Anda di halaman 1dari 43

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mengalirkan suatu fluida (cair atau gas) dari satu atau beberapa titik ke
satu atau beberapa titik lainnya digunakan suatu media berupa pipa. Gabungan dari
pipa-pipa yang memiliki panjang total relatif pendek dan digunakan untuk mengalirkan
fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya yang beroperasi pada suatu plant disebut
sistem perpipaan (piping system). Dalam sistem perpipaan terdapat komponen-
komponen seperti katup, flange, elbow, percabangan, nozzle, reducer, support, isolasi,
dan lain-lain.

3.1. Definisi Pipa


Pipa adalah komponen yang berbentuk silender berlubang yang digunakan untuk
membawa fluida atau mengalirkan tekanan fluida. Dari sekian jenis pembuatan pipa
secara umum secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a) Jenis pipa tanpa sambungan (pembuatan pipa tanpa sambungan)
b) Jenis pipa dengan sambungan (pembuatan pipa dengan pengelasan)

Bahan-Bahan Pipa Secara Umum


Bahan-bahan pipa yang dimaksudkan disini adalah struktur bahan baru pipa tersebut
yang dapa dibagi secara umum sebagai berikut :
1) Carbon steel.
2) Carbon moly.
3) Galvanees
4) Ferro nikel.
5) Stainless steel
6) PVC (paralon)
7) Chrome moly

Sedang bahan-bahan pipa yang secara khusus dapat dikelompokkan sebagai


berikut :
1) Vibre glass
2) Aluminium.
26 Universitas Sriwijaya
27

3) Wrought iron (besi anpa tempa)


4) Copper (tembaga)
5) Red brass (kuningan merah)
6) Nickel copper (timah tembaga)
7) Nickel chrome iron (besi timah chrome)

3.2. Komponen Perpipaan


Komponen perpipaan yang dimaksud disini adalah :
1) Flanges
2) Fiting (sambungan)
3) Valves (katup-katup)
4) Bolting (baut-baut)
5) Strainer
6) Support
7) Gasket

3.2.1 Flange
Flange adalah asesoris pada perpipaan yang digunakan untuk menyambung pipa
dengan pipa dengan alat bantu baut untuk pengikatnya dan gasket untuk mencegah
kebocoran. Flange merupakan sambungan baut di mana dua buah pipa, equipment,
fitting atau valve, bejana, kolom reaksi, pompa dan lainya dapat dihubungkan bersama-
sama. Flange ini biasa digunakan untuk mempermudah saat akan melakukan perbaikan,
hanya melepas baut pengikatnya saja. Dengan flange ini pengerjaan akan menjadi lebih
cepat dan efektif. Mereka tersedia dalam berbagai bentuk, tekanan, rating dan ukuran
untuk memenuhi persyaratan desain. Beberapa teknik sambungan selain flange/flens
adalah menyambung langsung dengan las (welding joint) atau dengan uliran (threaded
joint) seperti menyambung baut dengan mur. Adapun kekurangan dari penggunaan
flange yaitu persentase kebocoran yang akan timbul semakin besar dibandingkan
dengan sambungan dengan sistem welding (las).

Universitas Sriwijaya
28

Gambar 3.1 : Flange

3.2.1.1 Ukuran dan macam-macam jenis Flange


Flange untuk pipa memiliki ukuran yang bervariasi tergantung dari ukuran
atau dimensi dari pipa yang digunakan. Spesifikasi material untuk flange adalah SA-105
berdasarkan standar ASME atau berdasarkan standar ASTM yaitu A-105.
Ukuran flange untuk pipa terbagi berdasarkan spesifikasi kebutuhan dari sistem
pemipaan yang dibuat, yaitu:
1. Ukuran atau dimensi flange berdasarkan ANSI Class yaitu : ANSI #150, ANSI
#300, ANSI #400, ANSI #600, ANSI #900, ANSI #1500, ANSI#2500.
2. Dimensi flange berdasarkan schedule dari pipa, dimana schedule pipa secara
berurutan adalah Sch 5, Sch 10, Sch 20, Sch 30, Sch 40, Sch 60, Sch XS, Sch
80, Sch 100, Sch 120, Sch 140, Sch 160, Sch XXS.
3. Berdasarkan tipe face pada flange dimana terbagi kepada RF (Raise Face), FF
(Flat Face), RTJ (Ring Type Joint)
Sehingga apabila ada kebutuhan flange pipa dengan ukuran atau spesifikasi
seperti yang tertulis ini FLANGE 10 SO #150 RF Sch 80, maka dapat mengartikannya
sebagai berikut yaitu flange untuk pipa 10 inchi, Rating 150, schedule 80 dengan jenis
flange Slip On dan tipenya Raise Face.

Ada enam tipe dasar flanges:

1) Blind Flange

Universitas Sriwijaya
29

2) Lap Joint Flange

3) Slip On Flange

4) Socket Weld Flange

5) Threaded Flange

6) Welding Neck Flange

Semua flanges ini mempunyai raised flange face kecuali lap joint flange yang
hanya mempunyai flat flange face.

a) Blind flange

Flange jenis ini tidak memiliki lubang. digunakan pada akhir pipa atau fitting.
Blind Flange adalah flange yang dipasang pada bagian ujung pipa yang berfungsi
sebagai penutup dari suatu system perpipaan. Blind flange dipasang dengan cara dibaut
ke flange pasangannya.

Gambar 3.2 Blind flange

Universitas Sriwijaya
30

b) Slip-On Flange

Flange jenis ini mempunyai ketahanan kejutan dan getaran yang rendah. Flange
jenis ini sangat ideal untuk aplikasi tekanan rendah karena kekuatan nya pada tekanan
internal sekitar sepertiga dari weld neck flange. serta konfigurasinya menimbulkan
gangguan aliran di dalam pipa. Las-lasan bagian dalam cenderung lebih mudah
terkorosi dibandingkan weld neck type flange. Flange ini mempunyai lubang dibagian
tengah untuk tempat pipa masuk dan dilakukan pengelasan dari dua sisi yaitu sisi luar
dan dalam. Bentuk sambungan pengelasannya adalah socket sehingga tidak
dimungkinkan dilakukan pengujian pengelasan dengan metoda Radiography Test (RT).
Slip On flange banyak dipakai untuk pipa dengan diameter 2 keatas atau pipa ukuran
besar

Gambar 3.3 Slip-On Flange

c) Lap Joint Flange

Jenis flange ini mirip dengan slip on flange, tetapi ada dua perbedaannya,
terdapat jari-jari pada akhir flange ini dan pada face flange ini datar atau flat. Jenis
flange ini digunakan jika material stub end dan flange harus dibedakan. jika pada saat
instalasi pipa pemasangan baut menemui kesulitan karena keterbatasan ruang, maka
jenis flange ini dapat digunakan. Flange Lap Joint adalah flange yang pada
pemasangannya tidak dilakukan pengelasan langsung terhadap flange tetapi terhadap
fitting yang disebut Stub End. Pipa akan dilas terhadap Stub End dan flange akan bisa

Universitas Sriwijaya
31

diputar 360 derajat . Flange ini biasa dipasang pada suatu sistem perpipaan yang sangat
sukar di set sudut pemasangannya flangenya. Dengan flange yang bisa diputar 360
derajat maka sangat mudah pada saat fabrikasi dan pemasangan.

