Anda di halaman 1dari 12

A.

PROSES PENGOLAHAN NIKEL

Nikel ditemukan oleh Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang disebutnya
kupfernickel (nikolit). Nikel adalah komponen yang ditemukan banyak dalam meteorit dan
menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit besi atau
siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel diperoleh secara
komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury Ontario, sebuah daerah yang
menghasilkan 30% kebutuhan dunia akan nikel. Deposit nikel lainnya ditemukan di
Kaledonia Baru, Australia, Cuba, dan Indonesia.
Berdasarkan tahapan proses, pengolahan nikel dapat dilakukan dalam tiga tahapan
proses, yaitu Tahap Preparasi, Tahap Pemisahan, dan Tahap Dewatering. Kegiatan
pengolahan ini bertujuan untuk membebaskan dan memisahkan mineral berharga dari mineral
yang tidak berharga atau mineral pengotor sehingga setelah dilakukan proses pengolahan
dihasilkan konsentrat yang bernilai tinggi dan tailing yang tidak berharga. Metode yang
dipakai bermacam-macam tergantung dari sifat kimia, sifat fisika, sifat mekanik dari mineral
itu sendiri.
Nikel merupakan logam berwarna putih keperak perakan, ringan, kuat antin karat,
bersifat keras, mudah ditempa, sedikit ferromagnetis, dan merupakan konduktor yang agak
baik terhadap panas dan listrik. Nikel tergolong dalam grup logam besi-kobal, yang dapat
menghasilkan alloy yang sangat berharga. Spesifik gravitynya 8,902 dengan titik lebur
14530C dan titik didih 27320C, resisten terhadap oksidasi, mudah ditarik oleh magnet, larut
dalam asam nitrit, tidak larut dalam air dan amoniak, sedikit larut dalam hidrokhlorik dan
asam belerang. Memiliki berat jenis 8,8 untuk logam padat dan 9,04 untuk kristal tunggal.
Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral sulfida dan
mineral oksida. Begitu pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida. Masing-masing
mempunyai karakteristik sendiri dan cara pengolahannya pun juga tidak sama. Dalam
bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral oksida (Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit
dan Limonit dengan berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah
kandungan Fe (Besi) dan Mg (Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah
dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis
berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit Ore) dan LGSO (Low Grade
Saprolit Ore), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni 2% sedangkan LGSO mempunyai
kadar Ni.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk melakukan proses pengelolahan nikel melalui
beberapa tahap utama yaitu, crushing, Pengering, Pereduksi, peleburan, Pemurni, dan
Granulasi dan Pengemasan.

1. Kominusi
Kominusi adalah suatu proses untuk mengubah ukuran suatu bahan galian menjadi lebih
kecil, hal ini bertujuan untuk memisahkan atau melepaskan bahan galian tersebut dari mineral
pengotor yang melekat bersamanya. Kominusi bahan galian meliputi kegiatan berikut :
a. Crusher yaitu suatu proses yang bertujuan untuk meliberalisasi mineral yang diinginkan
agar terpisah dengan mineral pengotor yang lain. Dimana proses ini bertujuan juga untuk
reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari tambang (ROM = run of mine)
dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm) menjadi ukuran 20-25 cm bahkan bisa
sampai ukuran 2,5 cm.
Alat yang digunakan pada Primary Crusher dan Secondery Crusher yaitu antara lain :
1. Jaw crusher
2. Gyratory crusher
3. Cone crusher
4. Roll crusher
5. Impact crusher
6. Rotary breaker
7. Hammer mill
b. Grinding Merupakan tahap pengurangan ukuran dalam batas ukuran halus yang
diinginkan. Tujuan Grinding yaitu Mengadakan liberalisasi mineral berharga, Mendapatkan
ukuran yang memenuhi persyaratan industri, Mendapatkan ukuran yang memenuhi
persyaratan proses.

2. Sizing
Merupakan proses pemilahan bijih yang telah melalui proses kominusi sesuai ukuran yang
dibutuhkan. Kegiatan Sizing meliputi Screening yaitu Salah satu pemisahan berdasarkan
ukuran adalah proses pengayakan (screening). Sizing dibagi menjadi dua antara lain :
a. Pengayakan / Penyaringan (Screening / Sieving)
Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan
perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan
penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.
Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu antara lain :
1. Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).
2. Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).
Saringan (sieve) yang sering dipakai di laboratorium yaitu antara lain :
1. Hand sieve
2. Vibrating sieve series / Tyler vibrating sive
3. Sieve shaker / rotap
4. Wet and dry sieving
Sedangkan ayakan (screen) yang berskala industri yaitu antara lain :
1. Stationary grizzly
2. Roll grizzly

