Anestesi Umum
Anestesi Umum
Anestesi adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesi umum hilangnya rasa sakit terjadi
pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi dibagi menjadi
dua golongan besar, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Pada anestesi lokal hilangnya rasa
sakit hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum dapat
diberikan secara inhalasi, intravena, intramuskuler, subkutan, per-oral, per-rektal. Anestesi lokal
dapat diberikan secara topikal, infiltrasi, field block, blok saraf tepi, intravena (Biers technique),
caudal, epidural dan spinal analgesi.
Obat anestesi inhalasi dapat berbentuk gas misalnya N 2O, cyclopropane dan ethtylene.
Yang berbentuk cair melalui alat penguap akan diubah menjadi gas. Obat anestesi inhalasi yang
berbentuk cair dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan halogen hidrokarbon misalnya
halotan dan halogen eter yang contohnya adalah eter, enflurane, isoflurane, desfluran, dan
sevofluran. Teknik anestesi umum inhalasi bisa dilakukan dengan napas spontan dengan sungkup
muka, nafas spontan diintubasi, nafas spontan dengan laringeal mask, nafas spontan dengan
COPA (Cuffed Oropharyngeal Airway) atau nafas kendali diintubasi.
Obat anestesi intravena antara lain : tiopental, propofol, ketamine, etomidate, midazolam,
diazepam, dan sebagainya. Obat anestesi yang dapat diberikan secara intramuskuler adalah
ketamine, diazepam, midazolam. Yang dapat diberikan per-rektal adalah eter oil, ketamine,
pentotal.
Anestesi umum didefinisikan sebagai hilangnya rasa sakit diseluruh tubuh yang disertai
hilangnya kesadaran yang reversibel akibat pemberian obat anestesi. Pada anestesi umum ada
penekanan Susunan Saraf Pusat yang menurun secara ireguler. Anestesi umum dapat
didefinisikan lebih jauh sebagai suatu keadaan yang mana sistim fisiologi tertentu dari tubuh
dibawah kendali pengaturan luar oleh obat-obat anestesi. Urut-urutan Susunan Saraf Pusat yang
terdepresi selama anestesi umum adalah corteks dan pusat psikis, basal ganglia dan serebelum,
medulla spinalis dan terakhir medula oblongata Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi,
intravena, intra muskuler, per oral dan per rektal. Yang paling sering dipakai adalah pemberian
secara inhalasi dan intravena. Agak jarang yang diberikan secara intramuskuler dan lebih jarang
lagi yang diberikan secara per rektal atau per oral.
Obat anestesi yang diberikan secara inhalasi adalah eter, halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran dan desfluran. Yang dapat diberikan secara intravena adalah pentotal, ketamin,
propofol, etomidat, diazepam, midazolam. Yang diberikan secara intramuskuler adalah ketamin.
Contoh yang dapat diberikan per rektal adalah diazepam, eter oil. Yang dapat diberikan secara
oral adalah ketamin dan midazolam. Dengan ditemukannya obat-obat anestesi yang baru maka
definisi anestesi umum tidak sesederhana sebagai suatu depresi SSP yang menurun.
Kemampuan untuk memberikan keadaan tidur terpisah dari keadaan analgesia dan relaksasai otot
menyebabkan dikenalnya keadaan yang disebut anestesi seimbang (balans anestesi) yaitu masing
-masing obat untuk setiap komponen anestesi umum.
Risiko Perioperatif
Risiko yang berhubungan dengan anestesia dan pembedahan dapat diklasifikasikan dalam:
1. risiko yang berhubungan dengan kondisi pasien
2. risiko yang berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. risiko yang berhubungan fasilitas termasuk sumber daya manusia di rumah sakit
4. risiko yang berhubungan dengan obat atau teknik anestesia
Instruksi praanestesi kepada perawat ruangan harus tertulis dengan jelas meliputi:
1. pemeriksaan penunjang tambahan
2. lamanya puasa
3. persiapan darah atau produk darah, golongan darah dan jumlah yang diperlukan
4. jenis obat yang harus terus diberikan atau dihentikan pada hari pembedahan
5. terapi inhalasi pada pasien PPOK atau riwayat asma
6. pemasangan infus dekstrosa pada pasien diabetes
7. obat premedikasi: dosis, cara dan waktu pemberian
Perhatian khusus harus diberikan pada hal-hal berikut yang ditemukan pada anamnesis
1. Riwayat penyakit terdahulu, operasi dan pembiusan sebelumnya.
2. Terapi obat-obatan seperti kortikosteroid, insulin, obat
antihipertensi, transquillizers, antidepresan trisiklik, antikoagulan, barbiturat, diuretik dan
alergi obat.
3. Gejala-gejala yang berhubungan dengan sistim respirasi, seperti
batuk, sputum, bronkospasme, kemampuan untuk mengeluarkan lendir.
4. Sistem kardiovaskuler : toleransi latihan, nyeri angina,
dekompensasi cordis, hipertensi yang tidak diterapi.
5. Kecenderungan untuk muntah. Pilihan obat dan tindakan anestesi
untuk mengurangi mual muntah pasca operasi
6. Riwayat kehamilan dan menstruasi.
7. Kebiasaan pasien ; merokok, minum alkohol, adiksi obat.
Penilaian preoperatif seringkali kurang daripada yang seharusnya, dan terkadang adanya kurang
komunikasi antara dokter bedah dan anestesiolog.