Gambar 3.4 Lap Joint Flange

d) Socket Weld Flange

Jenis flange ini mempunyai lubang yang bertingkat, agar pipa masuk sesuai dengan
kedalamannya. Flange ini banyak dipakai untuk pipa-pipa dengan ukuran yang kecil
yaitu ukuran 2 kebawah. Sambungan flange dengan pipanya adalah sambungan socket
yang hanya dilas dibagian luar dari flange. Sambungan las dari flange SW ke pipa tidak
bisa dilakukan pengujian Radiography Test (RT) karena bentuk smbungannya yang
socket weld.

Gambar 3.5 Socket weld Flange

Universitas Sriwijaya
32

e) Threaded Flange

Flange jenis ini mirip dengan slip-on Flange, perbedaannya adalah memiliki
(thread internal) ulir dalam. Flange jenis ini biasanya digunakan untuk tekanan rendah
dan tidak digunakan untuk temperatur atau stress yang sangat tinggi. Threaded Flange
adalah flange yang mempunyai bentuk sambungan ulir terhadap pipa yang akan
disambung. Threaded flange mempunyai bentuk permukaan race face untuk tempat
menjepit gasket. Treaded Flange banyak dipakai untuk sistem perpipaan bagi bahan-
bahan yang tidak berbahaya jika bocor , misal air, udara tekan, dll.

Gambar 3.6 Threaded Flange

f) Weld Neck Flange

Flange jenis ini cocok digunakan untuk tekanan tinggi, temperatur ekstrim, shear
impact maupun getaran tinggi, Lebih lanjut, konfigurasinya tidak menimbulkan
gangguan pada aliran. Flange ini mempunyai neck (leher) yang akan dilas dengan pipa.
Bentuk sambunganya WN flange adalah Butt Weld (BW) . Dengan bentuk sambungan
Butt Weld memudahkan dilakukan pengujian Radiography Test (RT) untuk mengetahui
kualitas hasil pengelasan. Oleh karena mudah dilakukan uji RT maka Welding Neck
flange ini direkomendasikan dipasang pada istem perpipaan yang membutuhkan
kualitas pengelasan yang baik untuk dilakukan pengujian RT pada hasil pengelasannya.

Universitas Sriwijaya
33

Ga
mbar 3.7 Weld Neck Flange
3.2.2. Fitting
Fitting adalah salah satu komponen pemipaan yang memiliki fungsi untuk
merubah aliran, menyebarkan aliran, membesar atau mengecilkan aliran. Fiting dibuat
sebagai bagian dari suatu sistem pemipaan yang berfungsi untuk merubah arah aliran
(seperti Elbow), membuat percabangan (seperti Tee) atau mengecilkan ukuran pipa
(seperti Reducer). Fitting merupakan komponen-komponen pipa yang berkaitan dengan
penyambungan, baik pipa dengan pipa, dan pipa dengan peralatan.

a) Fitting Elbow

Elbow adalah jenis fitting yang pertama, elbow merupakan komponen pemipaan
yang berfungsi untuk membelokan arah aliran. Layaknya tikungan kalau kita sedang
berada di jalan, tikungan tersebut mau tidak mau membuat kita berbelok arah ketika
melaluinya, begitu pula elbow yang bertugas untuk membelokan aliran fluida. Elbow
terdiri dari dua jenis yang paling umum yaitu 45 dan 90 derajat. Untuk memperoleh
sudut di selain sudut diatas, terkadang elbow tersebut di potong. Atau bisa juga dengan
mengunakan dua elbow yang disatukan untuk memperoleh sudut tertentu.

Dipasaran, elbow dibagi menjadi dua tipe, tipe sort radius dan long radius.
Namum umumnya digunakan long radius, yang memiliki diameter belokan 1.5 kali
NPS (nominal Pipe size)nya. Ada pula yang sampai dengan 3D atau bahkan 6D, yang
biasa digunakan untu flare.

Universitas Sriwijaya
34

Gambar 3.8 Long and Short radius elbows. D equals the nominal diameter.

Contoh menghitung radius elbow seperti ini, kita menghitung pipa yang dengan
diameter 2". Maka radiusnya adalah,1.5 x 2" = 3" (76.2 mm), yang dikalikan adalah
nominal diameter dari pipa nya, NPSnya, bukan actual diameter dari pipanya seperti
yang peranah saya singgun di sejarah dan teori dasar piping.

Elbow pada umumnya memiliki diameter yang sama antara masukan dan
keluaran, walaupun ada juga yang memiliki ukuran berbeda, yang kita sebut dengan
reducing elbow. Selain itu, ada satu komponen fitting yang mirip elbow, sama sama
berfungsi untuk membelokan aliran, namun di buat dari potongan pipa, kita
menyebutnya dengan miter.

b) Fitting Tee

Tee dalam fitting bertugas untuk membagi aliran, adalah koneksi fitting yang
memiliki cabang. Biasanya cabangnya ini ukurannya sama dengan ukuran pipa
utamanya, kita menyebutnya dengan straight tee. Sedangkan kalau berbeda, kita
menyebutnya dengan reducing tee.

