Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Latar  Belakang

Kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah yang bukan hanya meliputi
semua kegiatan yang direncanakan, melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dibawah
pengawasan sekolah.1 Semua itu digunakan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, perlu ditambahkan bahwa pendidikan nasional berakar
pada kebudayaan nasional dan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan undang
Undang Dasar 1945.2
Kurikulum dewasa ini seiring berkembangnya zaman maka semakin berkembang
pula kurikulumnya. William B. Ragan, sebagai dikutip S. Nasution, berpendapat bahwa
kurikulum meliputi seluruh program dan kehidupan di sekolah. S. Nasution menyatakan, ada
beberapa penafsiran lain tentang kurikulum. Di antaranya : pertama, kurikulum sebagai
produk (sebagai hasil pengambangan kurikulum), kedua, sebagai program (alat yang
dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), ketiga , kurikulum sebagai hal-hal yang
diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan keempat, kurikulum
sebagai pengalaman siswa.3
Mengingat pentingnya kurikulum, maka dalam pengembanganya diperlukan
landasan atau asas yang kuat, melalui pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dalam
makalah ini, kami akan mencoba mengupas sedikit tentang landasan atau asas pengembangan
kurikulum.

1 S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 5


2 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 19
3 S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LANDASAN
Menurut Hornby dalam buku” Kurikulum dan Pembelajaran” Landasan adalah
suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari.
Contohnya: seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.4
Secara bahasa landasan berarti tumpuan, dasar ataupun alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak maupun dasar pijakan. Atau dapat pula diartikan
sebagai asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak.
Landasan itu sama dengan dasar-dasar. Seringkali istilah pembinaan dan
pengembangan dalam pemakaiannya menyatu dan kabur. Pembinaan menunjukkan
pengertian bahwa suatu upaya atau kegiatan mempertahankan, penyempurnaan dan perbaikan
yang telah ada dianggap baik berdasarkan suatu ukuran/kriteria tertentu mencapai sasaran
yang diharapkan. Sedangkan Pengembangan di sini menunjukkan pada kegiatan yang
menghasilkan alat, sistem atau cara baru melalui langkah-langkah penyusunan, pelaksanaan
dan penyempurnaan atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan pengembangan
tersebut.5
Dengan demikian landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan,
landasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum.
C.  Landasan Pengembangan Kurikulum PAI
Dalam pengembangan kurikulum PAI diperlukan landasan atau asas yang kuat.
Apabila proses pengembanganya secara acak-acakan dan tidak memiliki landasan yang kuat,
maka output pendidikan yang dihasilkan tidak akan terjamin kualitasnya. Landasan
Pengembangan kurikulum PAI, pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan
dan dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau
merencanakan  suatu kurikulum lembaga pendidikan.6
Asas-asas utama dalam pengembangan kurikulum PAI yaitu asas teologis, filosofis,
psikologis, sosiokultural, ilmu pengetahuan dan teknologi.  
D. Landasan Teologis
Dasar teologis, adalah dasar yang ditetapkan nialai-nilai ilahi yang terdapat pada Al-
Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan nilai yang kebenarannya mutlak dan universal.
Prinsip dalam pendidikan Islam tentang penyusunan kurikulum menghendaki
keterkaitannya dengan sumber pokok agama yaitu al-Qur’an dan Hadis. Prinsip yang
ditetapkan Allah dan diperintahkan Rasulullah berikut ini dapat dijadikan pegangan dasar
kurikulum tersebut:
1.    Carilah segala apa yang telah dikaruniakan Allah kepadamu mengenai kehidupan di akhirat
dan janganlah kamu melupakan nasib hidupmu di dunia dan berbuatlah kebaikan
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. (Al-Qisas : 77)

