Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

AKTINOMIKOSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kulit Dan Kelamin

Di RSUD AMBARAWA

Diajukan Kepada Yth :

dr. Hiendarto, Sp.KK

Diajukan Oleh :

Rosiana Afida Rohmawati

15102211002

BAGIAN ILMU KULIT DAN KELAMIN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA SEMARANG


RSUD AMBARAWA

2016
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

AKTINOMIKOSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kulit Dan Kelamin

Di RSUD AMBARAWA

Diajukan Oleh :

Rosiana Afida Rohmawati

1510211002

Mengetahui,

dr. Hiendarto, Sp.KK

NIP : 197308042009091001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat ini selesai pada waktunya.Laporan kasus ini diajukkan untuk
memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Kulit dan Kelamin.
Penyusunan referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Hiendarto, Sp.KK selaku pembimbing serta kepada teman-teman di
kepaniteraan klinik Kulit dan Kelamin atas kerjasamanya selama penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi
semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Ambarawa, 24 Oktober 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktinomikosis merupakan infeksi kronik yang ditandai oleh adanya lesi kulit bergranul
dan supuratif yang disebabkan oleh bakteri endogen gram-positif berfilamen. Aktinomikosis
terutama disebabkan oleh Actinomyces israelii, bakteri anaerob yang normalnya berada pada
enamel gigi, gusi, tonsil, dan lapisan membran intestinal, serta vagina. Lokasi infeksi
biasanya terdapat pada wajah, leher, thoraks, dan abdomen. Pada wanita dapat terjadi infeksi
pada pelvik. Aktinomikosis kutaneus primer sangat jarang terjadi dan biasanya berhubungan
dengan trauma eksternal dan iskemi lokal. Infeksi sering terjadi di daerah tropis dan memiliki
karakteristik sebagai infeksi supuratif yang progresif dan bersifat kronik serta terdapat
pembentukan abses multipel dan traktus sinus yang akan mengeluarkan granul sulfur. 1,2,3,4
Aktinomikosis relatif jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 300.000 orang per tahun.
Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi tertinggi pada daerah dengan
sosio-ekonomi rendah dan higienitas yang buruk. Tidak ada perbedaan ras dalam predileksi
terjadinya aktinomikosis. Insidens aktinomikosis tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan. Aktinomikosis dapat menyerang semua usia, namun banyak kasus
yang dilaporkan terjadi pada usia dewasa hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.
Terdapat 3 jenis aktinomikosis, yaitu aktinomikosis servikofasial, aktinomikosis abdominal
dan aktinomikosis thorakal 2,5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Aktinomikosis adalah suatu penyakit infeksi kronik, supuratif dan bergranul, yang
membentuk saluran-saluran sinus yang bersekret.dan terutama disebabkan oleh Actinomyces
israelii. Actinomyces spp. merupakan bakteri prokaryotik tingkat tinggi yang merupakan family
Actinomyceataceae. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada awal abad ke-19 dan sering salah
diklasifikasikan sebagai fungi. Kata actinomycosis berasal dari bahasa Yunani, actino berarti
gambaran radiasi yang terlihat dari granul sulfur dan mycos menggambarkan suatu kondisi pada
penyakit mikosis. 1,5

