Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan


tubuh, pelindung organ tubuh. Tulang juga memungkinkan gerakan dan dapat
berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, tetapi fungsi-fungsi dari
tersebut bisa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang
menyebabkan patah tulang atau fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh
darah, otot dan persarafan. Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur
femur meningkat secara eksponensial. Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi,
fraktur femur menyebabkan peningkatan biaya kesehatan.
Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap
menjadi tantangan bagi ahli orthopaedi. Walaupun penatalaksanaan di bidang
orthopaedi dan geriatri telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun
pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga
keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi.
Penatalaksanaan fraktur femur harus dilaksanakan secepat dan sebaik mungkin
karena jika ada gangguan suplai darah ke kaput femur yang tidak dikontrol
dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular
nekrosis. (1)
Fraktur collum femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur
pada wanita usia lanjut. Ada beberapa variasi insidens terhadap rasial. Fraktur
collum femur lebih banyak pada population orang putih di Eropa dan Amerika
Utara. Insidensi meningkat dengan usia. Sebagian besar pasien adalah wanita
berusia delapan puluh atau sembilan puluhan, dan kaitannya dengan osteoporosis
demikian nyata sehingga insidensi fraktur leher femur digunakan sebagai ukuran
osteoporosis yang berkaitan dengan umur dalam pengkajian kependudukan. (2)

Namun hal ini bukan semata-mata akibat penuaan; fraktur cenderung


terjadi pada penderita osteopenia diatas rata-rata, banyak diantaranya mengalami
kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang
misalnya osteomalsia, diabetes, stroke, alkoholisme dan penyakit kronis lain.
Beberapa keadaan tadi juga menyebabkan meningkatnya kecenderungan jatuh.
Fraktur collum femur juga dapat terjadi pada usia dewasa muda yang memiliki
aktivitas fisik yang berat. Sebaliknya, fraktur collum femur jarang terjadi pada
orang-orang negroid. (3)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Femur

Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter
minor. Caput membentuk kira-kira dua pertiga dari bulatan daan bersendi dengan
aceraulum os coxae untuk membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, untuk tempat melekatnya ligamentum
capitis femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari a. Obturatoria
dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.
Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus, berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut sekitar 125 derajat (pada perempuan
lebih kecil) dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat
berubah akibat adanya penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara collum
dan corpus. Linea intertrochanterica menghbungkan kedua trochanter ini di bagian
anterior, tempat melekatnya ligamantum iliofemorale, dan di bagian posterior oleh
crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista terdapat tuberculum
quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan
permukaan posteriornya mempunyai rigu, disebut linea aspera. Pada linea ini
melekat otot-otot dan septa intermuscularis. Pinggir-pinggir linea melebar ke arah
atas dan bawah. Pinggir medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris
medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medialis. Pinggir
lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista ssupracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior corpus, di bawah trochanter major tempat tuberositas glutea
untuk tempat melekatnya Gluteus maximus. Corpus melebar ke arah ujung
distalnya dan membentuk daerah segitiga dasar pada permukaan posteriornya,
disebut facies poplitea.
Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondyaris. Permukaan anterior
condylus bersatu dengan facies articuaris patella. Kedua condyli ikut serta dalam
pembentukan articulatio genus. Di atas condyli terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis. (4)
Beberapa otot-otot besar melekat pada femur. Di bagian proksimal, m.
gluteus medius dan minimus melekat pada trochanter mayor, mengakibatkan
abduksi pada fraktur femur. M. iliopsoas melekat pada trochanter minor,
mengakibatkan adanya rotasi internal dan eksternal pada fraktur femur. Linea
aspera (garis kasar pada bagian posterior dari corpus femoris) memperkuat
kekuatan dan tempat menempelnya m. gluteus maksimus, adductor magnus,
adductor brevis, vastus lateralis, vastus medialis, dan caput brevis m. biceps
femoris. Di bagian distal, m. adductor magnus melekat pada sisi medial,
menyebabkan deformitas apeks lateral pada fraktur femur. Caput medial dan
lateral m. gastrocnemius melekat di femoral condylus femoral posterior,
menyebabkan deformitas fleksi pada fraktur sepertiga distal femur (3)
2.2. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh
rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang. (5)
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
membengkok, memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun
tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan
Tulang femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat yang
dimiliki tubuh yang berfungsi penting untuk mobilisasi atau berjalan. Tulang
femur terdiri dari tiga bagian, yaitu corpus femoris atau diafisis, metafisis
proksimal, dan distal metafisis. Corpus femoris berbentuk tubular dengan sedikit
lengkungan ke arah anterior, yang membentang dari trochanter minor melebar ke
arah condylus. Selama menahan berat tubuh, lengkung anterior menghasilkan
gaya kompresi pada sisi medial dan gaya tarik pada sisi lateral. Struktur femur
adalah struktur tulang untuk berdiri dan berjalan, dan femur menumpu berbagai
gaya selama berjalan, termasuk beban aksial, membungkuk, dan gaya torsial.
Selama kontraksi, otot-otot besar mengelilingi femur dan menyerap sebagian
besar gaya. (3)
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada
bagian proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian
distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari
intertrokanter. (6)