4 Tim Pengembangan MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 16
5 H. Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 8
6 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
h. 57
2.    Sabda Rasulullah : Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai
ilmunya dan barang siapa menghendaki akhirat (kebahagiaan hidup di akhirat) hendaklah ia
menguasai ilmunya, dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka hendaklah ia menguasai
ilmu keduanya. (Hadist Nabi)
Dari dasar-dasar kurikulum tersebut diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan
formal yang terdapat pada kurikulum pendidikan agama Islam. Merujuk kurikulum
pendidikan formal yang terdapat di sekolah dan madrasah di Indonesia, maka batasan atau
konsep kurikulum mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional.
Dasar kurikulum secara umum dapat ditarik secara khusus ke dalam kurikulum
Pendidikan Agama Islam yang tentunya al-Qur’an sebagai dasar pokoknya.
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan pada Pancasila terutama
sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing individu. Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.7
E. Landasan Filosofis
1.  Pengertian filsafat
Seorang pengembang kuriulum dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum
harus memperhatikan falsafah, baik falsafah pengembangan, falsafah lembaga pendidikan
dan falsafah pendidik.8 secara etimologis filsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang
berarti cinta dan shophia yang berarti kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta pada
kebijaksanaan.
Pengertian umum filsafat adalah cara berfikir radikal, menyeluruh dan mendalam
atau berfikir yang mengupas sesuatu dengan sedalam-dalamnya.9 Adapun yang dimaksud
dengan filsafat sebagai landasan kurikulum adalah supaya dalam pengembangan kurikulum
didapatan dari hasil secara mendalam, analitis, melaksanakan, membina dan mengembangkan
kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana(tertulis), terlebih kurikulum dalam
bentuk pelaksanaan di sekolah/madrasah.
2. Filsafat  dan  Tujuan Pendidikan
Pandangan filsafat sangat erat dibutuhkan dalam pendidikan, tetutama dalam
menentukan arah dan tujuan pendidikan.10 Pandangan yang dianut oleh suatau bangsa/
kelompok masyarakat tertentu atau perseorangan akan sangat mempengaruhi tujuan
pendidikan yang ingin dicapai, sedangkan pendidkan sendiri pada dasarnya merupakan
rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan pendidikan
memuat pertanyaan-petanyaan mengenai berbagai kemanpuan yang diharapkan dapat
dimiliki peserta didik selaras dengan sistem nilai dan falsafah yang dianutnya. Dengan
demimkian suatu komunitas akan memiliki keterkaitan sangat erat dengan rumusan tujuan
pendidikan yang dihasilkannya.

7 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan..., h. 68


8Muhammad Zaini,  Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi, (Yogyakarta: Teras. 2009), h. 23.
9 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching,
2005), h. 34
10 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi ..., h. 34
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai dan cita-cita masyarakat, sehingga ketika
filsafat itu menjadi landasan pendidikan maka akan tergambarkan manusia ideal yang
diharapkan, karena filsafat pendidikan itu merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat
pendidikan dipengaruhi oleh dua hal, yakni: cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta
didik.11
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, terdapat beberapa pendapat yang bisa dijadikan
sebagai sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan. Herbert Spencer menggungkapkan
lima kajian dalam merumuskan tujuan pendidikan, yakni:12
1)   Self Preservation, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kelangsungan hidup, individu
harus dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan sehat, mencegah penyakit, dan hidup
secara teratur.
2)   Securing the necessities of life, yaitu individu harus sanggup mencari nafkah dan memenuhi
kebutuhaan hidup dengan melakuakan suatu pekerjaan.
3)   Rearing of family, yiatu individu harus mampu bertanggung jawab atas pendidikan anak dan
kesejahtreraan keluarganya.
4)   Maintaining proper sosial end political relatioships, yaitu setiap individu adalah makhluk
sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara, dalam artian harus bisa
memelihara hubungan baik dan memenuhi kewajiban.
5)   Enjoiying leisure time, yaitu individu harus sanggup memanfaatkan waktu senggangnya
dengan memilih kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menambah kenikmatan dan
gairah hidup.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu pancasila. Hal ini memiliki arti bahwa
pendidikan di Indonesia harus dapat membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-
Pancasila. Maksudnya bahwa landasan dan arah yang ingin diwujudkan adalah yang sesuai
dengan  Pancasila itu sendiri.13 Rumusan tujuan  nasional ini tertuang dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pendidikan Pancasila yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
kehidupan berbangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur
yang harus menjadi inspirasi dan sumber bagi para guru, kepala sekolah, para pengawas
pendidikan, dan para pembuat kebijaksanaan dalam merencanakan, melaksanakan, membina
dan mengembangkan kurikulum senantiasa konsekuen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai
tersebut. Adanya itu akan diharapkan manusia menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,
berilmu,dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras, dan seimbang.
3. Aliran-aliran Fisafat Pendidikan
Pengembangan kurikulum membutuhkan fisafat sebagai acuan atau landasan
berfikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab permasalah-
permasalahan berkisar: (1) Bagiaman seharusnya tujuan pendidikan itu dirumuskan, (2) isi
atau materi pendidikan yang bagaimana seharusnya diajarkan kepada siswa, (3) metode
pendidikan apa yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik. Menurut Redja

