Anda di halaman 1dari 22

Mata kuliah : Pendidikan Pancasila

Dosen : Susalti Nur Arsyad. S.Pd., M.Pd

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA


(Pancasila Sebagai Sistem Etika)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mid Mata kuliah Pendidikan Pancasila

OLEH :

Kelompok 1

1. Agustina 114009
2. Sartia novianti 114
3. Juliana 4
4. Nuraeni 114
5. Edis wahyudi 4
6. Epolinaris 4
7. Mindo 2
8. Sofyan 114

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KELAUTAN (STITEK)


BALIK DIWA MAKASSAR
2016 2017
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik, serta hidayahnya, sehingga penulisan Makalah Proses Thermal yang berjudul
Teknologi Proses Pengalengan Ikan Sardendapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Proses Thermal yang dibina
oleh bapak selaku dosen mata kuliah Proses Thermal Kelas/Offering B/GN Program Studi
S1 Stitek Balik Diwa Makassar.
Makalah ini merupakan materi mengenai Teknologi Proses Pengalengan Ikan Sarden,
Penulis berusaha mendapatkan dan mengumpulkan beberapa materi mengenai Teknologi
Proses Pengalengan Ikan Sarden dari beberapa referensi yang diperoleh dari beberapa situs
internet yang tidak dapat penulis dan penerapan lansung dari pemukiran sesuai dengan
profesi ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun, penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, penulis sangat menghargai apabila terdapat saran maupun kritik yang
membangun dari semua pihak. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan
wawasan bagi para pembacanya untuk memperluas khasanah Ilmu Proses Thermal yang terus
berkembang mengikuti kemajuan zaman, khususnya bagi khasanah Ilmu Proses Thermal
mengenai . Amin.

Makassar, 06 Desember 2016

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................2

Daftar Isi...........................................................................................................3

BAB I Pendahuluan..........................................................................................4

1.1 Latar Belakang.......................................................................................4


1.2 Tujuan....................................................................................................5

BAB II Pembahasan.........................................................................................7

2.1 Pengertian Proses Thermal.....................................................................7

2.2 Bentuk Proses Thermal...........................................................................8

2.3 Satuan Yang Berhubungan Dengan Proses Thermal..............................9

2.4 Parameter Proses Thermal......................................................................11

BAB III Penutup...............................................................................................32

3.1 Kesimpulan.............................................................................................32

3.2 Saran.......................................................................................................32

Daftar Pustaka...................................................................................................33
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila adalah ideologi yang dianut oleh negara kesatuan republik Indonesia. Dan
salah satu fungsinya adalah sebagai sistem etika dimana etika itu sendiri merupakan
gabungan dari tiga unsur, yaitu nilai, norma, dan moral. Ketiga unsur tersebut saling
berhubungan satu sama lain.

Pada hakikatnya, pancasila bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan
sumber norma.

Namun, pada kenyataannya sekarang sudah berubah. Tingkah laku masyarakat


Indonesia dalam prakteknya sekarang tidak lagi mewujudkan bagaimana bentuk pancasila
dan tidak lagi memperlihatkan nilai etika yang baik itu sendiri. Akhir akhir ini nilai
pancasila sudah memudar, maksudnya hanya sedikit bangsa Indonesia yang menggunakan
nilai pacasila bagi kehidupannya. Jangankan untuk menggunakan nilai pancasila, masih
banyak bangsa Indonesia lupa atau tertukar dengan sila sila pancasila. Hal ini dikarenakan
kurangnya kita menyebutkan sila sila pancasia. Dulu sewaktu kita duduk di bangku
sekolah, setiap senin kita pasti selalu menjalankan upacara bendera, kita serentak hormat
kepada bendera merah putih, menyanyikan lagu Indonesia raya dan lagu wajib, bahkan kita
serentak menyebutkan pancasila. Tapi sekarang? Hanya sebagian kecil yang masih
menganggap Pancasila itu merupakan pedoman dan sesuatu yang sangat penting bagi pribadi
bangsa Indonesia itu sendiri.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi tugas pancasila semester 1 yang diberikan oleh dosen.


2. Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai pancasila sebagai suatu
sistem nilai.
3. Untuk memberikan pandangan bagaimana seharusnya mengaplikasikan pancasila di
kehidupan kita sehari-hari, terutama dari segi etika.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila

Secara normatif merupakan acuan tindakan baik. Sedangkan Secara filosofis pancasila
dijadikan perspektif kajian nilai dan norma yg berkembang di masyarakat

Sebagai suatu nilai terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal
(ditemukan dimanapun dan kapanpun).

Sebagai suatu kesatuan nilai Pancasila yg utuh yang merupakan nilai-nilai tersebut
memberikan ciri khusus Indonesia, karena merupakan komponen utuh yang
terkristalisasi dalam Pancasila.

Pancasila, awalnya merupakan konsensus politik sbg dasar negara Indonesia pada
waktu merdekayang berkembang menjadi konsensus moral.

Pancasila sebagai sistem etika, untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks
hubungan berbangsa & bernegara.

Fungsi dan kedudukan bangsa

Dasar negara
Pandangan hidup bangsa
Ideologi negara
Jiwa dan kepribadian negara

2.2 Pengertian Etika

Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya
watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin,
mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan
moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara
berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa
Arab, padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamakkhuluk yang berarti
perangai, tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20.)

Pengertian etika menurut para ahli diantaranya adalah :


1. Drs. O.P. Simorangkir mengatakan bahwa etika atau etik sebagai pandangan manusia
dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik
2. Drs. H. Burhanudin Salam mengatakan bahwa etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya

Jadi kesimpulan dari pendapat para ahli, etika adalah perilaku baik atau buruk manusia
yang dilakukan secara alami dan tanpa paksaan dari orang lain.

Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral.

Kedua kelompok etika yaitu:

1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan


manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas
dari tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung
didalamnya.
2. Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun
makhluk sosial (etika sosial) Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a) Etika Individual: membahas kewajiban manusia terhadap dirinya
sendiri dan dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban
dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
b) Etika Sosial: membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi
dalam hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.

Pancasila sebagai sistem etika adalah poin poin yang terkandung di dalam pancasila
yang mencerminkan etika yang ada pada diri bangsa Indonesia. Pembentukan etika ini
berdasarkan hati nurani dan tingkah laku, tidak ada paksaan dalam hal ini. Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap
saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti tercantum di sila ke dua kemanusian yang adil dan beadab tidak dapat dipungkiri
bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, setiap
sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan.

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia.Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaedah-kaedah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara
moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.

Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

2.3 Hubungan Nilai, Norma, dan Moral

Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan Negara menghendaki fondasi
yang kuat tumbuh dan berkembang.

Sebagaimana tersebut diatas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku
manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. dalam kaitannya dengan moral
maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat
manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya.
Sementara itu hubungan antara moral dan etika seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.

2.4 Aliran Aliran Besar Etika

Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan
keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu
perbuatan dikatakan baik atau buruk.

a)Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi
tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah
ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak akibat
suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak
menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan
(Keraf, 2002: 9). Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah
sesuatu yang sudah tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat
universal. Manusia dalam dirinya secara kategoris sudah dibekali pemahaman tentang
suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dan
tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat (imperatif
kategoris).

Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan


tindakan tanpa syarat yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau
adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan diraih, namun karena secara moral setiap
orang sudah memahami bahwa korupsi adalah tindakan yang dinilai buruk oleh
siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus didasari oleh
motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamrih apapun dari
tindakan yang dilakukan (Kuswanjono, 2008: 7). Ukuran kebaikan dalam etika
deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi bebas. Setiap
tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasari oleh kewajiban moral
dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan
kerja keras dan sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang
baik adalah didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.

b)Etika Teleologi

Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa


baik buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.
Etika teleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila
dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban
yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh etika teleologi
bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus
melanggar kewajiban, nilai norma yang lain. Ketika bencana sedang terjadi situasi
biasanya chaos. Dalam keadaan seperti ini maka memenuhi kewajiban sering sulit
dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor
tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan.
Kewajiban membayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh
harta benda. Dalam keadaan demikian etika teleologi perlu dipertimbangkan yaitu
demi akibat baik, beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak dipenuhi.

Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut
siapa? Apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini,
etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme

1) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar
kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya
sengsara dan dirugikan.

2) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung


bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila
mendatangkan kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak
mungkin orang. Di dalam menentukan suatu tindakan yang dilematis maka yang
pertama adalah dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kecil dan kedua
dari kemanfaatan itu mana yang paling menguntungkan bagi banyak orang, karena
bisa jadi kemanfaatannya besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
orang saja. Etika utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada
karena pandangan nilai dan norma sangat mungkin memiliki keragaman. Namun
setiap tindakan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbulkan akan memberikan
manfaat bagi banyak orang atau tidak.

Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau
bahkan merugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika
utilitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka terhadap beragam alternatif tindakan
dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak
orang. Utilitarians try to produce maximum pleasure and minimum pain, counting
their own pleasure and pain as no more or less important than anyone elses (Wenz,
2001: 86).

Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa


kemanfaatan banyak oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri
diperbolehkan sewajarnya, karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada yang lain.
Utilitarianisme, meskipun demikian, juga memiliki kekurangan. Sonny Keraf (2002:
19-21) mencatat ada enam kelemahan etika ini, yaitu:

1. Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada


sebagian masyarakat yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan
demikian utilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan terutama
terhadap minoritas.
2. Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu
dari sisi yang kuantitasmaterialistis, kurang memperhitungkan manfaat
yang non-material seperti kasih sayang, nama baik, hak dan lain-lain.
3. Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang
tentu terkait dengan masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi
tersebut hal-hal yang ideal seperti nasionalisme, martabat bangsa akan
terabaikan, misalnya atas nama memasukkan investor asing maka aset-
aset negara dijual kepada pihak asing, atau atas nama meningkatkan
devisa negara maka pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang
menimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan dirusak atas
nama untuk menyejahterakan masyarakat.
4. Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat
dalam jangka pendek, tidak melihat akibat jangka panjang.
Padahal,misalnya dalam persoalan lingkungan, kebijakan yang
dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif pada masa yang
akan datang.
5. Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan
norma, tapi lebih pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar
nilai dan norma atas nama kemanfaatan yang besar, misalnya
perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
6. Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang
lebih diutamakan kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh
sedikit masyarakat atau kemanfaatan yang lebih banyak dirasakan
banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil.

Menyadari kelemahan itu etika utilitarianisme membedakannya dalam dua


tingkatan, yaitu utilitarianisme aturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka : Pertama,
setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai dan
norma atau tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus
ditolak meskipun memiliki kemanfaatan yang besar. Kedua, kemanfaatan harus dilihat
tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang non-fisik seperti kerusakan
mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya. Ketiga, terhadap masyarakat
yang dirugikan perlu pendekatan personal dan kompensasi yang memadai untuk
memperkecil kerugian material dan non-material.

c. Etika Keutamaan

Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan
pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan
tindakan yang baik, melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan
menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan
benturan sosial. Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan
keteladanan tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh
tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter
yang bermoral itu seperti apa.
2.5 Etika Pancasila

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-
aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan
karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila
adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan
baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai
dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan
kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan
bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat
diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan
sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai
kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan
dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan
bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya
dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya
pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam
akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain

Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah
keadilan dan keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani
dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat
hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan
makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu
dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.

Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan
buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang
seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila
perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika
Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam
kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai
hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada
tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.

Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila
pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun
memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan
realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas dimenangkan atas pandangan mayoritas.
Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang
banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep
hikmah/kebijaksanaan.

Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai
keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan
baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995:
37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan
mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.

Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi
sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga
realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai
mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada
dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai
tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal,
yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai
Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan,
menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan
lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai
Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai
Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-
lain.

2.6 Nilai Pancasila

Dapat menjadi sistem etika yg kuat.

Tak hanya bersifat mendasar, tetapi realistis dan aplikatif.

Dalam kajian aksiologis, keberadaan nilai mendahului fakta nilai-Nilai Pancasila


Yang Merupakan nilai ideal yg sudah ada dalam cita-cita bangsa indonesia yg harus
diwujudkan dalam kehidupan.

Bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yg melengkapi realitas kemanusiaan
dimanapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-
nilai lain.

Nilai Ketuhanan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan dan toleransi.

Nilai Kemanusiaan menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan,


penghormatan, kerjasama, dll.

Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan, dll.

Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dll.

Nilai Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan


bersama, dll.

2.7 Pancasila sebagai Sistem Etika

Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang
sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah Pancasila sebagai
suatu sistem etika.

Disetiap saat dan dimana saja kita berada, kita diwajibkan untuk beretika disetiap
tingkah laku kita. Seperti tercantum disila ke dua kemanusian yang adil dan beradap tidak
dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun eytika bangsa ini sangat
berandil besar, setiap sila pada dasarnya menupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.

Pancasila adalah satu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap siala tidak dapat berdiri
sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti
dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat
(jasmani-rohani), sifat kodrat (individu makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi
diri sendiri, yaitu mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur hakekat manusia
merupakansuatu kesatuan yang bersifat organisdan harmonis, dan setiap unsur memiliki
fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Pancasila merupakan penjelasan hakekat
manusia monopluralis sebagai kesatuan organis.

Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-
ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem
pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia
membahas bagaimana ilmu dibagi dua, yaitu etika khusus dan etika umum.

Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang
memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi
dan banyak lagi, dan pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa
ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab
didunia.Kecenderungan menganggap hal yang tak penting akan kehadiran pancasila
diharapkan dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab.
Pembentukan etika bukanlah hal yang mudah, karena berasal dari tingkah laku dan hati
nurani.

Pancasila sebagai etika, dapat kita ketahui bahwa dalam pembahasan Bab 3 ini
tentang pancasila sebagai etika. Etika merupakan kelompok filsafat praktis (filsafat yang
membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada ) dan dibagi mejadi
kelompok. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika juga ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita harus belajar tentang etika dan mengikuti ajaran moral. Etika pun dibagi
menjadi 2 kelompok etika umum dan khusus.

Etika khusus ini terbagi dua yaitu terdari etika individual dan etika social.
Etika politik adalah cabang bagian dari etika social dengan demikian membahas kewajiban
dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu
masyarakat kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik
dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu
seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang
harus dipatuhi.Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang
baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika
disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua kemanusian yang adil dan
beadab tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa
ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-
sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.

Maka bisa dikatakan bahwa fungsi pancasila sebagai etika itu sangatlah penting agar
masyarakat harus bisa memilih dan menentukan calon yang akan menjabat dan menjadi
pimpinan mayarakat dalam demokrasi liberal memberikan hak kepada rakyat untuk secara
langsung memilih pejabat dan pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk
mewujudkan harapan rakyat. Dengan biaya tinggi serta adanya konflik horizontal.

Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM,
ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi
liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (konsep :
RUU BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak
mampu menjangkau.Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76
dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam
hak-hak sosial ekonomi bangsa.

