimpulkan bahwa hasil riset
dan uji klinis yang cukup besar diperlukan untuk lebih memahami dan menggambarkan
peran patologi nasal dan aktivasi sistem otonom pada migrain dan nyeri kepala
rhinogenik. Walaupun demikian, kelompok ini setuju bahwa perhatian yang lebih besar
dalam diagnostik dan terapeutik perlu diberikan pada pasien dengan sinus headache.
Mayo Clin Proc. 2005;80(7):908-916.

Sinus headache merupakan diagnosis nonspesifik yang umum dijumpai, yang


menggambarkan nyeri kepala terkait nyeri fasial dan tekanan. Spesialis bidang headache
beranggapan bahwa sinus headache relatif jarang terjadi bahkan ketika inflamasi sinus
noninfeksi terbukti ada. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi diagnosis yang salah dari
nyeri kepala tipe lainnya sebagai sinus headache pada banyak pasien, sehingga akhirnya
pasien mendapatkan terapi yang tidak sesuai. Ahli otolaringilogi dan alergi yang sering
mengevaluasi pasien dengan nyeri kepala dan gejala rhinogenik mengakui bahwa sinus

1
headache seringkali merupakan migrain dengan tambahan kelainan patologis lainnya
dalam diagnosis banding pasien yang mengalami episode nyeri kepala rekuren.
Baik International Headache Society (IHS) maupun American Acadeny of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) telah berusaha menjelaskan
berbagai kondisi yang menyebabkan nyeri kepala rhinogenik namun dilakukan dalam
perspektif yang berbeda dan dengan isolasi satu sama lain. Komite ad hoc berbagai
disiplin ilmu telah diselenggarakan untuk mendiskusikan peran penyakit sinus sebagai
penyebab nyeri kepala dan meninjau studi epidemiologis baru-baru ini yang
menunjukkan sinus headache (nyeri kepala rhinogenik) dan migrain seringkali
membingungkan satu sama lain.

MEMBEDAKAN SINUS HEADACHE, RHINOSINUSITIS, DAN MIGRAIN


Ada 2 sistem klasifikasi dan kriteria diagnosis nyeri kepala dan penyakit sinus yang
utama : diagnosis kerja untuk akut, subakut, dan kronik rhinosinusitis yang
direkomendasikan oleh AAO-HNS dan kriteria IHS yang secara resmi diumumkan pada
tahun 1988 yang direvisi baru-baru ini. Kedua kriteria tersebut mewakili pendapat
konsensus para ahli dalam bidang masing-masing, bukan berdasarkan evaluasi dengan
bukti ilmiah. Pembuat kriteria AAO-HNS mengusulkan tinjauan periodik untuk
menggabungkan umpan balik dan informasi terbaru untuk pengembangan definisi yang
lebih tepat. Mereka juga menyadari bahwa kriteria tersebut harus sesuai dengan realitia
klinis walaupun mereka mempertahankan bahwa diagnosis definitif rhinosinusitis harus
berdasarkan nasal endoskopi dan CT scan sinus paranasalis. Kelompok ini menyatakan
bahwa sebagian besar pasien simtomatik akan diterapi oleh dokter umum yang kurang
memiliki peralatan maupun pelatihan yang diperlukan untuk melaksanakan uji ini dan
mereka menerima bahwa diagnosis rutin rhinosinusitis dapat dilakukan secara umum
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk rhinoskopi anterior, pemeriksaan
orofaringeal dan leher). Kriteria AAO-HNS meliputi gejala klinis mayor-minor dan tanda
klinis (tabel 1). Diagnosis rhinosinusitis memerlukan 2 kriteria mayor atau setidaknya 1
kriteria mayor dan 2 minor. Walaupun nyeri atau tekanan fasial merupakan kriteria

2
mayor, gejala ini tidak cukup untuk mendiagnosis rhinosinusitis. Selain itu, nyeri kepala
dianggap sebagai kriteria minor.
Tabel 1. Kriteria diagnosis rhinosinusitis oleh AAO-HNS
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Sekret purulen pada cavitas nasalis Nyeri kepala
Nyeri fasial, tekanan, kongesti, dan penuh Demam (semua nonakut)
Obstruksi nasal, penyumbatan, sekret purulen Nafas berbau
Demam (hanya pada rhinosinusitis akut) Lelah
Hiposmia dan anosmia Sakit gigi
Batuk
Nyeri dan rasa penuh di telinga

Klasifikasi IHS meliputi istilah sinus headache akut, namun tidak mengakui sinusitis
kronik sebagai penyebab nyeri kepala atau nyeri fasial. Diagnosis sinus headache akut
dibuat berdasarkan 5 kriteria dasar berikut ini : (1) sekret purulen dari nasal, (2) temuan
patologis pada pemeriksaan rontgen, CT scan, MRI, atau transiluminasi, (3) onset nyeri
kepala dan sinusitis yang bersamaan, (4) lokasi nyeri kepala (yang berhubungan dengan
struktur sinus paranasal tertentu), (5) menghilangnya nyeri kepala setelah mendapatkan
terapi sinusitis akut. Pemeriksaan rontgen dan transiluminasi saat ini sudah kuno dengan
adanya CT scan dan nasal endoskopi. Bukti pentingnya lokasi nyeri kepala yang
berhubungan dengan letak sinus paranasal kini sudah meragukan dan alasan kriteria
kelima ini telah dikritisi. Klasifikasi IHS yang direvisi menghubungkan nyeri kepala
dengan rhinosinusitis berdasarkan klasifikasi nyeri kepala terkait rhinosinusitis dengan
4 kriteria diagnostic (tabel 2). Ketergantungan dengan lokasi sinus seperti yang
disebutkan pada klasifikasi IHS terdahulu kini telah dijatuhkan, dan pemeriksaan yang
dibutuhkan untuk bukti klinis telah diperbaharui. IHS masih menganggap bahwa sinusitis
kronik bukan penyebab nyeri kepala atau nyeri fasial kecuali jika terjadi eksaserbasi akut
dan kondisi lain yang sering dianggap menginduksi terjadinya nyeri kepala seperti
septum deviasi, hipertrofi konka, atrofi membran sinus, dan kontak mucosal tidak cukup
valid sebagai penyebab nyeri kepala. Bukti yang menyatakan kontak mukosal sebagai

