Sejarah Logoterapi
1. Biografi Viktor Emil Frankl
Viktor Emil Frankl lahir pada tanggal 26 Maret 1905 di Wina, Austria adalah putra dari
orangtua yang berkebangsaan Yahudi.ibunya adalah keturunan dari keluarga bangsawan Praha
tua yang mapan. Ayahnya adalah seorang penjilid buku miskin yang menjadi pegawai negeri
yang kemudian menjadi direktur deprtemen kesejahteraan pemuda pemerintahan Austria.
Ayahnya adalah seorang Yahudi Saleh yang pernah menjadi mahasiswa kedokteraan, tetapi
terpaksa menghentikan kuliahnya karena kekurangan biaya. Setelah berhenti kuliah Ia bekerja
dibagian Sekretariat Parlemen Kerajaan Austria sebagai penulis steno selama 10 tahun dan
akhirnya menjadi pegawai tetap Depertemen Sosial sampai pensiun. Ayah frankl banyak
menaruh perhatian pada masalah kesejahteraan pemuda, betapa gembiranya waktu anaknya,
Viktor Frankl memilih studi kedokteran, bidang yang didambaannya yang kandas karena
kekurangan biaya. Setelah lulus menjadi dokter, Viktor Frankl mengambil alih dalam bidang
Neuro psikiatri ( ahli penyakit syaraf dan jiwa ) dan berhasil meraih gelar dokter dalam Ilmu
kedokteran ( M.D ), kemudian Dokter dalam Ilmu Filsafat ( Ph.D ) di Universitas Wina.
Frankl meraih gelar Dokter dalam obat-obatan (M.D.) pada tahun 1930, dan Doktor filosofi
(Ph.D.) pada tahun 1949, keduanya dari Universitas Vienna. Disamping itu, dia juga
mendapatkan gelar Honoriskausa dari universitas di seluruh dunia yang jumlahnya lebih dari
120. Dia menjadi pembicara terhormat pada United States International University di San
Diego.Frankl juga menjadi Profesor tamu di Harvard, Duquesne, dan Southern Methodist
Univercities. Dia menerima beberapa gelar kehormatan dari Loyola University di Chicago,
Edgecliff, Rockford College dan Mount Mary College, serta dari universitas-universitas di
Brazil, Venezuela, dan Afrika Selatan. Dia menjadi dosen tamu di berbagai universitas di seluruh
dunia. Dia juga menjabat sebagai presiden di Austrian Medical Society of Psychotherapy serta
anggota kehormatan di Austrian Academy of Sciences.
Dari tahun 1942 sampai 1945, Frankl menjadi tawanan di kamp konsentrasi Jerman,
dimana orang tuanya, saudara laki-lakinya, isteri dan anak-anaknya mati. Pengalaman
mengerikan di kamp konsentrasi tidak pernah hilang dari ingatannya, tetapi dia bisa
menggunakan kenangan mengerikan itu secara konstruktif dan tidak mau kenangan itu
memudarkan rasa cintanya dan kegairahannya untuk hidup.
Teori dan terapi Viktor Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp
konsentrasi Nazi. Di sana, ia menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati
di tengah siksaan. Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa
bersatu dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus diselesaikan di masa depan,
punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih banyak daripada yang kehilangan harapan.
Di kamp konsentrasi yang dibangun oleh Nazi itu, Frankl banyak belajar tentang makna
hidup, dan lebih spesifik lagi makna penderitaan. Ia pun mempraktekkan psikoterapi kelompok
bagi sesama tawanan guna membantu mereka dalam mengatasi kesia-siaan, keputusasaan,
keinginan bunuh diri dan berbagai kondisi patologis yang ia duga bersumber pada pengalaman
kegagalan menemukan makna. Bagi Frankl, pelajaran dan praktek di dalam kamp konsentrasi
memperkaya hasil studi formalnya dan menjadi bekal yang amat berharga dalam kehidupan
profesinya sebagai teoritisi dan praktisi psikoterapi di kemudian hari.