II.2. Etiologi
Pada awalnya Actinomyces digolongkan sebagai jamur karena strukturnya yang
berserabut, namun diketahui bahwa Actinomyces adalah bakteri gram positif. Dari 14 spesies
Actinomyces, 6 telah diketahui mampu menimbulkan penyakit pada manusia yaitu A. israelii, A.
naeslundii, A. odontolyticus, A. viscosus, A. meyeri, dan A. gerencseriae. Actinomyces israelii
adalah bentuk yang paling umum ditemukan pada manusia. Bakteri ini merupakan bakteri gram
positif yang bersifat anaerob dengan pertumbuhan yang lambat. 1,5
Actinomyces adalah bagian flora normal di saluran pencernaan, umumnya tidak bersifat
patogen namun jika terdapat lesi yang bersifat terus menerus pada mukosa, dapat menginfeksi
jaringan di sekitarnya terutama pada pasien dengan kondisi yang buruk. Actinomyces umumnya
lebih sering ditemukan pada laki-laki dewasa. Dalam kasus pada cervico-facial form, sumber
masuknya bakteri pada umumnya berasal dari gigi yang membusuk, sedangkan pada kasus
abdominal form diduga disebabkan oleh perforasi di vertikulum atau usus buntu atau selama
trauma. 4,5
Pada media kultur, spesies Actinomyces ini memiliki karakteristik tertentu yaitu terlihat sebagai
koloni molar-tooth pada media agar atau bisa juga terlihat sebagai koloni bread crumb
dalam media kaldu. 1,4,6
Morfologi koloni dari A. israelii dapat diamati dalam media solid. Koloni A. israelii
biasanya berwarna putih, kasar dan berbentuk seperti gigi geraham. Dalam media kaldu (broth
medium) A. israelii menyimpan granul - granul. Actinomyces israelii tumbuh baik dalam
medium agar yang ditambahkan CO2 bahkan dapat tumbuh juga dalam medium yang tidak
ditambahkan bahan penyubur. Actinomyces israelii bersifat fakultatif anaerob namun lebih baik
tumbuh dalam kondisi anaerob. Selain itu, bakteri ini bersifat tidak tahan asam. Suhu optimum
pertumbuhannya antara 35 C - 37 C. 1

Gambar 1. actinomyces israelii


II.3. Epidemiologi

Aktinomikosis merupakan infeksi dengan distribusi yang jarang dijumpai. Di Amerika


Serikat, penyakit ini sering terjadi pada lelaki. Insiden penyakit ini sukar diprediksikan karena
bukan merupakan penyakit yang sering dilaporkan. Aktinomikosis dapat terjadi di seluruh dunia,
dengan prevalensi tertinggi pada daerah dengan sosio-ekonomi rendah dan higienitas yang
buruk. Tidak ada perbedaan ras dalam predileksi terjadinya aktinomikosis. Insidens
aktinomikosis tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Aktinomikosis
dapat menyerang semua usia, namun banyak kasus yang dilaporkan terjadi pada usia dewasa
hingga usia pertengahan, yaitu 20-50 tahun.2,7

50-60% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis servikofasial, 20% dari
semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis abdomino-pelvis dan 15% dari semua kasus
aktinomikosis adalah aktinomikosis pulmonar. Aktinomikosis yang melibatkan organ lain seperti
sistem saraf pusat, jantung, mata adalah sangat jarang.
II.4. Patofisiologi

Actinomycetes merupakan flora normal yang menonjol pada saluran mulut tetapi tidak
menonjol pada saluran gastrointestinal bawah dan saluran genitalia wanita. Karena
mikroorganisme tersebut tidak virulen, mikroorganisme tersebut membutuhkan perpecahan atau
kerusakan membran mukosa dan kemunculan jaringan yang rusak untuk menyerang struktur
tubuh yang lebih dalam dan menyebabkan penyakit pada manusia.2

Aktinomikosis biasanya merupakan infeksi polimikrobial, dengan jumlah bakteri yang


terisolasi sebanyak 5-10 spesies bakteri. Terjadinya infeksi pada manusia membutuhkan
keterlibatan bakteri lain, yang berpartisipasi dalam pembentukan infeksi dengan pengeluaran
toksin atau enzim atau dengan menghambat pertahanan lokal tubuh. Kumpulan bakteri tersebut
bekerja sebagai copathogen yang meningkatkan invasi Actinomycetes. Secara spesifik, bakteri
tersebut berperan dalam manifestasi awal dari aktinomikosis dan penyebab kegagalan terapi.
Ketika infeksi terjadi, sebagai pertahanan lokal terbentuk respon inflamasi yang hebat, yang
bersifat supuratif dan bergranul, serta disusul terbentuknya fibrosis. Infeksi secara khas
menyebar berdampingan, dan menyerang jaringan atau organ sekitar. Akhirnya infeksi akan
menyebabkan terbentuknya sinus sebagai tempat pengeluaran pus. Penyebaran hematogen ke
organ yang jauh dapat terjadi pada beberapa tingkatan aktinomikosis, sedangkan penyebaran
limfatogen jarang terjadi.2

