Anda di halaman 1dari 11

Purwaning Rohmah

S1 P.BIO off A 2015


150341600847
Malang, 31 Januari 2017

Judul : Landasan Filosofis dan Pendekatan Pembelajaran RESUME


Kurikulum di Indonesia 2 13=1
Tujuan : - Untuk memenuhi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran
- Untuk mempelajari dan memahami Landasan Filosofis dan
Pendekatan Pembelajaran Kurikulum di Indonesia

Landasan Filosofis dan Pendekatan Pembelajaran Kurikulum di


Indonesia

Pengertian Kurikulum dan


Landasan Filosofis dan
Landasan
Pendekatan Pembelajaran
Landasan-landasan
Kurikulum di Indonesia
Kurikulum
Landasan Filosofis

Pendekatan Pembelajaran
Kurikulum

A. Pengertian Kurikulum dan Landasan

Kurikulum secara bahasa berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat
berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia olah raga yaitu jarak yang
harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start hingga finish. Sedangkan
secara istilah banyak diantara ilmuan ilmuan terdahulu yang mengemukakan
pendapatnya akan definisi dari sebuah kurikulum ini yang terus berkembang
pengertian itu seiring dengan perkembangan zaman. Diantara salah satu dari
pendapatnya yaitu William C. Bagley megatakan (the curriculum).. is a
storehouse of organized race experience, conserved (until) needed in the
constructive solution of new and antired problems.Selanjutnya menurut Saylor,
Alexander dan Lewis menganggap bahwa kurikulum sebagai segala upaya
sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di
halaman sekolah, maupun di luar sekolah. Namun dalam kesehariannya banyak
yang mengartikan bahwa kurikulum adalah rencana pendidikan, mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah, namun yang populer yaitu the of a school is all
experiences that pupils have under the guadience of teh school yaitu segala
pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah. Definisi yang mirip
seperti itu diberikan antara lain oleh Harold Alberty, John Kerr dan lain-lain.
Adapun pengertian landasan Menurut Hornby c. s. dalam The anvance
leaners dictionaru of current English mengemukakan definisi landasan sebagai
berikut :faoudation . that on which an idea or belief rest an underlying
principles as the foundations of religious belie the basis or starting point. Jadi
menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi
sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu. Contohnya dalam agama islam
yang menjadi landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah kepada
Allah SWT adalah al-quran dan sunnah. Jadi, landasan kurikulum dapat diartikan
sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan dan menjadi
sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.

B. Landasan-Landasan Kurikulum

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat


signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan
gedung atau rumah yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat,
maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan
tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila
tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah
terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta
didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum
diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan
kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the
individual danlearning theory. Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam
bukunya Pengembangan Kurikulum yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya
menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar
untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi, asas
organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan
pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas psikologis yang
memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek
serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai
oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. Serta Nana Syaodih Sukmadinata
berpendapat dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik
bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlepas dari itu semua
bahwa pada intinya semua sama. Dapat disederhanakan bahwa ketiga pendapat
diatas semuanya berpendapat sama sehingga dapat saling melengkapi. Untuk itu
empat landasan tersebut dapat dijadikan landasan utama dalam pengembangn
kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, sosiologis, budaya, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan landasan organisatoris.
- Landasan Filosofis

Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan


peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut
terlibat isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung.
Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi
pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yag mendasar, yang esensial
yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijaksanaan (love of
wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan
berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia
harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses
berpikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran
demikian dalam berfilsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir
sampai ke akar-akarnya (radic berarti akar). Filsafat mencakup keseluruhan
pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan
yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya.
Sering dikatakan dan sudah menjadi terkenal dalam dunia keilmuan bahwa filsafat
merupakan ibu dari segala ilmu, pada hakikatnya filsafat jugalah yang
menentukan tujuan umum pendidikan.
Berdasarkan luas lingkup yng menjadi objek kajiannya, filsafat dapat dibagi
dalam dua cabang besar, yaitu filsafat umum atau filsafat murni dan filsafat
khusus atau terapan, sedangkan filsafat umum juga terbagi menjadi tiga bagian
lagi yaitu :
Metafisika, membahas hakikat kenyataan atau realitas yang meliputi metafisika
umum atau ontology, dan metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat
alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat
manusia).
Epistemologi dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan,
metode mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan batas-batas
pengetahuan) dan hakikat penalaran (deduktif dan induktif).
Aksiologi, membahas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakikat
kebaikan), dan estetika (hakikat keindahan).