Dari pengalaman hidupnya, Frankl belajar bahwa manusia dapat kehilangan segala sesuatu
yang dihargainya kecuali kebebasan manusia yang sangat fundamental yaitu kebebasan untuk
memilih suatu sikap atau cara bereaksi terhadap nasib kita, kebebasan untuk memlilih cara kita
sendiri. Apa yang berarti dalam eksistensi manusia, bukan semata-mata nasib yang menantikan
kita, tetapi bagaimana cara kita menerima nasib itu.
Frankl percaya bahwa arti dapat ditemukan dalam semua situasi, termasuk penderitaan dan
kematian. Frankl berasumsi bahwa hidup ini adalah penderitaan, tetapi untuk menemukan sebuah
arti dalam penderitaan maka kita harus terus menjalani dan bertahan untuk tetap hidup. Frankl
menyatakan pentingnya dorongan dalam mencari sebuah arti untuk eksistensi manusia sebagai
suatu sistem, yang kemudian disebut logoterapy. Logoterapy kemudian menjadi model
psikoterapinya.
Kita memiliki kehendak hidup bermakna dan menjadi bahagia hanya ketika kita
merasa telah memenuhinya.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan utama dari logoterpi sendiri adalah meraih
hidup bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi.
Logoterapi tidak menyikapi setiap penderitaan (termasuk kematian) secara pesimistis, tetapi
secara aktif. Sebagaimana yang dikemukakan Frankl (1988:73):
Logotherapy is an optimistic approach to life, for it teaches that there are no tragic and
negative aspects which could not be by the stand one takes to them transmuted into positive
accomplishment.
Dari pernyataan tersebut, Frankl menekankan sikap optimis dalam menjalani kehidupan
dan mengajarkan bahwa tidak ada penderitaan dan aspek negative yang tidak dapat diubah
menjadi suatu yang positif. Karena manusia mempunyai kapasitas untuk melakukan hal itu dan
mampu mengambil sikap yang tepat terhadap apa yang sedang dialaminya.
B. Pengertian Logoterapi
Kata logo berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti makna atau meaning dan juga
rohani. Adapun kata terapi berasal dari bahasa Inggris therapy yang artinya penggunaan
teknik-teknik menyembuhkan dan mengurangi suatu penyakit. Jadi, kata logoterapi artinya
penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit
melalui penemuan makna hidup. Istilah tema utama logoterapi adalah karakteristik eksistensi
manusia, dengan makna hidup sebagai inti teori.
Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa
(neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata logos yang dalam bahasa Yunani berarti makna
(meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan.
Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui
adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta
beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the
will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna
(the meaningful life) yang didambakannya. Logoterapi adalah suatu proses terapi pengobatan
atau penyembuhan untuk menemukan maknaan hidup dan pengembangan spiritual seseorang.
Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan
demikian berarti dan berharga (Ukus, 2005).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Logoterapi adalah corak psikologi dan
psikiatri untuk pencarian makna hidup dalam diri individu yang merupakan motivasi utama
kekuatan seseorang yang juga mengakui adanya dimensi kerohanian dibalik dimensi fisik dan
psikis dalam diri manusia.
Menurut Frankl (2004), logoterapi berasal dari kata logos dari bahasa Yunani yang berarti
makna. Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam seseorang
merupakan motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien menyadarari
secara tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau
kepada siapa dia merasa bertanggung jawab. Logoterapi tidak menggurui atau berkhotbah
melainkan klien sendiri yang harus memutuskan apakah tugas hidupnya bertanggung jawab
terhadap masyarakat atau kepada dirinya sendiri. Menurut Frankl, logoterapi memiliki wawasan
mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainnya memiliki
hubungan yang erat dan saling terhubung, yaitu kebebasan berkehendaak (freedom of will),
kehendak hidup bermakna (the will to meaning), dan makna hidup (the meaning of life) (dalam
Trimardhany, 2008). Berikut adalah penjabaran mengenai konsep dasar logoterapi, yaitu (dalam
Jones, 2011):
1. Kebebasan Berkehendak
Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak, dan satu-satunya diantara makhluk
hidup yang memiliki kapasaitas self-detachment (melepaskan diri). Manusia mampu
merefleksikan dan menilai pilihannya. Insting, dorongan, atau karakter manusia bukan suatu
hal yang paling penting atau diutamakan, namun sikap yang mereka ambil terhadap semua
hal lah yang menjadi fokus utama dan yang paling penting. Manusia bebas membentuk
karakternya dan bertanggung jawab untuk apa yang mereka ciptakan dari diri mereka
sendiri. Jika orang melampaui dimensi somatik dan fisik eksistensinya, ia akan memasuki
sebuah dimensi baru yang diistilah sebagai dimensi noologis oleh Frankl. Dalam dimensi
noologis inilah terletak fungsi-fungsi khas manusia, misalnya refleksi, kapasaitas untuk
menjadikan dirinya obyek, humor, dan kehati-hatian.