3
penyebab nyeri kepala masih terbatas. Sehingga untuk memasukkannya dalam kriteria
IHS masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
Tabel 2. Kriteria diagnosis nyeri kepala terkait rhinosinusitis oleh IHS
Kategori Kriteria
A Nyeri kepala frontal, disertai nyeri pada regio fasial, telinga, atau gigi dan
memeuhi kriteria C dan D.
B Klinis*, nasal endoskopi, CT scan, dan atau MRI dan atau pemeriksaan
laboratorium menujukkan akut atau akut on kronik rhinosinusitis.
C Nyeri kepala dan nyeri fasial yang terjadi secara bersamaan dengan onset
rhinosinusitis eksaserbasi akut .
D Nyeri kepala dan atau nyeri fasial yang sembuh dalam 7 hari setelah remisi
atau keberhasilan pengobatan akut/akut on kronik rhinosinusitis.

Rekomendasi baru dari IHS juga menyatakan bahwa sering terjadi kebingungan
dalam membedakan migrain dan TTH (tension type headache) dengan nyeri kepala
terkait sinusitis karena lokasi nyeri yang sama. Komite IHS mengidentifikasi sekelompok
pasien yang memiliki gejala migrain tanpa aura dan terdapat gejala klinis tambahan
seperti nyeri fasial, kongesti nasal, dan nyeri kepala yang dipicu oleh perubahan cuaca
namun tidak terdapat sekret purulen pada nasal atau gejala klinis lainyang mendukung
diagnsosi rhinosinusitis akut. Konsensus IHS menyatakan bahwa sebagian besar kasus
yang didiagnosis sebagai sinus headache memenuhi kriteria untuk migrain tanpa aura,
dengan nyeri kepala yang disertai gejala otonom prominen atau dipicu oleh perubahan
nasal. Meskipun data baru menunjukkan bahwa gejala nasal seringkali menyertai
migrain, gejala nasal tidak termasul dalam kriteria diagnosis migrain menurut IHS (tabel
3).
Tabel 3. Kriteria diagnosis migrain tanpa aura oleh IHS
Kategori Kriteria
A Sedikitnya 5 kali serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B Serangan nyeri kepala yang berlangsung selama 4-72 jam (tidak diterapi atau
berhasil diterapi)
C Serangan nyeri kepala sedikitnya selama 72 jam yang diikuti kriteria berikut

4
Lokasi unilateral
Hilang timbul
Intensitas sedang sampai berat
Mengganggu aktivitas sehari-hari (berjalan atau menaiki tangga)
D
Selama nyeri kepala diikuti oleh minimal 1 dari gejala berikut
Mual muntah
Fotophobia dan fonophobia
E
Tidak dikaitkan dengan gangguan lain

Dengan menggunakan sistem klasifikasi AAO-HNS, ahli otolaringologi meneliti


nyeri kepala sebagai salah satu dari beberapa gejala dan tanda untuk mendiagnosis
kondisi patofisiologis; ahli neurologi atau ahli bidang headache mencari patofisiologisnya
untuk menjelaskan terjadinya gejala tersebut. Meskipun sistem klasifikasi AAO-HNSdan
IHS memeiliki keterbatasan, pertimbangan kriteria diagnosis mereka telah
mengungkapkan tanda dan gejala penting yang akan membantu dalam membedakan nyeri
kepala rhinogenik dan migrain. Karakteristik nyeri kepala atau nyeri fasial yang dialami
pasien meliputi : lokasi, tingkat keparahan, frekuensi, dan durasi nyeri, ada tidaknya
mual, muntah, atau fotophobia, ada tidaknya gejala nasal (sekret purulen), dan hubungan
temporal antara nyeri kepala dan gejala nasal adalah faktor penting dalam diagnosis dan
tata laksana pasien. Nasal endoskopi diagnostik dan CT scan diperlukan pada pasien
tertentu untuk melihat adanya rhinosinusitis atau menemukan kelainan anatomis.
Kecurigaan yang lebih tinggi perlu diterapkan pada pasien dengan rhinitis alergi, untuk
itu dokter perlu menyarankan pasien untuk melakukan CT scan karena pasien dengan
migrain bisa sering mengalami rhinosinusitis atau sebaliknya, sehingga memberi
gambaran klinis yang membingungkan.