Adapun cabang cabang filsafat khusus atau terapan, pembagiannya


didasarkan pada kekhususan objeknya antara lain : filsafat hukum, filsafat sejarah,
filsafat ilmu, filsafat religi, filsafat moral, dan filsafat pendidikan.
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup
sutu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan
falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu,
terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu Negara
dengan filasafat Negara yang dianutnya. Sebagai contoh, pada waktu Indonesia
dijajah oleh Belanda, maka kurikulum yang dianut pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat Negara
kita dijajah oleh Jepang, maka kurikulum yang dianutnya juga berorientasi kepada
kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh Jepang tersebut. Setelah Indonesia
merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, Indonesia menggunakan pancasila sebagai
dasar dan falsafah hidup bermasyarakat, berbangsa dn bernegara, maka kurikulum
pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Perumusan
tujuan pendidikan, penyususnan program pendidikan, pemilihan dan penggunaan
pendekatan atau strategi pendidikan, peranan yang harus dilakukan
pendidik/peserta didik juga harus sesuai dengan falsafah bangsa ini yaitu
pancasila.

- Aliran-aliran filsafat pendidikan


Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai landasan berfikir.
Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab pemasalahan-
permasalahan sekitar bagaimana seharusnya tujuan pendidikan itu dirumuskan, isi
atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada peserta
didik, metode apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan,
dan bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik.
Jawaban atas permasalahan permasalahan tersebut akan sangat bergantung
pada landasan filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik
tolak pengembangan kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-
konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistemologi, logika, dan aksiologi
berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan
pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan,peran pendidik dan peserta didik.
Konsep metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan terutama
tujuan umum pendidikan yang rumusannya ideal dan umum, konsep hakikat
manusia berimplikasi khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik,
konsep hakikat pengetahuan berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan, dan
konsep aksiologi berimplikasi terutama terhadap perumusan tujuan umum
pendidikan.
Keberadan aliran-aliran filsafat dalam pengembangan kurikulum di Indonesia
dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan dan
dikaji terlebih dahulu kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa
Indonesia, karena tidak semua konsep aliran filsafat dapat diadopsi dan diterapkan
dalam sistem pendidikan di Indonesia. Di antara aliran-aliran tersebut yaitu :

a) Aliran Progresivisme dan pragmatisme


Aliran progresevisme mengakui dan berusaha mengembangkan asasnya dalam
semua realita kehidupan, dengan tujuan agar semua manusia dapat bertahan
menghadapi semua tantangan hidup. Sedangkan menurut aliran pragmatisme,
suatu keterangan itu baru dikatakan benar jika sesuai dengan realitas, atau suatu
keterangan akan dikatakan benar kalau sesuai dengan kenyataannya.
Kedua aliran ini dipelopori oleh William james dan John Dewey, salah satu
sumbangan besar yang mereka berikan dalam perkembangan pendidikan di abad
modern ini khususnya kurikulum yaitu, menurut aliran progresivisme tentang
kurikulum mengehendaki sekolah yang memiliki kurikulum yang bersifat
fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, dan tidak terikat oleh doktrin
tertentu, luas dan terbuka). Dengan berpijak pada prinsip ini, kurikulum dapat
direvisi dan dievaluasi setiap saat, sesuai dengan kebutuhan. Sifat kurikulumnya
adalah eksperimental atau tipe core curriculum, yaitu kurikulum yang dipusatkan
pada pengalaman yang didasarkan atas kehidupan manusia dalam berinteraksi
dengan lingkungan yang kompleks.

b) Aliran Esensialisme
Aliran ini didasarkan oleh nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Nilai-nilai yang
dimaksud ialah yang berasal dari kebudayaan dan falsafat yang korelatif selama
empat abad belakangan, yaitu sejak zaman renaissance, sebagai pangkal
timbulnya pandangan esensialisme adat.
Aliran ini menghendaki adanya kurikulum yang memuat mata pelajaran
yang dapat menghantarkan manusia agar dapat menghayati nilai-nilai kebenaran
yang berasal dari tuhan. Kurikulum menurut aliran ini berpangkal pada landasan
ideal dan organisasi yang kuat. Herman Harrel Home, salah satu tokoh dari aliran
ini berpendapat bahwa kurikulum hendaknya bersendikan atas fundamental
tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal.
Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditunjukan kepada yang serba
baik.

c) Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Pandangan tentang ontologi, epistemologi, dan aksiologi yang menjadi dasar bagi
pengembangan konsep kurikulum yaitu, dari segi ontologi, mereka berpendapat
bahwa realita itu bersifat universal, ada dimana-mana dan sama setiap tempat.
Dari segi epistemologi, untuk memahami realita memerlukan asas tahu,
maksudnya kita tidak mungkin memahami realita tanpa terlebih dahulu melalui
proses pengalaman dan hubungan dengan realitas terlebih dahulu melalui
penemuan ilmu pengetahuan. Sedangkan dari segi aksiologinya, bahwa dalam
proses interaksi sesama manusia diperlukan nilai-nilai. Begitu juga dalam
hubungan manusia dengan alam semesta, prosesnya tidak mungkin dilakukan
dengan sikap netral.

d) Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan paham yang berpusat pada manusia individu
yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas/kreatif , seseorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran itu bersifat relative, dan karenanya itu
masing masing individu bebas menetukan mana yang benar atau salah .
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang
hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami
dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: Bagaimana saya hidup di dunia? Apa
pengalaman itu?

e) Aliran Perenialisme
Perenial berarti abadi , aliran ini beranggapan bahwa beberapa gagasan
telah bertahan selama berabad abad dan masih relevan saat ini seperti pada saat
gagasan tersebut baru ditemukan. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial
tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran
absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini
lebih berorientasi ke masa lalu.