2. Will to Meaning (Kehendak untuk Menemukan Makna)
Will to meaning atau kehendak untuk menemukan makna adalah kekuatan
motivasional yang fundamental dalam diri manusia. Seseorang akan dihadapkan pada
kebutuhan untuk mendeteksi atau menemukan sebuah makna sampai akhir hayatnya.
Frank menulis bahwa pencarian manusia akan makna adalah kekuatan utama dalam
hidupnya. Makna itu unik dan spesifik dan hanya dapat dipenuhi oleh diri masing-
masing individu itu sendiri dan hanya dengan dengan begitu makna itu mencapai
signifikansi yang akan memuaskan will to meaning-nya. Seperti yang diamati oleh Frankl
dalam pengalaman kamp konsentrasinya, seseorang membutuhkan sesuatu sebagai alasan
untuk hidup. Makna tidak berbaraengan dengan being, namun ia berbarengan dengan
pace of being yaitu langkah untuk menjadi. Logoterapi memfokuskan pada will to
meaning sementara psikoanalisa memfokuskan pada will to pleasure dan psikologi
individual memfokuskan pada will to power. Sebagai kekuatan yang memotivasi, will to
meaning juga berbeda dengan aktualisasi diri. Frankl juga melihat aktualisasi diri hanya
sebagai efek samping dari will to meaning. Seseorang hanya dapat mengaktualisasikan
dirinya sejauh kemampuannya dalam memenuhi makna.
3. Kesadaran dan Ketidaksadaran
Pencarian makna dapat melibatkan aktifitas sadar dan berhubungan dengan lapisan
tidak sadar dari diri.
Kesadaran
Manusia adalah makluk spiritual dan logoterapi memfokuskan pada ekstensi
spiritual mereka. Dalam konteks ini, kata spririt tidak memiliki konotasi relegius.
Fenomena spiritual (kejiwaan) pada diri manusia bisa berupa sesuatu yang didasari
atau sesuatu yang tidak disadari. Logoterapi bermaksud meningkatkan kesadaran
klien tentang diri spiritualnya. Manusia perlu sadar akan tanggung jawabnya untuk
menemukan atau mendeteksi dan bertindak dalam kaitannya dengan makna unik
kehidupannya di berbagai situasi spesifik di mana mereka terlibat di dalamnya.
Ketidaksadaran Spiritual
Setiap manusia memiliki inti spiritual personal eksistensial. Terpusat di seputar
inti spritual, orang-orang tidak hanya berindividualisasi atau sendiri-sendiri, namun
tersatukan dalam aspek-aspek somatik, psikis, dan spiritualnya. Meskipun batas
antara kesadaran dan ketidaksadaran itu cair Frankl menganggap dasar spiritual
eksistensi manusia pada dasarnya tidak-sadar. Pusat kedalaman setiap manusia
bersifat tidak-sadar. Ada perbedaan tajam antara ketidaksadaran instingual dan
ketidaksadaran spiritual. Freud melihat ketidaksadaran sebagai waduk insting-insting
seksual dan agresif. Bagi depth psychology (psikologi dalam) Frankl, dari pada
memfokuskan pada insting-insting yang ditekan, lebih perlu untuk mengikuti
manusia hingga kedalam jiwanya. Akan tetapi, self tidak dapat merelfksikan diri diri
secara total dan dalam pengertian tertentu, hal ini membuat eksistensi manusia pada
dasaranya tidak dapat direfleksikan. Menurut Frankl. Eksistensi ada dalam tindakan,
bukan refleksi.