3. Epidemiologi

Fraktur stress pada collum femur sangat jarang, tetapi menghasilkan


dampak yang buruk, 5-10% fraktur stress terjadi dikarenakan fraktur pada collum
femur. Kelompok tertentu seperti atlet, termasuk pelari jarak jauh yang tiba-tiba
menambah atau mengubah aktivitas memiliki prevalensi yang tinggi dibandingkan
populasi pada umumnya.
Brukner melaporkan bahwa perempuan memiliki tingkat yang lebih
tinggi dari fraktur stres dibandingkan pria, kesalahan Pelatihan merupakan faktor
risiko yang paling umum, termasuk peningkatan mendadak dalam jumlah atau
intensitas pelatihan dan pengenalan aktivitas baru.
Sejumlah faktor mempengaruhi populasi lansia untuk patah tulang,
termasuk osteoporosis, gizi buruk, penurunan aktivitas fisik, gangguan
penglihatan, penyakit neurologis, keseimbangan yang buruk, dan atrofi otot. Patah
tulang panggul yang umum dan sering mengenai pada populasi geriatri. (7)
Koval dan Zuckerman mencatat kejadian yang disesuaikan menurut
umur fraktur collum femur di Amerika Serikat adalah 63,3 kasus per 100.000
orang-tahun untuk perempuan dan 27,7 kasus per 100.000 orang-tahun untuk pria.
(8) Umur fraktur collum femur pada pasien usia lanjut terjadi paling umum
setelah jatuh ringan atau cedera memutar, dan mereka lebih sering terjadi pada
wanita. Selain itu, Joshi et al mencatat fraktur stres collum femoralis ipsilateral
sebagai konsekuensi langka artroplasti lutut total. (9)
Di Indonesia sendiri dari penelitian yang dilakukan di RS dr. Soetomo
Surabaya dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita fraktur collum femur
berjenis kelamin laki laki. Hal ini besar kaitannya dengan sebagian besar
penyebab fraktur collum femur yang disebabkan oleh trauma, baik trauma karena
kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja. Dari usia penderita tidak
ditemukan adanya kelompok usia yang menonjol, namun yang jelas adalah
hampir semuanya dalam usia produktif sehingga penanganan yang optimal sangat
diperlukan supaya dapat kembali ke produktivitasnya semula. (10)

4. Klasifikasi
Menurut lokasi fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan
basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau intrakapsular;
fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler.
Patah tulang intrakapsuler umumnya sukar mengalami pertautan dan
cenderung terjadi nekrosis avaskular kaput femur. Perdarahan kolum yang terletak
intraartikuler dan pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa
femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber pendarahan ini putus pada patah
tulang intraartikuler.

Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan dan
sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter
cukup kaya pendarahannya, karena mendapat darah dari simpai sendi, periost, dan
a. nutrisia diafisis femur.
Patah tulang collum femur yang terletak intraartikuler sukar sembuh
karena bagian proksimal pendarahannya sangat terbatas, sehingga memerlukan
fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama. Semua patah tulang di daerah ini
umumnya tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur
ini, kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang subservikal atau yang basal.
1. Klasifikasi menurut Garden
Tingkat I : fraktur inkomlit (abduksi dan terimpaksi)
Tingkat II : fraktur lengkap tanpa pergeseran
Tingkat III : fraktur dengan pergeseran sebagian
Tingkat IV : fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada
bagian segmen yang bersinggungan. (11)

2. Klasifikasi menurut Pauwel


Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak. (11)
5. Gambaran klinik
Pada pemeriksaan fisik, fraktur collum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal
sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa
memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan
mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri
bila pinggul digerakkan.

6. Pemeriksaan Fraktur Femur


Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap
mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma;
pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imaging
menggunakan foto polos sinar-x.
1 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda-
tanda syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain,
misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam
rongga toraks, panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien
terancam, lakukan resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien.
Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi
lain, misalnya pada fraktur patologis sebagai salah satu penyebab
terjadinya fraktur.
Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining
awal dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:
a. Inspeksi (Look)
1 Bandingkan dengan bagian yang sehat
2 Perhatikan posisi anggota gerak
3 Keadaan umum penderita secara keseluruhan
4 Ekspresi wajah karena nyeri
5 Lidah kering atau basah
6 Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada
seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
7 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
8 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
9 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
10 Perhatikan kondisi mental penderita
11 Keadaan vaskularisasi (3)

b. Palpasi/Raba (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
palpasi adalah sebagai berikut:
1. Temperatur setempat yang meningkat
2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
5. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang
tungkai

c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan
secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada
jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

7. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutny.

8. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya
fraktur sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta
ekstensi fraktur, untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang,
untuk melihat benda asingmisalnya peluru, dan tentunya untuk menentukan
teknik pengobatan atau terapi yang tepat.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two,
yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di
atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-
anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur
epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi. (3)

9. Tatalaksana
Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terapi konservatif
dengan indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif
hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua
karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat
pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan,
yaitu pemasangan pin, pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang
dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti,
herniartroplasti, dan artroplasti total (12)

Sebuah grup kerja di Hungaria intensif ditangani dengan masalah patah


tulang collum femur dan pengobatan bedah,. Manninger et al, mempelajari dari
740 pasien yang menjalani perawatan bedah di Central Research Institute of
Budapest antara 1972 dan 1977. Mereka berkesimpulan bahwa nekrosis avaskular
head femur dapat secara signifikan dikurangi melalui tindakan bedah dengan
pengurangan dan fiksasi fraktur yang dilakukan dalam waktu enam jam setelah
trauma . (13)
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher
femur baik orang dewasa muda maupun dewasa tua karena :

1 Perlu reduksi yang akurat dan stabil

2 Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah


komplikasi paru-paru dan ulkus dekubitus.

Fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi interna. Fraktur
yang terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu terdapat resiko pergeseran
pada fraktur-fraktur itu, sekalipun berada di tempat tidur; jadi fiksasi akan lebih
aman.
Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas
dini. Bila pasien dibawah anestesi, pinggul dan lutut difleksikan dan paha yang
mengalami fraktur ditarik ke atas, kemudian dirotasikan secara internal, lalu
diekstensikan dan diabduksi; akhirnya kaki diikat pada footpiece. Pengawasan
dengan sinar-X diguanakan untuk memastikan reduksi pada foto anteroposterior
dan lateral. Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV; fiksasi
pada fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan. Kalau fraktur
stadium III dan IV tidak dapat direduksi secara tertutup, dan pasien berumur
dibawah 60 tahun, dianjurkan untuk melakukan reduksi terbuka melalui
pendekatan anterolateral.
Tetapi, pada pasien tua (yang berusia lebih dari 70 tahun) cara ini jarang
diperbolehkan; kalau dua usaha yang cermat untuk melakukan reduksi tertutup
gagal, lebih baik dilaksanakan pergantian prostetik.
Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau skrup berkanula
atau, kadang-kadang dengan sekrup kompresi geser (sekrup pinggul yang
dinamis) yang ditempelkan pada batang femur. Insisi lateral digunakan untuk
membuka femur bagian atas. Kawat pemandu, yang disisipkan di bawah kendali
fluoroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat pengikat telah
tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi; keduanya harus terletak sejajar dan
memanjang sampai plat tulang subkondral; pada foto lateral keduanya berada di
tengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteroposterior sekrup distal
terletak pada dengan korteks inferior leher.