- Pendekatan Pembelajaran Kurikulum

Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat


dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: (1) pendekatan sains; (2)
pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).

1. Pendekatan Sains

Pendekatan sains yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan


dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin
ilmu tertentu sebagai dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan
yaitu dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat,
baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat
diiris-iris menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau
ilmu, dengan berbagai cabangnya, seperti: (1) sosiologi pendidikan; suatu cabang
ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji
faktor-faktor sosial dalam pendidikan; (2) psikologi pendidikan; suatu cabang
ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan
perkembangan individu dalam belajar; (3) administrasi atau manajemen
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen
untuk mengkaji tentang upaya memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-
tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien; (4) teknologi
pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan
teknologi untuk mengkaji aspek metodologi dan teknik belajar yang efektif dan
efisien; (5) evaluasi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi
dari psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan
belajar siswa; (6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai
aplikasi dari beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama
psikologi.

Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang


terus semakin berkembang yang dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.

2. Pendekatan Filosofi

Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan


memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat.
Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada
pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas,
kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi
maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains.
Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber
dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan
hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan
menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu
perenungan yang lebih mendalam.

Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode


berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat
dikelompokkan ke dalam tiga model: (1) model filsafat spekulatif; (2) model
filsafat preskriptif; (3) model filsafat analitik. Filsafat spekulatif adalah cara
berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-
spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini
dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan
berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan
keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu
ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan
manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar
dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam
dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks
pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku
manusia yang bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-
kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide
atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang
dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab
dalam sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994)

Terdapat beberapa aliran dalam filsafat, diantaranya: idealisme,


materialisme, realisme dan pragmatisme (Ismaun, 2001). Aplikasi aliran-aliran
filsafat tersebut dalam pendidikan kemudian menghasilkan filsafat pendidikan,
yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut. Filsafat pendidikan akan
berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan
konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam merumuskan tujuan
dan kebijakan pendidikan. Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya
dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1) perenialisme; (2)
esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme. (Ella Yulaelawati,
2003).

- Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan


keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada
kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan
waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

- Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian


pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi
anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran
lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga
untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme
juga lebih berorientasi pada masa lalu.

- Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan


tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya
hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
- Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan
proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar
peserta didik aktif.

- Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.


Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.
Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada
progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang
pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari
pada proses.

3. Pendekatan Religi

Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori


pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya
berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan
sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-
jenis pendidikan.

Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun


filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio,
dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan
religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan
dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.

Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam


bukunya Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam mengemukakan dasar ilmu
pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai
dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal
digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan
dengan kedua sumber utamanya (Al-Quran dan Hadis), yang memang telah
terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk
pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat
kebenarannya.

Berkenaan dengan, World Conference on Muslim Education (Hasan


Langgulung, 1986) merumuskan bahwa : Education should aim at balanced
growth of the total personality of man through Mans spirit, intelellect the rational
self, feelings and bodily senses. Education should therefore cater for the growth of
man in all its aspects, spirituals, intelectual, imaginative, physical, scientific,
linguistic, both individually and collectively, and motivate all these aspects
toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of Muslim
Education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of
individual, the community and humanity at large.

Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum


pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki
jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan dan
kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu
menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains;
memiliki dan mengembangkan filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada
Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.

Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang


berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang
islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya.
(selengkapnya lihat pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan
dalam Persfektif Islam)

Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk


menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa
hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan
pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang
terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu
dengan yang lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan
multidisipliner

Daftar Rujukan

Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat
Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hasan Langgulung, 1986. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi
dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna
Ismaun. 2001. Filsafat Ilmu I. (Diktat Kuliah). Bandung: UPI Bandung.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media
Iptek.
Pertanyaan :

1. Pendekatan pembelajaran manakah yang paling baik diterapkan di


Indonesia? Mengapa?
2. Apakah mungkin 2 pendekatan yang dikombinasi untuk mendapatkan
proses pembelajaran yang lebih baik?
3. Apakah Pancasila sebaagai landasan filosofis yang diterapkan di Indonesia
tetap cocok seiring globalisasi yang semakin besar?

Anda mungkin juga menyukai