Kata Hati
Asal muasal kata hati atau hati nurani terdapat dalam ketidaksadaran spiritual.
Logos lebih dalam dibanding logika. Secara eksistensial, keputusan-keputusan
autentik terjadi secara intuitif, tanpa direfleksikan, dan secara tidak sadar. Frankl
menulis tugas kata hati untuk mengungkapkan kepada manusia unum necesse, the
one thing that is required (satu hal yang diperlukan). Kata hati secara intuitif dapat
mengungkapkan berbagai kemungkinan unik mengenai makna untuk
diaktutalisasikan dalam situasi-situasi tertentu. Kata hati, atau insting etik, sangat
individual (sangat tergantung masing-masing diri/sangat berbeda satu sama lain),
berlawanan dengan insting-insting lain yang bekerja untuk sebagian besar spesies
atau hampir sama dengan makhluk hidup lainnya seperti insting makan, berkembang
biak, dan lain-lain.
Kebebasan dapat dilihat dalam kaitannya dengan dari apa dan untuk apa.
Untuk apa adalah tanggung jawab kata hati. Kata hati memiliki kualitas
transendental. Orang hanya bisa menjadi abdi bagi kata hatinya jika mereka dapat
menjalin dialog dan bukan monolog dengan sebagai sesuatu yang bukan dirinya
sendiri. Melalui kata hati, agen trans-manusia sounding through (menyuarakan
lebih keras). Kata hati memiliki posisi kunci, yaitu mengungkapkan transendensi
esensial (inti dari cara berpikir tentang hal-hal yang luar biasa dan melampaui dari
apa yang terlihat). Kesadaran adalah suara transendensi dan kesadaran itu sendiri
transenden.
Ketidaksadaran Religius
Analisis eksistensial mimpi mengungkapkan fakta religiositas yang direpresi dan
tidak disadari. Bukan hanya libido yang direpresi, tetapi juga religio. Religuitas yag
tidak disadari, atau ketidaksadaran religius,ada didalam ketidaksadaran spiritual.
Manusia selalu berdiri di dalam hubungan intensional dengan transendensi, bahkan
meskipun hanya tingkat ketidaksadaran. Tuhan yang tak disadari ini tersembunyi
dengan dua cara. Pertama, hubungan manusia dengan Tuhan itu tersembunyi. Kedua,
Tuhan itu tersembunyi. Bahkan pada orang-orang yang sangat tidak religius pun
religiositas itu ada secara laten.
Ketidaksadaran religius adalah sebuah agen eksistensia, bukan sebuah faktor
instingtual. Frankl menyebutnya sebuah deciding being yang tak sadar, dan bukan
sebuah being yang digerakkan oleh ketidaksadaran. Dalam kaitannya dengan ide-ide
Jung, ia menekankan bahwa religiositas yang tidak disadari berasal dari pusat
personal masing-masing individu, bukan dari pool impersonal berbagai gambaran
yang dimilki bersama oleh seluruh umat manusia. Represi religiositas, seperti halnya
represi aspek-aspek ketidaksadaran, mengakibatkan neurosisi ...begitu malaikat
dalam diri direpresi, ia berubah menjadi iblis..
4. Makna Hidup dan Kematian
Makna Hidup
Frankl menulis bahwa menjadi manusia berarti bertanggung jawab untuk
memenuhi potensi makna yang melekat pada sebuah siuasi kehidupan tertentu.