Tergantung pada tempat infeksinya, sebagian besar kasus aktinomikosis


juga disebabkan oleh berbagai mikroorganisme lainnya selain Actinomyces spp. Pada hasil
kultur, telah diisolasi Acinobacillus actinomycetesmcomitans, Eikenella corrodens,
Enterobacteriaceace, dan spesies Fusobacterium, Bacteroides, Capnocytophagia, Staphylococci,
dan Streptococci. Mikroorganisme tersebut ditemukan bersamaan dengan Actinomyces spp dalam
berbagai kombinasi. Rata-rata dua sampai empat dan terkadang sampai 10 spesies biasanya
ditemukan dengan Actinomycetes. Peranan bakteri tersebut dalam patogenesis aktinomikosis
tidak jelas. Bakteri tersebut umumnya dianggap sebagai nonpatogenik dalam kasus
aktinomikosis, dengan kemungkinan bahwa penyakit aktinomikosis disebabkan oleh infeksi
polimikrobial di mana Actinomyces spp. tetap mendominasi. Ada kemungkinan bahwa organisme
lain meningkatkan patogenisitas aktinomisetes dengan menciptakan suasana anaerob di mana
Actinomyces dapat tumbuh subur. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen di
jaringan dan inhibisi fagosit yang diinduksi suasana anaerob.5

Sebuah tahap penting dalam perkembangan aktinomikosis adalah gangguan pertahanan


mukosa, yang memungkinkan mikroorganisme menyerang. Pada aktinomikosis servikofasial,
gangguan pertahanan mukosa dapat berasal dari sepsis di gigi. Infeksi sering terjadi pada pasien
dengan kebersihan mulut yang buruk, atau setelah operasi. 2,5

Pada aktinomikosis abdominal, infeksi biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat
operasi usus (misalnya pada perforasi apendisitis akut, divertikulitis, trauma abdomen), atau
masuknya benda asing (misalnya: tulang ikan atau tulang ayam). Aktinomikosis pelvik dapat
disebabkan dari penggunaan alat IUD (intra-uterine devices). 2,5

Aktinomikosis pulmonar dapat disebabkan oleh masuknya sekresi orofaringeal atau


saluran pencernaan yang mengandung aktinomisetes ke dalam saluran pernapasan. Kebersihan
mulut yang buruk dan penyakit gigi terkait dapat meningkatkan risiko. Aktinomikosis pulmonar
dapat diawali ketika saliva atau material lain yang mengandung Actinomyces spp. masuk ke
dalam bronkus menyebabkan atelektasis dan penumonitis. Saat terjadi bentuk awal inflamasi
akut akan diikuti dengan karakteristik kronik, yaitu fase indolent menghasilkan nekrosis lokal,
fibrosis dan kavitas. Jika tidak dicegah, infeksi tersebut akan meluas ke pleura, dinding thoraks,
struktur tulang, dan jaringan lunak sekitar, serta pembentukan sinus yang dapat mengeluarkan
granul sulfur.2,5

II.5. Gejala Klinis

Aktinomikosis merupakan penyakit bakteri subakut hingga kronik yang supuratif,


membentuk saluran sinus yang mengeluarkan cairan berbentuk granul sulfur. Aktinomikosis
dapat memberikan efek pada semua organ dan jaringan pada tubuh. Terdapat lima tipe klinis
utama yang dapat dikenali, tergantung dari tempat infeksinya yaitu aktinomikosis servikofasial,
aktinomikosis thorakal, aktinomikosis abdominal, aktinomikosis pelvik dan aktinomikosis
kutaneus primer.2,7
Aktinomikosis servikofasial dapat berbentuk pembengkakan yang kecil dan keras yang
berkembang di dalam mulut, wajah, leher, dan rahang. Pembengkakan ini akan menjadi lunak
dan mengeluarkan pus yang mengandung granul sulfur. Pasien juga akan mengeluh nyeri,
pruritus dan trismus. Pada aktinomikosis thorakal, didapatkan gejala demam, berat badan
menurun, batuk dan nyeri dada. Pada aktinomikosis abdominal dan pelvik, biasanya ditemukan
teraba massa dan nyeri tekan pada bagian kuadran kanan bawah abdomen, keluar cairan dari
vagina, penurunan berat badan dan juga demam. Pada aktinomikosis kutaneus primer dapat
ditemukan gejala klinis seperti lesi berbentuk nodus, saluran sinus dan fistel pada bagian yang
terinfeksi.3,4

