LAPORAN KASUS
Untuk memenuhi salah satu syarat ilmiah
Guna memperoleh gelar Spesialis Anestesi
Program Pendidikan Dokter Spesialis -1
Anestesiologi dan Terapi Intensif
Abstrak
Penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung hipertensif, iskemik, dan kelainan katup
merupakan penyakit medis yang paling sering ditemui dalam praktik anestesi dan merupakan
2
penyebab utama morbiditas dan mortalitas perioperatif. Tata laksana pasien dengan penyakit ini
akan terus menjadi tantangan bagi anestesiologis. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai
manajemen anestesia pada seorang lai-laki usia 60 tahun dengan diagnosa Peritonitis difus e.c
appendicitis perforasi yang dilakukan operasi appendiktomi perlaparatomi eksplorasi. Pada
evaluasi preoperatif didapatkan pasien dalam kondisi fisik ASA IIIE. Pasien dioperasi dalam
general anestesi. Operasi berlangsung selama 1 jam 30 menit dan selama operasi tidak terjadi
komplikasi Krisis hipertensi.
Abstract
Cardiovascular disease, particularly hypertensive, ischemic, and valvular heart disease are the
medical illnesses most frequently encountered in anaesthesia practice and a major cause of
preioperatif morbidity and mortality. Management of patient with these disease continues to
challenge the ingenuity and resources of the anesthesiologist.
this case report will described about anesthesia management for men 60 years old with Peritonitis
diffus who underwent emergency appendectomy perlaparatomy. in preoperative evaluation,
patient assesment with pisical status asa IIIE, surgical during in general anestesi and last for 1
hour 30 minute.. the complication that occur as Crissis hypertension is not happening.
tergantung dari komposisi ras suatu populasi dan tergantung dari criteria yang
seperlimanya memiliki tekanan darah lebih dari 160/95 mmHg dan hamper
setengahnya memiliki tekanan darah lebih dari 140/90, prevalensi yang lebih
3
pasien mengalami hipertensi setelah usia diatas 50 tahun. Sub tipe dari hipertensi
juga dipengaruhi oleh usia, dimana pada indivdu yang lebih muda biasanya
Respons adrenergik terhadap stimulasi bedah dan efek sirkulasi obat anestesi,
efek sirkulasi berbagai obat anestesi, dan patofisiologi serta terapi penyakit-
penyakit ini.2
miokardium, gagal jantung kongestif, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusi perifer
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P
Umur : 60 tahun
Berat Badan : 55 Kg
Alamat : Bandung
Anamnesa :
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri perut kanan
bawah yang dirasakan terus menerus, sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit
nyeri semakin hebat dan dirasakan pada seluruh bagian perut, pasien mengalami
muntah 1 kali saat tiba di rumah sakit, muntah berisi air dan sedikit sisa makanan.
Keluhan tidak disertai dengan demam. Pasien mengaku terakhir kali makan
sekitar 12 jam yang lalu dan terakhir minum 8 jam yang lalu dengan meminum air
Pasien memiliki riwayat sakit darah tinggi yang diketahuinya sejak 2 tahun
darah tertinggi pasien 190/100. Tekanan darah harian pasien setelah diberikan
12,5mg, namun sejak 1 bulan terakhir pasien tidak rutin meminum obat. Riwayat
riwayat bengkak pada tungkai bawah disangkal, riwayat sesak maupun nyeri dada
saat aktifitas disangkal, riwayat terbangun pada malam hari karena sesak nafas
disangkal.
Pemeriksaan Fisik :
Pernafasan : 16x/menit
Suhu : 36,6 oC
Buka mulut : > 3 jari, Leher mobile, Malampati 1, gigi palsu (-)
Ekstremitas : motorik dan sensorik dalam batas normal, crt < 2"
Pemeriksaan penunjang
Hb/ht/leukosit/trombosit : 11,9/34/10700/4,36/242000
Na/K : 136/4,0
7
Ureum/kreatinin : 55/0,93
Terkontrol
Lanjutkan puasa
Sedia darah
INTRAOPERATIF (20/9/2013)
kondisi pasien :
Lidocaine 75 mg
Fentanyl 100 ug
Propofol 100 mg
Atracurium 25 mg
gangrenous, edematous.
