Referat Kulit Aktinomikosis
Referat Kulit Aktinomikosis
AKTINOMIKOSIS
Di RSUD AMBARAWA
Diajukan Oleh :
15102211002
2016
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
AKTINOMIKOSIS
Di RSUD AMBARAWA
Diajukan Oleh :
1510211002
Mengetahui,
NIP : 197308042009091001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat ini selesai pada waktunya.Laporan kasus ini diajukkan untuk
memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Kulit dan Kelamin.
Penyusunan referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Hiendarto, Sp.KK selaku pembimbing serta kepada teman-teman di
kepaniteraan klinik Kulit dan Kelamin atas kerjasamanya selama penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi
semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Aktinomikosis adalah suatu penyakit infeksi kronik, supuratif dan bergranul, yang
membentuk saluran-saluran sinus yang bersekret.dan terutama disebabkan oleh Actinomyces
israelii. Actinomyces spp. merupakan bakteri prokaryotik tingkat tinggi yang merupakan family
Actinomyceataceae. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada awal abad ke-19 dan sering salah
diklasifikasikan sebagai fungi. Kata actinomycosis berasal dari bahasa Yunani, actino berarti
gambaran radiasi yang terlihat dari granul sulfur dan mycos menggambarkan suatu kondisi pada
penyakit mikosis. 1,5
II.2. Etiologi
Pada awalnya Actinomyces digolongkan sebagai jamur karena strukturnya yang
berserabut, namun diketahui bahwa Actinomyces adalah bakteri gram positif. Dari 14 spesies
Actinomyces, 6 telah diketahui mampu menimbulkan penyakit pada manusia yaitu A. israelii, A.
naeslundii, A. odontolyticus, A. viscosus, A. meyeri, dan A. gerencseriae. Actinomyces israelii
adalah bentuk yang paling umum ditemukan pada manusia. Bakteri ini merupakan bakteri gram
positif yang bersifat anaerob dengan pertumbuhan yang lambat. 1,5
Actinomyces adalah bagian flora normal di saluran pencernaan, umumnya tidak bersifat
patogen namun jika terdapat lesi yang bersifat terus menerus pada mukosa, dapat menginfeksi
jaringan di sekitarnya terutama pada pasien dengan kondisi yang buruk. Actinomyces umumnya
lebih sering ditemukan pada laki-laki dewasa. Dalam kasus pada cervico-facial form, sumber
masuknya bakteri pada umumnya berasal dari gigi yang membusuk, sedangkan pada kasus
abdominal form diduga disebabkan oleh perforasi di vertikulum atau usus buntu atau selama
trauma. 4,5
Pada media kultur, spesies Actinomyces ini memiliki karakteristik tertentu yaitu terlihat sebagai
koloni molar-tooth pada media agar atau bisa juga terlihat sebagai koloni bread crumb
dalam media kaldu. 1,4,6
Morfologi koloni dari A. israelii dapat diamati dalam media solid. Koloni A. israelii
biasanya berwarna putih, kasar dan berbentuk seperti gigi geraham. Dalam media kaldu (broth
medium) A. israelii menyimpan granul - granul. Actinomyces israelii tumbuh baik dalam
medium agar yang ditambahkan CO2 bahkan dapat tumbuh juga dalam medium yang tidak
ditambahkan bahan penyubur. Actinomyces israelii bersifat fakultatif anaerob namun lebih baik
tumbuh dalam kondisi anaerob. Selain itu, bakteri ini bersifat tidak tahan asam. Suhu optimum
pertumbuhannya antara 35 C - 37 C. 1
50-60% dari semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis servikofasial, 20% dari
semua kasus aktinomikosis adalah aktinomikosis abdomino-pelvis dan 15% dari semua kasus
aktinomikosis adalah aktinomikosis pulmonar. Aktinomikosis yang melibatkan organ lain seperti
sistem saraf pusat, jantung, mata adalah sangat jarang.