Tes-tes ini hanya menyediakan informasi yang minimal tentang fungsi pernafasan dan terkadang
direkomendasikan sebagai tes skrining untuk menentukan fit untuk operasi. Tes sederhana
yang dapat dilakukan dalam klinik adalah :
a. Tes tahan nafas Sabrasez : pasien dalam keadaan istirahat diminta untuk menarik nafas
dalam dan selanjutnya menahan nafasnya. Apabila dapat menahan nafas selama 25-30
detik pasien dapat dianggap normal. Pasien yang hanya bisa menahan nafas kurang dari 15
detik mengindikasikan kurangnya cadangan kardiorespirasi.
b. Tes Snider : kemampuan untuk meniup korek api pada jarak 6 inci dari depan mulut.
Ketidakmampuan melakukan tes Snider mengindikasikan forced expiratory volume dalam
satu detik kurang dari satu liter.
Tanda-tanda penyakit jantung.
Penyakit jantung yang serius hampir selalu berhubungan dengan gejala dan tanda yang jelas
seperti nyeri dada sewaktu aktivitas, dispneu, hemoptisis, sinkope, palpitasi dan edema. Tetapi
iskemik miokardium akut dapat terjadi tanpa gejala yang jelas.
Pemeriksaan fisik
Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit akibat adanya desaturasi hemoglobin
pada pembuluh darah kapiler.
Sianosis perifer berhubungan dengan peningkatan ekstraksi oksigen pada jaringan
berhubungan dengan penurunan aliran darah kapiler pada kulit. Hal ini terjadi saat cardiac
output menurun ; pada pasien yang normal ; berhubungan vasokonstriksi perifer saat terpapar
dingin.Pada sianosis sentral, kulit tetap hangat dan perubahan warna juga terlihat pada lidah
akibat tercampurnya darah yang mengalami desaturasi dan yang mengalami oksigenasi pada
jantung, pembuluh darah besar atau paru-paru.
Frekuensi nadi dan irama dapat dinilai dari palpasi arteri radialis, akan tetapi
volume dan karakter gelombang nadi hana dapat dinilai secara akurat melalui arteri karotis.
Impuls jantung (apeks jantung) secara normal ditemukan pada ruangan interkostal
5 sesuai dengan linea midklavikularis. Posisinya mungkin dapat berubah akibat pembesaran
jantung atau faktor ekstrakardiak lain. Penyebab apapun pergeseran tersebut lebih penting
dibanding dengan mencari lokasi yang pasti dari impuls tersebut.
Langkah penting pada auskultasi adalah identifikasi secara benar dari suara
jantung pertama dan kedua. Pulsasi arteri karotis harusnya diraba selama auskultasi.
Murmur adalah bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi aliran darah pada titik
tertentu pada sirkulasi dan secara normal terjadi pada tempat-tempat tertentu. Diastolik
murmur merupakan bukti yang jelas adanya penyakit jantung. Murmur sistolik dengan tanpa
adanya interval dengan bunyi jantung kedua biasanya berhubungan dengan penyakit organik.
Adanya thrill mengindikasikan adanya penyakit jantung organik.
Jalan nafas,
Nilai kesulitan saat mempertahankan jalan nafas dan laringoskopi.
Nilai gigi-geligi seperti gigi yang menonjol atau ompong, tambalan atau mahkota gigi
terutama pada bagian depan.
Adanya hal-hal tersebut diatas perlu dicatat dan pasien biasanya diperingatkan
adanya kemungkinan untuk rusak
Pada anestesi umum terdapat trias anestesi yaitu hipnotik (hilang kesadaran), analgetik dan
relaksasi. Hipnotik dapat dilakukan dengan hambatan mental, analgetik dapat dilakukan dengan
hambatan sensoris dan relaksasi dengan hambatan refleks dan hambatan motoris.
Analgesia :
Terjadi hambatan sensoris, di sini stimulasi nyeri dihambat secara sentral sehingga tidak dapat
diartikan di korteks serebri. Analgesia bisa terjadi dalam berbagai tingkatan dimulai dengan light
analgesia (stadium I) sampai true analgesia dimana semua sensasi hilang.
Relaksasi:
Bisa terjadi karena adanya hambatan motoris dan hambatan refleks. Pada hambatan motoris
terjadi depresi area motorik di otak dan hambatan impuls efferent, sehingga terjadi relaksasi otot
skelet. Efek depresi motoris ini tergantung dari kedalaman anestesi, dimana otot pernafasan /
diafragma yang paling akhir ditekan.
Pada hambatan refleks, terjadi penekanan refleks misalnya ada sistim respirasi untuk mencegah
brokhospasme, laringospasme, pembentukan mukus. Pada sirkulasi untuk mencegah terjadinya
aritmia dan pada gastrointestinal untuk mencegah mual, muntah.
Hipnotik:
Terjadi hambatan mental. Ada beberapa tingkatan dimulai dari tenang, sedasi, light sleep atau
hipnosis, deep sleep atau narkosis, complete anaesthesia, dan terakhir terjadi depresi medulla
oblongata.
Untuk terjadinya trias ini, maka pada anestesi umum inhalasi terjadi blok sensoris, blok motoris,
blok refleks dan blok mental.