Menjadi manusia berarti berbeda, sadar, dan sekaligus bertanggung jawab. Konsep
tanggung jawab adalah pondasi eksistensi manusia. Kebebasan manusia bukan
keterbebasan dari, tetapi kebebasan untuk, yakni kebebasan untuk menenerima
tanggung jawab. Kebebasan adalah what people are, (manusia seperti apa)
bukan sesuatu yang mereka miliki dan oleh sebab itu bisa hilang. Orang memiliki
banyak potensialitas dalam dirinya, mereka tidak sepenuhnya dikondisikan atau
ditentukan. Bahkan dari waktu ke waktu mereka bebas untuk memutuskan akan
menjadi seperti apa di saat berikutnya. Keputusan mereka akan menentukan akan
menjadi seperti apa disaat berikutnya. Keputusan mereka menentukan potensialitas
mana yang diaktualisasikan.
Yang dimaksud dengan makna hidup dalam logoterapi adalah makna yang
terkandung dan tersembunyi dalam setiap situasi yang dihadapi seseorang sepanjang
hidup mereka (Frankl, 2004). Makna hidup yaitu hal-hal yang memberikan arti
khusus bagi seseorang, yang apabila berhasil dipenuhi akan menyebabkan
kehidupannya dirasa berarti dan bahagia. Makna hidup yang dikenalkan oleh Frankl
ini mempunyai sifat yang unik, spesifik, personal, sehingga tiap orang mempunyai
arti masing-masing dalam memaknai hidup mereka, dan berbeda dari satu orang
dengan orang lainnya. Selain itu, makna hidup juga akan berbeda di tiap harinya,
bahkan di tiap jam makna dari hidup itu akan mengalami pergeseran. Karena itu
yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup
seseorang pada suatu saat tertentu.
Dalam logoterapi, untuk mencapai makna hidup manusia tidak boleh mencari
makna hidup yang abstrak. Setiap orang mempunyai pekerjaan dan misi untuk
menyelesaikan pekerjaan atau tugas khusus dalam hidupnya. Karena itu, manusia
memiliki tugas unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugs-tugasnya.
Dalam prakteknya manusia seharusya tidak menanyakan tentang makna hidupnya,
melainkan sadar bahwa dialah yang akan ditanyai oleh hidup apa sebenarnya makna
hidp yang ia miliki. Dan ketika hidup telah menanyai manusia akan makna hidup
yang dia punyai, maka manusia hanya bisa menjawab pertanyaan itu dengan
bertanggung jawab atas hidupnya; kepada hidup manusia hanya bisa amenjawab
dengan bertanggung jawab. Oleh karena itu, logoterai menganggap sikap
bertanggung jawab sebagai esensi dasar kehidupan dasar manusia (Frankl, 2004:
173).
Makna hidup yang sejati adalah yang bisa ditemukan di dunia tempat manusia itu
hidup, bukan pada jiwa ataupun batin manusia itu. Makna hidup manusia identik
dengan keberadaan dan keberfungsian manusia itu dalam lingkungan hidupnya.
Frankl menggaris bawahi fakta, bahwa manusia selalu menuju dan dituntut kepada
sesuatu atau seseorang yang berada di luar dari dirinya.
Makna Kematian
Ajal tidak menghilangkan atau menghapus makna kehidupan. Jika seseorang tidak
bisa mati, mereka mungkin menunda melakukan hal-hal yang tanpa batas atau hal
yang luar biasa. Ajal merupakan bagian dari kehidupan dan memberi kan kehidupan
itu sendiri sebagai makna. Tanggung jawab seseorang timbul dari keterbatasannya.
Konsekuensinya, mereka perlu menyadari seluruh bobot tanggung jawab yang
dipikulnya di setiap saat didalam kehidupannya. Takdir, seperti ajal, adalah esensi
bagi makna kehidupan. Takdir mengacu pada faktor-faktor yang ada di luar
kekuasaan manusia. Kebebasan dapat dilihat tidak hanya didalam konteks kehidupan
dan kematian, tetapi juga di dalam konteks takdir. Kesempatan dan kesengsaraan
yang dihadapi manusia unik. Bagaimanapun orang masih dapat menggunakan
kebebasan batinnya untuk mengambil sikap terhadap takdirnya.
