Makalah Pancasila Sebagai Etika k.7
Makalah Pancasila Sebagai Etika k.7
OLEH :
Kelompok 1
1. Agustina 114009
2. Sartia novianti 114
3. Juliana 4
4. Nuraeni 114
5. Edis wahyudi 4
6. Epolinaris 4
7. Mindo 2
8. Sofyan 114
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik, serta hidayahnya, sehingga penulisan Makalah Proses Thermal yang berjudul
Teknologi Proses Pengalengan Ikan Sardendapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Proses Thermal yang dibina
oleh bapak selaku dosen mata kuliah Proses Thermal Kelas/Offering B/GN Program Studi
S1 Stitek Balik Diwa Makassar.
Makalah ini merupakan materi mengenai Teknologi Proses Pengalengan Ikan Sarden,
Penulis berusaha mendapatkan dan mengumpulkan beberapa materi mengenai Teknologi
Proses Pengalengan Ikan Sarden dari beberapa referensi yang diperoleh dari beberapa situs
internet yang tidak dapat penulis dan penerapan lansung dari pemukiran sesuai dengan
profesi ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun, penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, penulis sangat menghargai apabila terdapat saran maupun kritik yang
membangun dari semua pihak. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan
wawasan bagi para pembacanya untuk memperluas khasanah Ilmu Proses Thermal yang terus
berkembang mengikuti kemajuan zaman, khususnya bagi khasanah Ilmu Proses Thermal
mengenai . Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................3
BAB I Pendahuluan..........................................................................................4
BAB II Pembahasan.........................................................................................7
3.1 Kesimpulan.............................................................................................32
3.2 Saran.......................................................................................................32
Daftar Pustaka...................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila adalah ideologi yang dianut oleh negara kesatuan republik Indonesia. Dan
salah satu fungsinya adalah sebagai sistem etika dimana etika itu sendiri merupakan
gabungan dari tiga unsur, yaitu nilai, norma, dan moral. Ketiga unsur tersebut saling
berhubungan satu sama lain.
Pada hakikatnya, pancasila bukan merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan
sumber norma.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara normatif merupakan acuan tindakan baik. Sedangkan Secara filosofis pancasila
dijadikan perspektif kajian nilai dan norma yg berkembang di masyarakat
Sebagai suatu nilai terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal
(ditemukan dimanapun dan kapanpun).
Sebagai suatu kesatuan nilai Pancasila yg utuh yang merupakan nilai-nilai tersebut
memberikan ciri khusus Indonesia, karena merupakan komponen utuh yang
terkristalisasi dalam Pancasila.
Pancasila, awalnya merupakan konsensus politik sbg dasar negara Indonesia pada
waktu merdekayang berkembang menjadi konsensus moral.
Pancasila sebagai sistem etika, untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks
hubungan berbangsa & bernegara.
Dasar negara
Pandangan hidup bangsa
Ideologi negara
Jiwa dan kepribadian negara
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya
watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin,
mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan
moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara
berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa
Arab, padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamakkhuluk yang berarti
perangai, tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20.)
Jadi kesimpulan dari pendapat para ahli, etika adalah perilaku baik atau buruk manusia
yang dilakukan secara alami dan tanpa paksaan dari orang lain.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral.
Pancasila sebagai sistem etika adalah poin poin yang terkandung di dalam pancasila
yang mencerminkan etika yang ada pada diri bangsa Indonesia. Pembentukan etika ini
berdasarkan hati nurani dan tingkah laku, tidak ada paksaan dalam hal ini. Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap
saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti tercantum di sila ke dua kemanusian yang adil dan beadab tidak dapat dipungkiri
bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, setiap
sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan.
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia.Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaedah-kaedah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara
moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan Negara menghendaki fondasi
yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut diatas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku
manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. dalam kaitannya dengan moral
maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat
manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya.
Sementara itu hubungan antara moral dan etika seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan
keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu
perbuatan dikatakan baik atau buruk.
a)Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi
tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah
ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak akibat
suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak
menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan
(Keraf, 2002: 9). Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah
sesuatu yang sudah tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat
universal. Manusia dalam dirinya secara kategoris sudah dibekali pemahaman tentang
suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dan
tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat (imperatif
kategoris).
b)Etika Teleologi
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut
siapa? Apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini,
etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme
1) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar
kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya
sengsara dan dirugikan.
Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau
bahkan merugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika
utilitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka terhadap beragam alternatif tindakan
dan berorientasi pada kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak
orang. Utilitarians try to produce maximum pleasure and minimum pain, counting
their own pleasure and pain as no more or less important than anyone elses (Wenz,
2001: 86).
c. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan
pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan
tindakan yang baik, melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan
menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan
benturan sosial. Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan
keteladanan tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh
tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter
yang bermoral itu seperti apa.
2.5 Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-
aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan
karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila
adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan
baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai
dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan
kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan
bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat
diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan
sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai
kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan
dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan
bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya
dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya
pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam
akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah
keadilan dan keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani
dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat
hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan
makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu
dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan
buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang
seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila
perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika
Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam
kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai
hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada
tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila
pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun
memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan
realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas dimenangkan atas pandangan mayoritas.
Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang
banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep
hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai
keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan
baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995:
37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan
mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi
sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga
realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai
mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada
dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai
tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal,
yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai
Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan,
menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan
lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai
Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai
Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-
lain.
Bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yg melengkapi realitas kemanusiaan
dimanapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-
nilai lain.
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia, memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang
sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah Pancasila sebagai
suatu sistem etika.
Disetiap saat dan dimana saja kita berada, kita diwajibkan untuk beretika disetiap
tingkah laku kita. Seperti tercantum disila ke dua kemanusian yang adil dan beradap tidak
dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun eytika bangsa ini sangat
berandil besar, setiap sila pada dasarnya menupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.
Pancasila adalah satu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap siala tidak dapat berdiri
sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti
dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat
(jasmani-rohani), sifat kodrat (individu makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi
diri sendiri, yaitu mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-unsur hakekat manusia
merupakansuatu kesatuan yang bersifat organisdan harmonis, dan setiap unsur memiliki
fungsi masing-masing namun saling berhubungan. Pancasila merupakan penjelasan hakekat
manusia monopluralis sebagai kesatuan organis.
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari ilmu-
ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas sistem-sistem
pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Sebagai cabang ilmu ia
membahas bagaimana ilmu dibagi dua, yaitu etika khusus dan etika umum.
Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang
memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi
dan banyak lagi, dan pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa
ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab
didunia.Kecenderungan menganggap hal yang tak penting akan kehadiran pancasila
diharapkan dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab.
Pembentukan etika bukanlah hal yang mudah, karena berasal dari tingkah laku dan hati
nurani.
Pancasila sebagai etika, dapat kita ketahui bahwa dalam pembahasan Bab 3 ini
tentang pancasila sebagai etika. Etika merupakan kelompok filsafat praktis (filsafat yang
membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada ) dan dibagi mejadi
kelompok. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika juga ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita harus belajar tentang etika dan mengikuti ajaran moral. Etika pun dibagi
menjadi 2 kelompok etika umum dan khusus.
Etika khusus ini terbagi dua yaitu terdari etika individual dan etika social.
Etika politik adalah cabang bagian dari etika social dengan demikian membahas kewajiban
dan norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu
masyarakat kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik
dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan politik itu
seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban-kewajiban yang
harus dipatuhi.Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang
baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika
disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua kemanusian yang adil dan
beadab tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa
ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-
sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.
Maka bisa dikatakan bahwa fungsi pancasila sebagai etika itu sangatlah penting agar
masyarakat harus bisa memilih dan menentukan calon yang akan menjabat dan menjadi
pimpinan mayarakat dalam demokrasi liberal memberikan hak kepada rakyat untuk secara
langsung memilih pejabat dan pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk
mewujudkan harapan rakyat. Dengan biaya tinggi serta adanya konflik horizontal.