PEMBAHASAN
derajat berat ringan dari hipertensinya, sub tipe hipertensi, pengobatan yang
sedang dijalani, dan target organ yang didapatkan dari hipertensi yang kronis.1
jarang ditemukan) akan berakibat fatal, karena agen anestesi diketahui dapata
menyebabkan krisis pada pasien, sementara itu severitas dari hipertensi dapat
Obat anti hipertensi memiliki implikasi anestesi yang berbeda beda. Diuretik
risiko terjadinya aritmia, maka dari itu elektrolit preoperatif harus diperiksa.1
Adanya kerusakan target organ pada sistem saraf pusat (SSP), jantung, dan
ginjal menunjukan hipertensi yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama.
Namun sayangnya penandaan dari kerusakan organ tersebut hanya dapat terlihat
Untuk evaluasi jantung, EKG dan foto toraks merupakan test minimal. EKG
Pasien dengan hipertensi yang berat memiliki risiko tinggi untuk terjadinya
Untuk evaluasi ginjal, urinalisi, serum kreatinin dan ureum harus diukur
untuk mencari adanya penyakit parenkim ginjal. Bila ditemukan adanya penyakit
ginjal kronik, maka harus dinilai adanya hiperkalemi dan peningkatan volume
Kerusakan organ yang disebabkan oleh karena hipertensi yang kronis antara lain :
proses antara lain aliran nadi, disfungsi endotel, dan hipertropi otot polos, ketiga
hipertensi prabedah yang masih dapat diterima untuk pembedahan elektif. Kecuali
pada pasien yang terkontrol optimal, sebagian besar pasien hipertensi yang masuk
12
tetapi data lainnya mengindikasikan bahwa hipertensi yang tidak diterapi atau
tidak terkontrol lebih mungkin mengalami episode iskemia miokard, aritmia, atau
normotensif, tetapi hal ini tidak mutlak karena adanya autoregulasi serebral.
Reduksi tekanan darah yang terlalu banyak dapat mengganggu perfusi serebral.
apakah pembedahan mayor menginduksi perubahan beban awal atau beban akhir
buruk terhadap obat. Seringkali, terapi obat harus diteruskan hingga saat
prabedah yang lebih dari 110 mHg terutama bila disertai bukti kerusakan organ,
operasi ditunda sampai tekanan darah dapat terkontrol dengan baik selama
beberapa hari.(2,6)
Sampai saat ini belum ada protokol untuk penentuan TD berapa sebaiknya
yang paling tinggi yang sudah tidak bisa ditoleransi untuk dilakukannya
penundaan anestesia dan operasi. Namun banyak literatur yang menulis bahwa
TDD 110 atau 115 adalah cut-off point untuk mengambil keputusan penundaan
yang dijadikan tolak ukur, karena peningkatan TD sistolik (TDS) akan meningkat
seiring dengan pertambahan umur, dimana perubahan ini lebih dianggap sebagai
hasil studi menunjukkan bahwa terapi yang dilakukan pada hipertensi sistolik
dapat menurunkan risiko terjadinya stroke dan MCI pada populasi yang berumur
tua. Dalam banyak uji klinik, terapi antihipertensi pada penderita hipertensi akan
menurunkan angka kejadian stroke sampai 35%-40%, infark jantung sampai 20-
25% dan angka kegagalan jantung diturunkan sampai lebih dari 50%. Menunda
khususnya pada pasien dengan kasus hipertensi yang ringan sampai sedang.
itu sendiri. Penundaan operasi dilakukan apabila ditemukan atau diduga adanya
kerusakan target organ sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan sebelum
(AHA/ACC) mengeluarkan acuan bahwa TDS 180 mmHg dan/atau TDD 110
urgensi. Pada keadaan operasi yang sifatnya urgensi, TD dapat dikontrol dalam
beberapa menit sampai beberapa jam dengan pemberian obat antihipertensi yang
yang harus menjadi pertimbangan, yaitu saat tindakan anestesia dan postoperasi.