3. Sieve bend
4. Revolving screen
5. Vibrating screen (single deck, double deck, triple deck, etc.)
6. Shaking screen
7. Rotary shifter
b. Klasifikasi (Classification)
Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan pengendapannya dalam
suatu media (udara atau air). Klasifikasi dilakukan dalam suatu alat yang disebut classifier.
Produk dari proses klasifikasi ada 2 (dua), yaitu antara lain:
1. Produk yang berukuran kecil/halus (slimes) mengalir di bagian atas disebut overflow.
2. Produk yang berukuran lebih besar/kasar (sand) mengendap di bagian bawah (dasar)
disebut underflow.
Proses pemisahan dalam classifier dapat terjadi dalam tiga cara (concept), yaitu :
a. Partition concept
b. Tapping concept
c. Rein concept

3. Pengeringan (Drying)
Yaitu proses untuk membuang seluruh kandung air dari padatan yang berasal dari konsentrat
dengan cara penguapan (evaporization/evaporation).Peralatan atau cara yang dipakai ada
bermacam-macam, yaitu antara lain:
a. Hearth type drying/air dried/air baked, yaitu pengeringan yang dilakukan di atas lantai
oleh sinar matahari dan harus sering diaduk (dibolak-balik).
b. Shaft drier, ada dua macam, yaitu :
tower drier, material (mineral) yang basah dijatuhkan di dalam saluran silindris

vertikal yang dialiri udara panas (800 1000).


rotary drier, material yang basah dialirkan ke dalam silinder panjang yang diputar

pada posisi agak miring dan dialiri udara panas yang berlawanan arah.

4. Kalsinasi dan Reduksi di Tanur Pereduksi

Tujuannya untuk menghilangkan kandungan air di dalam bijih, mereduksi sebagian nikel
oksida menjadi nikel logam, dan sulfidasi. Setelah proses drying, bijih nikel yang tersimpan
di gudang bijih kering pada dasarnya belumlah kering secara sempurna, karena itulah tahapan
ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air bebas dan air kristal serta mereduksi nikel
oksida menjadi nikel logam. Proses ini berlansung dalam tanur reduksi. Bijih dari gudang
dimasukkan dalam tanur reduksi dengan komposisi pencampuran menggunakan ratio tertentu
untuk menghasilkan komposisi silika magnesia dan besi yang sesuai dengan operasional
tanur listrik. Selain itu dimasukkan pula batubara yang berfungsi sebagai bahan pereduksi
pada tanur reduksi maupun pada tanur pelebur. Untuk mengikat nikel dan besi reduksi yang
telah tereduksi agar tidak teroksidasi kembali oleh udara maka ditambahkanlah belerang.
Hasil akhir dari proses ini disebut kalsin yang bertemperatur sekitar 7000oC.

5. Peleburan di Tanur Listrik


Untuk melebur kalsin hasil kalsinasi/reduksi sehingga terbentuk fasa lelehan matte dan Slag.
Kalsin panas yang keluar dari tanur reduksi sebagai umpan tanur pelebur dimasukkan
kedalam surge bin lalu kemudian dibawa dengan transfer car ke tempat penampungan.
Furnace bertujuan untuk melebur kalsin hingga terbentuk fase lelehan matte dan slag.
Dinding furnace dilapisi dengan batu tahan api yang didinginkan dengan media air melalui
balok tembaga. Matte dan slag akan terpisah berdasarka berat jenisnya. Slag kemudian
diangkut kelokasi pembuangan dengan kendaraan khusus.

6. Pengkayaan di Tanur Pemurni


Bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari sekitar 27 persen menjadi di atas 75
persen. Matte yang memiliki berat jenis lebih besar dari slag diangkut ke tanur pemurni /
converter untuk menjalani tahap pemurnian dan pengayaan. Proses yang terjadi dalam tanur
pemurni adalah peniupan udara dan penambahan sililka. Silika ini akan mengikat besi oksida
dan membentuk ikatan yang memiliki berat jenis lebih rendah dari matte sehingga menjadi
mudah untuk dipisahkan.

7. Granulasi dan Pengemasan


Untuk mengubah bentuk matte dari logam cair menjadi butiran-butiran yang siap diekspor
setelah dikeringkan dan dikemas. Matte dituang kedalam tandis sembari secara terus menerus
disemprot dengan air bertekanan tinggi. Proses ini menghasilkan nikel matte yang dingin
yang berbentuk butiran-butiran halus. Butiran-butiran ini kemudian disaring, dikeringkan dan
siap dikemas.