Universitas Sriwijaya
35

Gambar 3.9 Tee

Ada tee yang tidak tegak lurus, ia membentuk sudut 45 derajat. Kita
mengenalnya dengan lateral Tee, yang penggunaanya biasanya untuk pressure yang
rendah.
c) Fitting Reducer
Reducer, sesuai namanya fitting jenis ini bertugas untuk me-reduce
(mengurangi) aliran fluida.
Mengurangi disini bukan seperti valve, tapi ukuran pipanya saja yang
berkurang. Jadi reducer ini akan bertugas untuk mengabungkan dari diameter yang
lebih besar ke yang kecil, atau sebaliknya. Ada 2 Tipe reducer sebagai berikut:
1. Concentric Reducer : memiliki pusat sumbu (centerline) yang sama
antara penampang yang besar dan yang kecil
2. Eccentric Reducer : memiliki pusat sumbu yang berbeda (offset) antara
penampang yang besar dan yang kecil.
Concentric Reducer adalah paling umum digunakan, sedangka eccentric reducer sering
digunakan pada perpipaan di daerah sekitar pompa dan piperack

Universitas Sriwijaya
36

Gambar 3.10 Fitting Reducer

d) Stub-In

Gambar 3.11 Stub-in

Stub-in, adalah jenis fitting yang fungsinya mirip dengan tee, yaitu membagi
aliran. Bedanya dengan tee, kalau tee adalah item yang terpisah, ia mengabungkan
beberapa pipa. namun kalau stub-in, percabangan langsung dari pipa utamanya yang
fungsinya mengantikan reducing tee.
Jenis fitting dapat digolongkan secara umum berdasarkan metode penyambngan
yang menyatakan jenis ujung fitting-fitting tersebut. Metode penyambungan dapat
digolongkan menjadi:
1. Butt-Welding (pengelasan ujung)
2. Socket-Welding (ujung fitting jenis socket, selanjutnya dilas)
3. Screwet/ Flange (sambungan ujung dengan lens dan baut)

Universitas Sriwijaya
37

4. Bolted Flange (sambngan ujung dengan lens dan baut)


Cap
Cap adalah jenis fitting yang digunakan untuk menutup ujung pipa. Metode
sambungan bisa berupa :

Gambar 3.12 : Cap

e) Coupling
Coupling adalah jenis fitting yang digunakan untuk membuat cabang ( half
coupling ) pada pipa dengan ukuran 2 ke atas dan untuk menyambung pipa lurus ( full
coupling ). Metode sambungan bisa berupa : Socket weld, dan treaded.

Universitas Sriwijaya
38

Gambar 3.13 : Coupling

f) Plug
Plug adalah jenis fitting yang digunakan untuk menutup bagian ujung yang
terbuka dari coupling atau ujung valve dari vent atau drain.

Gambar 3.14 : Plug

g) Union
Union pada dasarnya digunakan untuk keperluan melepas fitting dan dalam
beberapa kasus digunakan untuk menyambung (assembly) perpipaan.

Gambar 3.15 Union


3.2.3. Valve
Valve atau kran, kerangan, katup atau tingkap, adalah suatu alat yang digunakan
untuk menghentikan/ menutup atau membuka aliran, mengatur tekanan atau aliran
(dengan membatasi atau membuka), membuang tekanan lebih, membelokkan aliran,

Universitas Sriwijaya
39

mencegah aliran ke satu arah dan mengendalikan baik aliran maupun tekanan secara
otomatis. Terdapat beberapa jenis valve yang diciptakan sesuai fungsinya, yakni:

A. Gate Valve

Gambar 3.16 Gate Valve

Gate valve adalah jenis katup yang digunakan untuk membuka aliran dengan
cara mengangkat gerbang penutup nya yang berbentuk bulat atau persegi panjang. Gate
Valve adalah jenis valve yang paling sering dipakai dalam sistem perpipaan. Yang
fungsinya untuk membuka dan menutup aliran. Gate valve tidak untuk mengatur besar
kecil laju suatu aliran fluida dengan cara membuka setengah atau seperempat posisinya,
Jadi posisi gate pada valve ini harus benar benar terbuka (fully open) atau benar-benar
tertutup (fully close).
Ada 3 jenis gate valve:
1. Rising Stem Gate Valve; jika dioperasikan handwheel naik dan stem juga naik.
2. Non Rising Stem Gate Valve; jika di opersikan handwheel tetap dan stem juga
tetap.

Universitas Sriwijaya
40

3. Outside Screw & Yoke Gate Valve; jika di operasikan handwheel tetap tapi stemnya
naik.
Rising Stem & Non Rising Stem digunakan untuk tekanan yang tidak terlalu
tinggi, dan tidak cocok untuk getaran. Outside Screw & Yoke Gate Valve amat cocok
digunakan untuk high pressure. Biasanya OS & Y banyak di gunakan di lapangan
minyak, medan yang tinggi, temperature tinggi. Karena pada OS & Y stem naik atau
turun bisa dijadikan sebagai penanda. Contoh, apabila stem tinggi itu menandakan
posisi valve sedang buka penuh. Pada dasarnya body & bonet pada gate terbuat dari
bahan yang sama.

B. Globe Valve
Globe Valve adalah jenis Valve yang digunakan untuk mengatur laju aliran fluida
dalam pipa, dan juga sebagai membuka menutup aliran fluida.

Gambar 3.17 Globe Valve

Prinsip dasar dari operasi Globe Valve adalah gerakan tegak lurus disk dari
dudukannya. Hal ini memastikan bahwa ruang berbentuk cincin antara disk dan cincin
kursi bertahap sedekat Valve ditutup.
Ada tiga jenis desain utama bentuk tubuh Globe Valve, yaitu: Z-body, Y-body dan
Angle- body :
a) Z-Body desain adalah tipe yang paling umum yang sering dipakai, dengan
diafragma berbentuk Z. Posisi dudukan disk horizontal dan pergerakan batang
disk tegak lurus terhadap sumbu pipa atau dudukan disk. Bentuknya yang
simetris memudahkan dalam pembuatan, instalasi maupun perbaikannya.

Universitas Sriwijaya
41

b) Y-Body desain adalah sebuah alternatif untuk high pressure drop. Posisi dudukan
disk dan batang (stem) ber sudut 45 dari arah aliran fluidanya. Jenis ini sangat
cocok untuk tekanan tinggi.
c) Angle-Body desain adalah modifikasi dasar dari Z-Valve. Jenis ini digunakan
untuk mentransfer aliran dari vertikal ke horizontal.

C. Ball Valve
Ball Valve adalah sebuah Valve atau katup dengan pengontrol
aliran berbentuk disc bulat (seperti bola/belahan). Bola itu memiliki lubang, yang
berada di tengah sehingga ketika lubang tersebut segaris lurus atau sejalan dengan
kedua ujung Valve / katup, maka aliran akan terjadi. Tetapi ketika katup tertutup, posisi
lubang berada tegak lurus terhadap ujung katup, maka aliran akan terhalang atau
tertutup.