11 Oemar Hamalik, Kurikulum dan...., h. 19-20


12 S. Nasution, Asas-asas....h. 52
13 S. Nasution, Asas-asas....h. 31
Mudyaharjo, terdapat tiga sitem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam
pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu
Idealisme, Realisme dan Pragmatisme.14
Apabila aliran idealis yang dianut, maka perancang kurikulum harus meyakini
sepenuhnya bahwa manusia memiliki pemikiran benar yakni adalah akal (a reality of the
mind), kebenaran merupakan ide ( truth as ideas), dan nilai bersumber pada dunia( values
from the ideas world). Atas dasar ini, aliran ini memandang bahwa pada dasarnya manusia itu
baik. Kebaikan itu bersumber dari Tuhan dan alam semesta. 15  Filsafat ini umumnya
diterapkan disekolah yang berorientasi religius, hampir semua agama menganut filsafat ini.
Disamping mempercayai wahyu dari tuhan sebagai kebenaran mutlak, filsafat ini juga sangat
mengutamakan pendidikan intelektual dengan menentukan standar mutu yang tinggi.16
Apabila Aliran realisme yang dianut, maka perancang kurikulum harus meyakini
sepenuhnya bahwa realitas yang sesungguhnya benda (a reality of things), kebenaran ini
diperoleh melalui observasi (truth throught observation) dan nilai bersumber dari alam
semesta(values of natural). Atas dasar ini, aliran ini memandang bahwa pada dasarnya
manusia itu adalah makhluk yang tidak mengerti apa-apa, manusia akan mengetahui
kebenaran dan nilai setelah mempelajari realitas dunia melalui berbagai percobaan.17 Sekolah
yang menganut aliran ini mengutamakan pengetahuan yang sudah mantap hasil dari
penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistematis dalam berbagai disiplin ilmu, dimulai
dengan teori, prinsip yang fundamental kemudian praktik dan aplikasinya. Pelajaran-
pelajaran yang bukan merupakan pengetahuan esensial seperti keterampilan dan seni
dianggap tidak perlu. Minat anak didik tidak diperhatikan, justru peserta didik diharapkan
bisa menaruh perhatiannya terhadap pelajaran akademis dari semua disiplin ilmu, karena
penguasaan tentang semua itu adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi kelanjutan studi
dan kehidupan di masyarakat.18
Apabila Aliran pragmatisme yang dianut, maka perancang kurikulum harus
meyakini sepenuhnya bahwa pada dasarnya realitas yang sesungguhnya adalah dunia
pengalaman (anexperiental reality), kebenaran merupakan sesuatu yang  dialami ( truth as
what works), dan nilai bersumber dari masyarakat ( values from sosiety). Atas adasar ini
manusia adalah netral, dalam arti tidak baik dan tidak bodoh. Adapun kebaikan dan
keahliannya merupakan hasil dari pengalaman hidupnya. Kebaikan adalah sesuatu yang baik
bagi masyarakat, tujuan hidup adalah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan
kesejahteraan manusia.19 Aliran ini disebut juga sebagai aliran instrumentalisme, yang
berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalaman. Kebenaran
adalah tentatif dan dapat berubah. Tugas guru bukan menyampaikan pengetahuan, melainkan
memberi kesempatan pada peserta didik melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan
masalah, dengan dasar bahwa belajar itu hanya bisa dilakukan oleh anak sendiri, bukan
diajarkan. Dalam perencanaan kurikulum, orang tua dan masyarakat akan dilibatkan dengan
tujuan agar dapat memadukan sumber pendidikan formal dengan suber sosial, politik dan
ekonomi guna memperbaiki hidup manusia, dan sekolah dianggap sebagai komunitas
masyarakat kecil.20
14 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 104
15 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 22
16 S. Nasution, Asas-asas....h. 23
17 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 22
18 S. Nasution, Asas-asas....h. 24
19 S. Nasution, Asas-asas....h. 24
20 S. Nasution, Asas-asas....h. 24-25
Selain aliran tersebut yang diperhatikan, khususnya di Indonesia harus sesuai dengan
filsafat Pancasila sebagai falsafah pengembangan kurikulum. Hal ini yang sejalan dengan UU
No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, khususnya Bab II Pasal 3. Untuk
mengembangkan peserta didik di atas, maka para perancang kurikulum harus memperhatikan
5 kelompok pelajaran yakni adalah: (a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;(b)
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;(c) kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi;(d) kelompok mata pelajaran etestika, serta (e) kelompok
mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
4. Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dalam pemikiran untuk
memecahkan permasalahan pendidikan. adapun manfaatnya :21
1.  Dapat menentukan arah akan dibawa kemana siswa melalui pendidikan. di madrasah/sekolah,
yakni kearah yang di cita-citakan oleh siswa yang berdampak pada agama, nusa dan bangsa.
2.   Dengan adanya tujuan dari pendidikan yang diwarnai filsafat yang dianut, kita akan
mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3.   dapat ditentukan secara jelas cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. memberikan kebulatan usaha dalam pendidikan, sehingga terdapat kontinuitas dalam
perkembangan anak.
5. memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan sampai mana tujuan itu telah tercapai.
6. memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, karena sudah diketahui dengan jelas
apa yang ingin dan harus dicapai.
F.     Landasan Psikologis
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia, dalam proses pendidikan
itu terjadi interaksi antara peserta didik dengan guru, dan lingkungannya. Diharapkan
pendidikan mampu membawa perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan. Yang dimaksud
dengan landasan psikologi supaya memperhatikan dari sisi perkembangan  jiwa manusia.
Sementara itu psikologi adalah ilmu yang memepelajari tingkah laku manusia, sedangkan
kurikulum adalah suatu upaya menentukan program pendidikan untuk merubah perilaku
manusia.
Dasar psikologi ini dipahami bahwa dalam mengembangkan kurikulum diperlukan
pertimbangan yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhan peserta didik (basic human needs).
Pada landasan psikologi dibagi menjadi 2 cabang psikologi: (a) Psikologi perkembangan , (b)
psikologi pembelajaran.
a. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu,
yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum.
Psikologi ini diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan
kepada siswa, baik  tingkat kedalaman dan keluasan materi, kesulitan dan kelayakan serta
kebermafaatan materi senantiasa  disesuaikan dengan  taraf perkembangan peserta didik.