Blok sensoris:
Stimuli pada endorgan diblok secara sentral dan stimuli tidak masuk ke dalam cortex
tingkatan bervariasi, dari stadium I sampai dengan stadium III dimana semua sensasi hilang
yang ditekan adalah cortex, hipothalamus, subcortical thalamic nuclei, semua sel sensoris
cranial.
Blok motoris
Yang ditekan adalah premotor dan motor cortex subcortical dan extrapyramidal. Yang
terakhir dipengaruhi adalah otot pernafasan. Mula-mula pada otot intercostal bawah, lalu otot
intercostal atas, dan kemudian otot diaphragma.
Blok refleks:
Refleks yang tidak menyenangkan harus diblok, misalnya pada sistem respirasi adalah
pembentukan mukus, spasme laring, spasme bronchus. Pada sistem kardiovaskuler adanya
aritmia, dan pada sistem gastrointestinal adanya salivasi dan muntah.
Blok mental :
Untuk mencapai tidur ada beberapa tahapan :
1. Tenang.
1. Sedasi (ngantuk).
1. Hipnosis (light sleep).
1. Narkosis (deep sleep).
1. Anestesi penuh (complete anesthesia).
1. Paralisis pada medula (medullary paralysis).
Pada pemberian anestesi umum inhalasi, urutan bagian SSP yang terdepresi adalah :
1. Cortex cerebri dan pusat psikis.
1. Basal ganglia dan cerebellum.
1. Medula spinalis.
1. Medula oblongata.
Teori terjadinya anestesi umum belum jelas benar sehingga terdapat bermacam-macam teori
anestesi antara lain :
1. Colloid Theory (1875).
1. Lipid Solubility Theory (1899)
1. Surface Tension atau Adsorpsion Theory (1904).
1. Cell Permeability Theory (1907).
1. Biochemical Theories (1952).
1. Neurophysiologic Theories (1952).
1. Physical Theories (1961).
2. Multiple Mechanistic Theories (1967).
Obat anestesi yang diberikan akan masuk kedalam sirkulasi darah yang selanjutnya menyebar ke
jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan yang banyak vaskularisasinya yaitu
otak, yang mengakibatkan kesadaran dan rasa sakit hilang. Kecepatan dan kekuatan anestesi
dipengaruhi oleh: respirasi, sirkulasi dan sifat fisik obat itu sendiri. Pada pemberian anestesi
perlu diperhatikan efek obat terhadap organ-organ vital, seperti jantung, hepar, paru dan ginjal.
Sehingga farmakologi obat anestesi harus dikuasai dan dipahami betul.
PEMBERIAN OBAT.
Obat anestesi dapat diberikan secara :
1. Parenteral:
Diberikan secara intravena atau Intramuskuler.
2. Inhalasi:
Untuk obat golongan volatile, dengan cara dihirup.
Potensi obat anestesi inhalasi ditentukan oleh :
- Minimal alveolar consentration (MAC) makin rendah MAC, makin poten
obat itu
- Koefislen partisi minyak / gas makin tinggi koefislen partisi, makin poten
obat itu
STADIUM ANESTESI.
Pada anestesi umum dikenal stadium anestesi dari Guedel, stadium ini untuk mengetahui
kedalaman anestesi dan lebih jelas bila digunakan eter.
Stadium Anestesi terdiri dari :
Stadium I :disebut stadium analgesia atau disorientasi. Stadium ini berlangsung mulai induksi
sampai kesadaran hilang. Pada stadium ini rasa nyeri belum hilang sama sekali,
sehingga hanya dapat dilakukan pembedahan ringan. Akhir stadium ini ditandai
oleh hilangnya refleks bulu mata.
Stadium II : disebut stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium. Dimulai dari hilangnya
kesadaran dan hilangnya refleks bulu mata sampai ventilasi kemball teratur.
Terdapat depresi ganglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkontrol atau reaksi
berlebihan terhadap berbagai rangsangan.
Stadium III : disebut stadium pembedahan. Mulai respirasi teratur sampai apnea.
Stadium ini dibagi menjadi 4 plana :
- Plana 1: respirasi teratur dan bersifat thorakoabdominal, bola mata terfiksir tapi
kadang eksentris, pupil myosis, refleks cahaya positif, lakrimasi meningkat, refleks faring
dan muntah hilang, tonus otot mulai menurun.
- Plana 2: respirasi teratur bersifat abdominothorakal, tidal volume menurun,
frekuensi nafas meningkat, bola mata terfiksir di sentral, pupil mulai midriasis, refleks
cahaya mulai menurun dan refleks kornea hilang.
- Plana 3: respirasi teratur dan bersifat abdominal akibat kelumpuhan nervi
intercostals, lakrimasi hilang, pupil melebar dan sentral, refleks laring dan peritonium
hilang dan tonus otot semakin menurun.
- Plana 4: respirasi tidak teratur dan tidak adekuat (tersendat-sendat) karena otot diafragma
lumpuh dan makin nyata pada akhir plana 4. Tonus otot sangat menurun, pupil midriasis,
refleks spingter ani dan refleks kelenjar air mata hilang.
Stadium IV : disebut stadium paralisis atau kelebihan obat. Mulai henti nafas sampai henti
jantung.