Gambar 3.18 Ball Valve

Ball valve banyak digunakan karena kemudahannya dalam perbaikan dan


kemampuan untuk menahan tekanan dan suhu tinggi. Tergantung dari material apa
mereka terbuat, Ball Valve dapat menahan tekanan hingga 10.000 Psi dan dengan
temperature sekitar 200 derajat Celcius. Ball Valve digunakan secara luas dalam aplikasi
industri karena mereka sangat serbaguna, dapat menahan tekanan hingga 1000 barr dan
suhu hingga 482F (250 C). Ukurannya biasanya berkisar 0,2-11,81 inci (0,5 cm
sampai 30 cm). Ball Valve dapat terbuat dari logam , Plastik atau pun dari bahan
keramik. Bolanya sering dilapisi chrome untuk membuatnya lebih tahan lama.

Ada 2 tipe Ball Valve yaitu :

Universitas Sriwijaya
42

a. Full bore ball valve


Full bore ball valve adalah tipe ball valve dengan diameter lubang bolanya sama
dengan diameter pipa. Jenis full bore ball valves biasanya digunakan pada blow down,
piggable line, production manifold, pipeline dll.
b. Reduced bore ball valves
Reduced bore ball valves adalah jenis ball valve yang diameter lubang bolanya
tidak seukuran dengan ukuran pipa. Minimum diameter bola katup yang berkurang
adalah satu ukuran lebih rendah dari ukuran diameter pipa sebenarnya. Misalnya
ukuran diameter pipa 4 inci dan diameter bola valve adalah 3 inchi.

D. Butterfly Valve
Butterfly Valve adalah valve yang dapat digunakan untuk mengisolasi atau
mengatur aliran. Mekanisme penutupan mengambil bentuk sebuah disk. System
pengoperasiannya mirip dengan ball valve, yang memungkinkan cepat untuk menutup.
Sebuah butterfly valve, diilustrasikan pada Gambar di bawah ini, adalah gerakan
berputar valve yang digunakan untuk berhenti, mengatur, dan mulai aliran fluida.

Butterfly Valve mudah dan cepat untuk dioperasikan karena rotasi 900 yang

digerakkan oleh handwheel dengan menggerakkan disk dari tertutup penuh ke posisi
terbuka penuh.

Gambar 3.19 Butterfly Valve

Butterfly Valve sangat cocok untuk penanganan arus besar cairan atau gas pada
tekanan yang relatif rendah dan untuk penanganan slurries atau cairan padatan
tersuspensi dengan jumlah besar.

Universitas Sriwijaya
43

E. Check Valve
Check valve adalah alat yang digunakan untuk membuat aliran fluida hanya
mengalir ke satu arah saja atau agar tidak terjadi reversed flow/back flow. Aplikasi valve
jenis ini dapat dijumpai pada outlet/discharge dari centrifugal pump.Ketika laju aliran
fluida sesuai dengan arahnya, laju aliran tersebut akan membuat plug atau disk
membuka. Jika ada tekanan yang datang dari arah berlawanan, maka plug atau disk
tersebut akan menutup.

Jenis-jenis check valve :


a) Swing Check Valve

Gambar 3.20 Swing Check Valve

Check valve tipe ini terdiri atas sebuah disk seukuran dengan pipa yang
digunakan, dan dirancang menggantung pada poros (hinge pin) di bagian atasnya.
Apabila terjadi aliran maju atau foward flow, maka disk akan terdorog oleh tekanan
sehingga terbuka dan fliuda dapat mengalir menuju saluran outlet. Sedangkan apabila
terjadi aliran balik atau reverse flow, tekanan fluida akan mendorong disk menutup rapat
sehingga tidak ada fluida yang mengalir. Semakin tinggi tekanan balik semakin rapat
disk terpasang pada dudukannya.

b) Lift Check Valve

Universitas Sriwijaya
44

Penggunaan untuk fluida steam, gas, maupun liquid yang mempunyai flow yang
tinggi. Dalam konfigurasinya mirip dengan globe valve hanya saja pada globe valve
putaran disk atau valve dapat dimanipulasi sedangkan pada lift check valve tidak (karena
globe valve adalah jenis valve putar dan control valve). Port inlet dan outlet dipisahkan
oleh sebuah plug berbentuk kerucut yang terletak pada sebuah dudukan, umumnya
berbahan logam.

Gambar 3.21. Lift Check Valve


Ketika terjadi foward flow, plug akan terdorong oleh tekanan cairan sehingga
lepas dari dudukannya dan fluida akan mengalir ke saluran outlet. Sedangkan apabila
terjadi reverse flow, tekanan fluda justru akan menempatkan plug pada dudukannya,
semakin besar tekanan semakin rapat pula posisi plug pada dudukannya, sehingga fluida
tidak dapat mengalir.

Umumnya lift check valve digunakan untuk aplikasi fluida gas karena tingkat
kebocoran yang kecil. Penggunaan check valve tipe lift ini di industri adalah untuk
mencegah aliran balik condensate ke steam trap yang dapat menyebabkan terjadinya
korosi pada turbin uap.

c) Back water check valve

Universitas Sriwijaya
45

Gambar 3.22. Back Water Check Valve

Back water valve, banyak digunakan pada sistem pembuangan air bawah tanah
yang mencegah terjadinya aliran balik dari saluran pembuangan saat terjadi banjir. Saat
banjir saluran pembuangan akan penuh dan bertekanan tinggi sehingga memungkinkan
terjadinya aliran balik, dengan menggunakan back water valve, hal ini dapat diatasi
dengan baik.

d) Swing Type Wafer Check Valve

Gambar 3.23 Swing Type Wafer Check Valve

Dalam penggunaan swing check valve dan lift check valve terbatasi hanya untuk
pipa ukuran besar (diameter DN80 atau lebih). jadi sebagai solusinya adalah dengan
menggunakan wafer check valve. Dengan menggunakan wafer ceck valve dapat
digunakan tubing dengan ukuran yang mengerucut pada satu sisinya sehingga dapat
diaplikasikan pada pipa yang lebih kecil ukurannya.