Dalam pelaksanaan pilkada sebagai prakteknya demokrasi liberal, juga menghasilkan otoda
dalam budaya politik federalisme, dilaksanakan: dengan biaya amat mahal + social cost juga
mahal, dilengkapi dengan konflik horisontal sampai anarchisme. Pilkada dengan praktek
demokrasi liberal, menghasilkan budaya demokrasi semu (demokrasi palsu). Bagaimana
tidak semu bila peserta pilkada 3 5 paket calon terpilih dengan jumlah suara sekitar 40%,
35%, 25%. Biasanya, yang terbanyak 40% ini dianggap terpilih sebagai mayoritas. Padahal
norma mayoritas di dunia umumnya dengan jumlah 51%, apa model demokrasi-semu
(=demokrasi palsu) ini yang akan dikembangkan reformasi Indonesia? atas nama demokrasi
langsung dan HAM. Bandingkan dengan demokrasi Pancasila dalam UUD Proklamasi 45
Pasal 1, 2 dan 37.

Pasal 95 (1), (2), yang menetapkan : calon terpilih bila memperoleh suara lebih dari 25 % dari
jumlah suara sah. Dalam hal tersebut PEMILU tahun 2009 banyak partai-partai yang belum
memakai etika politik. Bukan hanya para partai saja, melainkan masyarakat yang memilih
pun terkadang tidak memilih untuk memikirkan bangsanya melainkan hanya berfikir untuk
kepentingan sendiri (independent).

Dalam kehidupan bermasyarakat, ada yang mengatur tentang tingkah laku


masyarakat, dengan tujuan untuk hidup tentram dan damai tanpa gangguan, kalau masih ada
saja tingkah laku manusia yang melanggar ketentuan seperti yang sudah dicontohkan di atas
maka perlu ditegaskan lagi tatanan dalam masyarakat agar terwujud aturan-aturan yang
menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam bermasyarakat.

Etika adalah suatu kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika
merupakan suatu pemikiran krisis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Selain
itu, etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa mengikuti suatu
ajaran tertentu dan bertanggung dan bertanggung jawab dengan beberapa ajaran moral.

Kelompok etika antara lain:

a) Etika khusus adalah membahas tentang prinsip dalam hubungan dengan


berbagai aspek kehidupan manusia, baik individu maupun sosial. Etika khusus
ini dibagi menjadi dua yaitu, etika individual dan etika sosial. Etika individual
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan
kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya
dan tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial dilain hal membahas
kewajiban serta norma-norma sosial yang seharusnya dipatuhi dalam
hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
b) Etika umum adalah mempertanyakan tentang prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan yang dilakukan oleh manusia.

Dalam falsafah bart dan timur, seperti di Cina dan seperti dalam Islam, aliran-aliran
pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari
tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.

2.8 Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa & Negara


Contoh Kasus : Studi Kasus Korupsi

Memprihatinkan, banyak masalah dalam bentuk krisis multidimensional


(Epoleksosbud, Hankam, Pendidikan, dll). Hulunya krisis moral, yg tragisnya dilakukan oleh
eksekutif, legeslatif maupun yudikatif. Moralitas memegang kunci guna mengatasi krisis
moral. Indikator kemajuan Bangsa Indonesia tak cukup diukur hanya dari kepandaian WNI,
kekayaan alam, dll tetapi yg mendasar adalah bangsa tersebut memegang teguh moralitas.
Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.

a. Moralitas Individu (MI)

1) Lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat kedalam.

2) Tertanam dalam diri manusia, berpengaruh terhadap cara berpikir dan


bertindak.

3) Orang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap
dan perilaku (sopan, rendah hari, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin
ibadah, rajin belajar, tidak suka menyakiti orang lain dll).

Moralitas Individu muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar.
berakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga tampak perbedaan masyarakat bermoral
tinggi dan rendah.

b. Moralitas Sosial (MS)

Tercermin dari MI dalam melihat kenyataan sosial.

Seorang MI-nya baik, dapat MS-nya kurang baik, terutama bagaimana


berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu
hanya ditujukan kepada orang dikelompoknya, tetap tak toleran pd orang lain
diluar kelompoknya.

MI dan MS memiliki hubungan sangat erat dan saling mempengaruhi.