1. Aktinomikosis servikofasial

Aktinomikosis servikofasialis merupakan tipe paling sering terjadi dan ditemukan dalam
50% dari kasus aktinomikosis.Faktor resiko pencetusnya adalah kebersihan mulut yang buruk
yang menyebabkan terjadinya abses periodontal atau keroposan gigi, trauma orofasial, benda
asing yang mempenetrasi tepi mukosa seperti tulang ikan.2

Infeksi yang terjadi pada ekstraksi gigi atau trauma mulut menimbulkan rasa nyeri,
indurasi dan pembengkakan yang berwarna merah pudar (dull-red) pada jaringan lunak pada
daerah lesi. Massa inflamasi berada pada regio mandibula. 6 Selain itu, pasien juga mengeluh
sering gatal dan trismus.7

Setelah beberapa minggu hingga bulan, bagian yang terinfeksi akan berubah warna
menjadi warna kebiruan (bruish discoloration). Massa menjadi lebih fluktuasi dan membentuk
saluran sinus pada extra atau intraoral. Selain itu, dapat juga terjadi edema, pembengkakan
jaringan lunak dan pembentukan abses disertai gejala umum seperti demam dan penurunan berat
badan pada pasien.4,7

Aktinomikosis servikofasial juga dapat menyebar ke daerah lidah, sinus, selaput otak,
regio kranial dan pembuluh darah jika tidak diterapi. Pada tipe ini, tidak terdapat penyebaran
melalui kelenjar limfe.2,3,7
Gambar 2. Aktinomikosis servikofasial

2. Aktinomikosis thorakal

Infeksi thorakal terjadi pada 15-20% kasus aktinomikosis dan dapat melibatkan paru-
paru, dinding dada atau kedua-duanya. Aktinomikosis tipe ini sering terjadi pada penderita
dengan struktur gigi yang buruk dan mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti penurunan
berat badan, nyeri dada, batuk dan demam. Gejala klinis dan radiologi yang dimiliki mirip
dengan malignansi TB. Apabila bakteri dari paru-paru menyebar ke kulit, dapat ditemukan
beberapa saluran sinus pada kulit bagian thoraks. Infeksi juga dapat menyebar ke tulang iga dan
membentuk osteomielitis.3,4

3. Aktinomikosis abdominal

Aktinomikosis abdominal meliputi 20% dari kasus aktinomikosis dan paling sering
terjadi di regio iliosekal, namun bagian primer yang terinfeksi adalah esofagus, lambung dan
anorektal. Pada aktinomikosis tipe ini, organ yang paling sering terkena infeksi adalah apendiks,
diikuti kolon, lambung dan hepar. Penderita yang terkena aktinomikosis tipe ini sering
bermanifestasi seperti gejala apendisitis yaitu demam, teraba massa dan nyeri tekan pada bagian
kuadran kanan bawah abdomen serta leukositosis.2,4,6

Pada pemeriksaan CT-Scan dapat ditemukan massa atau pembesaran kelenjar lunak pada
organ yang terinfeksi. Namun, diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi
untuk membedakan penyakit ini dengan neoplasma atau infeksi lain. Massa pada lesi diambil
menggunakan tekhnik aspirasi jarum halus. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan granul
sulfur dengan pewarnaan Giemsa.1,2

Lesi yang terinfeksi juga dapat membentuk sinus ke pelvis atau fistel in ano. Penyebaran
organisme ini ke hepar dapat menyebabkan gejala ikterus dan terbentuk massa intrahepatik atau
abses hepar yang multipel dan menyerupai neoplasma. Organisme ini juga dapat menyebar ke
ovarium, ginjal, kandung kemih atau tulang belakang. Pada keadaan kronik, dapat terbentuk
saluran yang menyambung langsung ke kulit dan menjadi saluran sinus yang purulen.2,7