Universitas Sriwijaya
46

e) Disk Check Valve

Gambar 3.24 Disk Check Valve

Valve jenis ini terdiri atas body, spring, spring retainer dan disc. Prinsip kerjanya
adalah saat terjadi foward flow, maka disk akan didorong oleh tekanan fluida dan
mendorong spring sehingga ada celah yang menyebabkan aliran fluida dari inlet menuju
outlet. Sebaliknya apabila terjadi reverse flow, tekanan fluida akan mendorong disk
sehingga menutup aliran fluida. Perbedaan tekanan diperlukan untuk membuka dan
menutup valve jenis ini dan ini ditentukan oleh jenis spring yang digunakan. Selain
spring standar, tersedia juga beberapa pilihan spring yang tersedia:

1. No spring - Digunakan di mana perbedaan tekanan di valve kecil.

2. Nimonic spring - Digunakan dalam aplikasi suhu tinggi.

3. Heavy duty spring - Hal ini meningkatkan tekanan pembukaan yang diperlukan.
Bila dipasang pada line boiler water feed, dapat digunakan untuk mencegah uap
boiler dari kebanjiran ketika mereka unpressurised.

f) Split Disc Check Valve

Universitas Sriwijaya
47

Gambar 3.25 Split Check Valve


Check valve jenis ini adalah terdiri dari disk yang bagian tengahnya merupakan
poros yang memungkinkan disk bergerak seolah terbagi dua bila didorong dari arah
yang benar (foward flow) dan menutup rapat bila ditekan dari arah yang salah (reverse
flow).

F. Safety Valve
Safety/Relief valve memiliki fungsi yang sangat berbeda dari valve-valve yang
lain. Valve ini didisain khusus untuk melepas tekanan berlebih yang ada di equipment
dan sistem perpipaan. Untuk mencegah kerusakan pada equipment, dan lebih penting
lagi cedera pada pekerja, relief valve dapat melepas kenaikan tekanan sebelum menjadi
lebih ekstrim. Relief valve menggunakan pegas baja (lihat gambar di bawah ini), yang
secara otomatis akan terbuka jika tekanan mencapai level yang tidak aman. Level
tekanan pada valve ini bisa diatur, sehingga bisa ditentukan pada level tekanan berapa
valve ini akan terbuka. Ketika tekanan kembali normal, relief valve secara otomatis akan
tertutup kembali.

Universitas Sriwijaya
48

Gambar 3.26 Safety Valve

Safety valve adalah jenis valve yang mekanismenya secara otomatis


melepaskan zat dari boiler, Bejana tekan, atau suatu sistem, ketika tekanan atau
temperatur melebihi batas yang telah ditetapkan.

G. Pinch Valve

Gambar 3.27 Pinch Valve


Pinch valve digunakan untuk menangani fluida yang berlumpur, endapan, dan
yang mempunyai partikel-partikel solid yang banyak serta fluida-fluida yang
mempunyai kecenderungan untuk terjadi kebocoran (leak).

Universitas Sriwijaya
49

H. Diaphragm Valve

Gambar 3.28 Diaphragm Valve

Diaphragm valve bisa digunakan untuk mengatur aliran (trhottling) dan bisa
juga digunakan sebagai on/off valve. Diaphgram valve handal dalam penanganan
material kasar seperti fluida yang mengandung pasir, semen, atau lumpur, serta fluida
yang mempunyai sifat korosif
I. Screwed Down Return Globe Check Valve

Gambar 3.29 Screwed Down Return Globe Check Valve

Modelnya hampir sama dengan globe valve, bedanya ada tambahan housing /
casing pendukung yang otomatis jika ada media yang mengalir pada valve.

Universitas Sriwijaya
50

J. Plug/cock Valve

Gambar 3.30 Plug/cock Valve

Kegunaan dari plug valve adalah untuk fully open dan fully close (isolation atau
on/off control). untuk mengontrol (membuka dan menutup) aliran pada plug valve, plug
mempunyai celah atau lubang tempat aliran lewat. Sama seperti ball valve namun tetapi
bagian dalamnya bukan berbentuk bola, melainkan silinder. Karena tidak ada ruangan
kosong di dalam badan valve, maka cocok untuk fluida yang berat atau mengandung
unsur padat seperti lumpur.

K. Angle Valve

Gambar 3.31 Angle Valve

Universitas Sriwijaya
51

Sama seperti globe valve, angle valve juga digunakan pada situasi dimana
pengaturan besar kecil aliran diperlukan (throttling). Namun angle valve di buat dengan
sudut 90, hal ini untuk mengurangi pemakaian elbow 90 dan fitting tambahan.
digunakan untuk mengubah aliran sebesar 90 derajat. Valve ini bisa digunakan juga
sebagai pengganti elbow.
3.2.4. Strainer
Strainer digunakan dalam sistem perpipaan untuk melindungi peralatan yang
sensitif terhadap kotoran dan partikel lainnya yang terbawa oleh fluida.

3.2.5. Pipe Support


Support adalah alat yang digunakan untuk menahan atau memegang sistem
perpipaan. Support dirancang untuk dapat menahan berbagai macam bentuk
pembebanan baik statis maupun dinamis. Penempatan support harus memperhatikan
dari pergerakan sistem perpipaan terhadap profil pembebanan yang mungkin terjadi
pada berbagai kondisi. Berdasarkan pembebanannya penyangga pipa dapat dibagi
menjadi dua yaitu pembebanan statis dan pembebanan dinamis. Penyangga harus
mampu menahan keseluruhan berat sistem perpipaan, termasuk didalamnya pipa,
insulasi, fluida yang terkandung, komponen, dan penyangga itu sendiri.
a. Penyangga Pembebanan Statis
Jenis penyangga pembebanan statis diantaranya adalah Penyangga struktur,
penyangga kaki bebek, penyangga bentuk siku-siku, penyangga pembaringan pipa,
penyangga gantung, penyangga pipa rendah.
b. Penyangga Pembebanan Dinamis
Penyangga pembebanan dinamis terdiri atas Penyangga variabel (variable
support) dan penyangga konstan (constantsupport).

Universitas Sriwijaya
52

Gambar 3.32 Flexible Supports

Selain penyangga statik dan dinamis terdapat pelengkap penyangga pipa yaitu
Penuntun (guide), angker (anchor), sepatu (shoe).

Gambar 3.33 Restraint Anchors

Gambar 3.34 Restraint Guides Gambar 3.35 Rigid Supports


Support merupakan penyangga (penahan) dalam pemasangan suatu jalur
perpipaan.
Lokasi support tergantung banyak pertimbangan seperti ukuran pipa, bentuk
pipa, lokasi berat valves dan fitting, dan struktur yang tersedia untuk support. Tidak ada

Universitas Sriwijaya
53

peraturan atau batasan secara positif dalam menentukan support dalam pemasangan
suatu sistem perpipaan.