Contoh yang sering terjadi adalah hipertensi akibat laringoskopi dan respons
Anamnesis harus dapat mencari tahu berapa berat dan durasi hipertensi,
terapi obat yang diresepkan, dan ada tidaknya komplikasi hipertensi. Gejala
vaskular perifer harus ditanyakan, begitu juga komplians pasien terhadap regimen
obat. Pertanyaan mengenai nyeri dada, toleransi latihan fisik, sesak napas
15
(terutama pada malam hari), edema, pusing (rasa melayang) postural, sinkop,
amaurosis, dan klaudikasio, harus diperhatikan. Efek samping terapi obat yang
konduksi, dan infark lama, atau hipertrofi ventrikel kiri atau strain. EKG normal
ventrikel kiri. Begitu pula, ukuran jantung yang normal pada pemeriksaan
merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif untuk hipertrofi ventrikel kiri dan
dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi sistolik dan fungsi diastolik pasien
dengan gejala gagal jantung. Radiografi dada umumnya baik tetapi mungkin
Fungsi ginjal paling baik dievaluasi melalui pengukuran kreatinin serum dan
kadar urea nitrogen darah. Kadar elektrolit serum harus diperiksa pada pasien
yang mengkonsumsi obat diuretik atau digoksin, atau jika pasien menderita gagal
ginjal. Hipokalemia ringan hingga sedang sering terjadi pada pasien dengan
buruk. Penggantian kalium harus dilakukan hanya pada pasien simtomatik atau
dapat ditemukan pada pasien terutama pasien dengan gangguan fungsi ginjal
esensial dan sedang dalam terapui menggunakan obat ACE inhibitor yaitu
captopril. Pada pasien ini target organ yang terjadi adalah kardiomegali yang
terlihat dari foto rontgen toraks, namun secara klinis belum terjadi penurunan
fisiologis dari jantung pasien, karena pasien masih bias melakukan aktifitas sehari
hari, selain itu pada pasien juga belum ditemukan adanya tanda-tanda gagal
jantung maupun iskemia jantung. Dari hasil EKG pun tidak didapatkan adanya
kelainan. Kerusakan organ target lain seperti Susunan saraf pusat dan ginjal tidak
ditemukan pada pasien ini, karena dari anamnesa tidak didapatkan adanya riwayat
stroke maupun TIA (transient ischemic attack). Selain itu hasil pemeriksaan
Pada kasus ini hipertensi dalam keadaan tidak terkontrol. Karena sudah 1
bulan pasien tidak minum obat captopril secara teratur, dengan tekanan darah
188/98. Tekanan darah yang tinggi tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh
beberapa factor antara lain karena pasien sedang dalam kondisi kesakitan, cemas,
Menurut klasifikasi AHA apabila tekanan darah sistolik lebih dari atau
sama dengan 180 mmHg, maka tekanan darah harus di control terlebih dahulu.
17
Pada kasus ini operasi tetap dilaksanakan karena operasi bersifat emergensi.
Premedikasi
jadwal operasi dan dapat diberikan dengan seteguk air. beberapa klinisi
Pada kasus ini diberikan midazolam 2mg sebelum induksi dengn tujuan untuk
mengurangi kecemasan pasien. Pada kasus ini pasien dalam terapi dengan obat
penghambat ACE namun sudah 1 bulan pasien tidak meminum obatnya dengan
teratur.