21 S. Nasution, Asas-asas...., h. 28
Dalam kurikulum implikasi psikologi mempunyai arti terhadap proses pembelajaran
itu sendiri:
·      Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional akan selalu berpusat pada
perubahan tingkah laku siswa.
·      Bahan atau materi yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian
siswa, bahan tersebut mudah dterima siswa.
·      Srategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
·      Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat siswa.
Tokoh pertama yang sangat menekankan perhatian terhadap pendidikan anak adalah
J.J. Rousseu (1712-1778), ia menegaskan bahwa seorang anak tidak bisa diperlakukan
sebagaimana orang dewasa. Dalam bukunya yang terkenal Emile ia menguraikan fase-fase
perkembangan anak dari kecil sampai dewasa, perubahan-perubahan yang terjadi pada anak
yang menuntut perlakuan sesuai dengan sifat perkembangannya.22
Perkembangan anak baik fisik, emosional, sosial, dan mental intelektual adalah
faktor yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam pengembangan kurikulum.
Berdasarkan berbagai penelitian, diperoleh sejumlah kesimpulan antara lain:23
- anak berkembang melalui tahap-tahap tertentu, masa bayi, masa kanak-kanak, dan
seterusnya, yang pada setiap taraf menunjukkan sifat dan kebutuhan tertentu, dan antara tiap
taraf itu tidak ada batas yang tegas karena berkembang secara berangsur.
- kecepatan perkembangan tidak merata, ada saat cepat, tenang, dan kadang seolah tidak ada
perubahan, serta kadang juga lambat. Terdapat hubungan antara perkembangan satu aspek
dengan yang lain, contohnya perkembangan fisik yang cepat berpengaruh terhadap asspek
sosial dan emosional, karena ketika seorang anak lebih cepat besar dan tinggi dari teman
sekelasnya yang hal itu dapat mengganggu hubungannya dengan murid yang lain,
menimbulkan ketegangan dan kegelisahan
- ada perbedaan pola perkembangan anak, ada yang pada mulanya lamban belajar, tetapi pada
usia lebih lanjut seolah mekar dan menunjukkan prestasi. Karena adanya perbedaan ini maka
kurikulum harus memperhatikan perbedaan individual, bukan didasarkan asumsi bahwa
perkembangan anak semua sama. Namun ada pola umum dalam perkembangan anak yang
memungkinkan pengembangan kurikulum untuk memperkirakan bahan yang sesuai dengan
kelompok usia tertentu.
Dari sisi psikologi perkembangan, seorang anak dipandang dari berbagai aspek,
seorang nak dianggap sebagai keseluruhan artinya bukan hanya aspek intelektual saja yang
diperhitungkan, tetapi segi pendidikan yang lain juga diperhatikan, misalnya kepandaian
bergaul, minat terhadap kesenian dan olah raga.24
Anak juga dipandang sebagai pribadi tersendiri, tidak ada dua orang yang sama
dalam segala hal di dunia ini karena pengaruh pembawaan dan lingkungan, baik jasmani,
rohani, emosional dan sosial, begitu juga taraf intelijensinya. Tetapi perbedaan individual itu
tidak berarti bahwa semua pelajaran harus berbeda, ada hal-hal yang termasuk pengetahuan
umum yang harus dimiliki oleh setiap anak.25
Kebutuhan anak juga harus dipertimbangkan dalam kurikulum, baik itu kebutuhan
jasmani, setiap anak ingin bergerak, berlari, melompat dan sebagainya. Pendidikan jasmani
bertujuan membentuk manusia yang sehat dan kuat. Kebutuhan pribadi, setiap anak