Gambar 3. Aktinomikosis abdominal

4. Aktinomikosis pelvis

Aktinomikosis pelvis sering terjadi pada penggunaan IUD jangka lama, prolaps uteri dan
aborsi septik. Pada tipe ini, gejala klinis yang sering muncul adalah keluarnya cairan dari vagina,
pembengkakan lokal, pembentukan abses, massa tuba-ovari dan terjadinya penyakit infeksi
pelvis dengan gejala kaku pada pelvis dan mirip keganasan. Penyakit ini umumnya tidak
memberikan manifestasi pada kulit. Selain itu, terdapat juga gejala yang tidak spesifik seperti
nyeri pada bagian bawah abdomen, demam dan perdarahan vaginal di luar siklus menstrual.3,8,9,11

Pasien pengguna IUD dengan gejala inflamasi pada pelvis dapat dicurigai adanya infeksi
Actinomyces aktif. Sebuah studi melaporkan bahwa A. israelii menginfeksi rata-rata 1,6%11,6%
pengguna IUD di seluruh dunia. Penggunaan IUD jangka panjang melebih 5 tahun merupakan
faktor resiko terjadinya infeksi. Pada pemakaian IUD dapat terjadi inflamasi ringan yang
menyebabkan perubahan dan nekrosis pada endometrium. Proses ini akan mencetuskan
terbentuknya keadaan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan Actinomyces israelii dan bakteri
anaerob yang lainnya.1,6,7

II.6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan granul sulfur yang merupakan penanda untuk


aktinomikosis, leukosit polimorfonuklear dengan keratosis epidermis dan infiltrasi dermis. Untuk
membedakan dengan sporotrikosis, pada pemeriksaan ditemukan sel polimorfonuklear, eosinofil,
dan makrofag pada dinding lesi. Sedangkan pada tuberkulosis kutis didapatkan Mantoux test
positif, dan bakteri tahan asam.6,7

Pada pembiakan kultur dari lesi yang dibiakkan akan ditemukan filamen Gram positif dan koloni
aktinomises. Kultur ini menggunakan media anaerob seperti thioglycollate selama 14 hari.
Sedangkan pada Sporotrikosis ditemukan pengelompokan konidia.2
Gambar 4. Gambaran granul sulfur pada pemeriksaan histology aktinomikosis

Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya proses inflamasi yang spesifik. Tetapi
biasanya ada leukositosis, polimorfonuklear predominan, atau anemia normokrom.5

Pemeriksaan radiologi biasanya menggunakan plain x-ray, tapi tidak memberikan


gambaran yang khas. Pada aktinomikosis torakal gambarannya menyerupai kelainan paru-paru
yang lain. CT-Scan abdomen memberikan gambaran adanya fistula pada daerah perianal, untuk
menegakkan diagnosis aktinomikosis abdominal.5,18

II.7. Diagnosis

Diagnosis aktinomikosis sulit ditentukan hanya dari gejala klinik saja. Dibutuhkan
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi, maupun pemeriksaan kultur untuk
menegakkan diagnosis aktinomikosis. Pada aktinomikosis servikofasialis, pasien datang dengan
keluhan adanya fistula pada daerah kepala dan leher, tapi umumnya pada daerah perimandibular,
disertai adanya edema, pembengkakan jaringan lunak, pembentukan abses serta gejala umum
seperti demam dan penurunan berat badan. Periode inkubasi sekitar 2 bulan sampai 1 tahun. Pada
pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya granuloma aktinomises, jaringan perifer
bergranul dan berisi sel plasma, fibroblast, sel giant, dan pembuluh darah, dan keseluruhan
membentuk infiltrat polimorfonuklear.3
Pada aktinomikosis thorakal, pasien datang dengan batuk, hemoptisis, keringat malam,
dan penurunan berat badan. Tidak ada perubahan pada kulit. Pasien mengalami nyeri dada dan
demam yang berlangsung lama. Pada pemeriksaan sputum, ditemukan filamen aktinomises.
Biasanya tampak granul sulfur dengan koloni sederhana. Pada pemeriksaan radiologi, dapat
menyerupai kelainan paru-paru lain seperti infeksi maupun metastasis tumor. Pemeriksaan darah
dapat menunjukkan leukositosis, polimorfonuklear dominan, dan anemia normokrom.5