3.3. PIPING AND INSTRUMENTATION DIAGRAM (P&ID)


Piping and instrument diagram adalah sebuah diagram yang di dalamnya
menunjukan proses alir suatu system dilengkapi dengan equipment dan instrument yang
bekerja di dalamnya. Di dalam P & ID, akan dimuat beberapa informasi tentang
properties pipa, properties equipment dan termasuk pula instrument yang di gunakan di
dalamnya. P & ID ibarat rangkuman, maka kita akan mengetahui seluruh operasional
plant dan porses yang terjadi didalamnya.
Piping and Instrumentation Diagram (P & ID) adalah merupakan suatu master plan
dari suatu instalasi kilang yang memuat instruksi-instruksi umum bagi penggambaran :
1) Diagram aliran proses.
2) Proses perpipaan dan diagram instrumentasi.
3) Perpipaan utilitas dan diagram instrumentasinya.
Penggambaran piping and instrumen diagam adalah penggambaran yang memuat
informasi lengkap tentang diagram aliran proses. Diagram perpipaan yang lengkap
menunjukkan pipa dan komponen serta perlengkapannya, diagram instrumentasi yang
lengkap dengan menunjukkan komponen dan peralatan yang dipergunakan.

Gambar 3.36 P&ID Test Separator


3.4. PIPING ISOMETRIC

Universitas Sriwijaya
54

Gambar isometric adalah merupakan gambar pelaksanaan konstruksi perpipaan.


Sehingga seorang engineer dan operator lapangan haruslah benar-benar menguasai cara
membaca gambar serta pelaksanaan kontruksinya, begitu juga apabila ingin
mengadakan pengoperasian baik pemeliharaan atau perbaikan kilang.
Gambar isometric ini harus menunjukkan :
1) Judul dari jalur pipa
2) Jalur pipa yang dilengkapi nomor, ukuran, klasifikasi, arah aliran dan servisnya.
3) Dimensi atau ukuran setiap material
4) Koordinat, orientasi, elevasi, setiap jalur perpipaan beserta perlengkapannya.
5) Referensi sambungan gambar atau sambungan jalur perpipaan.
6) Ukuran gasket atau paking.
7) Simbol-simbol, spesifikasi, kode-kode standar harus jelas dan telah ditetapkan
devisi teknik sebelumnya.
8) Bentuk pekerjaan.
9) Bila ada perubahan bentuk pekerjaan atau batas pekerjaan harus ditunjukkan
secara jelas.
10) Koordinat, orientasi, elevasi serta jenis dari pipe support
11) Tekanan pada noozle serta pada pressure safety valve.
12) Koordinat, orientasi, elevasi serta jenis instrumennya.
13) Bentuk sambungan, misalnya dengan pengelasan, ulir, dilas dan ulir, dijepit dan
sebagainya.
14) Perlu tidaknya penguat sambungan cabang digunakan.
15) Arah kemiringan untuk vertikal dengan kode V dan horizontal dengan kode
H.
16) Tanda-tanda lengkungan dan lengkungan patah.
17) O-let atau alat penghubung seperti weldolet, sockolet, dan lainnya.
18) Jumlah spool yan diinginkan pada satu gambar isometric.
19) Perlukah strees relief atau tidak.
20) Jenis isolasi.
21) Standard codes piping seperti tekanan, temperatur, serta servisnya.
22) Referensi lainnya seperti LTD (line designation table), P&ID, gambar.

Universitas Sriwijaya
55

Gambar 3.37 contoh gambar isometrik Piping

2.2. Teori Dasar Tegangan Pipa

Dalam menerapkan kode standar desain, perancangan sistem perpipan harus


memenuhi prinsip dasar dari tegangan pipa dan hal-hal yang berhubungan dengannya.
Sebuah pipa dinyatakan rusak atau gagal jika tegangan dalam terjadi pada pipa melebihi
tegangan batas material yang diijinkan. Tegangan dalam yang terjadi pada pipa
disebabkan oleh tekanan dari dalam pipa, beban luar seperti berat mati dan pemuaian
termal, dan bergantung pada bentuk geometri pipa serta jenis material pipa. Sedangkan
tegangan batas lebih banyak ditentukan oleh jenis material dan metode produksinya.

Tegangan adalah besaran vektor yang selain memiliki nilai juga memerlukan
arah. Nilai dari tegangan didefinisikan sebagai gaya (F) per satuan luas (A). Untuk
mendefinisikan arah pada tegangan pipa dibuat saling tegak lurus seperti terlihat pada
gambar dibawah ini :

Gambar 3.38. Arah tegangan pada pipa (Mohinder,1992)

Sumbu ini terletak ditengah bidang pipa dan salah satu arahnya yang sejajar
dengan panjang pipa disebut sumbu aksial atau longitudinal. Sumbu yang tegak lurus
terhadap dinding pipa dengan arahnya bergerak dari pusat pipa menuju luar pipa disebut

Universitas Sriwijaya
56

sumbu radial. Sumbu yang sejajar dengan dinding pipa tapi tegak lurus dengan sumbu
aksial disebut sumbu tangensial atau sirkumferensial.

Sebuah sistem perpipaan dinyatakan aman, jika tegangan dalam yang terjadi
pada pipa kurang dari atau sama dengan kekuatan tarik dan tekan yang diizinkan oleh
material. Tegangan dalam yang terjadi pada pipa disebabkan oleh beban luar, seperti
beban mati, tekanan, dan pemuaian, dan bergantung pada geometri pipa serta jenis
material pipa. Sedangkan tegangan batas lebih banyak ditentukan oleh jenis material
dan kode standar yang digunakan.