KAPAN SINUS HEADACHE MERUPAKAN MIGRAIN


Migrain seringkali underdiagnosis di Amerika. American Migrain Study II, suatu
survey pada populasi yang meliputi lebih dari 20.000 keluarga pada tahun 1999
(melanjutkan penelitian pada decade sebelumnya), menunjukkan bahwa pasien yang
memenuhi kriteria migrain IHS hanya 48% nya saja yang didiagnosis dokter sebagai

5
migrain. Data dari American Migrain Study II menunjukkan bahwa 42% pasien dengan
migrain sesuai kriteria IHS telah didiagnosis dokter sebagai sinus headache. Meskipun
beberapa dari pasien ini mungkin mengalami sinus headache dan migrain secara
bersamaan, kesalahan diagnosis migrain sebagai sinus headache umum terjadi. Selain itu,
sinus headache seringkali disalah diagnosiskan sendiri oleh pasien.
Sebuah studi kecil dilakukan terhadap 47 pasien yang didiagnosis sendiri dengan
sinus headache yang telah menjalani pemeriksaan medis lengkap dan evaluasi neurologis
terhadap nyeri kepala. Studi ini menyimpulkan bahwa 90% pasien mengalami nyeri
kepala yang memenuhi kriteria migrain IHS. Berikutnya, terapi yang diberikan kepada
pasien sinus headache yang memenuhi kriteria migrain IHS ini menunjukkan respon yang
signifikan terhadap obat khusus migrain (sumatriptan). Penulis menyimpulkan bahwa
penyakit yang didiagnosis sendiri sebagai sinus headache seringkali merupakan migrain
dan keluhan nasal seringkali menyertai serangan migrain.
Penelitian terbaru telah berusaha mendefinisikan kriteria sinus headache yang
dilaporkan sendiri oleh pasien atau didiagnosis oleh dokter secara lebih akurat. Secara
prospektif dan terbuka, studi observasional telah dilakukan pada 452 situs (terutama
dilakukan oleh dokter umum), 2991 pasien yang didiagnosis sinus headache sendiri
ataupun oleh dokter kemudian dikelompokkan menurut kriteria diagnosis nyeri kepala
oleh IHS (migrain dengan aura, migrain tanpa aura, migrainous, TTH episodic, dll).
Pasien berusia 18-65 tahun dan mengalami sedikitnya 6 kali serangan dalam waktu 6
bulan. Pasien yang sebelumnya didiagnosis migrain, yang mendapatkan pengobatan
triptan sebelumnya, pasien dengan abnormalitas foto rontgen dalam 6 bulan terakhir tidak
dimasukkan dalam penelitian ini. Pasien 75% wanita berusia rata-rata 39,8 tahun dan
mengalami rata-rata 3 kali serangan sinus headache perbulan. Walaupun sebagian besar
pasien dilaporkan mengalami gejala sinus seperti tekanan (84%), nyeri sinus (82%), atau
kongesti nasal (63%), sebagian besar pasien juga memenubhi kriteria migrain menurut
IHS seperti nyeri sedang sampai berat (97%), hilang timbul (89%), fotophobia (79%),
dan fonophobia (67%); 28% mengalami aura, dan 24% mengalami muntah. Kriteria
diagnosis migrain dengan atau tanpa aura menurut IHS terpenuhi pada 80% pasien ini,

6
dan 8% lainnya memenuhi kriteria migrainous IHS (sekarang disebut probable migrain
pada kriteria IHS); 8% memenuhi kriteria TTH episodic; dan 4% sisanya dikelompokkan
dalam lain-lain. Di antara mereka yang didiagnosis migrain (dengan atau tanpa aura)
selama penelitian, penggunaan obat penghilang nyeri lebih sering dibanding penggunaan
dekongestan dan antiIHStamin; lebih dari 70% pasien ini mendapat terapi sinus headache
dengan analgetik nonnarkotik atau NSAID, sedangkan 57% telah menggunakan
dekongestan dan 48% dengan antiIHStamin. Pasien ini juga memiliki skor yang tinggi
pada pengukuran diabilitas terkait nyeri kepala.
The Sinus, Allergy, and Migrain Study melakukan penelitian dari perspektif
neurologis terhadap 100 pasien berumur lebih dari 18 tahun yang merasa dirinya
memiliki sinus headache dan menanggapi iklan di Koran; tidak ada kriteria eksklusi.
Setelah anamnesis rinci dan pemeriksaan, pasien didiagnosis berdasarkan kriteria IHS.
Enam puluh tiga persen pasien didiagnosis migrain, 23% probable migrain, 3% nyeri
kepala sekunder akibat rhinosinusitis, 1% dengan hemicrania continua, dan 1% dengan
cluster headache; dan 9% lainnya dengan nyeri kepala yang tidak dapat digolongkan
dengan kriteria IHS. Di antara mereka yang didiagnosis migrain, alasan pasien merasa
dirinya mengalami sinus headache meliputi lokasi nyeri di sekitar sinus (98%), nyeri
dipicu oleh perubahan cuaca (83%), nyeri terkait dengan rhinorea (73%), dan diagnosis
ini dikatakan oleh dokter sebelumnya (78%); faktor-faktor yang memsinus headache
antara lain variasi musim (73%) dan paparan alergen (62%). Pasien ini, 76% dilaporkan
distribusi nyeri pada cabang kedua nervus trigeminus (unilateral atau bilateral), dan 62%
mengalami nyeri kepala di dahi bilateral dan di maksila. Pasien yang didiagnosis migrain,
75% mengalami gejala saraf otonom selama migrain, dan setengah dari merkea
mengalami lebih dari 1 gejala berikut : keluhan yang paling umum berupa kongesti nasal
(56%), edema palpebra (37%), rhinorea (25%), injeksi konjungtiva (22%), dan lakrimasi
(19%). Para peneliti mengatakan bahwa kesalahan diagnosis sinus headache untuk
migrain pada apsien ini merupakan hasil faktor pemicu (perubahan cuaca) dan gejala
(konbgesti nasal, rhinorea) yang dianggap khas pada kelainan sinus dan nyeri yang
berlokasi di atas sinus paranasal kesalahan akibat provokasi, lokasi, dan asosiasi.

7
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar individu yang percaya dirinya
menderita sinus headace, baik diagnosis sendiri ataupun diagnosis oleh dokter,
sebenarnya menderita nyeri kepala yang memenuhi kriteria migrain atau probable
migrain menurut IHS. Migrain juga diagnosis yang paling umum (58%) pada pasien
nyeri kepala yang ditunjuk untuk evaluasi sinus dan tidak terdapat rhinosinusitis baik dari
hasil pemeriksaan CT scan sinus maupun pemeriksaan endoskopi.