Pada aktinomikosis abdominal, pasien datang dengan nyeri perut kronis, demam, muntah
diare atau konstipasi, dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan
proses inflamasi yang spesifik yang berhubungan dengan keganasan, penyakit infeksi usus,
maupun penyakit infeksi lain. CT-Scan abdomen merupakan modalitas yang dianjurkan.
Pemeriksaan tersebut memberikan gambaran lesi massa yang padat. MRI juga merupakan
modalitas lain yang memberikan gambaran adanya fistula pada daerah perianal. Sama dengan
pemeriksaan histopatalogi aktinomikosis yang lain, memberikan gambaran adanya granul sulfur
dari aktinomises.1,3

Pada aktinomikosis pelvik umumnya disebabkan karena penggunaan IUD yang lama.
Gejalanya seperti nyeri abdomen atau nyeri pelvik, demam, penurunan berat badan, keluar cairan
maupun darah dari vagina. Pemeriksaan kultur dari aspirasi abses dan apusan servikal
memberikan karakteristik filamen gram positif dan adanya granul sulfur dengan pemberian
metilen blue 1%. Anemia dan leukositosis dapat ditemukan pada pemeriksaan darah. Pada kasus
yang berat, pemeriksaan radiologi (CT-Scan) memberikan gambaran sebuah proses keganasan
sehingga harus dilakukan pembedahan kompleks.1

II.8. Terapi

Terapi antimikroba yang diperpanjang (yaitu, 6-12 bulan) biasanya telah


direkomendasikan untuk pasien dengan semua bentuk klinis aktinomiksis untuk mencegah
kambuhnya penyakit. Namun, individualisasi terapi dianjurkan dimana durasi antibiotik
tergantung pada beban awal penyakit, tempat infeksi, dan respon klinis dari pengobatan.
Drainase yang tepat diperlukan jika terdapat abses. Penggunaan antibiotik telah meningkatkan
prognosis untuk semua bentuk aktinomikosis. Saat ini, tingkat kesembuhan yang tinggi dengan
tidak mengalami cacat atau kematian adalah hal yang umum. Penisilin G adalah obat pilihan
untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari Actinomyces. Penisilin G diberikan
dalam dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama, karena infeksi memiliki kecenderungan untuk
kambuh. Kebanyakan infeksi diharapkan dapat merespon penisilin G intravena, 10 sampai 20
juta unit / hari diberikan selama 2 sampai 6 minggu, diikuti oleh phenoxypenicillin oral dalam
dosis 2 sampai 4 g / hari. Terapi penisilin oral tambahan selama beberapa minggu mungkin
memadai untuk aktinomikosis servikofasial tanpa komplikasi; kasus yang disertai komplikasi
dan penyakit paru atau perut yang luas mungkin memerlukan pengobatan selama 12 sampai 18
bulan.2,7

Resistensi penisilin G oleh Actinomyces selama terapi berkepanjangan jarang ditemukan.


Kombinasi penisilin (yaitu, amoksisilin, piperasilin) dan inhibitor beta-laktamase (yaitu,
klavulanat, tazobactam) dapat digunakan untuk terapi dari patogen aerobik dan anaerobik yang
resisten terhadap penisilin. Beberapa kopatogen dapat menghasilkan enzim beta-laktamase yang
dapat melindungi Actinomyces dari penisilin. 2,7

Pada penderita dengan alergi penisilin dapat menggunakan alternatif antibiotik lini
pertama termasuk amoksisilin, tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, eritromisin, dan klindamisin.
Berikut ini adalah dosis dari masing-masing antibiotik yang dapat digunakan sebagai alternatif:

