Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan anestesi,
koma dan mati. Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-obatan yamg
mampu mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki
aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah
substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan
onset serta mempertahankan tidur (Tjay, 2002).
Penggolongan suatu obat ke dalam jenis sedative-hipnotik menunjukkan bahwa
kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai
hilangnya rasa cemas) atau menyebabkan kantuk. Sedative-hipnotik seringkali
diresepkan untuk gangguan tidur karena termasuk ke dalam obat-obatan penekan
Sistem Saraf Pusat yang dapat menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional)
dalam berbagai tingkat dalam Sistem Saraf Pusat (Goodman and Gilman, 2006).
Sedatif adalah obat tidur yang dalam dosis lebih rendah dari terapi yang
diberikan pada siang hari untuk tujuan menenangkan. Sedatif termasuk ke dalam
kelompok psikoleptika yang mencakup obat0obat yang menekan atau menghambat
sisem saraf pusat. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan,
dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan efek samping dari
banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan Sistem Saraf Pusat, misalnya
antikolinergika (Lllmann, 2000).
Sedatif-hipnotik berkhasiat menekan Sistem Saraf Pusat bila digunakan dalam
dosis yang meningkat, suatu sedatif, misalnya fenobarbital akan menimbulkan efek
berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesi), sedangkan pada dosis
yang lebih besar lagi dapat menyebabkan koma depresi pernafasan dan kematian.
Bila diberikan berulang kali untuk jangka waktu lama, senyawa ini lazimnya
menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (Neal, 2002).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapeutik
diperuntukkan untuk mempermudah atau menyebabkan tidur. Hipnotika menimbulkan
rasa kantuk, mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan
tidur yang menyerupai tidur alamiah. Secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas
sisa pada keesokan harinya (Tjay, 2002).
Efek hipnotik meliputi depresi sistem saraf pusat yang lebih kuat daripada sedasi,
hal ini dapat dicapai dengan semua obat sedative dengan peningkatan dosis. Depresi
sistemsaraf pusat yang bergantung pada tingkat dosis merupakan karakteristik dari
sedative-hipnotik. Dengan peningkatan dosis yang diperlukan untuk hipnotik dapat
mengarah kepada keadaan anestesi umum. Masih pada dosis yang tinggi, obat
sedative-hipnotik dapat mendepresi pusat-pusat pernafasan dan vasomotor di
medulla, yang dapat mengakibatkan koma dan kematian (Katzung, 2002).
Bentuk yang paling ringan dari penekanan sistem saraf pusat adalah sedasi,
dimana penekanan sistem saraf pusat tertentu dalam dosis yang lebih rendah dapat
menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran. Sedatif
terutama digunakan pada siang hari, dengan meningkatkan dosis dapat menimbulkan
efek hipnotik. Jika diberikan dalam dosis yang sangat tinggi, obat-obat sedatif-hipnotik
mungkin dapat mencapai anestesi, sebagai contoh adalah barbiturat dengan masa
kerja yang sangat singkat yang digunakan untuk menimbulkan anestesi adalah
natrium thiopental (Pentothal) (Katzung, 2002).
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang
berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik,
tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan sedatiif
hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1 Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam, flurazepam,
lorazepam, midazolam
2 Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental
3 Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin: meprobamat, ketamin, propofol,
dekstrometorphan, buspiron, kloralhidrat (Ganiswarna, 1995).
METODE

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yakni ,spoit,gunting, pinset,nampan,
sonde lambung, needle , gom arab 20% ,karbon aktif (norit) ,teramisin 0,1/10
gram,kafein 10% . Bahan yang digunakan pada praktikum mencit,katak.

Waktu dan Tempat


Praktikum Antidiare,Antibiotik,Hormon dan Obat Jantung ini dilakukan pada hari
senin, 17 oktober 2016, dilakukan di Ruangan Laboratorium kimia program Diploma
Gunung Gede,Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Percobaan
Injeksi pada mencit
Pemberian obat secara per oral
Peralatan dipersiapkan secara aseptis. Sebelumnya periksa frekuensi nafas dan
frekuensi jantung mencit . Obat marker 0,5 cc yang berisi obat karbon aktif (norit)
20% dan gum arab 5 % yang sudah dicamurkan diambil dengan spoit. Mencit di
handle dengan benar dan onset dimasukkan ke lambung melalui mulut mencit. Lalu
onset dan spoit dihubungkan agar menyatu. Masukkan secara pelan-pelan obat dari
spoit.

Pemberian obat secara subkutan


Peralatan dipersiapkan dalam kondisi aseptis. Setelah pemberian obat secara per
oral lakukan pemberuan obat Teramisin 0,3 cc dimasukkan kedalam spoit. Tikus
dihandle dengan benar. Subkutan mencit diraba dan dipegang. Bagian subkutan
disuntik dengan spoit tunggu 10 menit dan dihitung hasil frekuensi nafas dan
frekuensi jantung mencit yang terjadi.

Injeksi pada katak


Pemberian obat intraabdominal
Peralatan dipersiapkan dalam kondisi aseptis. Sebelum dilakukan pemberian
kafein terhadap katak periksa terlebih dahulu postur, frekuensi nafas dan frekuensi
jantung katak tersebut. Kafein diambel sesuai dosis yang pertama yaitu 0,04 ml
dengan spoit. Katak dihandle dengan benar dan injeksi pada bagian intraabdominal
hingga menembus abdomen. Posisi injeksi dipastikan dengan cara sedikit merarik
plunger spoit, apabila terdapat udara pada barrel berarti posisi injeksi benar. Kafein
disuntiikkan pada katak dan spoit ditarik atau dilepaskan secara perlahan. Injeksi
berhasil apabila tidak ada cairan yang keluar dari abdomen, tunggu sampai 5 menit
lalu perhatikan postur tubuh katak dan hitung frekuensi nafas dan frekuensi jantung
yang terjadi selama 1 menit. Lakukan tahapan yang sama pada pemberian dosis yang
selanjutnya yaitu 0,08 ml , 0,016 ml , dan 0,032 ml.

Pembedahan Pada Katak


Setelah tahapan pemberian obat injeksi semuanya sudah selesai, lakukan
pembedahan pada katak yang terlebih dahulu deserebrasi sampai merusak otak,lalu
lakukan pembedahan pada bagian abdomen secara hati-hati dengan menggunakan
gunting pada bagian kulit katak dan bagian daging katak sampai terlihat jantungnya
dan lihat irma yang terjadi dan hitung frekuensi jantung katak selama 1 menit
pertama.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.MENCIT

kelomp Parameter Perlakuan/ Dosis Pengamatan


ok Frekuensi Detak nama obat
nafas jantung
SEBELUM PERLAKUAN
1 Peroral/ 0,5 cc
Karbon aktif
192x/menit 158x/menit Normal
(norit) +Gum
arab
2 Peroral/ 0,5 cc
Karbon aktif
160x/menit 184x/menit Normal
(norit) +Gum
arab
3 Peroral/ 0,5 cc
Karbon aktif
120x/menit 450x/menit Detak jantung tinggi
(norit) +Gum
arab
4 Peroral/ 0,5 cc
Karbon aktif
124x/menit 457x/menit Detak jantung tinggi
(norit) +Gum
arab
5 Peroral/ 0,5 cc
Karbon aktif
92x/menit 110x/menit Normal
(norit) +Gum
arab
SETELAH PERLAKUAN
1 Teramisin
174x/menit 180x/menit 0,3 cc Normal
0,1/10gr
2 Warna uterus lebih
Oxytosin 0,3 cc pucat dibandingyang
diberi oxytosin
Mencit lemas dan
tak beraturan
X=10,5 cm
144x/menit 136x/menit
Y=27 cm
Ketamine 0,3 cc X 10,5
=
Y 27 x100%

=0,38%

3 Mencit tegak dan


Colibact 0,3 cc
lincah
Mencit lemas dan
tak bergerak
X=28cm
60x/menit 121x/menit Y=63 cm
Ketamine 0,3 cc X 28
=
Y 63 x100%

=44,4%
4 Mencit lemas dan
tak bergerak
X=45cm
Y=52 cm
60x/menit 300x/menit Obat X 0,3 cc X 45
=
Y 52 x100%

=86,5%

5 Peningkatan nafas
94x/menit 117x/menit Hufanoxil Syrup 0,5 cc
dan detak jantung
B.KATAK

Paramet kelompo Jenis obat sebelu 0,04 0,08 0,16 0,32


er k m
1 Kafein 10% 40 45 30 40 30
2 Kafein 10% 30 30 30 40 45
Postur 3 Kafein 30 30 45 50 55
tubuh 10%
4 Kafein 10% 30 30 30 40 45
5 atrophine 30 30 30 40 40
Nafas 1 Kafein 10% 58x/men 60x/meni 53x/meni 55x/meni 15x/meni
it t t t t
2 Kafein 10% 60x/men 60x/meni 52x/meni 48x/meni 36x/meni
it t t t t
3 Kafein 60x/men 60x/meni 48x/meni 48x/meni 52x/meni
10% it t t t t
4 Kafein 10% 54x/men 48x/meni 32x/meni 20x/meni 16x/meni
it t t t t
5 atrophine 72x/men 52x/meni 40x/meni 40x/meni 44x/meni
it t t t t
Jantung 1 Kafein 10% 73x/men 87x/meni 72x/meni 82x/meni 75x/meni
it t t t t
2 Kafein 10% 68x/men 58x/meni 64x/meni 64x/meni 88x/meni
it t t t t
3 Kafein 92x/men 64x/meni 76x/meni 80x/meni 64x/meni
10% it t t t t
4 Kafein 10% 116x/me 112x/me 104x/me 88x/meni 100x/me
nit nit nit t nit
5 atrophine 72x/men 60x/meni 64x/meni 78x/meni 96x/meni
it t t t t

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan mengukur denyut jantung
mencit pada satu menit sebesar 158/menit mmHg. Hal ini sesuai berdasarkan literatur
bahwa denyut jantung normal mencit per menit 140-180 kali/mmHg (Peace, 2009).
Frekuensi nafas mencit pada hasil pengamatan yang telah dilakukan sebesar
192/menit. Hal ini tidak sesuai dengan literatur bahwa frekuensi normal pada mencit
96-163/menit, namun dapat dimaklumi karena ada beberapa faktor lainnya yang
mempengaruhi frekuensi nafas mencit, yaitu usia, suhu, dan ondisi tubuh (Peace,
2009).
Pada praktikum, injeksi obat didahului dengan pemberian senyawa marker yang
merupakan campuran dari gom arab 20% dan karbon aktif (Norit) 5%. Pemberian
marker bertujuan untuk mengetahui laju digesti mencit. Pemberian senyawa marker
dilakukan dengan cara memasukkan senyawa secara langsung ke lambung mencit
dengan bantuan alat sonde lambung. Setelah senyawa marker diberikan, tunggu
sekitar 10 menit sebelum diberikan injeksi obat selanjutnya.
Setelah menunggu selama 10 menit, obat kedua yaitu Terramycin 0,1 ml/10
grBB diinjeksikan secara per cutan ke mencit. Terramycin adalah senyawa antibiotik
jenis ocytetracycline yang digunakan untuk menanggulangi permasalah infeksi bakteri
dengan spektrum kerja luas. Saat dilakukan pengukuran frekuensi nafas dan denyut
jantung, tidak ditemukan perubahan fisiologis yang signifikan. Menurut Singh dkk.
(1978), efek samping dari penggunaan antibiotik jenis oxytetracyline adalah rekasi
alergi gastrointestinal dan fotosensitif serta dapat merusak organ kaya kalsium seperti
gigi dan tulang, namun kedua efek ini sangat jarang terjadi.
Menurut British Medical Association (2003), antibiotik jenis oxytetracycline
sering dipakai karena efek sampingnya jarang terjadi bahkan terkadang dipakai
sebagai pengganti jika pasien mengalami alergi terhadap antibiotik jenis lain misalnya
penicillin. Oxytetracycline juga dapat digunakan secara luas pada berbagai jenis
bakteri, namun beberapa strain bakteri modern telah mengembangkan kemampuan
resistansi terhadap antibiotik ini sehingga diperlukan penelitian terus menerus. Cara
kerja dari oxytetracycline adalah dengan cara mengganggu proses produksi beberapa
jenis protein esensial bakteri sehingga bakteri tersebut tidak bisa tumbuh maupun
bereproduksi. Bakteri kemudian berhenti menyebar dan akan dimatikan oleh sistem
imun.
Oxytetracycline banyak digunakan pada pengobatan umum ataupun hewan.
Pada manusia, oxytetracycline umumnya digunakan untuk menyembuhkan jerawat
karena secara ampuh membantu mematikan bakteri Propionibacterium acnes
penyebab jerawat. Pada dunia kesehatan hewan, oxytetracycline digunakan untuk
menanggulangi penyakit pembusukan larva lebah dan mencegah serta mengoreksi
masalah pernafasan ternak ruminansia (De Liguoro dkk., 2003).
Kaffein adalah suatu obat stimulasi yang bersifat psikoaktif dari
golonganxanthine-alkaloid yang berwarna putih. Caffeine dimetabolisme di hati
olehsitokrom P450 oksidasemenjadi tiga metabolit, yaitu paraxanthine,
theobrominedan theophyline. Obat ini dapat menembus sawar otak dan
mempengaruhi pembuluh darah di otak, sehingga badan dan otak tidak bisa tidur,
menyebabkan pelepasan adrenalin ke tubuh dan membuat sel-sel selau aktif dan
terjaga. Obat ini juga memanipulasi pelepasan dopamine di otak dan
membuat perasaan menjadi tenang dan melayang.(Anonim, 2008).

Penambahan caffeine terus menerus akan memblokade kerja adenosinekarena


molekul caffeine yang mirip dengan adenosine dan menempati reseptor adenosine
(hormone ini melambatkan kerja syaraf menjelang waktu istirahat).Gejala overdosis
caffeine tidak seperti obat stimulansia yang lain. Dimulai dari tingkat yang paling
rendah adalah halusinasi, disorientasi dan disinhibisi. Pada dosis yang lebih tinggi lagi
akan menyebabkan rhabdomyolisis (kerusakan dari jaringan otot). (Anonim, 2010)

Pada keadaan normal frekuensi nafas katak adalah 58x/menit dan denyut
jantung katak adalah 73x/menit. Pemeberian kafein 0,04 ml, frekuensi nafas dan
jantung katak mengalami kenaikan yaitu 60x/ menit dan 87x/menit. Pemberian kafein
0,08 ml frekunesi nafas dan jantung katak mengalami penurunan, frekuensi nafas
katak 53x/menit dan denyut jantung katak adalah 72x/menit. Pemberian kafein 0,16
ml frekunesi nafas dan jantung katak mengalami kenaikan, frekunsi nafas katak
55x/menit dan denyut jantung katak adalah 82x/menit. Pemberian kafein 0,32 ml
frekuensi nafas mengalami penurunan drastis yaitu 15x/menit dan denyut jantung
katak adalah 75x/menit

Hasil pengamatan frekuensi nafas dan jantung katak tidak mengalami kenaikan
terus-menurus hasil ini tidak sesuai dengan literatur karena seharusnya katak yang
diberi kafein mengalami kenaikan frekuensi nafas dan jantun. Hal ini dapat
disebabkan karena keadaan katak yang sudah jenuh. Caffein yang disuntikkan
secara SC pada daerah abdominal melalui saccuslimphaticus femoralis dengan
dosis bertingkat bekerja dengan menstimulasi pada daerah cortex cerebri.
Seharusnya katak mengalami konvulsi dengan ciri-ciri kaki katak mengalami
kekejangan secara simetris pada dosis 0,8 mL. Setelah kejang, maka dimulailah
pengrusakan otak katak pada bagian cerebrum dan didapatkan hasil bahwa kaki katak
tidak mengalami kekejangan lagi dan hal ini membuktikan bahwa caffein
bekerja dengan menstimulasi bagian cortex cerebri katak yang menyebabkan
konvulsi. Bila konvulsi diteruskan tanpa penanggulangan, maka katak tersebut akan
mengalami sesak nafas yang mengakibatkan kifosis pada punggung katak.
Setelah uji pengaruh kafein pada denyut jantung dan frekuensi pada katak,
selanjutnya katak diserebrasi lalu jantung latak diamati, hasil yang diperoleh denyut
jantung ritmis (lup-dup seirama) frekuensi denyut jantung 70x/menit
Caffein adalah xantin yang mengandung gugus metal. Xantin merangsang
susunan saraf pusat, menimbulkan diaresis, merangsang otot jantung, dan
melemaskan otot polos terutama bronkus. Kafein merangsang miokard
secaralangsung. Pemberian kafein pada dosis besar pada manusia atau hewan
percobaanmenyebabkan efek perangsangan langsung pada miokard menjadi
menonjol dengan akibat takikardia. Pemberian digitalis dengan dosis bertingkat
hingga katak mati menunjukkan toksisitas digitalis terhadap kerja jantung
dalam peranannya menjaga sirkulasi darah ke seluruh tubuh.
KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil percobaan, pengamatan dan perhitungan dapat


disimpulkan bahwa aktivitas obat antidiare seperti teramisin, oxytosin,colibact, obat x
dan hufanoxil syrup dapat menghambat diare dengan metode uji antdiare yaitu
metode transit intestinal. Obat-obat ini dapat mengurangi pergerakan peristaltik usus
mencit sehingga makin pendek jarak yang dilewati oleh marker. Obat jantung seperti
kaffein bekerja menstimulasi bagian cortex cerebri katak yang menyebabkan
konvulsi, bila konvulsi terus berlanjut maka akan meningkatkan detak jantung dan
frekuensi pernafasan hingga menjadi sesak nafas.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008.caffeine [internet]. [diunduh 2013 Mar 23]. Tersedia pada:


http://medical- dictionary.thefreedictionary.com/_/dict.aspx?word=caffein.

Anonim. 2010. How does caffeine affect us [internet]. [diunduh 2013 Mar 23].
Tersedia pada: http://www.coolquiz.com/trivia/explain/docs/caffeine.asp.
Brands B, Sproule, B, Marshman J. (Eds.). (1998). Drugs & Drug Abuse (3rd
ed.).Addiction Research Foundation.

British Medical Association. 2003. British National Formulary Vol. 45. London (UK):
Pharmaceutical Press.

De Liguoro M, Cibin V, Capolongo F, Halling-Srensen B, Montesissa C. Use of


oxytetracycline and tylosin in intensive calf farming: evaluation of transfer to
manure and soil. Chemosphere. 2003 Jul 31. 52(1):203-12.
Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 271-288 dan 800-810, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Gilman, A.G., 2007, Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, diterjemahkan oleh
Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi X, 877, Jakarta(ID):Penerbit Buku
Kedokteran, EGC

Gunawan, Sulistia G. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.
Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah dan Editor: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Erlangga. Edisi VIII. Jakarta (ID):
Penerbit Salemba Medika. Halaman 433.

Lullmann H, Mohr K, Ziegler A, Bieger D. 2000. Color Atlas of Pharmacology. 2nd


Edition. Thieme Stuttgart. New York. p.166-177.

Mistretta, Paul. 2010. Strychnine Human Health and Ecological Risk Assessment. New
York: Syracuse Environmental Research Associates, Inc.
Murray, R.K., dkk. (2003). Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Halaman 270.

Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta :


PenerbitErlangga. pp. 85.

Singh YN, Harvey AL, Marshall IG. Antibiotic-induced paralysis of the mouse phrenic
nerve-hemidiaphragm preparation, and reversibility by calcium and by
neostigmine. Anesthesiology. 1978 Jun. 48(6):418-24.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta (ID) :PT. Elex Media Komputindo. Halaman
540-541.

Anda mungkin juga menyukai