Sesungguhnya, dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM,
ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui ekonomi
liberal. Analisis ini dapat dihayati melalui bagaimana politik pendidikan nasional (konsep :
RUU BHP sebagai kelanjutan PP No. 61 / 1999) yang membuat rakyat miskin makin tidak
mampu menjangkau.Bidang sosial ekonomi, silahkan dicermati dan dihayati Perpres No. 76
dan 77 tahun 2007 tentang PMDN dan PMA yang tertutup dan terbuka, yang mengancam
hak-hak sosial ekonomi bangsa.
Dalam pelaksanaan pilkada sebagai prakteknya demokrasi liberal, juga menghasilkan otoda
dalam budaya politik federalisme, dilaksanakan: dengan biaya amat mahal + social cost juga
mahal, dilengkapi dengan konflik horisontal sampai anarchisme. Pilkada dengan praktek
demokrasi liberal, menghasilkan budaya demokrasi semu (demokrasi palsu). Bagaimana
tidak semu bila peserta pilkada 3 5 paket calon terpilih dengan jumlah suara sekitar 40%,
35%, 25%. Biasanya, yang terbanyak 40% ini dianggap terpilih sebagai mayoritas. Padahal
norma mayoritas di dunia umumnya dengan jumlah 51%, apa model demokrasi-semu
(=demokrasi palsu) ini yang akan dikembangkan reformasi Indonesia? atas nama demokrasi
langsung dan HAM. Bandingkan dengan demokrasi Pancasila dalam UUD Proklamasi 45
Pasal 1, 2 dan 37.
Pasal 95 (1), (2), yang menetapkan : calon terpilih bila memperoleh suara lebih dari 25 % dari
jumlah suara sah. Dalam hal tersebut PEMILU tahun 2009 banyak partai-partai yang belum
memakai etika politik. Bukan hanya para partai saja, melainkan masyarakat yang memilih
pun terkadang tidak memilih untuk memikirkan bangsanya melainkan hanya berfikir untuk
kepentingan sendiri (independent).
Etika adalah suatu kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika
merupakan suatu pemikiran krisis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Selain
itu, etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa mengikuti suatu
ajaran tertentu dan bertanggung dan bertanggung jawab dengan beberapa ajaran moral.
Dalam falsafah bart dan timur, seperti di Cina dan seperti dalam Islam, aliran-aliran
pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari
tindakan dan perbuatan manusia, serta system nilai apa yang terkandung di dalamnya.
3) Orang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap
dan perilaku (sopan, rendah hari, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin
ibadah, rajin belajar, tidak suka menyakiti orang lain dll).
Moralitas Individu muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar.
berakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga tampak perbedaan masyarakat bermoral
tinggi dan rendah.
Mor
c. Moralitas Mondial (MM)
alita Bersifat
Berlaku universaldimanapun
s Terkait dg keadilan,
dan kapanpun
mon kemanusiaan,
dial Moralitaskemerdekaan dsb
analog = kusir kereta kuda yang harus mampu mengarahkan kereta
akan berjalan. Arah perkalanan, tak lepas dari kemana tujuan hendak dituju.
Orang bermoral tahu arah mana yang dituju, sehingga langkah dan pikiran
hanya diarahkan ke tujuan kesenangan dunia atau akhirat.
Oleh krn itu penyelesaian korupsi melalui beragam cara / pendekatan (eksternal dan
internal).
Melalui pendidikan
Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan didukung oleh
pendidikan formal disekolah dan non formal di masyarakat.
Peran media penting, memiliki pengaruh dan daya jangkau yang luas, sehingga media
harus memiliki visi, misi mendidik bangsa dan membangun karakter Pancasila di
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita
berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke
dua pada Pancasila, yaitu Kemanusian yang adil dan beradab sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil
besar. Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik
yang berlaku dalam masyarakat, bangsa dan negara.
3.2 Saran
Hubungan nilai dengan norma adalah nilai mendasari terbentuknya pola perilaku. Pola
perilaku akan bisa terwujud sesuai denagan yang kita inginkan apabila terdapat kaidah-kaidah
atau ketentuan-ketentuan yang memendorong dan mengarahkan untuk mewujudkan pola
perilaku itu menjadi perbuatan atau tindakan konkret. Dalam bersosialisasi kita juga haru
menerapkan aturan pancasila sebagai sitem etika, dengan norma-norma dan ketentuan yang
telah ada.