22 S. Nasution, Asas-asas...., h. 94
23 S. Nasution, Asas-asas...., h. 96
24 S. Nasution, Asas-asas...., h. 98
25 S. Nasution, Asas-asas...., h. 99-100
mempunyai dorongan untuk mengetahui sesuatu, menyatakan pikiran dan perasaannya
melalui bahasa, lukisan, suaraatau gerak, ingin merasakan kepuasan atas hasil yang dicapai.
Kebutuhan sosial, seorang manusia harus hidup dalam hubungan yang erat dengan manusia
lain, membimbing anak agar menjadi mahluk sosial adalah salah satu fungsi sekolah yang
amat penting.26
b. Psikologi  Belajar
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar dapat
diartikan sebagai perubahan perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun
psikomotorik dan terjadi karena proses pengalaman yang dapat dikategorikan sebagai
perilaku belajar. Mengetahui psikologi belajar merupakan bekal yang sangat penting  bagi
guru dalam proses pembelajaran. Psikologi ini dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok,
yakni: Behaviorisme, Pikologi daya, Perkembangan kognitif, Teori lapangan (Gestalt), dan
Teori kepribadian.27
Teori behavioris memandang pelajar sebagai organisme yang merespon terhadap
stimulus dari dunia sekitarnya. Peranan guru adalah menyajikan stimulus (S) tertentu yang
membangkitkan respon (R) tertentu yang merupakan hasil belajar yang diinginkan. Guru
menganalisa bahan pelajaran, membaginya dalam bagian-bagian kecil, menyajikan satu
persatu, sambil memberi umpan balik berupa pujian bila benar dan ada kalanya hukuman bila
salah. Tokoh utama dari teori behaviorisme ini adalah B.F. Skinner.28
Teori psikologi daya mengungkapkan bahwa belajar adalah mendisiplinkan dan
menguatkan daya mental, terutama daya fikir. Teori ini beranggapan bahwa otak  atau mental
manusia terdiri dari beberapa daya, seperti daya ingat, daya pikir, daya tanggap, daya fantasi
dan lain-lain. Tujuan pendidikan adalah memperkuat daya-daya tersebut dengan latihan untuk
mendisiplinkannya. Teori ini didasarkan atas anggapan bahwa manusia terdiri atas dua bagian
yaitu rohaniah atau mind  dan jasmaniah atau body. Tetapi belakangan teori ini banyak
mendapat kritik dan dibantah kebenarannya secara ilmiah. Latihan daya mental daalam suatu
bidang tidak dengan sendirinya meningkatkan kemampuan dalam bidan lain.29
Teori pengembangan kognitif mengemukakan bahwa kematangan mental
berkembang secara berangsur pada individu berkat interaksi pelajar dengan lingkungan. Anak
harus dibimbing dengan bahan pelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan
kognitifnya. Dengan bertambahnya usia, proses kognitif direstruktur secara kontinu agar
mencapai tingkat pemikiran yang lebih kompleks dan matang. Tokoh utama teori ini adalah
John Dewey dan Jean Piaget.
J. Piaget menemukan empat tahap utama dalam perkembangan kognitif-intelektual
yaitu: tahap senso-motoris (sejak lahir – 2 tahun), tahap pra-operasional (2-7 tahun), tahap
operasional konkrit (7 – 11 tahun), dan tahap operasional formal (± 11 tahun). Menurut John
Dewey ada tiga tujuan pendidikan yaitu: mengajarkan kerjasama, penyesuaian sosial,
demokrasi dan kewarganegaraan aktif.30

26 S. Nasution, Asas-asas...., h. 102-104


27 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 26
28 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 26-27
29 S. Nasution, Asas-asas...., h. 61-62
30 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 30-31
Teori lapangan (field theory) menggunakan konsep behaviorisme dan perkembangan
kognitif dengan memasukkan unsur “O” (=organisme, individu) dalam rumus S-R (stimulus-
respons). Dalam teori ini individu seorang pelajar sangat diutamakan dan dianggap sentral
dalam proses belajar. Proses belajar bukan sekedar akumulasi pengetahuan tetapi anak
dipandang sebagai suatu keseluruhan, perubahan pada satu aspek akan berpengaruh pada
keseluruhan pribadi anak. Teori ini cenderung menganjurkan pendidikan humanistik dengan
memupuk konsep diri yang positif pada pelajar karen konsep diri yang positif akan
berpengaruh baik begitu pula sebaliknya.31
Teori kepribadian dikembangkan oleh Peck dan Havighurst pada tahun 1950. Teori
ini sering dipandang sebagai teori motivasi ditinjau dari segi psiko-sosial. Dalam teori ini
dikemukakan 5 tipe watak yang mempengaruhi pola motivasi individu,32 yakni: a-
moral (anak sepenuhnya egosentris, memuaskan diri tanpa menghiraukan orang
lain), expedient (anak agak egosentris, patuh tanpa memiliki sistem
moral), konformis (berusaha memenuhi tuntutan external karena takut tidak mendapat
perhatian, irrational conscientious (anak memiliki sistem moral internal tentang baik buruk,
tetapi pelaksanaannya sangat ketat dan kaku), altruistik rasional (anak telah sangat
berkembang, menyadari kebutuhan orang lain, sensitif dan rela berkorban).
G.  Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Pendidikan
adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya.
Pendidikan merupakan proses sosialisasi dan pewarisan budaya dari generasi ke generasi
selanjutnya dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia, baik sebagai individu,
kelompok masyarakat, maupun dalam konteks yang lebih luas yaitu budaya bangsa. Oleh
karena itu anak didik dihadapkan pada budaya, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai
budayanya.
Pendidikan sebagai proses budaya adalah upaya membina dan mengembangkan
daya cipta, karsa, dan rasa manusia menuju ke peradaban manusia yang lebih luas dan tinggi,
yaitu manusia yang berbudaya. Semakin meningkatnya perkembangan sosial budaya
manusia, akan menjadikan tuntutan hidup manusia semakin tinggi pula, untuk itu diperlukan
kesiapan lembaga pendidikan dalam menjawab segala tantangan yang diakibatkan
perkembangan kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, sebagai antisipasinya lembaga
pendidikan harus menyiapkan anak didik untuk hidup secara wajar sesuai dengan
perkembangan sosial budaya masyarakatnya, untuk itu diperlukan inovasi-inovasi pendidikan
terutama menyangkut kurikulum.33
Kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini, dan
bahkan harus dipersiapkan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi yang bakal terjadi, dan hal
ini juga menjadi tugas dari seorang guru untuk dapat membina dan melaksanakan kurikulum,
agar apa yang diberikan kepada anak didiknya berguna dan relevan dengan kehidupan dalam
masyarakat.34
Mendidik anak dengan baik hanya mungkin dilakukan jika kita memahami
masyarakat tempat ia hidup, karena itu setiap pembina kurikulum harus senantiasa
mempelajari keadaan, perkembangan, kegiatan, dan aspirasi masyarakat. Salah satu ciri