Pada anestesi umum penderita dapat bernafas spontan atau dibantu. Bila dengan cara
nafas kontrol, penderita harus diberikan obat pelumpuh otot. Adapula bernafas spontan, tetapi
kadang dibantu, ini disebut assist respiration. Dikenal pula istilah balance anesthesia, yaitu
menggunakan kombinasi beberapa jenis obat anestesi untuk memperoleh hasil yang optimal,
sehingga dosis kecil dan efek samping kecil tetapi trias anesthesia dapat tercapai. Trias
anesthesia adalah hypnotic, analgetic dan relaxation.
Pada suatu keadaan, obat golongan depolarizing dapat menjadi berefek non depolarizing,
Keadaan ini disebut dual block atau biphasic block. Relaksasi otot dapat disebabkan oleh:
central, anestesi umum, perifer (local nerve block) dan pelumpuh otot. Relaksan yang dipakai di
klinik pada umumnya highly ionized dan terbatas pada cairan ekstra seluler.
Pada saat datang impuls, syaraf terminal pada myoneural junction dari syaraf motorik akan
melepas acethylcholine. Acethylcholine masuk melalui junctional cleft kedalam junctional fold
pada endplate membrane. Disini akan terikat lipoprotein receptor. Karena ada impuls maka
permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat, sehingga Na+ masuk dan
mengadakan depolarisasi secara mendadak dan serabut otot akan mengeluarkan ion K+. Motor
endplate sangat peka terhadap acethylcholine dan mengakibatkan depolarisasi (karena terjadi
electrically negative). Arus depolarisasi ini akan menggerakkan bagian yang berdekatan pada
serabut otot (aksi potensial otot) dan berjalan sepanjang membran serabut otot dan final stimulus
untuk menimbulkan kontraksi pada bagian kontraktil serabut otot. Pelepasan acethylcholine
hanya sebentar karena dihidrolisa oleh acethylcholine esterase pada motor endplate, sehingga
terjadi periode refrakier. Sintesa acethylcholine mengambil tempat utama pada motor nerve
ending oleh transfer acethyl group dari co-enzyme A dibawah pengaruh enzim choline
acethylase. Choline dihasilkan oleh cairan ekstraseluler.
Perbedaan Klinis:
Deporizing :
SUCCINYLCHOLINE.
Sifat:
- struktur mirip acethylcholine
- depolarizing 4 fasikulasi
- menyebabkan pengeluaran ionK+ dari intrsel
- mempunyai efek nicotinic dan muscarinic
- histamine release
- meningkatkan tekanan intraokuler
Kontra indikasi :
a. Absolut :
- hiperkalemia, > 5,5 meq/L
- kelainan otot: malignant hyperthermia, myasthenia gravis, muscular dystrophy
- trauma otot massive
- luka bakar, 7-60 hari
- luka tusuk orbita, karena meningkatkan tekanan intraokuler
- gagal ginjal, karena K+ tinggi
- gangguan neurology: paraplegia, neurodegenerative disease
b. Relatif :
- hepatic dysfunction
- cholinesterser rendah (n: 80-120 U), akan terjadi prolonged: liver disease, anemia
gravis malnutrisi dan insektisida organofosfat
Dosis: 1-1,5 mg/kg i.v
Komplikasi: dual block dan cardiac standstill.
Non depolarizing
1. PANCURONIUM.
Sifat:
- non depolarizing
- catecholamine release meningkatkan tekanan darah, heart rate
- inotropic positive dan vagolytic
- struktur mirip steroid
- ekskresi terutama melalui ginjal
- long acting
Kontra indikasi :
- hipertensi
- kelainan otot: malignant hyperthermia, myasthenia gravis, muscular dystrophy
Mula kerja: 2-3 menit
Dosis: - prekurarisasi: 1 mg i.v
- initial dose: 0,08 mg/kg i.v, dosis ulang: setengah dosis awal.
2. VECURONIUM.
Nama dagang: norcuron
Sifat:
- non depolarizing
- homolog pancuronium
- tidak histamine release
- perubahan kardiovaskuler tidak bermakna
- ekskresi sebagian besar lewat ginjal
- medium acting
Mula kerja: 2-3 menit.
Larut dalam aquadest, RL, NaCl dan D 5%.
Dosis: 0,1 mg/kg i.v, drips: 0,1 mg/kg/jam.
3. ATRACURIUM.
Nama dagang: tracrium.
Keistimewaan:
1. Metabolisme didalam plasma (eliminasi Hoffman, secara kimiawi), sehingga tidak
tergantung fungsi ginjal dan hepar.
2. Perubahan kardiovaskuler tidak bermakna.
3. Tidak terjadi akumulasi.
Terpilih untuk geriatry dan kelainan: jantung, ginjal, hepar.
Dapat pulih spontan tanpa reverse, bila efek obat habis.
Mula keria: 2-3 menit, durasi: 15-30 menit (medium acting)
Dosis: - prekurarisasi: 6 mg
- initial: 0,5-0,6 mg/kg i.v, dosis ulang setengah dosis awal.
4. TUBOCURARINE.
Sifat:
- non depolarizing
- histamine release
- blokade ganglion simpatis, dilatasi kapiler, inotropik negatif
- ekskresi terutama melalui ginjal
- terjadi kumulatif
Kontra indikasi: hipotensi, asthma bronchiale, renal dysfunction, myasthenia gravis, diabetes
mellitus.