II.4. Patofisiologi
Actinomycetes merupakan flora normal yang menonjol pada saluran mulut tetapi tidak
menonjol pada saluran gastrointestinal bawah dan saluran genitalia wanita. Karena
mikroorganisme tersebut tidak virulen, mikroorganisme tersebut membutuhkan perpecahan atau
kerusakan membran mukosa dan kemunculan jaringan yang rusak untuk menyerang struktur
tubuh yang lebih dalam dan menyebabkan penyakit pada manusia.2
Pada aktinomikosis abdominal, infeksi biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat
operasi usus (misalnya pada perforasi apendisitis akut, divertikulitis, trauma abdomen), atau
masuknya benda asing (misalnya: tulang ikan atau tulang ayam). Aktinomikosis pelvik dapat
disebabkan dari penggunaan alat IUD (intra-uterine devices). 2,5
1. Aktinomikosis servikofasial
Aktinomikosis servikofasialis merupakan tipe paling sering terjadi dan ditemukan dalam
50% dari kasus aktinomikosis.Faktor resiko pencetusnya adalah kebersihan mulut yang buruk
yang menyebabkan terjadinya abses periodontal atau keroposan gigi, trauma orofasial, benda
asing yang mempenetrasi tepi mukosa seperti tulang ikan.2
Infeksi yang terjadi pada ekstraksi gigi atau trauma mulut menimbulkan rasa nyeri,
indurasi dan pembengkakan yang berwarna merah pudar (dull-red) pada jaringan lunak pada
daerah lesi. Massa inflamasi berada pada regio mandibula. 6 Selain itu, pasien juga mengeluh
sering gatal dan trismus.7
Setelah beberapa minggu hingga bulan, bagian yang terinfeksi akan berubah warna
menjadi warna kebiruan (bruish discoloration). Massa menjadi lebih fluktuasi dan membentuk
saluran sinus pada extra atau intraoral. Selain itu, dapat juga terjadi edema, pembengkakan
jaringan lunak dan pembentukan abses disertai gejala umum seperti demam dan penurunan berat
badan pada pasien.4,7
Aktinomikosis servikofasial juga dapat menyebar ke daerah lidah, sinus, selaput otak,
regio kranial dan pembuluh darah jika tidak diterapi. Pada tipe ini, tidak terdapat penyebaran
melalui kelenjar limfe.2,3,7
Gambar 2. Aktinomikosis servikofasial
2. Aktinomikosis thorakal
Infeksi thorakal terjadi pada 15-20% kasus aktinomikosis dan dapat melibatkan paru-
paru, dinding dada atau kedua-duanya. Aktinomikosis tipe ini sering terjadi pada penderita
dengan struktur gigi yang buruk dan mempunyai gejala yang tidak spesifik seperti penurunan
berat badan, nyeri dada, batuk dan demam. Gejala klinis dan radiologi yang dimiliki mirip
dengan malignansi TB. Apabila bakteri dari paru-paru menyebar ke kulit, dapat ditemukan
beberapa saluran sinus pada kulit bagian thoraks. Infeksi juga dapat menyebar ke tulang iga dan
membentuk osteomielitis.3,4
3. Aktinomikosis abdominal
Aktinomikosis abdominal meliputi 20% dari kasus aktinomikosis dan paling sering
terjadi di regio iliosekal, namun bagian primer yang terinfeksi adalah esofagus, lambung dan
anorektal. Pada aktinomikosis tipe ini, organ yang paling sering terkena infeksi adalah apendiks,
diikuti kolon, lambung dan hepar. Penderita yang terkena aktinomikosis tipe ini sering
bermanifestasi seperti gejala apendisitis yaitu demam, teraba massa dan nyeri tekan pada bagian
kuadran kanan bawah abdomen serta leukositosis.2,4,6
Pada pemeriksaan CT-Scan dapat ditemukan massa atau pembesaran kelenjar lunak pada
organ yang terinfeksi. Namun, diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi
untuk membedakan penyakit ini dengan neoplasma atau infeksi lain. Massa pada lesi diambil
menggunakan tekhnik aspirasi jarum halus. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan granul
sulfur dengan pewarnaan Giemsa.1,2
Lesi yang terinfeksi juga dapat membentuk sinus ke pelvis atau fistel in ano. Penyebaran
organisme ini ke hepar dapat menyebabkan gejala ikterus dan terbentuk massa intrahepatik atau
abses hepar yang multipel dan menyerupai neoplasma. Organisme ini juga dapat menyebar ke
ovarium, ginjal, kandung kemih atau tulang belakang. Pada keadaan kronik, dapat terbentuk
saluran yang menyambung langsung ke kulit dan menjadi saluran sinus yang purulen.2,7
4. Aktinomikosis pelvis
Aktinomikosis pelvis sering terjadi pada penggunaan IUD jangka lama, prolaps uteri dan
aborsi septik. Pada tipe ini, gejala klinis yang sering muncul adalah keluarnya cairan dari vagina,
pembengkakan lokal, pembentukan abses, massa tuba-ovari dan terjadinya penyakit infeksi
pelvis dengan gejala kaku pada pelvis dan mirip keganasan. Penyakit ini umumnya tidak
memberikan manifestasi pada kulit. Selain itu, terdapat juga gejala yang tidak spesifik seperti
nyeri pada bagian bawah abdomen, demam dan perdarahan vaginal di luar siklus menstrual.3,8,9,11
Pasien pengguna IUD dengan gejala inflamasi pada pelvis dapat dicurigai adanya infeksi
Actinomyces aktif. Sebuah studi melaporkan bahwa A. israelii menginfeksi rata-rata 1,6%11,6%
pengguna IUD di seluruh dunia. Penggunaan IUD jangka panjang melebih 5 tahun merupakan
faktor resiko terjadinya infeksi. Pada pemakaian IUD dapat terjadi inflamasi ringan yang
menyebabkan perubahan dan nekrosis pada endometrium. Proses ini akan mencetuskan
terbentuknya keadaan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan Actinomyces israelii dan bakteri
anaerob yang lainnya.1,6,7
Pada pembiakan kultur dari lesi yang dibiakkan akan ditemukan filamen Gram positif dan koloni
aktinomises. Kultur ini menggunakan media anaerob seperti thioglycollate selama 14 hari.
Sedangkan pada Sporotrikosis ditemukan pengelompokan konidia.2
Gambar 4. Gambaran granul sulfur pada pemeriksaan histology aktinomikosis
Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya proses inflamasi yang spesifik. Tetapi
biasanya ada leukositosis, polimorfonuklear predominan, atau anemia normokrom.5
II.7. Diagnosis
Diagnosis aktinomikosis sulit ditentukan hanya dari gejala klinik saja. Dibutuhkan
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi, maupun pemeriksaan kultur untuk
menegakkan diagnosis aktinomikosis. Pada aktinomikosis servikofasialis, pasien datang dengan
keluhan adanya fistula pada daerah kepala dan leher, tapi umumnya pada daerah perimandibular,
disertai adanya edema, pembengkakan jaringan lunak, pembentukan abses serta gejala umum
seperti demam dan penurunan berat badan. Periode inkubasi sekitar 2 bulan sampai 1 tahun. Pada
pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya granuloma aktinomises, jaringan perifer
bergranul dan berisi sel plasma, fibroblast, sel giant, dan pembuluh darah, dan keseluruhan
membentuk infiltrat polimorfonuklear.3
Pada aktinomikosis thorakal, pasien datang dengan batuk, hemoptisis, keringat malam,
dan penurunan berat badan. Tidak ada perubahan pada kulit. Pasien mengalami nyeri dada dan
demam yang berlangsung lama. Pada pemeriksaan sputum, ditemukan filamen aktinomises.
Biasanya tampak granul sulfur dengan koloni sederhana. Pada pemeriksaan radiologi, dapat
menyerupai kelainan paru-paru lain seperti infeksi maupun metastasis tumor. Pemeriksaan darah
dapat menunjukkan leukositosis, polimorfonuklear dominan, dan anemia normokrom.5
Pada aktinomikosis abdominal, pasien datang dengan nyeri perut kronis, demam, muntah
diare atau konstipasi, dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan darah tidak menunjukkan
proses inflamasi yang spesifik yang berhubungan dengan keganasan, penyakit infeksi usus,
maupun penyakit infeksi lain. CT-Scan abdomen merupakan modalitas yang dianjurkan.