Induksi
tekanan darah yang berlebihan akibat vasodilatasi yang diikuti dengan penurunan
18
volume intravascular. Hipotensi saat induksi sering terjadi pada pasien dengan
terapi obat golongan ACEI atau ARB yang dikonsumsi hingga saat operasi
tekanan darah yang signifikan pada pasien dengan hipertensi meskipun pasien
kemungkinan dapat terjadi dengan hipertensi dan takikardi yang diakibatkan oleh
terjadi keadaan hemodinamik yang tidak stabil. Tanpa melihat tingkat tekanan
menonjol terhadap induksi anestesi serta diikuti respon hipertennsi berlebih saat
intubasi.4
frekwensi nadi terjadi kira-kira 14 detik setelah mulai laringoskopi dan menjadi
labetolol 10-50 mg
Obat-obat rumatan
N2O, teknik balans (narkotik + N20 + pelemas otot), opioid dosis tinggi atau
teknik TIVA. Vasodilatasi dan depresi miokard yang relatif cepat dan reversibel
dihasilkan oleh efek obat volatile terhadap tekanan darah arteri. Tidak terdapat
teknik anestesi yang khusus atau kombinasi obat yang lebih baik untuk pasien-
20
pasien hipertensi.
Obat anestesi inhalasi yang poten atau narkotik harus dititrasi untuk
mencapai tingkat depresi susunan saraf pusat yang dinginkan. Obat inhalasi yang
poten memberikan kendali terhadap hipertensi yang lebih besar tetapi tampaknya
kurang stabil. Isofuran memiliki keuntungan vasodilatasi perifir yang lebih baik
isofluran. Kombinisi N2O deiigan narkotik dosis rendah sampai sedang dan obat
Hipertensi intraoperatif
secara parenteral (lihat tabel 2), namun faktor penyebab bersifat reversibel atau
bisa diatasi seperti anestesia yang kurang dalam, hipoksemia atau hiperkapnea
Pengelotaan Pascaoperatif
21
yang mempunyai riwayat pengobatan yang buruk. Monitoring yang ketat harus
dilanjutkan mulai pada periode segera pasca bedah dan jugsa di ruang pemulihan.
kandung kemih.
Hipertensi yang terjadi pada periode pasca operasi sering terjadi pada
kebutuhanoksigenmiokardsehinggaberpotensimenyebabkaniskemiamiokard,
disritmia jantung dan CHF. Disamping itu bisa juga menyebabkan stroke dan
perdarahan ulang luka operasi akibat terjadinya disrupsi vaskuler dan dapat
operasiadabanyakfaktor,disampingsecaraprimerkarenapenyakithipertensinya
yang tidak teratasi dengan baik, penyebab lainnya adalah gangguan sistem
respirasi, nyeri, overload cairan atau distensi dari kandung kemih. Sebelum
sekundertersebutharusdikoreksidulu. Nyerimerupakansalahsatufaktoryang
pasienyangberisiko,nyerisebaiknyaditanganisecaraadekuat,misalnyadengan
nyerisudahteratasi,makaintervensisecarafarmakologiharussegeradilakukan
danperludiingatbahwameskipunpascaoperasiTDkelihatannyanormal,pasien
diterapidenganobatantihipertensisecaraparenteralmisalnyadenganbetablocker
yangterutamadigunakanuntukmengatasihipertensidantakikardiayangterjadi.
Apabilapenyebabnyakarenaoverloadcairan,bisadiberikandiuretikafurosemid
danapabilahipertensinyadisertaidenganheartfailuresebaiknyadiberikanACE
sebaiknyaantihipertensisecaraoralsegeradimulai.(2,4)
infiltrasi dan ketorolak 30mg sesaat sebelum operasi selesai, dan diberikan
tramadol 200mg disertai dengan ketorolak 30mg dalam 500cc RL tiap 8 jam.
Selama observasi di ruang pemulihan tekanan darah sistolik pasien berkisan 146-
23
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan penyakit yang sering terjadi pada pasien usia lanjut,
Seorang ahli anestesi harus memahami fisiologi dan patofisiologi jantung agar
yang tepat pada pasien dengan hipertensi yang akan mejalani tindakan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Philadelphia: Elsevier;2004.p.3-82.