Dosis: initial dose: 0,4-0,5 mg/kg i.v
Penggunaan :
- untuk induksi
- obat tunggal pada operasi singkat
- tambahan pada obat inhalasi lemah
- tambahan pada regional anesthesia
- sedasi
Cara pemberian:
- obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat
- suntikan berulang (intermittent)
- diteteskan perinfus
1. THIOPENTONE SODIUM.
Nama lain: pentothal, thiopental, penthiobarbiton.
Sifat:
- serbuk kuning, hygroscopic, pahit bau sulphur
- larut dalam air dan alcohol
- larutan 2,5% atau 5% dalam air mempunyal pH 10,81 atau bersifat basa
- tidak dapat dicampur dengan analgetik
- dalambentuk larutan tidak stabil dan hanya tahan 24-48 jam, serbuk stabil
- dijual bentuk serbuk, mengandung 6% anhydrous sodiumcarbonate untuk mencegah
terbentuknya asam bebas yang larut dalam air oleh CO2
Farmakologi.
Susunan syaraf pusat :
Seperti barbiturat lainnya, memnyebabkan mengantuk (hipnotik), sedasi dan depresi
pernafasan, tergantung dosis yang diberikan. Konsentrasi obat didalam plasma tidak
menentukan dalamnya anestesi. Gambaran EEG menunjukan gambaran natural sleep.
Menurunkan kebutuhan oksigen dan cerebral blood flow. Merupakan anticovulsani dengan
cara meningkatkan ambang rangsang neuron terhadap eksitasi. Cortex cerebri dan aktivitas
ascending reticular lebih dulu mengalami depresi sebelum medullary center. Tekanan
intracranial dan LCS menurun. Lebih mendepresi tranmisi simpatis dibanding parasimpatis.
Respirasi :
Mendepresi pusat pernafasan secara langsung dan kepekaan terhadap CO2 berkurang.
Rangsang pernafasan terutama berasal dari carotic bodies dan refleks terhadap hipoksia. Pada
dosis 0,5 g dalam waktu 20-25 menit tidak terlihat depresi respirasi, tetapi bila didahulul
premedikasi opiat depresi akan jelas. Anestesi ringan dengan pentothal dapat terjadi
bronchospasme, laryngospasme akibat rangsangan lendir, darah atau menipulasi lain.
Kardiovaskuler :
Langsung mendepresi myocardium, sehingga kekuatan kontraksi menurun yang
mengakibatkan cardiac output berkurang serta dilatasi jantung, keadaan ini tidak akan terjadi
pada orang dengan kondisi prima. Penyuntikan yang terlalu cepat akan memperbesar
kemungkinan terjadinya aritmia. Denyut ektopik dan aritmia timbul sekunder akibat
hipoksemia yang disebabkan oleh depresi respirasi. Tekanan darah akan turun akibat delatasi
perifer. Penderita hipertensi akan lebih peka, terutama pada larutan pekat dan penyuntikan
terlalu cepat. Vasodilatasi ini dikompensir dengan konstn'ksi pembuluh darah ginual dan
splancnicus.
Laring :
Dapat terjadi .cpasme larynx akibat rangsangan daerah operasi stimuli vagal nerve ending
pada mukosa oleh darah, regurgitasi asam lambung. Dapat pula terjadi bronchospasme.
Pregnant uterus :
Tidak mempengaruhi tonus uterus, dosis kecil dapat diberikan untuk versi luar. Pada dosis
besar akan melewati placenta barriere sehingga dapat mempengaruhi fetus.
Ginjal :
Renal blood flow menurun, filtrasi berkurang dan sekresi ADH meningkat, sehingga produksi
urine berkurang.
Mata :
Terjadi dilatasi pupil. Sensitivitas terhadap cahaya tetap ada sampai pasien tertidur. Tekanan
intraokuler menurun, refleks cornea, conjunctiva , eye lash dan eye lid menghilang.
Redistribusi :
Setelah penyuntikan single dose dengan dosis kecil, kadar didalam plasma cepat menurun
sehingga pasien cepat sadar. Redistribusi ke jaringan lemak lambat. Redistribusi terbanyak
pada viscera dan lean body mass (Otot dll.) 30 menit setelah penyuntikan i.v. Cepat
menembus blood brain barriere dan konsentrasi dalam LCS mendekati konsentrasi plasma
dalam waktu 15 menit. Keseimbangan antara plasma dan otak dicapai dalam waktu 1 menit
setelah pemberian intravena. Kadar kalium plasma sedikit menurun. Dalam jumlah kecil
masih terdapat didalam plasma selama 24 jam. 70% didalam darah terikat oleh protein
plasma dan sisanya dalam bentuk bebas yang tidak aktif. Turunnya pH darah akibat retensi
CO2.
Komplikasi :
a. Lokal :
1. Injeksi perivena.
Gejala: sakit, kemerahan , bengkak, hematome, ulcerasi, median nerve injury.
Tindakan: suntikan 10 ml procaine 1% ditempat injeksi.
2. Injeksi intra arteri.
Gejala: rasa terbakar, sakit hebat, spasme arteri dan thrombosis.