ILUSTRASI KASUS
Seorang laki-laki 34 tahun mencari pengobatan untuk riwayat sinus headache yang
sudah diderita dalam waktu lama. Dia melaporkan bahwa nyeri kepala terjadi 2-3 kali
perbulan, masing-masing berlangsung sekitar 48 jam. Keluhan memburuk saat musim
semi dan musim gugur, ketika alerginya buruk. Nyeri kepalanya dimulai dengan perasaan
tertekan di sekitar mata disertai dengan hidung tersumbat. Nyeri terutama dirasakan di
daerah periorbita dan akan terasa berdenyut jika beraktivitas atau membungkuk ke depan.
Pasien merasa mual saat rasa nyeri memberat dan merasa sensitive terhadap cahaya dan
suara, sekret hidungnya jernih. Pasien sudah mencoba berbagai pengobatan sinus
sebelumnya dan diresepkan antibiotic pada beberapa kesempatan, biasanya berguna
dalam satu atau dua hari. Dia telah kehilangan pekerjaannya sebanyak 2 kali pada 3 bulan
yang lalu. Sekitar setahun yang lalu, pasien melakukan pemeriksaan CT scan sinus
paranasal dan menunjukkan adanya penebalan mukosa pada salah satu sinus. Hasil
pemeriksaan fisik normal.

PEMBAHASAN
Kasus ini menggambarkan sulitnya mengevaluasi pasien yang
terdiagnosa oleh dokter maupun dirinya sendiri dengan nyeri kepala
yang disebabkan oleh sinus. Lokasi nyeri, hubungannya dengan alergi
musiman, adanya respon yang jelas terhadap antibiotic dan
pengobatan untuk sinus, dan gambaran CT scan yang menunjukkan
adanya penebalan mukosa semuanya mendukung kepercayaan pasien

8
bahwa penyebab nyeri kepalanya adalah masalah pada sinus. Tetapi,
nyeri kepala ini memenuhi kriteria IHS untuk migrain. Dia mengeluhkan
nyeri dengan intensitas sedang-berat bilateral yang berambah dengan
aktivitas dan berhubungan dengan nausea, fotofobia, dan fonofobia.
Nyeri kepala berlangsung selama 1-2 hari, dan dia mengalami
disabilitas bermakna yang disebabkan oleh nyeri kepala karena sering
terjadi, sebagaimana yang telah nampak pada absennya pasien dari
pekerjaan. Selain itu, hanya sedikit bukti yang mendukung diagnosis
sinusitis. Bukti tersebut yaitu adanya pola nyeri kepala yang rekuren,
sedikit tanda dan gejala yang berhubungan dengan infeksi, merespon
antibiotic dengan cepat di masa lalu. Resolusi migrain secara natural
yang memang terjadi setelah 1 sampai 2 hari disalahartikan sebagai
respon terhadap antibiotic. Penebalan mukosa yang tampak pada CT
scan tidak mendukung diagnosis sinusitis.

DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis akhir pasien ini adalah migrain tanpa aura

KAPAN MIGRAIN ADALAH SINUS HEADACHE


Pasien yang datang dengan sinus headache seringkali tidak
mengalami nyeri kepala yang berkaitan dengan rhinosinusitis,
meskipun begitu sebagian pasien mengalaminya, dan mungkin juga
nyeri kepala rhinogenik memenuhi kriteria migrain menurut IHS. Oleh
karena itu, nyeri kepala harus didiagnosa dengan benar sehingga
pasien bisa mendapatkan penatalaksanaan yang tepat. Sebagaimana
otolaryngolog harus mempertimbangkan adanya migrain, seorang
neurolog harus mempertimbangkan adanya kemungkinan nyeri kepala
tersebut berhubungan dengan kondisi hidung atau sinus.

9
Pasien yang berkonsultasi kepada pakar THT dan alergi karena nyeri
kepala cenderung diklasifikasikan menjadi tiga kelompok : mereka
yang didiagnosa oleh dokter atau diri mereka sendiri sebagai penderita
sinus headache, pasien dengan keluhan di daereah hidung seperti
adanya sekret atau kongesti yang menyebabkan nyeri kepala, dan
mereka yang nyeri kepalanya tidak merespon terapi-terapi yang lain.
Kebanyakan pasien-pasien ini mengalami nyeri pada wajah daripada di
kepala. Riwayat penyakit yang lengkap seharusnya bisa
menggambarkan ciri-ciri nyeri kepala atau tekanan pada pasien (lokasi,
durasi, factor pencetus, seperti posisi, iritan, alergi, cuaca, factor yang
memperingan, dan gejala-gejala pada hidung) yang akan
mengarahkan diagnosis. Pasien sebaiknya ditanya mengenai gejala-
gejala pada hidung, seperti hidung tersumbat, kongesti, berkurangnya
sensasi penghidu ataupun rasa. Kemungkinan pasien memiliki migrain
juga harus diselidiki. Pemeriksaan THT, termasuk palpasi sinus untuk
mengetahui adanya rasa nyeri, nasal endoscopy, atau CT scan,
seharusnya sudah memperlihatkan bukti adanya sinusitis atau
abnormalitas hidung congenital maupun didapat yang mungkin
menyebabkan nyeri kepala rhinogenik.
Banyak gejala tidak bermanfaat untuk membedakan sinus
headache dari migrain. Tetapi pengalaman klinis ahli THT dan sedikit
pembelajaran menunjukkan bahwa nyeri karena sinus memiliki
beberapa ciri yang membedakannya dari gangguan nyeri kepala
primer, yang mendukung ahli penyakit saraf mempertimbangkan
adanya gejala rhinogenik atau sinus sebagai penyebab atau factor
yang memperberat pada seorang pasien. Nyeri atau nyeri kepala
karena sinus biasanya digambarkan oleh pasien seperti menekan dan
bersifat tumpul, biasanya bilateral dan periorbital (meskipun bisa juga
unilateral pada deviasi septum hipertrofi concha medial atau inferior,