5. Transedensi-Diri
Transendensi-diri adalah salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia. Manusia
pada dasaranya adalah makhluk yang berusaha meraih lebih jauh apa yang ada diluar dirinya
sendiri. Mereka menjadi paling manusiawi ketika mereka mentransendesikan batas-batas
self-nya dengan memenuhi makna atau menghadapi orang lain dengan penuh kasih sayang.
Frankl melihat kebutuhan dasar manusia adalah mencari makna, bukan mencari self-nya
dengan memenuhi makna atau menghadapi orang lain dengan penuh kasih sayang. Frankl
melihat kebutuhan dasar manusia adalah mencari makna bukan mencari self. Kualitas
transendensi-diri dalam kehidupan manusia paling tampak dengan jelas saat seseorang
melupakan dirinya sendiri. Frankl meyakini bahwa pelajaran utama yang dipetiknya dari
kamp konsentrasi Nazi adalah bertahan hidup tidak akan ada tujuannya, tidak akan ada
artinya, dan akan mustahil, kecuali jika kehidupan itu menuju ke sesuatu yang lebih jauh
dari kehidupan itu sendiri.
Menderita masalah neurotik yang merefleksikan kesulitan dalam transendens diri, adalah
kebalikan dari orang-orang yang menemukan makna dengan mentrandensikan dirinya.
hiper-refleksi dan hiper-intensi adalah dua cara utama di mana orang memilih untuk tidak
mentrandensikan dirinya. Hiper-refleksi adalah kecendrungan untuk melakukan refleksi diri
secara eksesif. Hiper-intensi adalah kecendrungan untuk memberikan perhatian eksesif pada
upaya mencapai keiginan.
Sumber Pengertian
Frankl (1963) mengatakan bahwa transendensi-diri dapat tercapai dengan
menemukan atau mendeteksi makna dengan tiga cara : dengan mengamalkan, dengan
mengalami sebuah nilai, dan dengan menderita. Di tempat lain Frankl berbicara tentang
tiga cara utama yang dapat digunakan seseorang untuk menemukan makna dalam
hidupnya adalah :
Melalui apa yang mereka berikan kepada kehidupan (nilai-nilai kreatif).
Melalui apa yang mereka ambil dari kehidupan (nilai-nilai eksperiensial).
Melalui sikap yang mereka ambil terhadap takdir yang tidak dapat lagi diubahnya,
misalnya kanker yang tdak dioperasi (nilai-nilai atitudinal)
Disamping itu, pengalaman yang telah lalu dan agama adalah dua bidang lain dimana
seseorang dapat menemukan makna.
6. Makna dalam Pekerjaan
Pekerjaan adalah salah satu bidang utama dimana seseorang dapat meraih lebih jauh
sesuatu diluar dirinya. Makna pekerjaan lebih jauh dari sekedar okupasi tertentu dan
mencakup bagaimana seseorang membawa kualitas-kualitas uniknya ke pekerjaannya.
Sebagai contoh, seorang perawat mungkin mengambil langkah lebih jauh dari tugasnya
denga mengucapkan kata-kata yang manis kepada seseorang pasien yang kritis. Frankl
melihat semua pekerjaan memungkinkan terjadinya hal semacam itu, meskipun ia juga
mengakui bahwa sebagian pekerjaan terjadinya sangat rutin. Dalam kasus semacam itu,
maka kreatif dari seseorang mungkin perlu ditemukan dalam kegiatan waktu luangnya.
Tidak memiliki pekerjaan (menganggur) adalah salah satu contoh bagaimana orang dapat
dipengaruhi oleh kurang adanya makna kreatif. Frankl meihat neurosis pengangguran, yang
ditandai oleh apati dan depresi, sebagai sebuah posisi eksistensial. Sebagian orang
merespons tantangan eksistensial tanpa pekerjaan dengan tetap aktif terlibat dan tetap
terbebas dari neurosis pengangguran. Bekerja juga bisa berarti atau buruk. Sebagian orang
melarikan diri dari kekosongan eksistensinya dengan berlindung dalam pekerjaan atau
profesinya. Mencapai makna kreatif dalam hidup tidak sama artinya dengan keputusan kerja
semata.
2. Derefleksi
H. Tujuan Terapi