Pemeriksaan tersebut memberikan gambaran lesi massa yang padat. MRI juga merupakan
modalitas lain yang memberikan gambaran adanya fistula pada daerah perianal. Sama dengan
pemeriksaan histopatalogi aktinomikosis yang lain, memberikan gambaran adanya granul sulfur
dari aktinomises.1,3
Pada aktinomikosis pelvik umumnya disebabkan karena penggunaan IUD yang lama.
Gejalanya seperti nyeri abdomen atau nyeri pelvik, demam, penurunan berat badan, keluar cairan
maupun darah dari vagina. Pemeriksaan kultur dari aspirasi abses dan apusan servikal
memberikan karakteristik filamen gram positif dan adanya granul sulfur dengan pemberian
metilen blue 1%. Anemia dan leukositosis dapat ditemukan pada pemeriksaan darah. Pada kasus
yang berat, pemeriksaan radiologi (CT-Scan) memberikan gambaran sebuah proses keganasan
sehingga harus dilakukan pembedahan kompleks.1
II.8. Terapi
Pada penderita dengan alergi penisilin dapat menggunakan alternatif antibiotik lini
pertama termasuk amoksisilin, tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, eritromisin, dan klindamisin.
Berikut ini adalah dosis dari masing-masing antibiotik yang dapat digunakan sebagai alternatif:
Eritromisin: 2-4g/hari intravena, diberikan setiap 6 jam atau 1-2g/hari peroral, diberikan
setiap 6 jam
Klindamisin: 600 mg intravena, diberikan setiap 8 jam atau 1.2-1.8g/hari peroral, diberikan
setiap 6-8jam.1
II.9. Prognosis
Karena aktinomikosis bersifat progresif, prognosis tergantung pada tahap di mana infeksi
didiagnosa dan diobati. Meskipun perbaikan lambat dan membutuhkan terapi antibiotik selama
berbulan-bulan, kebanyakan individu dapat pulih. Aktinomikosis servikofasial adalah yang
paling mudah diobati. Prognosis kurang menggembirakan pada aktinomikosis toraks dan
abdomen atau ketika infeksi yang meluas terjadi. Jika infeksi tidak sepenuhnya dihilangkan,
individu berisiko untuk relaps dalam bentuk yang lebih parah. Infeksi yang tidak diobati dapat
menyebabkan cedera jaringan luas atau kematian. 1,4
II.9. Komplikasi
Abses otak
Endokarditis
Meningitis
Osteomielitis
Abses yang terjadi sebagai akibat dari aktinomikosis yang dapat berkembang di berbagai
tempat di tubuh, termasuk paru-paru. Abses dapat menyebar dengan mudah dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh yang lain.3,4
Actinomyces dapat memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, menyebabkan
infeksi dalam darah (sepsis), dalam selaput otak tulang belakang (meningitis bakteri), dalam otak
(abses otak), atau di hati. Meskipun jarang, komplikasi ini sering fatal. Aktinomikosis yang
melibatkan wajah atau leher dapat menyebar ke gusi, tulang rahang, telinga tengah (otitis media),
tulang rusuk, atau tulang belakang (osteomielitis). Aktinomikosis paru dapat menyebabkan
pneumonia. 1,5
DAFTAR PUSTAKA
2. Budimulja U.. Mikosis. Dalam Djuanda A, Hamzah M, dan Aisah, S, eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal. 89-100
3. James WD, Berger TG, Elston DM, eds. Andrews Disease of the Skin, Clinical Dermatology.
11th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.
5. Wong V.K.. Actinomycosis: Clinical Review. The BMJ. 2011. Diakses dari
http://www.bmj.com/content/343/bmj.d6099 pada tanggal 26 Oktober 2016