3.6.1. Tegangan Prinsipal Pada Pipa


Tegangan pada pipa dapat diuraikan berdasarkan arahnya yang sesuai dengan
arah sistem koordinat yang ada adalah sebagai berikut :

SH

SL : Tegangan Longitudinal

SH : Tegangan Sirkumferensial atau tegangan Hoop

t : Tebal dinding pipa

P : Tekanan dalam

Gambar 3.39. Tegangan pipa akibat tekanan dalam (Mohinder,1992)

Universitas Sriwijaya
57

S
3.6.2. Tegangan Longitudinal ( L)

Gambar 3.40. Tegangan Longitudinal Secara Keseluruhan (Mohinder,1992)

Nilai tegangan ini positif jika tegangan yang terjadi adalah tegangan tarik dan
negatif jika tegangannya berupa tegangan tekan. Tegangan longitudinal pada sistem
perpipaan disebabkan oleh gaya-gaya aksial, tekanan dalam pipa dan bending.
Berdasarkan gaya penyebabnya, tegangan longitudinal dibagi menjadi tiga, yaitu :

3.6.2.1. Tegangan akibat gaya aksial


Tegangan akibat gaya aksial dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

F ax
S L= (1)
Am

dimana :

SL : Tegangan akibat gaya dalam aksial (N/mm2)

Fax : Gaya dalam aksial (N)

Am . dm . t
: Luas penampang material pipa = (mm2)

d o+ d i
dm
: Diameter rata- rata pipa = 2 (mm)

Universitas Sriwijaya
58

do : Diameter luar pipa (mm)

di : Diameter dalam pipa (mm)

Gambar 3.41. Tegangan akibat gaya dalam aksial (Mohinder,1992)

3.6.2.2. Tegangan akibat tekanan pipa


Tegangan akibat tekanan dalam pipa :

P Ai
S L= (2)
Am

Dimana :
S L : Tegangan akibat tekanan pipa (N/m2)

d i2
Ai
: Luas Penampang dalam pipa = 4 (m2)

P : Tekankan pipa (pressure gauge) (N)


Am . dm . t
: Luas penampang material pipa = (m2)

Jadi tegangan longitudinal karena gaya tekanan dalam pipa adalah

P d i2
S L= (3)
4. d m . t

Universitas Sriwijaya
59

Gambar 3.42. Tegangan akibat gaya dalam aksial (Mohinder,1992)

3.6.2.3. Tegangan akibat momen lentur


Tegangan akibat momen lentur dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

M b. C
S L= ( 4)
I

Dimana :
S L : Tegangan akibat momen lentur (N/m2)

M b : Momen lentur pada sebuah penampang pipa (Nm)

C : Jarak dari sumbu netral ketitik yang diperhatikan (m)


I : Momen inersia dari penampang pipa (m4)

( d o4di 4 )
I = (5)
64
Tegangan ini disebut juga tegangan lentur (bending stress), tegangan ini paling

C=Ro
besar jika jika , yaitu :

M b . R0 M b
S L= = ( 6)
I Z

dimana :

SL : Tegangan Lentur (N/m2)


R0 : Radius luar pipa (m)
Z : Modulus permukaan (section modulus)

Universitas Sriwijaya
60

I 3
(m )
Z R0

Tegangan akibat momen lentur dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3.43. Tegangan akibat momen lentur (Mohinder,1992)

Maka tegangan longitudinal secara keseluruhan adalah


F P . d0 M b
S L = ax + + (7)
Am 4t Z

3.6.3. Tegangan sirkumferensial (S H ) atau tegangan hoop

Tegangan ini disebabkan oleh tekanan dalam pipa, dan dapat bernilai positif jika
tegangan cenderung membelah pipa menjadi dua. Besar tegangan ini menurut
persamaan Lame adalah :

2 r i2 .r 02
P( r i + 2 )
r
SH = (8)
r 0 r i2
2

dimana :
ro : Radius luar pipa (m)
ri : Radius dalam pipa (m)
r : Jarak radius ke titik yang sedang diperhatikan (m)
Untuk pipa yang tipis dapat dilakukan penyederhanaan rumus tegangan
sirkumferensial dengan mengasumsikan gaya akibat tekanan dalam yang bekerja

F=P. d i .l A m =2.t .l
sepanjang pipa, yaitu : , ditahan oleh dinding pipa seluas ,

sehingga rumus untuk tegangan sirkumferensial dapat ditulis sebagai berikut :

Universitas Sriwijaya
61

F P . di P .d o
SH = = atau S H = (9)
Am 2t 2t

3.6.4. Tegangan Radial


Tegangan radial ini berupa tegangan kompresi (negatif) jika ditekan dari dalam
pipa akibat tekanan dalam (pressure gauge), dan berupa tegangan tarik (positif) jika
didalam pipa terjadi tekanan hampa (vacuum pressure), tegangan yang dihasilkan
adalah :
2 2

SR=
(
P ri 2 ri . r0
r2 ) (10)
(r 02 r i2 )

r=r 0 S R =0 r=r i S R =P
Karena jika maka , dan jika maka yang

artinya tegangan ini nol pada titik dimana tegangan lendutan maksimum, biasanya
tegangan ini diabaikan.

3.6.5. Tegangan Geser


Tegangan ini adalah tegangan yang arahnya pararel dengan penampang
permukaan pipa, terjadi jika dua atau lebih tegangan normal yang diuraikan diatas
bekerja pada satu titik. Tegangan geser pada sistem pipa (pipe support) dikombinasikan
dengan gaya lentur. Berdasarkan gaya yang terjadi tegangan geser dibagi menjadi dua,
yaitu :

3.6.5.1. Tegangan akibat gaya geser


Tegangan akibat gaya geser dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
V .Q
max = (11)
Am

dimana :

Universitas Sriwijaya
62

Q : Faktor bentuk tegangan geser : 1,33 untuk silinder solid

V : Gaya geser (N)

Tegangan ini maksimum di sumbu nertal (di sumbu simetri pipa) dan nol pada
titik dimana tegangan lentur maksimum (pada permukaan luar dinding pipa). Besarnya
tegangan ini biasanya sangat kecil, maka tegangan ini diabaikan (lihat gambar) :

Gambar 3.44. Tegangan akibat gaya geser V (Mohinder,1992)

3.6.5.2. Tegangan geser akibat momen puntir ( M T )


Tegangan akibat momen puntir
MT
max = (12)
2Z

Tegangan ini maksimum pada titik yang sama dimana tegangan lentur
maksimum. Tegangan akibat momen puntir dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 3.45.Tegangan akibat momen puntir (Mohinder,1992)

Kombinasi tegangan pada dinding pipa :

Universitas Sriwijaya
63

Gambar 3.46 Arah kombinasi tegangan pada dinding pipa

(Mohinder,1992)

Dari teori mekanika tegangan dalam tiga dimensi berlaku tegangan prinsip orthogonal
yang menyatakan :

S L +S H + S R=S 1+ S 2+ S 3

dimana :

S 1 >S 2 >S 3

dan juga berlaku :