Tindakan :
- biarkan jarum ditempat
- larutkan dengan NaCl 0,9%
- procaine 0,5% 10-20 ml
- papaverine 40-80 mg dalam 10-20 ml NaCl 0,9%
b. Umum :
1. Depresi respirasi: disebabkan oleh relatif over dosis, laryngospasm, lidah jatuh
kebelakang.
2. Sirkulasi collapse: akibat vasodilatasi perifer dan depresi myocardium
Tindakan: naikan kaki, IPPV, infus plasma expander, vasokonstriktor
3. Laringospasme- akibat stimulasi daerah operasi (spingter ani, cervix uteri) brewer
luckard reflex, stimulasi saliva Tindakan: succinylcholine 20-30 mg i.v
4. Lainnya: batuk, vertigo, euphoria, disorientasi dan anaphylactic.
2. BENZODIAZEPINE.
Sifat:
- hypnotic-sedative
- amnesia anterograde
- atropine like effect heart rate meningkat
- pelemas otot ringan anti kejang
- vasodilatasi perifer terjadi collapse
- cepat melewati barriere placenta
Kontra indikasi: porfiria dan hamil (SC dan inpartu)
Dosis:
Diazepam Midazolam
Premedikasi 0,2 mg/kg i.m 0,07-0,2 mg/kg I.m
Induksi 0,2-0,6 mg/kg i.v 0,15-0,45 mg/kg i.v
i.v drips 0,03-0,2 mg/kg/jam
3. PROPOFOL.
Merupakan campuran 1% obat dalam air dan emulsi, yang berisi: 10% soya bean oil, 1,2%
phosphatide telur dan 2,25% glycerol.
pH: 6-6,8 dan lipid soluble.
Farmakologi.
Respirasi: TV turun, laryngeal reflex depressant
Lain-lain: tak pengaruhi fungsi liver, gula darah sedikit meningkat, tekanan intraokuler
menurun, antiemetic effect dan potensiasi dengan vecuronium
Metabolisme: cepat dan lengkap oleh liver, sebagian besar di eliminasi oleh ginjal. Mula
kerja: 11 detik.
Potensi: 1,6-1,8 kali pentothal.
Dosis : 2-2,5 mg/kg i.v, > 60 tahun: 1,6 mg/kg i.v
4. KETAMIN.
Merupakan rapid acting non barbiturate general anesthesia.
Farmakologi.
Susunan Syaraf Pusat :
Efek analgesik sangat kuat. Efek hypnotic kurang dan disertai penerimaan keadaan
lingkungan yang salah (dissosiative anesthesia). Sering terjadi mimpi buruk, halusinasi,
disorientasi waktu dan tempat, gaduh-gelisah tak terkendali.
Kardiovaskuler :
Tekanan darah meningkat 20-25%, heart rate naik, cardiac output meningkat sampai 20%.
Keadaan ini akibat aktivitas simpatis meningkat dan depresi baroreceptor. Jarang terjadi
aritmia.
Respirasi :
Depresi pernafasan ringan dan hanya sementara, kecuali dosis terlalu besar. Menyebabkan
bronchodilatasi dan bersifat antagonis terhadap bronchoconstrition akibat histamine.
Cerebral :
Cerebral blood flow dan tekanan intracranial meningkat. Pada pemberian jangka lama dapat
terjadi peningkatan scrangan epilepsy.
Mata:
Tekanan intraokuler meningkat. Terjadi gerakan bola mata dan nystagmus.
Terjadi analgesia, sedasi, katalepsi, tonus otot skelet meningkat, stimulir kardiovaskuler,
Laryngopharyngeal reflex menurun sedikit, salvias meningkat sehingga harus diberikan
atropine.
Halusinasi dan gelisah diatasi dengan: mengurangi rangsangan pada periode recovery,
premedikasi dengan opiat dan hyoscine, droperidol i.v segera sebelum operasi selesai,
diazepam 5-10 mg i.v, midazolam atau pentothal 50-100 mg i.v.
Ketamin kerja dengan meningkatkan ion K+ menembus membran. Kadar norepinephrine
plasma meningkat, ini dapat direduksi dengan droperidol. Ketamine mencegah adrenergic
response dari pembuluh darah perifer terhadap stimulir pembedahan.
Penggunaan :
1. Prosedur dimana pengendalian nafas sulit
2. Prosedur diagnostik
3. Tindakan ringan: reposisi tertutup, biopsy
4. Pasien resiko tinggi
5. Minor surgery
6. Penderita asthma bronchiale
7. Tidak tersedia alat anestesi
Kontra indikasi:
1. Hipertensi: > 160/100 mmHg
2. Riwayat cerebrovascular disease
3. Operasi cranium
4. Coronary heart disease
5. Trauma capitis
6. Tekanan intraokuler tinggi
7. Epilepsi
Dosis:
-induksi: 1-2 mg/kg i.v atau 10 mg/kg i.m, hamil: 0,25-0,75 mg/kg i.v
-i.v drips : ~ nafas kontrol: 1-2 mg/kg/jam
~ nafas spontan: 2-3 mg/kg/jam
Ingat :
Ketamin lebih dahulu, baru kemudian Halothane, karena:
-ketamine: stimulir Simpatik
-halothane: simpatik blok dan inotropik negatif sehingga resultante nya inotropik negatif
arrhythmia.
1. N2O
Nama lain: gas gelak.
Merupakan satu-satunya anestetik organik, sweet smelling dan tidak berwama.