Bila tidak dilakukan operasi ini cara konservatif terbaik adalah langsung
immobilisasi dengan pemberian anastesi dalam sendi dan bantuan tongkat.
Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga
penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan,
serta sedikit pemendekan.
Sejak hari pertama pasien harus duduk di tempat tidur atau kursi. Dia
dilatih melakukan latihan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan memulai
berjalan (dengan alat penopang atau alat berjalan) secepat mungkin. Secara
teoritis, idealnya adalah menunda penahanan beban, tetapi ini jarang dapat
dipraktekkan.
Jenis-jenis operasi :
1 Pemasangan pin
2 Pemasangan plate and screw
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan
IV tak dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Karena
itu, kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien
yang berumur dibawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk pasien
yang sangat tua dan sangat lemah dan pasien yang gagal menjalani reduksi
tertutup. Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau
prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukkan dengan pendekatan posterior.
Penggantian pinggul total mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama
beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan asetabulum, atau pada pasien
dengan penyakit metastatik atau penyakit paget.
Artroplasti; dilakukan pada penderita umur diatas 55 tahun, berupa :
1 Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)
2 Hemiartroplasti
3 Artroplasti total

Pada pasien yang relatif muda, terdapat tiga prosedur, yaitu :

1 Kalau fraktur terlalu vertikal, tetapi kaput tetap hidup, osteotomi


subtrokanter dengan fiksasi paku-plat mengubah garis fraktur sehingga
membentuk sudut yang lebih horizontal.

2 Kalau reduksi atau fiksasi salah dan tidak terdapat tanda-tanda nekrosis,
sekrup itu pantas dibuang, fraktur direduksi, sekrup yang baru disisipkan
dengan bener dan juga menyisipkan cangkokan fibula pada fraktur itu;

3 Kalau kaput bersifat avaskular, kaput ini dapat diganti dengan prostesis
logam; kalau sudah terdapat atritis, diperlukan pergantian total.

Pada pasien yang berusia lanjut, hanya dua proses yang harus dipertimbanagkan,
yaitu ;
1 Kalau nyeri tidak hebat, pengankatan tumit dan penggunaan tongkat yang
kuat atau kruk penopang siku sering sudah mencukupi.

2 Kalau nyerimya hebat, maka tak perduli apakah caput avaskular atau tidak,
kaput ini terbaik dibuang; kalau pasien cukup sehat, dilakukan pergantian
sendi total.

2. 10. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1 Komplikasi yang bersifat umum ; trombosis vena, emboli paru,


pneumonia, dekubitus
2 Nekrosis avaskuler kaput femur
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang
disertai pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada
cara untuk mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa
minggu kemudian, scan nanokoloid dapat memperlihatkan
berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada sinar-X, meningkatnya
kepadatan pada kaput femoris mungkin tidak nyata selama berbualan-
bulan atau bahkan bertahun-tahun. Baik fraktur itu menyatu atau tidak,
kolapsnya kaput femoris akan menyebabkan nyeri dan semakin
hilangnya fungsi. Apabila lokalisasi fraktur lebih ke proksimal maka
kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskular lebih besar.

Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal


pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian
diganti dengan protesis metal.

3 Nonunion
Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat
mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi
lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini
disebabkan kareana vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak
adekuat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur adalah intra-
artikuler.

Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau


sekrup menjebol keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien
mengeluh nyeri, tungkai memendek dan sukar berjalan. Metode
pengobatan nekrosis avaskuler tergantung penyebab terjadinya
nonunion dan umur penderita.

4 Osteoartritis

Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau


nekrosis avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi
dan kerusakan meluas ke permukaan sendi, diperlukan pergantian
sendi total.

5 Anggota gerak memendek


6 Malunion
7 Malrotasi berupa rotasi eksterna
8 Koksavara (14)

11. Prognosis
Fraktur collum femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur
dengan prognosis yang tidak terlalu baik, disebabkan oleh anatomi collum femur
itu sendiri, vaskularisasinya yang cenderung ikut mengalami cedera pada cedera
neck femur, serta letaknya yang intrakapsuler menyebabkan gangguan pada proses
penyembuhan tulang. (15)
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur femur
adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Fraktur collum femoris adalah terputusnya tulang pada daerah collum
femur. Fraktur collum femoris sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih
sering terjadi pada wanita. Pada umumnya disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Tidak jarang
juga fraktur collum femoris ini terjadi akibat trauma kecil yaitu pada saat berjalan,
dimana gaya dari berat badan dibebankan pada satu tungkai yang diteruskan
kebagian sentral tubuh.
Penyebab fraktur femur sendiri meliputi cedera traumatik, fraktur
patologik dan terjadi secara spontan. Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien
dengan fraktur femur, yakni deformitas, bengkak (edema), ekimosis dari
perdarahan subculaneous, spasme otot (spasme involunters dekat fraktur),
tenderness, nyeri, kehilangan sensasi, pergerakan abnormal, dan syok
hipovolemik, serta krepitasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Staff Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7.
2. Fractures and dislocations: closed management, Volume 2, John F. Connolly,
Saunders; 1995
3. Apley GA, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ke-
7. Jakarta, 1995. Widya Medika
4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Ed.6. EGC; Jakarta. 2006
5. American College of Surgeon Committee of Trauma (ACSCOT). 2008.
Advanced Trauma Life Support for Doctor. Chicago: ATLS Student Course
Manual.
6. Hoppenfeld S, Murthy VL. Treatment & Rehabilitation of Fractures.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.
7. Lakstein D, Hendel D, Haimovich Y, Feldbrin Z. Changes in the pattern of
fractures of the hip in patients 60 years of age and older between 2001 and 2010:
A radiological review. Bone Joint J. 2013 Sep. 95-B(9):1250-4
8. Koval KJ, Zuckerman JD. Hip fractures: I. Overview and evaluation and
treatment of femoral-neck fractures.J Am Acad Orthop Surg. 1994 May. 2(3):141-
149.

9. Joshi N, Pidemunt G, Carrera L, Navarro-Quilis A. Stress fracture of the femoral


neck as a complication of total knee arthroplasty. J Arthroplasty. 2005 Apr.
20(3):392-5.
10. Long Term Follow Up Evaluation Fibular Auto Strut Graft In Femoral Neck
Fracture At Soetomo General Hospital Surabaya, Iwan Sutanto, A. Sjarwani.
Journal Unair. 2010
11. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company,
2001. 53-63.
12. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4 th Edition. Mosby
Elsevier. United States. 2007. Page 408-410
13. Fractures of the Femoral Neck, t. Lein, p. Bula, j. Jeffries, k. Engler, f. Bonnaire,
acta chirurgiae orthopaedicae et traumatologiae echosl., 78, 2011, p. 1019
14. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif
Watampone; 2007
15. Leighton RK, Fractures of the Neck of the Femur. Rockwood and Greens
Fracture in Adults, 6 th edition, 2006, Lippincot William and Wilkins, pp 1754-
1788
16. Nayagam S, Injuries of the Hip and Femur. Apleys System of Orthopedic and
Fractures. Hodder Arnold, London, United Kingdom 2010 pp 843-874

Anda mungkin juga menyukai