31 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 32
32 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 33
33 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi ..., h. 36
34 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi ..., h. 36-37
masyarakat adalah perubahannya yang sangat cepat seiring perkembangan ilmu pengetahuan.
Perubahan-perubahan itu secara otomatis memberikan tugas yang lebih luas dan berat kepada
lembaga pendidikan, karena anak yang saat ini memasuki sekolah dasar (SD) akan
menghadapi dunia yang sangat berbeda dengan masyarakat 15 atau 20 tahun kedepan saat
anak tersebut menyelesaikan studinya di universitas misalnya. Perubahan masyarakat
mengharuskan kurikulum untuk senantiasa ditinjau kembali. Kurikulum yang baik pada suatu
saat, bisa jadi sudah tidak lagi sesuai dalam keadaan yang sudah berubah. Sebagai contoh,
dalam kehidupan bermayarakat, anak harus dididik untuk menghargai jasa orang lain, karena
di zaman yang semakin maju manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, begitu pula
dalam kehidupan berbangsa, setiap negara tidak bisa lepas dari ketergantungan dengan negara
lain, untuk itu anak harus dididik dalam hubungan manusia dengan dunia internasional.35
Alasan lain mengapa kurikulum harus berlandaskan sosial budaya adalah bahwa
pengajaran akan mencapai hasil sebaik-baiknya bila didasarkan atas interaksi murid dengan
sekitarnya. Apa yang dipelajari anak hendaknya hal-hal yang juga terdapat dalam
masyarakat, karena itu berguna bagi kehidupan anak sehari-hari. Kurikulum itu seharusnya
merupakan sesuatu yang hidup dan dinamis, mengikuti dan turut serta menentukan
perkembangan masyarakat di lingkungan sekolah. Dan karena keadaan masyarakat di tiap
daerah itu berbeda, maka hendaknya setiap sekolah di daerah diberi kebebasan pada batas
tertentu untuk menentukan kurikulum sendiri menyesuaikan dengan kebutuhan
masyarakatnya, dengan pertimbangan hal berikut:36
1.      Keadaan fisis lingkungan (iklim, mata pencaharian, luas daerah, topografi daerah, keadaan
tanah dan kekayaan alam)
2.      Penduduk (jumlahnya, mata pencahariannya, susunan penduduknya, dan latar belakang
pendidikannya)
3.      Organisasi-organisasi masyarakat, manusia tidak hidup sendiri, tetapi membentuk kelompok
dan organisasi yang mempunyai tujuan dan problem masing-masing.
 Adapun cara menggunakan masyarakat dalam pelajaran adalah dengan hal-hal
berikut:37
1.      Karyawisata. murid-murid dapat dibawa ke luar kelas untuk mempeajari berbagai hal.
2.      Menggunakan orang sebagai sumber. dalam tiap masyarakat betapapun kecilnya pasti
terdapat orang-orang yang mempunyai pengalaman, kecakapan atau pengetahuan yang
khusus.
3.      Pengabdian masyarakat. murid diharapkan tidak hanya memperhatikan dan mempelajari,
tetapi juga turut serta dalam usaha-usaha memperbaiki keadaan masyarakat.
4.      Pengalaman kerja dalam masyarakat.
Sedangkan tugas yang harus dihadapi oleh para pengembang kurikulum adalah:38
1.      Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti dirumuskan dalam undang-
undang, peraturan, keputusn pemerintah, dan sebagainya.
2.      Menganalisis masyarakat tempat sekolah berada.
3.      Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja.
4.      Menginterpretasi kebutuhan individu dalam rangka kepentingan masyarakat.

35 S. Nasution, Asas-asas...., h. 153-154
36 S. Nasution, Asas-asas...., h. 166-168
37 S. Nasution, Asas-asas...., h. 169-171
38 S. Nasution, Kurikulum dan..., h. 24
Pada ahirnya keputusan yang akan diambil tentang kurikulum akan bergantung pada
bagaimana para pengembang kurikulum memandang dunia tempat ia hidup, bereaksi
terhadap berbagai kebutuhan yang dikemukakan oleh berbagai golongan masyarakat, dan
juga oleh falsafah hidup dan pendidikannya.
H.   Landasan Teknologis
Teknologi pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology is
application of science). Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan budaya
manusia. Salah satu indikator kemajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan.
Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis
terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi tidak selalu berbentuk fisik, seperti
komputer, televisi, radio, dan lain sebagainya, tetapi ada juga non fisik, seperti prosedur
pembelajaran, sistem evaluasi, teknik mengajar dan sebagainya. Produk teknologi tersebut
banyak digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat signifikan
terhadap proses dan hasil pendidikan.39
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan baru dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya arahnya tidak hanya bersifat untuk sekarang
tetapi untuk masa depan dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan bersama, kepentingan sendiri dan
kelangsungan hidup manusia.
Tidak setiap kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi membawa
keuntungan dan kebahagiaan bagi umat manusia, bahkan sering justru membawa masalah-
masalah yang lebih pelik lagi. Demikian pula, tidak setiap perubahan atau pembaharuan
berarti kemajuan. Hanya saja, kita sering terlambat mengenal akibat-akibat perkembangan
itu.40 Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi cukup luas, meliputi semua
aspek kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, etika dan estetika, bahkan
keamanan dan ilmu pengetahuan itu sendiri.41
Pendidikan, juga mendapat pengaruh yang cukup besar dari ilmu dan teknologi.
Pendidikan sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial, sebab pendidikan merupakan
salah satu aspek sosial. Pendidikan tidak terbatas pada pendidikan formal saja, melainkan
juga pendidikan nonformal, sebab pendidikan meliputi segala usaha sendiri atau usaha pihak
luar untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan, memperoleh keterampilan dan
membentuk sikap-sikap tertentu. Kemajuan di bidang komunikasi massa juga sangat
berpengaruh terhadap pendidikan. Sebab media massa juga merupakan media pendidikan.
Dengan kata lain, melalui media massa, dapat berlangsung proses pendidikan. Baik tayangan-
tayangan yang berbentuk informasi ataupun tayangan yang bersifat hiburan juga mempunyai
nilai-nilai pendidikan.42
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak
langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu
39 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pembangunan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), h. 76-77
40 S. Nasution, Asas-Asas.., h. 156
41 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 72
42 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum..., h. 75-76
pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi, materi, atau bahan yang akan disampaikan
dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat
menimbulkan problema-problema baru yang menuntut pemecahan masalah dengan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan.43
Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa. Di sisi lain,
perkembangan IPTEK itu sendiri berlangsung semakin cepat, bersamaan dengan persaingan
antar bangsa semakin meluas, sehingga diperlukan penguasaan, pemanfaatan, dan
pengembangan IPTEK.44 Dalam hal ini, implikasi IPTEK dalam pengembangan kurikulum,
antara lain:
1.     Pengembangan kurikulum harus dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
berpikir peserta didik untuk lebih banyak menghasilkan teknologi baru sesuai dengan
perkembangan zaman dan karakteristik masyarakat Indonesia.
2.      Pengembangan kurikulum harus difokuskan pada kemampuan peserta didik untuk mengenali
dan merevitalisasi produk teknologi yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.45
3.     Perkembangan IPTEK berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya
mencakup pengembangan isi atau materi pendidikan, penggunaan strategi dan media
pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi.
Dalam setiap perkembangan atau kemajuan, pasti selalu ada dampak yang timbul,
baik itu dampak positif maupun negatif. Begitu juga dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi memberikan dampak terhadap pengembangan kurikulum.
a.      Dampak Positif
1.      Pembelajaran Jarak Jauh. Masyarakat Indonesia sudah banyak memanfaatkan produk
teknologi dalam pendidikan.46 Internet merupakan salah satu bentuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat membantu kehidupan manusia. Dengan kemajuan
teknologi, proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dengan guru secara
langsung, siswa sudah bisa mendapatkan materi tanpa harus bertemu langsung dengan guru.
Ini akan mempermudah penyampaian materi serta kurikulum menjadi mudah dilaksanakan.
2.      Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru
dalam proses pembelajaran. Misalnya saja seperti penggunaan LCD dalam pembelajaran.
Penyampaian materi dengan metode ceramah, yang kemudian dibantu juga dengan LCD,
akan membuat siswa lebih memperhatikan materi pembelajaran dan tidak merasa bosan.
3.      Kita akan lebih cepat mendapatkan informasi-informasi yang akurat dan terbaru di bumi
bagian manapun melalui Internet. Siswa dapat menggunakan internet untuk mendapatkan
semua informasi tambahan yang mereka butuhkan untuk meningkatkan basis pengetahuan
mereka.
4.      Teknologi menawarkan media audio-visual yang interaktif pada proses
pembelajaran. Presentasi Power Point dan perangkat lunak animasi dapat digunakan untuk
memberikan informasi kepada siswa secara interaktif. Efek visual yang diberikan membuat
siswa lebih tertarik untuk belajar. 
b.      Dampak Negatif