B. PROSES PENGOLAHAN BATUBARA

Batubara jenis sub-bituminous termasuk kualitas rendah sehingga memiliki harga yang
relatif rendah juga. Untuk meningkatkan harga batubara seperti ini dapat dilakukan usaha
peningkatan nilai tambah.
1) Peningkatan Nilai Tambah Batubara
Peningkatan nilai tambah batubara yang paling sederhana adalah melalui operasi
peremukan atau crushing dari bongkahan besar menjadi ukuran yang masuk dalam
persyaratan dan pencampuran atau blending antara batubara kualitas rendah atau tidak masuk
dalam spesifikasi dengan batubara kualitas relatif tinggi sehingga memenuhi persyaratan
spesifikasi teknis pembeli.
Peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan pencucian atau
washing dengan tujuam untuk menurunkan kadar abu. Pencucian dapat menghilangkan
mineral-mineral yang mengandung abu dan sulfur.
Peningkatan juga dapat dilakukan dengan mengolah batubara menjadi briket batubara
atau menjadikan produk dengan bentuk fisik dan kimiawinya telah berbeda, seperti menjadi
bahan bakar cair atau liquefaction dan bahan bakar gas atatu gasifikasi.
2) Proses Karbonisasi
Proses Karbonisasi batubara merupakan proses peningkatan kualitas batubara dengan cara
dipanaskan di dalam tanur pada temperatur tinggi diatas 800oC atau pada temperatur dibawah
600oC dalam lingkungan tanpa atau sedikit udara. Proses ini dapat menghilangkan atau
mengurangi kandungan volatile matter dan air. Produk karbonisasi biasa disebut dengan char
atau coke.
Char atau coke yang tidak memenuhi kualitas cokes dapat dioleh menjadi briket batubara
atau arang, sedangkan cokes yang memiliki sifat cukup kuat dapat digunakan sebagai kokas
untuk peleburan besi dengan blast furnace.

2.5.3. Proses Gasifikasi


Gasifikasi batubara merupakan proses konversi batubara menjadi gas. Umumnya dilakukan
untuk batubara yang tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar. Gas yang
dihasilkan dapat dimurnikan lagi atau dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar, atau
direaksikan dengan senyawa lain untuk menghasilkan bentuk gas lain atau menjadi bentuk
cairan. Bahan bakar gas sintetik ini lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan
pembakaran langsung dari batubara.
2.5.4. Proses Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen bertekanan tinggi. Reaksi ini
diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator, dan kriteria bahan baku) agar dihasilkan
senyawa hidrokarbon sesuai yang diinginkan, dengan spesifikasi mendekati minyak mentah.
Sejalan perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi proses alternatif umtuk mengolah
batubara menjadi bahan bakar cair pengganti produk minyak bumi, proses ini dikenal dengan
nama Bergius Proses, disebut juga proses pencairan batubara (coal liquefaction)

2.5.4. Proses Liquefaction


Liquefaction merupakan proses konversi batubara menjadi produk lain seperti cairan melalui
proses pirolisis, indirect liquefaction, dan direct liquefaction.
Pada proses pirolisis, cairannya merupakan produk samping dari produksi kokas. Pada proses
indirect liquefaction, batubara digasifikasi menjadi campuran gas CO dan hidrogen (H2). Gas
ini biasa disebut syngas.
Proses direct liquefaction sering juga disebut sebagai coal hydrogenation. Pada proses ini,
batubara dicampur dengan larutan pendonor hidrogen dan direaksikan dengan hidrogen atau
syngas pada tekanan dan temperatur tinggi untuk menghasilkan berbagai produk bahan bakar
cair.

C. PROSES PENGOLAHAN BATUGAMPING


Batu gamping dapat langsung dipakai sebagai bahan baku, misal pada industri semen, fondasi
jalan, rumah dan sebagainya. Untuk hal lain perlu pengolahan terlebih dahulu, misal dengan
pembakaran. Cara ini dimaksudkan untuk memperoleh kapur tohor (CaO), kalsium
hidroksida (Ca(OH)2) dan gas CO2.
KALSINASI
Kata kalsinasi berasal dari bahasa Latin yaitu calcinare yang artinya membakar kapur. Proses
Kalsinasi yang paling umum adalah diaplikasikan untuk dekomposisi kalsium karbonat (batu
kapur, CaCO3) menjadi kalsium oksida (kapur bakar, CaO) dan gas karbon dioksida atau
CO2.
Produk dari kalsinasi biasanya disebut sebagai kalsin, yaitu mineral yang telah mengalami
proses pemanasan.
Proses Kalsinasi dilakukan dalam sebuah tungku atau reaktor yang disebut dengan kiln atau
calciners dengan berragam desain, seperti tungku poros, rotary kiln, tungku perapian ganda,
dan reaktor fluidized bed.
Secara umum, pembuatan kapur tohor meliputi :
Kalsinasi pada suhu 900o - 1000oC,
sehingga batu gamping terurai menjadi CaO dan CO2
CO2 ditangkap, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tangki
Kalsinasi dapat membentuk kapur tohor (CO) dan padam (CaOH2)
Pembakaran batu gamping pada suhu sekitar 900oC akan diperoleh CaO melalui
reaksi CaCO3 CaO + CO2 Pada reaksi ini terjadi penyerapan panas karena untuk
mengurai 1 gram molekul CaCO3 (100 gram) perlu panas 42,5 kkal.