10
atau penyakit sinus unilateral), memburuk di pagi hari yang membaik
di siang hari. Gejala tersebut merupakan indikasi adanya kongesti
pada hidung, sinus dan konka karena posisi berbaring semalaman. Ciri-
ciri terakhir ini bisa juga ditemukan pada pasien dengan overuse
pengobatan nyeri kepala yang mengalami gejala withdrawl dari
medikasi nyeri selama semalam dan oleh karena itu pasien merasa
nyeri di pagi hari, yang membaik setelah mendapatkan obatnya. Nyeri
yang terjadi karena sinus berhubungan dengan sumbatan hidung atau
kongesti, berlangsung selama beberapa hari di setiap serangan, dan
biasanya tidak disertai nausea, muntah-muntah maupun gangguan
penglihatan. Tidak ada bukti yang menunjukkan adanya hubungan
antara derajat nyeri dengan lokasi gangguan mukosa atau antara
lokasi penyakit yang tampak dari pencitraan dan lokasi nyeri.
Meskipun IHS tidak mempertimbangkan abnormalitas anatomis dari
hidung sebagai penyebab nyeri kepala, pengalaman ahli THT
mengindikasikan bahwa abnormalitas anatomis seperti deviasi septum
atau concha bulosa (pembesaran dari konka medial) bisa
menyebabkan nyeri kepala rhinogeinik de novo atau sekunder yang
menyebabkan sinusitis akut. Kriteria contact point headache (nyeri
kepala yang disebabkan oleh adanya kontak antara septum dengan
jaringan sinus) telah diusulkan, tetapi informasi mengenai gejala klinis
yang bisa membuat dokter mempertimbangkan diagnosis tersebut
masih terbatas. Diagnosis contact point headache pada seorang pasien
dengan riwayat nyeri kepala kronis yang tidak merespon terapi medis
bisa diterima kerika penyebab nyeri kepala yang lain telah disingkirkan
oleh ahli saraf, ahli THT, ahli mata, dan pemeriksaan gigi, serta ada
bukti dari endoskopi atau CT adanya titik kontak. Diagnosis bisa
dikonfirmasi dengan hilangnya nyeri secara cepat setelah memberikan
anastesi topikal pada titik kontak (menggunakan placebo atau control

11
yang lain). Penggunaan dekongestan dan semprot anastesi ketika
terjadi nyeri kepala dan pengamatan sifat nyeri kepala tersebut bisa
memberikan bukti yang berharga adanya contact point headache
rhinogenik.

PEMPROSESAN SENSASI NYERI KRANIAL DI PERIFER DAN


SENTRAL
Pasien-pasien dengan nyeri kepala primer yang mengganggu
seringkali melaporkan adanya banyak gejala klinis yang unik dari nyeri
kepala mereka. Data follow up dari American Migrain Study II
menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi kriteria migrain
menurut IHS juga mengalami nyeri kepala tipe lain (tension, sinus, dan
cluster) selain nyeri kepala migrain. Diagnosis nyeri kepala yang
dilaporkan oleh mereka pada umumnya konsisten dengan tipe nyeri
kepala yang paling sering mereka alami. Hal ini sepertinya pasien
menekankan sifat nyeri kepala yang mereka alami ketika
menyampaikannya kepada dokter, dan dokter pun cenderung
mendiagnosa tipe nyeri kepala tersebut berdasarkan yang paling
sering mereka alami. Berbagai macam bentuk migrain mungkin
menggambarkan jalur sensoris dua arah yang terdapat di sepanjang
cabang nervus trigeminus (sensoris) dan nervus facial (parasimpatis).
Serabut-serabut saraf ini akhirnya akan membentuk sinaps atau
berkomunikasi dengan nucleus caudatus dan menginervasi sejumlah
struktur di kepala (dura, pembuluh darah cerebral, mukosa nasal dan
sinus, dan kelenjar air mata). Akibatnya adalah terdapatnya
bermacam-macam gejala (nyeri kepala, edema mukosa sinus dan
nasal, lakrimasi, nyeri leher) yang bisa terjadi dengan berbagai jenis
kombinasi gejala tersebut di atas.

12
Sensasi nyeri pada kepala disalurkan oleh jalur sensoris melalui
jalur trigeminal. Neuron-neuron pada kompleks trigeminocervical
merupakan neuron relay utama untuk input nociceptif afferent dari
struktur kepala yang sensitive terhadap nyeri, yaitu meninges,
pembuluh darah dural, struktur cervical, sendi temporomandibular,
dan mukosa gingival, nasal, serta sinus. Jalur aferen dari struktur-
struktur tersebut yang mengakibatkan aktivasi neuron nociceptif di
dalam kompleks trigeminocervical menjalarkan nyeri pada daerah-
daerah distribusi somatic dari nervus trigeminus dan nervus cervical
bagian atas. Meskipun terjadinya serangan migrain masih
diperdebatkan, nyerinya seperti akibat sensitisasi jalur trigeminal
aferen perifer dan sensitisasi neuron trigeminovascular central.
Aktivasi jalur trigeminal perifer mengakibatkan pelepasan peptide
yang berasal dari gen calcitonin, suatu marker dari aktivasi trigeminal,
selama serangan migrain.
Serangan migrain sering disertai gejala yang menggambarkan
aktivasi jalur parasimpatis cranial, yaitu injeksi konjungtiva, lakrimasi,
kongesti nasal, dan rhinorhea. Peningkatan kadar vasoactive intestinal
polypeptide (suatu marker aktivasi parasimpatis) ditemukan pada
darah vena jugularis pasien dengan migrain ketika terjadi serangan.
Bukti terbaru juga menunjukkan bahwa meningkatnya tonus
parasimpatis memiliki kontribusi yang signifikan pada aktivasi
nociceptor trigeminal perivascular. Aktivasi nociceptor tersebut
memiliki kontribusi yang signifikan terhadap intensitas nyeri dan
inisiasi sensitisasi central, dan proses mempertahankan sensitisasi
central tersebut sebagian besar tidak berhubungan dengan impuls-
impuls yang akan terjadi dari nociceptor yang teraktivasi.
Inervasi parasimpatis cranial dari struktur intracranial terjadi dari
neuron-neuron yang berlokasi di atas nucleus salivatorius. Serabut