MI dpt dipengaruhi MS atau sebaliknya seorang yang MI-nya baik, ketika


hidup dilingkungan masyarakat yang bermoral buruk, dapat menjadi amoral.
Hal ini sering terjadi dilingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan
berisi orang-orang yg bermoral busuk orang yang bermoral baik akan
dikucilkan / diperlakukan tidak adil.

Mor
c. Moralitas Mondial (MM)

alita Bersifat
Berlaku universaldimanapun
s Terkait dg keadilan,
dan kapanpun
mon kemanusiaan,
dial Moralitaskemerdekaan dsb
analog = kusir kereta kuda yang harus mampu mengarahkan kereta
akan berjalan. Arah perkalanan, tak lepas dari kemana tujuan hendak dituju.

Orang bermoral tahu arah mana yang dituju, sehingga langkah dan pikiran
hanya diarahkan ke tujuan kesenangan dunia atau akhirat.

d. Moralitas saat ini di Indonesia


Barang sangat mahal (semakin langka orang yang bermoral)
Barang murah, banyak orang menggadaikan moralitas dengan beberapa
lembar uang
Ada keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV.
Nilai-nilai yg menjadi dasar dan tujuan negara telah digadaikan dengan serakah
dan bergelimang harta.
Egoisme mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.

Bagaimana Membangun Kesadaran Moral Anti Korupsi Berdasarkan Pancasila

Korupsi berarti sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat


disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Kasus korupsi di Indonesia semakin merajalela.

Oleh krn itu penyelesaian korupsi melalui beragam cara / pendekatan (eksternal dan
internal).

a) Eksternal : Adanya unsur dari luar diri manusia yang berkekuatan


memaksa orang tak korupsi, seperti hukum yang kuat / hukuman berat,
penegak hukum yang bersih. Terciptanya budaya dan watak
masyarakat (orang enggan / malu korupsi dan lain-lain).
b) Internal : Kekuatan yang muncul dari dalam diri manusia / individu
dan mendapat penguatan dari pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan
yang kuat dari keluarga, menanamkan jiwa anti korupsi, kemudian
diperkuat pendidikan formal dan non formal.

Membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan PS membangun mentalitas


melalui penguatan eksternal dan internal dalam diri masyarakat. Di Perguruan tinggi
pendidikan Pancasila.Nilai-nilai Pancasila bila benar-benar dipahami, dihayati dan
diamalkan, pasti mampu menekan angka korupsi. Nilai-nilai Pancasila (sila I, II, III, IV, V)
merupakan kesatuan organis, akan menjadi kekuatan moral besar bila dijadikan landasan
moril dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara dalam pemberantasan korupsi. Penanaman nilai-nilai Pancasila paling efektif :

Melalui pendidikan

Melalui media (elektronik, cetak).

Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan didukung oleh
pendidikan formal disekolah dan non formal di masyarakat.

Peran media penting, memiliki pengaruh dan daya jangkau yang luas, sehingga media
harus memiliki visi, misi mendidik bangsa dan membangun karakter Pancasila di
masyarakat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembelajaran penulis selama melaksanakan penyusunan makalah ini,


penulis atau penyusun dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita
berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke
dua pada Pancasila, yaitu Kemanusian yang adil dan beradab sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil
besar. Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik
yang berlaku dalam masyarakat, bangsa dan negara.

3.2 Saran

Hubungan nilai dengan norma adalah nilai mendasari terbentuknya pola perilaku. Pola
perilaku akan bisa terwujud sesuai denagan yang kita inginkan apabila terdapat kaidah-kaidah
atau ketentuan-ketentuan yang memendorong dan mengarahkan untuk mewujudkan pola
perilaku itu menjadi perbuatan atau tindakan konkret. Dalam bersosialisasi kita juga haru
menerapkan aturan pancasila sebagai sitem etika, dengan norma-norma dan ketentuan yang
telah ada.

Anda mungkin juga menyukai