Amoksisilin: 1.5 g/hari peroral, diberikan setiap 8 jam

Ceftriaxone: 2 g IV/IM tiap 12-24 jam, tidak boleh melebihi 4 g/ hari

Tetrasiklin: 1-2 g/hari peroral, diberikan setiap 6 jam

Doksisiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12-24 jam

Minosiklin: 200mg/hari intravena atau peroral, diberikan setiap 12 jam

Eritromisin: 2-4g/hari intravena, diberikan setiap 6 jam atau 1-2g/hari peroral, diberikan
setiap 6 jam
Klindamisin: 600 mg intravena, diberikan setiap 8 jam atau 1.2-1.8g/hari peroral, diberikan
setiap 6-8jam.1

Metronidazol, aminoglikosida, aztreonam, kotrimoksazol (TMP-SMX), penisilinase (misalnya,


methicillin, nafcillin, oksasilin, kloksasilin) dan sefaleksin dan obat antijamur tidak efektif
terhadap organisme aktinomikosis. 1,3,7

II.9. Prognosis

Prognosis dari aktinomikosis tanpa pengobatan umumnya buruk. Apabila aktinomikosis


didiagnosis dini dan diobati dengan terapi antibiotik yang tepat, prognosisnya sangat baik.81,3

Karena aktinomikosis bersifat progresif, prognosis tergantung pada tahap di mana infeksi
didiagnosa dan diobati. Meskipun perbaikan lambat dan membutuhkan terapi antibiotik selama
berbulan-bulan, kebanyakan individu dapat pulih. Aktinomikosis servikofasial adalah yang
paling mudah diobati. Prognosis kurang menggembirakan pada aktinomikosis toraks dan
abdomen atau ketika infeksi yang meluas terjadi. Jika infeksi tidak sepenuhnya dihilangkan,
individu berisiko untuk relaps dalam bentuk yang lebih parah. Infeksi yang tidak diobati dapat
menyebabkan cedera jaringan luas atau kematian. 1,4

II.9. Komplikasi

Komplikasi aktinomikosis diantaranya adalah:

Abses otak

Endokarditis

Meningitis

Osteomielitis

Abses yang terjadi sebagai akibat dari aktinomikosis yang dapat berkembang di berbagai
tempat di tubuh, termasuk paru-paru. Abses dapat menyebar dengan mudah dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh yang lain.3,4
Actinomyces dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, menyebabkan
infeksi dalam darah (sepsis), dalam selaput otak tulang belakang (meningitis bakteri), dalam otak
(abses otak), atau di hati. Meskipun jarang, komplikasi ini sering fatal. Aktinomikosis yang
melibatkan wajah atau leher dapat menyebar ke gusi, tulang rahang, telinga tengah (otitis media),
tulang rusuk, atau tulang belakang (osteomielitis). Aktinomikosis paru dapat menyebabkan
pneumonia. 1,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Moniruddin A.B.M., Begum H, Nahar K. Actinomycosis: An Update. Medicine Today vol. 22


no.1, 2010.

2. Budimulja U.. Mikosis. Dalam Djuanda A, Hamzah M, dan Aisah, S, eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal. 89-100

3. James WD, Berger TG, Elston DM, eds. Andrews Disease of the Skin, Clinical Dermatology.
11th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.

4. Wust J, Steiger U, Vuong H, Zbinden R. Infection of a hip prosthesis by Actinomyces


naeslundii. J Clin Microbiol. 2000;38 :929-30.

5. Wong V.K.. Actinomycosis: Clinical Review. The BMJ. 2011. Diakses dari
http://www.bmj.com/content/343/bmj.d6099 pada tanggal 26 Oktober 2016

6. Soria-Aledo V, Flores-Pastor B, Carrasco-Prats M. Abdominopelvic actinomycosis: a serious


complication in intrauterine device users. Acta Obstet Gynecol Scand. 2004;83 :863-5.

7. Rothschild B, Naples V, Barbian L. Bone manifestations of actinomycosis. Ann Diagn Pathol.


2006;10 :24-27.

Anda mungkin juga menyukai