13
eferen dari nucleus ini keluar ke batang otak melalui nervus kranialis
ke-VII, melintasi ganglion geniculatum, dan bersinaps di miniganglia
sphenopalatina, otikum, dan karotis. Jalur vasomotor parasimpatis
eferen kemudian berjalan melalui nervus ethmoidalis untuk
menginervasi pembuluh darah otak. Sekretomotor efferent dari jalur ini
menginervasi glandula lakrimalis dan kelenjar di mukosa hidung,
sehingga menjelaskan dasar anatomis dari gejala otonom cranial
(lakrimasi, kongesti nasal, rhinorrhea) yang tampak pada pasien
migrain dan gangguan nyeri kepala primer yang lain seperti cluster
headache.
Gambaran anatomis dan fisiologis ini menjelaskan kenapa serangan
migrain berhubungan dengan rasa nyeri yang dijalarkan ke daerah-
daerah sinus paranasal di wajah dan bisa disertai gejala otonom
cranial. Hal ini tidak diragukan lagi menjelaskan mengapa migrain
sering rancu dengan nyeri kepala rhinogenik atau yang berasal dari
sinus. Hal ini juga menjelaskan mengapa inflamasi dan aktivasi
trigeminal atau aferen parasimpatis aferen yang menginervasi nasal
atau mukosa sinus bisa menyebabkan nyeri kepala atau menjadi
pemicu serangan migrain pada individu tertentu.

ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita perokok 31 tahun dengan riwayat 2 hari nyeri dan rasa tertekan di
bawah mata kanan, berobat ke dokter. Pasien menyatakan bahwa dia pilek selama
beberapa minggu dan mereda 2 hari yang lalu. Pasien ini mengaku keluar cairan hijau
busuk dari hidungnya dan diberitahu oleh suaminya bahwa napasnya bau. Rasa sakit
berupa tekanan yang mendalam yang ia rasakan di wajah dan giginya, dan gejala
memberat saat ia berbaring. Pasien merasa seperti demam sehari yang lalu, tapi tidak
mengukur suhu tubuhnya. Cairan dari hidungnya membuat pasien batuk dan merasa
sedikit mual. Pasien sedikit sensitif terhadap cahaya, namun menyangkal sensitif terhadap

14
suara. Pasien minum obat demam yang dijual bebas 2 jam lalu tapi tidak ada perubahan.
Pasien merasa hidung tersumbat sehingga tidak bisa mencium bau dengan baik.
Pemeriksaan menunjukkan pasien tidak demam dengan sekret hijau
purulen dari hidung sebelah kanan, tapi pemeriksaan lainnya normal.

PEMBAHASAN
Pasien menggambarkan nyeri kepalanya sebagai tekanan di wajah
dan memburuk ketika dia berbaring terlentang. Dia juga mendapati
adanya cairan purulen yang keluar dari hidung. Mungkin ada demam,
tapi karena pasien minum obat flu yang mengandung acetaminophen
maka tidak bisa dievaluasi secara memadai. Pemeriksaan fisik
menunjukkan adanya sekret purulen pada hidung. Jadi, gejalanya
memenuhi kriteria diagnosis yang ditetapkan oleh AAO-HNS. Bukti
adanya gangguan nyeri kepala primer pada kasus ini jelas tidak cukup.
Kasus ini merupakan nyeri kepala baru, berlawanan dengan pola dari
nyeri kepala rekuren. Meskipun dokter bisa mengevaluasi pasien ini
sebagai migrain yang pertama, biasanya dokter akan mengevaluasi
juga pola aktivitas nyeri kepalanya. Pasien mengatakan adanya nausea
dan fotofobia yang berkaitan dengan tekanan di wajahnya, tapi gejala
ini tidak menonjol. Lebih jauh lagi, nyeri kepalanya memburuk ketika
dia berbaring terlentang, yang bukan ciri khas dari migrain. Yang
terakhir, sekretnya purulen, yang jauh lebih sesuai dengan ciri khas
sinusitis daripada migrain, di mana cairan pada migrain, jika ada, bersifat jernih.

DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis akhirnya adalah sinusitis akut

PENATALAKSANAAN

15
Dokter ahli saraf perlu waspada terhadap kemungkinan bahwa nyeri kepala pasien
mungkin sekunder atau dipicu oleh sebab-sebab yang berasal dari struktur
rhinogenik; lebih khususnya, mereka harus menyadari bahwa kelainan anatomi hidung
bisa menjadi faktor pemicu dan hendaknya merujuk pasien yang
bersangkutan secara benar untuk pemeriksaan otolaryngologi atau alergi. Jika terapi
medis yang agresif gagal, penatalaksanaan bedah (misalnya, septoplasty, reseksi Concha
bulosa) bisa meringankan contact point headache pada pasien tertentu.
Ahli alergi melihat banyak pasien dengan nyeri kepala, dan baik ahli alergi maupun
spesialis nyeri kepala telah mengamati bahwa pasien dengan alergi dapat mengurangi
frekuensi nyeri kepala, dengan mengatasi alergi mereka secara lebih baik.
Secara teoritis, hal ini bisa berhubungan untuk mengurangi salah satu pemicu migrain
pasien (yaitu, alergi) atau dengan mengurangi peradangan mukosa, yang dapat
menyebabkan nyeri kepala. Pasien dengan gatal mata yang khas, hidung gatal, dan
hidung tersumbat dapat muncul dari pemeriksaan alergi.
Sebelum pembedahan, selain otolaryngologist sebaiknya
mempertimbangkan penatalaksanaan medis pada masalah hidung dan
sinus. Untuk sensasi ditekan pada wajah dan nyeri yang disebabkan
kongesti dari konka inferior dan/atau konka media, pengobatan
meliputi penggunaan kortikosteroid semprot di hidung atau
dekongestan sistemik. Percobaan minimal selama satu bulan
penggunaan harian untuk mengetahui efektivitas dari kortikosteroid
topical pada kongesti konka tersebut. Untuk pasien dengan sinusitis
infieksi dengan manifestasi sekret hidung yang berubah warnanya,
hidung tersumbat, sensasi di tekan di wajah, dan opasitas sinus atau
penebalan mukosa yang tampak pada CT, perlu diberikan antibiotic
sebagaimana direkomendasikan oleh Sinus and Allergy Health
Partnership. Pilihannya bisa amoxicillin-klavulanat, fluoroquinolon,
telithromycin, atau cefdinir. Pada sebagian besar kasus penggunaan

16
antibiotic diperlukan selama 10 hari. Jika kondisinya kronis, antibiotic
harus dilanjutkan selama 3 minggu.
Karena banyak pasien yang datang ke otolaringologis dan pakar
alergi dengan keluhan sinus headache akan didiagnosis migrain,
masalahnya menjadi usaha penatalaksanaan apa yang sebaiknya
dilakukan oleh kelompok spesialis ini. Merujuk mereka ke ahli saraf
atau dokter umum bisa menunda pengobatan sampai beberapa bulan.
Konsekuensinya, cukup beralasan bila seorang otolaryngologist pada
banyak kasus memulai terapi percobaan jangka pendek untuk migrain
pada pasien dengan serangan yang tidak sering ( 1 kali seminggu).
Pengobatan nonspesifik, seperti ibuprofen, yang digunakan dengan
dosis yang tepat bisa sangat membantu untuk sebagian pasien.
Karena kebanyakan pasien yang berkonsultasi kepada dokter
mengenai nyeri kepala kambuhan biasanya telah mencoba banyak
obat penghilang rasa sakit NSAID yang bebas dijual, sebaiknya dokter
mempertimbangkan untuk memberikan obat yang spesifik untuk
migrain. Menurut US Headache Consortium, triptan, suatu obat
golongan agonis selektif reseptor serotonin 1B/1D, merupakan obat
pilihan untuk penatalaksanaan migrain jangka pendek pada pasien
dengan serangan sedang hingga berat, terutama mereka yang tidak
merespon pengobatan non spesifik. Mekanisme kerja triptan diyakini
melalui vasokonstriksi cranial, inhibisi trigeminal perifer, dan
pencegahan sensitisasi sentral. Triptan memiliki efikasi terapi yang
baik, terutama jika digunakan bila rasa nyerinya ringan sebelum terjadi
sensitisasi sentral. Selain untuk meringankan nyeri, triptan juga
meringankan gejala yang berkaitan dengan migrain, seperti nausea,
phonofobia, dan fotofobia. Uji klinis dan studi post marketing
surveillance pada sejumlah besar pasien mengkonfirmasikan bahwa
triptan aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Kejadian yang tidak

17
diinginkan biasanya ringan dan jarang perlu dihentikan. Gejala tidak
nyaman di dada (seperti ditekan, merasa berat, kesemutan) yang
ringan dan hilang timbul dilaporkan oleh 1%-7% pasien pada uji klinis
tapi pada umumnya tidak serius dan tidak terjadi iskemi koroner.
Insidensi gangguan kardiovaskuler serius karena triptan pada uji klinis
maupun praktek klinis sangat rendah, dan American Headache Society
Triptan Cardiovascular Safety Expert Panel menyimpulkan bahwa profil
perbandingan resiko dan keuntungan kardiovaskular dari triptan
menunjukkan bolehnya triptan digunakan jika tidak ada kontraindikasi.
Meskipun begitu, triptan dikontraindikasikan pada pasien yang telah
mengalami penyakit kardiovaskuler.
Tujuh jenis triptan (almotriptan, eletriptan, frovatriptan, naratriptan,
rizatriptan, sumatriptan, dan zolmitriptan) saat ini tersedia, masing-
masing dengan efikasi yang sudah jelas untuk pengobatan migrain.
Jenis-jenis tripan tersebut berbeda profil farmakokinetik dan
farmakodinamiknya, tapi secara klinis semua triptan efektif dan
ditoleransi dengan baik. Almotriptam, eletriptan, rizatriptan,
sumatriptan, dan zolmitriptan memiliki onset kerja yang lebih cepat (30
menit) daripada naratriptan atau frovatriptan dan pada umumnya
dipilih sebagai pengobatan lini pertama pada pasien yang baru
didiagnosis dengan migrain. Meskipun memiliki onset kerja yang lebih
lambat dan rasio respon yang lebih rendah, naratriptan dan
frovatriptan memiliki waktu paruh yang lebih lama dan biasanya
digunakan untuk serangan migrain yang berkaitan dengan menstruasi.
Almotriptan dan naratriptan memiliki profil tolerabilitas sama dengan
placebo. Menyarankan pasien obat triptan ketika rasa nyerinya ringan
tapi cenderung akan memberat secara bertahap akan meningkatkan
efikasi karena akan mengurangi rekurensi nyeri kepala, perlunya
peningkatan dosis, dan konsumsi analgesic. Direkomendasikan untuk