BM 44, titik didih 89 C, titik krisis 36,5 C dan BD 1,5 kali udara. Tidak mudah terbakar,
tetapi merupakan support combustion. Kelarutan dalam plasma 100 kali oksigen atau 15 kali
nitrogen. N2O tidak bereaksi dengan Hb dan jaringan ikat dan diangkut dalam plasma. Zat
ini hampir tidak dimetabolisir tubuh dan dikeluarkan terutama oleh paru-paru. N 2O menekan
susunan syaraf pusat, kemungkinan akibat beralihnya oksigen dari sel-sel otak. Pada
penelitian N2O dapat terkontaminasi oleh NO dan NO2 yang toksik bagi tubuh.
Gejala:
1. Sianosis: terjadi beberapa menit setelah pemberian, karena terbentuk metHb yang
menurunkan kemampuan mengangkut oksigen.
2. Kesukaran bernafas. Karena N2O dan nitric acid yang terbentuk dalam paru
menyebabkan edema non spesifik dan bronchopneumonia.
3. Kegagalan sirkulasi : akibat hipoksia sekunder.
Tindakan :
- terapi oksigen untuk mengkompensir hipoksia
- methylene blue untuk recovert metHb
- mencegah dan mengatasi chemical pneumonitis dengan antiblotika, steroid dan IPPV
- koreksi gangguan asam-basa
circulatory support : obat-obatan vasopressor
- dimercaprol untuk mengatasi aksi oxide of N
N2O adalah analgetik kuat, tetapi anestetik lemah. Pada pemberian gas murni dapat menekan
sirkulasi sehingga terjadi dilatasi jantung. Kegagalan sirkulasi ini menyebabkan CNS
anoksia, sehingga harus diberikan bersama oksigen. Pengaruh terhadap saluran nafas
minimal, tidak iritasi dan tidak menyebabkan sekresi. Bila diberikan bersama pentothal
dapat terjadi depresi respirasi. Pada anestesi yang lama dapat terjadi mual, muntah dan
lambat bangun. Gejala sisa dapat terjadi bila hipoksia atau alkalosis akibat hiperventilasi.
Gas ini mudah berdifusi melalui membran sel sehingga menembus jaringan atau merangsang
jaringan yang mengakibatkan pneumothorax, pneumoperitonium, pneumoencephal,
kembung dan tuli pasca operasi (karena perubahan tekanan mekanik di telinga tengah).Pada
penderita tetanus dan poliomyelitis dapat terjadi aplasia bone marrow, agranulocytosis dan
thrombocytopenia akan fatal. Mempunyai efek teratogenik pada umur kehamilan 6 minggu.
N2O dalam O2 mempunyai efek sesuai morfin. Konsentrasi optimum untuk efek anakgesik
maksimal adalah 35%. Gas ini dikenal sebagai asphyxiating agent, karena pada konsentrasi
tinggi dapat terjadi asfiksia dan hipoksia. Kebutuhan N2O dipengaruhi oleh respiratory
minute volume, yaitu tidal volume kali respiratory rate. Tidal volume rata-rata 10 ml/kg.
Sehingga bila dengan alat Jackson Rees dibutuhkan 2-3 kali minute volume.
Dosis :
- induksi : 80-85% N2O dengan 15-20% O2, selama 15 menit
- maintenance : N2O : O2 = 50% : 50% atau N2O : O2 = 25% : 75%
- analgetik : N2O : O2 = 20% : 80%
2. HALOTHAN.
Sifat:
- hepatotoksik
- meningkatkan kepekaan terhadap: ~ catecholamine disritmia
~ insuline hipoglikemi
- depresi myocardium kontraksi menurun cardiac output turun
- vasodilatasi hipotensi
- Blok simpatik bradicardia
- atonia uteri pada dosis > 5 vol.%
- meningkatkan cerebral blood flow dan intracranial pressure
- bronkhodilator
Indikasi :
- bila diperlukan respirasi spontan yang tenang
- diperlukan teknik hipotensi untuk mengurangi perdarahan
- bila muscle relaxant merupakan kontra indikasi
- penderita bronchitis, bronchospasm dan emphysema
- versi luar
- kasus tertentu: operasi gigi, bronchoscopy dan cystoscopy
- mengurangi mual dan muntah
Kontra indikasi :
a. Absolut :
- panas tak diketahui sebabnya
- malignant hyperthermia
- hepatic dysfunction
- hypercarbia myocard instability
b. Relatif
- beta blocker therapy
- kardiovaskuler tak stabil
- penggunaan adrenaline 1:200.000.
Efek samping :
1. Hipotensi: akibat dilatasi otot polos pembuluh darah, depresi pusat vasomotor, blockade
sympathic dan depresi miokardium.