43 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum..., h. 78


44 Oemar Hamalik, Kurikulum dan ...,, h. 22-23
45 Zainal Arifin, Konsep dan Model.., h. 78
46 Zainal Arifin, Konsep dan Model.., h. 77
1.      Penyalahgunaan teknologi pengetahuan untuk melakukan tindak kriminal. Seperti yang
diketahui bahwa kemajuan di bidang pendidikan juga mencetak generasi yang
berpengetahuan tinggi tetapi mempunyai moral yang rendah.
2.      Menurunnya motivasi dan prestasi belajar serta berkurangnya jumlah jam belajar para remaja
rela membolos saat jam sekolah demi bermain game di warnet.
3.      TV merupakan salah satu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menampilkan
informasi, hiburan, serta banyak hal-hal menarik lainnya. Namun, segi negatif yang lain dari
media TV untuk pendidikan anak adalah, kecenderungan anak untuk mengadakan peniruan
dan identifikasi.47
Untuk mencapai tujuan yang baik dalam perkembangan IPTEK, ada hal-hal yang
harus diperhatikan, yakni:48
1.      Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan
pembinaan sumber daya manusia.
2.      Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas kesejahteraan bangsa.
3.      Pembangunan IPTEK harus selaras dengan nilai-nilai agama, sosial budaya, dan lingkungan
hidup.
4.      pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatan yang dapat memberikan nilai
tambah, danpemecahan masalah konkret dalam pembangunan.

KESIMPULAN

47 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum..., h. 76-77


48 Oemar Hamalik, Kurikulum dan..,h. 23
Landasan Kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, landasan, suatu asumsi,
atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Ada  empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap pengembangan
kurikulum, yaitu:
1.      Landasan Filosofis, yaitu asumsi–asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat
pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Kajian-kajian filosofis kurikulum menjawab permasalah-permasalahan berkisar:
(1) Bagiamana seharusnya tujuan pendidikan itu dirumuskan, (2) isi atau materi pendidikan
yang bagaimana seharusnya diajarkan kepada siswa, (3) metode pendidikan apa yang
seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik.
Tiga sitem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan
pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu Idealisme, Realisme dan
Pragmatisme
2.      Landasan Psikologis, adalah asumsi–asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan
titik tolak dalam mengembaangkan kurikulum. dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan (Karakteristik perilaku / pola-
pola perkembangan untuk menyesuaikan apa yang dididik dan bagaimana cara
mendidik), dan (2) psikologi belajar (Perkembangan belajar melalui proses peniruan,
pengingatan, latihan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, pemecahan masalah). Teori-teori
dalam psikologi belajar antara lain: Behaviorisme, Psikologi Daya, Perkembangan Kognitif,
Teori Lapangan (Gestalt) dan Teori Kepribadian.
3.      Landasan sosiologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antropologi
yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Tugas para pengembang
kurikulum adalah:
·         Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti dirumuskan dalam undang-
undang, peraturan, keputusn pemerintah, dan sebagainya.
·         Menganalisis masyarakat tempat sekolah berada.
·         Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja.
·         Menginterpretasi kebutuhan individu dalam rangka kepentingan masyarakat.
4.      Landasan ilmiah dan teknologi, adalah asumsi – asumsi yang bersumber dari hasil-hasil riset
atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. ada hal-hal yang harus diperhatikan, yakni:
5.      Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan
pembinaan sumber daya manusia.
6.      Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas kesejahteraan bangsa.
7.      Pembangunan IPTEK harus selaras dengan nilai-nilai agama, sosial budaya, dan lingkungan
hidup.
8.      pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatan yang dapat memberikan nilai
tambah, danpemecahan masalah konkret dalam pembangunan.

Sumbangsih dari keempat landasan pengembangan kurikulum di atas adalah sebagai berikut:
 

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Abdullah,  Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren, Yogyakarta:  Pustaka Pelajar, 2011


Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pembangunan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Ladjid, Hafni, H. Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Quantum Teaching, 2005
Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Nasution S., Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
-------------., Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Nurdin, Syafruddin Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Jakarta: Quantum Teaching, 2005
Sukmadinata, Syaodih, Nana,  Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012
Susilo, Joko, Muhammad, Kurukulum Tingkat Kesatuan Pendidikan, Cet. II, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012
Syamsul, Huda, Rohmadi,   Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Araska
Pinang Merah. 2012.
Tim Pengembangan MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Zaini, Muhammad,  Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan
Inovasi, Yogyakarta: Teras. 2009

Anda mungkin juga menyukai