18
menyarankan pasien agar tidak mengkonsumsi pengobatan jangka
pendek apapun (termasuk obat bebas dan pengobatan simtomatis
untuk sinus) selama lebih dari 2-3 hari per minggu. Penggunaan obat
yang langsung menghilangkan nyeri yang sering bisa menyebabkan
nyeri kepala karena medication-overuse (rebound). Panduan umum
yang baik menyarankan pasien dengan nyeri kepala untuk dievaluasi
ulang secara medis jika pengobatan jangka pendek diperlukan secara
konsisten lebih dari 2 hari setiap minggu

GUIDELINE
Kami merekomendasikan penggunaan panduan diagnostic dan
terapi berikut ini dalam diagnosis dan penatalaksanaan nyeri kepala:
1. Pola nyeri kepala yang hilang timbul yang mengganggu fungsi
sehari-hari dengan nyeri kepala yang menjadi gejala utama
kemungkinan besar adalah migrain.
2. Nyeri kepala yang rekuren yang berkaitan dengan gejala
rhinogenik kemungkinan besar adalah migrain.
3. Gejala rhinogenik yang menonjol dengan nyeri kepala sebagai
salah satu dari banyak gejala harus dievaluasi dengan hati-hati
mengenai kondisi otolaringologinya.
4. Nyeri kepala dengan demam dan sekret hidung yang purulen
kemungkinan rhinogenik.
5. Target intervensi terapeutik harus ditetapkan untuk pasien dan dievaluasi dalam
kunjungan follow-up berkala.
6. Pasien dengan adanya bukti infeksi sebaiknya dilakukan evaluasi
lengkap untuk mengetahui kondisi otolaringologinya. Standar
pemeriksaan yang dianjurkan adalah nasal endoskopi, tetapi
karena banyaknya hasil positif palsu, MRI dan CT scan bisa
dilakukan.
7. Rujukan kepada spesialis nyeri kepala sebaiknya
dipertimbangkan pada nyeri kepala yang baru, sering (>1 kali

19
per minggu), nyeri kepala dengan gejala atau tanda neurologis,
atau nyeri kepala yang tidak merespon terapi konvensional secara
memadai.
8. Pasien dengan migrain tanpa ada tanda-tanda infeksi sebaiknya
diberi pengobatan percobaan dengan terapi migrain spesifik dan
dijadwalkan untuk melakukan follow up.
9. Pasien-pasien dengan gejala rhinogenik noninfeksi dengan nyeri
kepala sebagai gejala minor sebaiknya diresepi nasal
kortikosteroid dan/atau antihistamin selektif.

KESIMPULAN
Nyeri kepala yang berkaitan dengan gejala rhinogenik umumnya
menimbulkan dilema dalam diagnosis bagi dokter. Kepastian diagnosis ini
penting karena gangguan nyeri kepala primer seperti migrain dan
rhinosinusitis memiliki terapi spesifik. Penelitian klinis terbaru
menunjukkan pasien yang datang dengan sinus headache sering
memiliki migrain. Tetapi penyebab penting nyeri kepala rhinogenik juga
ada. Dokter harus mengevaluasi dengan hati-hati pasien yang datang
dengan nyeri kepala yang digambarkan seperti berasal dari sinus dan
memulai terapi yang tepat berdasarkan diagnosis yang akurat.
Kriteria diagnosis IHS dan AAO-HNS yang berkaitan dengan migrain
dan rhinosinusitis bermanfaat tapi belum ideal. Sebuah kolaborasi kerjasama
dibutuhkan antara 2 komunitas itu, dalam merevisi kriteria diagnostic tersebut, untuk
meningkatkan pendeteksian yang lebih baik, diagnosis, dan pengobatan, untuk
mengurangi intervensi diagnostik, penggunaan antibiotik, dan pembedahan yang tidak
perlu.
Diferensial diagnosis migrain dan nyeri kepala rhinogenik diperlukan
jika pasien ingin mendapatkan terapi yang tepat. Migrain memerlukan
terapi yang diarahkan untuk mencegah atau menghilangkan sensitisasi
trigeminal, sedangkan sinus memerlukan terapi melawan mikroba atau

20
inflamasi alergi atau abnormalitas anatomis. Gejala sinus bisa
mengaburkan diagnosis migrain, dan hanya bergantung pada kriteria diagnostik
IHS untuk migrain mungkin mengakibatkan misdiagnosis migrain dengan sinus
headache. Otolaryngologist, pakar alergi, dan dokter umum perlu
mempertimbangkan diagnosis migrain dan sebaiknya percaya diri
meresepkan terapi jangka pendek seperti triptan untuk menerapi
pasien yang telah terdiagnosis; begitu juga, seorang neurologist perlu
mempertimbangkan adanya kemungkinan bahwa nyeri kepala pada
pasien berasal dari gangguan rhinogenik. Untuk memfasilitasi
diagnosis dan terapi dengan lebih baik, spesialis 3 bidang ini (alergi,
neurologi, dan otolaringologi) perlu proaktif dalam diskusi untuk
mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari pasien tentang ciri-
ciri nyeri kepala yang mereka derita beserta gejala lain yang berkaitan
dengannya.

21

Anda mungkin juga menyukai