2. Disritmia: meningkatkan kepekaan terhadap catecholamine.
3. Hepatotoksik: enzyme glucuronic sulphate transverase.
Keuntungan :
- rapid smooth induction and recovery
- tidak iritasi saluran nafas
- bronchodilator
- tidak menyebabkan mual dan muntah
Kerugian :
- sangat potent, sehingga mudah terjadi over dosis
- analgetik kurang
- hipotensi
- terjadi dysrhythmia
- penggunaan ulang setelah 1 tahun
- kemungkinan hepatotoxic
- mycardium peka terhadap catecholamine
3. ENFLURANE
Sifat :
- depresi miokardium
- vasoliditas
- meningkatkan gula darah dan cerebral blood flow
- EEG : epiletic form
- Ekskresi fluorine melalui ginjal
Kontra Indikasi :
a. Absolut :
- renal dysfunction
- epilepsi
- tekanan intrakranial meninggi
- hamil, < 6 bulan
b. Relatif
- beta blocker therapy
- adrenalin 1 : 2000.000, maksimal 30 ml
- kardiovaskuler tidak stabil
Keuntungan :
- relaksasi otot cukup baik
- tidak iritasi dan sekresi
- kardiovaskuler relatif terjaga stabil
- tidak mual/muntah
- compatible with epinephrine
Kerugian :
- depresi myocardium
- hipotensi
- shivering on emergence
- bahaya pada pendeita gangguan fungsi ginjal
- iritasi terhadap CNS, terutama bila hypocapnia
4. ISOFLURANE
5. ETER
Sifat:
- bau merangsang
- mudah terbakar, meledak dan teroksidir jadi proksida
- catecholamine release, stimuli sympathic heart rate meningkat
- terjadi hyperglycemia
- mempunyai efek trias anesthesia
Kontra indikasi :
- hepatic dysfunction
- asthma bronchiale
- hyperphyrexia
- renal dysfunction
Eter Convulsion.
Sering terjadi pada anak dan dewasa muda.
Dapat disebabkan oleh: belladonna (over dosis), dehidrasi, hyperthermia, toxemia,
asidosis/alkalosis, retensi CO2 dan hipoksia jaringan.
Tindakan : stop eter, ventilasi dengan O2, beri succinylcholine dan pentothal, atasi
hiperpireksia.
6. SEVOFLURANE
Seperti Desflurane
KV : depresi miokard minimal
Respirasi : TV , RR , bronchodilator
Cerebral : aliran darah otak dan TIK ringan
Neuromuskular : relaksasi otot
Ginjal : aliran darah renal minimal
Hepar : tidak ada efek
Eliminasi : CO 2 absorber, ginjal
Kontra indikasi : hipovolemi berat, hipertermi maligna, hipertensi intrakranial
7. DESFLURANE
1. Usia.
Merupakan variabel yang penting didalam kerja obat.
Pada usia 40 tahun keatas efek narkotik dan sedative akan meningkat, sedang rasa sakit
berkurang dengan meningkatnya usia. Keadaan ini merupakan akibat dari menurunnya
persepsi nyeri, kepekaan terhadap rangsang sensorik menurun. Aktifitas refleks jalan nafas
menurun.
2. Temperatur.
Setiap kenaikan suhu 1 C maka basal metabolisme akan naik 12%.
3. Emosi.
Kemungkinan merupakan penyebab terbanyak kenaikan laju basal metabolisme pre anestesi.
Takut dan tegang akan meningkatkan kepekaan terhadap rasa sakit.
4. Penyakit.
Penderita penyakit khronis dan gizi buruk akan mudah mengalami kelebihan dosis obat,
seperti morphine. Pada anemiapun dosis obat harus dikurangi.
KOMPLIKASI ANESTESI.
Komplikasi dapat terjadi durante dan paska anestesi.
Fisiologi :
1. Respirasi :
- bayi bernafas lewat hidung, tipe abdominal
- dead space anatomi besar
tidal volume pada neonatus 20 ml/kg
2. Kardiovaskuler :
- heart rate: pada neonatus 2 kali dewasa, turun secara progresif sampai usia 12 tahun
- stroke volume fixed: sehingga cardiac output tergantung heart rate, bradycardia
harus cepat diatasi
3. Temperatur :
- neonatus sangat peka terhadap heat loss, karena surface area relatif luas, lack of
subcutaneous fat,
- poor vasomotor cntrole sehingga mudah menggigil
- respons terhadap cold envlrinment dengan meningkatkan metabolisme
- hypothermia akan menurunkan dosis obat anestesi, sehingga bila dosis tak
diturunkan akan terjadi depresi kardlovaskuler dan disritmia
- Kehilangan panas pada bayi secara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi
4. Cairan tubuh: pada neonatus total body water 80% dari berat badan, intrasel 40% dan
ekstrasel 40% (plasma 5% dan interstisial 35%)
5. Fungsi ginjal belum sempurna: baru matur pada umur 1 bulan
6. Fungsi hepar belum sempuma
Farmakologi :
1. Fungsi hepar, ren dan CNS belum sempuma sulit menentukan dosis obat
2. Neonatus sangat peka terhadap CNS depressant, setelah usia 1 bulan kurang peka.
3. Up take agent: inhalasi cepat pada neonatus dan anak, i.m tak dapat dipercaya
Patologi :
- neonatus lebih tolerans terhadap pembedahan
- infants and child sering terdapat kelainan congenital
Psikologi :
- infants: respons emosionsl minimal
- umur 1-2 tahun hipersensitif
Farmakologi :
1. Fungsi hepar menurun : biotransformasi terganggu
2. Fungsi ginjal menurun
3. Protein plasma binding turun kebutuhan obat yang terikat dalam albumin turun
Anatomi :
- otot atrofi
- kulit keriput, elastisitas berkurang
Patologi :
Fungsi organ menurun kelainan organ
ANESTESI LOKAL
Perbedaan :