Pembakaran batu dolomit (MgCO3) pada suhu 800 oC akan terjadi penguraian,
seperti reaksi berikut : MgCO3 MgO + CO2; MgO disebut juga magnesit
kostik. Pembakaran batu gamping dolomitan pada suhu 800-850 oC, hanya MgCO3
yang terurai, tetapi CaCO3 belum terurai.
Jadi yang dihasilkan adalah MgO.CaCO3; dolomit kostik yang aktif ialah MgO
sementara CaCO3 bekerja sebagai bahan pengisi. Tetapi apabila pembakaran
dilakukan di atas 900 oC, yang terjadi adalah CaCO3, dan CO3 terurai menjadi CaO
dan MgO. Pembakaran batu gamping yang mengandung MgCO3 penurunan daya ikat
MgO tak dapat dihindari, karena saat reaksi penguraian CaCO3 menjadi CaO dan
CO2 dibutuhkan suhu lebih tinggi dari 900 o C, terutama yang berukuran besar, agar
suhu di bagian dalam cukup tinggi sehingga tejadi disosiasi. Gas CO2 akibat disosiasi
dari hasil pembakaran atau udara dapat dihilangkan dengan alat pembuat gas atau
secara alami

Pembuatan tungku pembakar


Batu kapur yang mau dibakar menjadi produk siap jual

Prose pembakaran yang sedang berlangsung

Contoh Aplikasi dari Proses Kalsinasi Antaranya adalah:


Dekomposisi mineral karbonat seperti pada kalsinasi calcium karbonat (limestone)
menjadi calsium oksida dan gas carbon dioksida.
Dekompisisi mineral hidrat seperti pada kalsinasi bauxsite yang bertujuan untuk
membuang air Kristal
Dekomposisi zat mudah menguap yang terkandung pada petroleum coke.
Operasi Kalsinasi Batu Kapur
Secara skematik shaft funace atau tungku tegak yang umum digunakan untuk proses kalsinasi
diperlihatkan pada gambar dibawah. Bahan baku yang terdiri dari Batu kapur dan kokas
dimasukan dari bagian atas furnace. Sedangkan udara dihembuskan dari bagian bawah.
Kapur bakar hasil kalsinasi di tarik keluar dari bagian bawah.

Skematika Zona Proses Kalsinasi Pada Shaft Furnace


Tungku kalsinasi dapat dibagi dalam tiga zona, yaitu zona preheating, zona reaksi, dan zona
cooling.
Preheating Zone.
Pada daerah ini muatan padat batu kapur dan kokas akan mengalami pemanasan sampai
temperatur sekitar 800 celcius oleh gas panas yang bergerak berlawanan dari bawah ke
bagian atas tungku. Pada daerah ini, belum terjadi reaksi kalsinasi maupun reaksi pembakaran
dari kokas.
Reaction Zone.
Pada daerah ini terjadi reaksi pembakaran kokas dan dekomposisi dari batu kapur. Kapur
kabar mengalami pemanasan berlebih dan diperkirakan menjacapai temperatur 1000 celcius.
Gas yang meninggalkan daerah reaksi bertemperatur sekitar 900 celcius. Temperatur gas
yang keluar ini, 100 celcius lebih tingg dari pada temperatur material yang masuk pada
daerah ini.
Cooling Zone.
Pada daerah ini kapur bakar didinginkan dengan udara yang bergerak berlawanan dari bagian
bawah tungku. Pada daerah ini kapur bakar didinginkan sampai temperatur sekitar 100
celcius.
Agar terjadi pembakaran sempurna dari kokas, maka udara yang dihembuskan mencapai 25
persen berlebih dari yang diperlukan.
Reaksi Kalsinasi Batu Kapur
Selama proses kalsinasi, Batu kapur, CaCO3 akan terurai menjadi kapur bakar dengan rumus
kimia CaO (kalsium oksida) dan gas karbon dioksida, CO2 sesuai dengan reaksi berikut:

CaCO3 CaO + CO2(g), H298 = 177,8 kJProses kalsinasi meliputi pelepasan air, carbon
dioksida atau gas-gas lain yang terikat secara kimiawi. Proses Kalsinasi lebih endotermik
daripada proses drying. Sehingga panas harus dipasok dari sumber dengan temperatur relatif
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai