Simtomatologi Gangguan Jiwa
Simtomatologi Gangguan Jiwa
Definisi
Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala.
Simptomatologi gangguan jiwa berarti ilmu yang mempelajari gejala-gejala
gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri (ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang sakit),
mempelajari gejala-gejala sangat penting artinya. Tidak saja untuk menentukan atau
mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita, tetapi yang lebih penting
adalah untuk mengidentifikasi sebab-sebab dari gangguan tersebut (etiologi).
Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya
untuk menghilangkan suatu sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala.
Suatu gejala hanyalah manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun
untuk menemukan sesuatu yang menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan
dengan mempelajari gejala-gejalanya.
Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya
dibalik atau di bawah gejala. Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui
gejala-gejalanya, sedangkan untuk menemukan sebab-sebabnya harus dilakukan
melalui studi yang mendalam tentang gejala-gejalanya. Dalam pandangan
psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai arti yang dapat
menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita.
Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan
secara keseluruhan. Misalnya seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan
berarti yang terganggu hanya pikirannya saja sementara aspek yang lain tetap sehat,
tetapi sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan keseluruhan kepribadian.
Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat perhatian kita pada aspek
pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal
takut yang irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada
penderita katatonik).
Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan
hasil interaksi antar unsur somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala
selalu menunjukkan adanya dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam
pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita
gangguan jiwa diperlukan untuk mendapatkan satu atau lebih hal-hal berikut ini:
1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai
dasar pembuatan dignosis serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya
(indikasi pengobatan psikiatri khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosisnya
(ramalan hasil atau akibat suatu penyakit yang diderita seseorang).
2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat
dan perkembangan gangguan jiwa yang dialami.
3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar
dalam pengobatan yang cocok baginya.
Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun
dalam bentuk laporan, diharapkan dapat menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam
arti luas. Karena itu harus mengandung banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia
itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi,
dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi, fungsi kognitif, termasuk
didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi tentang gangguan
kejiwaan juga mencakup tentang gangguan-gangguan dalam aspek tersebut.
Untuk memperoleh data tentang gejala-gejala dalam banyak hal tersebut,
caranya dapat dilakukan dengan tes maupun non-tes. Dengan tes misalnya melalui
tes-tes psikologik (tes intelegensi atau tes kepribadian). Dengan non-tes misalnya
melalui wawancara atau observasi terhadap reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu
reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata, reaksi terhadap apa yang
dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak, reaksi bicara, wujud
tulisan, dan sebagainya).
Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak
kooperatif atau tidak mau bicara (diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab
tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu sendirinsudah merupakan gejala yang
penting dalam pemeriksaan.
Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa
adalah untuk menemukan gejala-gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan
diagnosis, pembuatan jenis dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan
dan sebagainya.
Gejala-gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi,
yaitu:
1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan
makna dan dinamikanya. Misal: terjadi halusinasi berulang-ulang atau pada saat-
saat tertentu (pagi hari) tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya.
2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi
tetapi juga dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya,
bagaimana prosesnya, reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan
sebagainya.
Perkembangan PPDGJ
PPDGJ I (1973), yang mengacu pada ICD 8 dan DSM II, berisi:
- Numerik: 290 315
316: gangguan penyesuaian
317: culture bound phenomen (exotic syndrome)
- Tanpa kriteria diagnostik
- Monoaxial diagnose
F7 Retardasi Mental
Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama
ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau
tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lain. Hendaya perilaku adaptif selalu ada.
Diagnosis Multiaksial
a) Aksis I:
- Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68,
F80-89, F90-98, F99).
- Kondisi Lain yang Menjadi Focus Perhatian Klinis
b) Aksis II:
- Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptif,
mekanisme defensi maladaptif)
- Retardasi Mental (F70-79)
c) Aksis III
- Kondisi Medik Umum
d) Aksis IV
- Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan sosial,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan,
hukum, psikososial)
e) Aksis V
- Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF
Scale)
100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak
tertanggulangi.
90-81 gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian
biasa.
80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social.
70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum baik.
60-51 gejala dan disabilitas sedang.
50-41 gejala dan disabilitas berat.
40-31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
30-21 disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu
berfungsi dalam hampir semua bidang.
20-11 bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri.
10-01 persisten dan lebih serius.
0 informasi tidak adekuat