1
max = ( S1S 3 ) (13)
2

Nilai dari S1 dan S3 dapat ditentukan dengan bantuan lingkaran Mohr. Dalam
sistem tegangan 2 dimensi dimana salah satu komponen tegangan prinsip diabaikan,
(dalam kasus tegangan pipa SR = 0 ) maka berlaku lingkaran Mohr sebagai berikut ini

Gambar 3.47. Lingkaran Mohr (Mohinder,1992)

Universitas Sriwijaya
64

dimana :

2
S 1=(S L + S H )/2+ [ (S LS H )/2 ] +
2

2
S 2=(S L +S H )/2 [ (S L S H )/2 ] + 2

2
= [(S LS H )/2 ] + 2 (14)

3.7.Persamaan tegangan berdasarkan kode ASME/ANSI B31.3


Persamaan tegangan kode ASME/ANSI B31.3 digunakan untuk wilayah on-plot,
kode ini membagi tegangan berdasarkan beban yang teradi menjadi tiga macam, yaitu :

3.7.1 Tegangan karena beban Sustain


Tegangan longitudinal pipa disebabkan oleh bobot dan tekanan. Beban sustain
merupakan beban yang dialami oleh sistem perpipaan secara terus-menerus selama
operasi normal. Beban ini merupakan kombinasi beban yang diakibatkan oleh tekanan
internal dan beban berat. Beban berat ini terdiri dari dua macam, yaitu :
Beban mati yang meliputi berat komponen-komponen sistem perpipaan, berat
isolasi, dan berat struktur sistem perpipaan itu sendiri.
Beban berubah yang meliputi berat fluida yang mengalir di dalam sistem
perpipaan atau fluida yang lain yang digunakan untuk pengujian sistem
perpipaan tersebut.
F ax (i i M i)2 +(i0 M 0)2 P . d 0
St= + + S h (15)
Am Z 4t

dimana :
St : Tegangan karena beban tetap (N/m2)

Fax : Gaya aksial karena beban tetap (N)

Universitas Sriwijaya
65

Mi : Momen lentur sebidang (in-plane) karena beban tetap (Nm)

M 0 : Momen lentur tidak sebidang (out-plane) karena beban tetap (Nm)

ii , i0 : Besar kenaikan tegangan (SIF) in-plane dan out-plane

3.7.2 Tegangan karena beban ekspansi


Tegangan kombinasi pipa disebabkan oleh perbedaan temperatur (beban
ekspansi termal). Beban ekspansi atau beban termal merupakan beban yang timbul
akibat adanya ekspansi termal yang terjadi pada sistem perpipaan. Beban termal ini
terbagi menjadi :

Beban termal akibat pembatasan gerak oleh tumpuan saat pipa mengalami
ekspansi.
Beban termal akibat perbedaan temperatur yang besar dan sangat cepat dalam
dinding pipa sehingga menimbulkan tegangan.
Beban termal akibat perbedaan koefisien ekspansi pipa yang dibuat dua logam
berbeda.

SE=
(i M ) +(i
i i
2
0 M 0 )2 + 4( M T )2
SA
Z

S A =f (1.25 Sc +1.25 S hSl )

S A =f (1.25 Sc +0.25 Sh ) (16)

dimana :

Mi : Perbedaan momen lentur sebidang (in-plane) karena beban ekspansi (Nm)

Universitas Sriwijaya
66

M 0 : Perbedaan momen lentur tidak sebidang (out-plane) karena beban ekspansi

(Nm)

M T : Perbedaan momen puntir karena beban ekspansi (Nm)

Sc : Tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari B31.3,

pada temperature terendah (dingin), [lampiran]

Sh : Tegangan dasar yang diizinkan oleh material menurut Appendiks A dari B31.3,

pada temperature tertinggi (panas), [lampiran]

f : Faktor reduksi dengan mempertibangkan kelelahan material (beban dinamis

yang berulang)

SA : Tegangan yang diizinkan oleh material (N/m2)

Untuk nilai f dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Faktor Pengurangan Tegangan [6]

Jumlah Siklus Temperatur f


Kurang dari 7000 1,0
7000-14000 0,9
14000-22000 0,8
22000-45000 0,7
45000-100000 0,6
100000 atau lebih 0,5

3.7.3 Tegangan karena beban oksasional (Occasional Load)

Universitas Sriwijaya
67

Tegangan oksasional adalah tegangan yang terjadi kadang-kadang dan kombinasi pipa
karena beban perpindahan misalnya karena gempa bumi dan sebagainya.

S l +S occ 1.33 S h

Tegangan kombinasi pipa karena beban tumpuan, anchor misalnya karena gempa bumi
dan sebagainya,

0.75i M B
Sl+ k . Sh
Z
MB = Resultan moment karena beban oksasional seperti beban perpindahan
tumpuan, anchor karena gempa bumi, beban karena relief valve (in-lb)
K = 1.15 untuk tegangan oksasional yang terjadi kurang dari 10% dari masa
operasi
K = 1.2 untuk tegangan oksasional yang terjadi kurang dari 1% dari masa operasi

3.8. Pemodelan Kajian Tegangan Pipa dengan program Komputer


Program komputer untuk menganalisa tegangan pipa bekerja berdasarkan prinsip
metode elemen hingga yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Metode fleksibilitas (flexibility method) dimana besaran yang dicari adalah gaya dan
momen.
2. Metode kekakuan (stiffness method) dimana besaran yang dicari adalah perpindahan dan
rotasi; gaya dan momen dihitung kemudian dengan menggunakan persamaan kekakuan
setelah perpindahan dan rotasi sudah diketahui.
Program komputer komersial untuk menganalisis tegangan pipa yang tersedia
sekarang umumnya menggunakan metode kekakuan, demikian halnya dengan CAESAR
II. Sebagai sebuah metode aproksimasi, metode elemen hingga secara umum memakai
beberapa asumsi. Asumsi dasar yang dipakai oleh program elemen hingga untuk analisa
tegangan pipa adalah permodelan pipa sebagai elemen garis (elemen 1-D) yang
bertepatan dengan sumbu simetri pipa. Elemen garis dihubungkan dengan dua titik
nodal (satu pada ujung From dan yang lain pada ujung End) Setiap titik nodal
memiliki koordinat ruang dengan enam derajat kebebasan (3 perpindahan dan 3 rotasi).
Pada elemen garis ini didefinisikan parameter kekakuan yaitu sifat material dan
geometri penampang pipa, yang diasumsikan konstant sepanjang elemen.

Universitas Sriwijaya
68

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai