KOLEDOKOLITIASIS
KOLEDOKOLITIASIS
KOLEDOKOLITIASIS
2009
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : Ny. M
Umur : 45 Tahun
Pasien rujukan PKM tanjung dengan diagnosa suspek sirosis hepatis, pasien mengeluhkan
nyeri perut kanan atas sejak kurang lebih 3 bulan SMRS, keluhan memberat sejak 2 minggu
SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul dan berlangsung sekitar 20-30 menit, nyeri dirasakan
pada perut kanan atas menjalar sampai ke bahu bagian belakang, nyeri muncul biasanya
setelah os makan terutama makan makanan yang berlemak, kadang disertai mual. Os
mengeluhkan badan kuning sejak 5 hari SMRS. 1 minggu SMRS os mengalami demam,
demam naik turun kadang disertai menggigil. BAK seperti teh sejak 2 minggu SMRS,
frekuansi BAK 3-4 kali/hari, nyeri saat BAK tidak ada. BAB 1x perhari berwarna seperti
dempul, konsistensi lembek, nyeri saat BAB tidak ada. Riwayat minum alkohol disangkal.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan disangkal.
Riwayat pengobatan : os dirawat di PKM Tanjung selama 4 hari sebelum akhirnya dirujuk ke
RSU Mataram.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hepatitis (-), Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-).
Riwayat Penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan os.
A. Tanda Vital
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 37,4 C
B. Pemeriksaan Fisik
a. kepala-leher
b. Thorax- Cardiovascular
Auskultasi :
C. Abdomen
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), Murphy Sign (+). Hepar : teraba 1 jari dibawah arcus
costa 12, permukaan licin, tepi rata, sudut lancip.
Extrimitas atas : ikterik +/+, edema -/-, akral hangat, pembesaran KGB aksila -/- .
Extrimitas bawah : ikterik +/+, edema -/-, akral hangat, pembesaran KGB -/- .
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium :
Bilirubin : +3
Bakteri : (-)
Jamur : (-)
- Empedu dilatasi
- Pelebaran saluran empedu intrahepatika
- Batu ductus choledokus multiple
Resume :
Pasien perempuan umur 45 tahun datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas yang
hilang timbul sejak sekitar 3 bulan SMRS, keluhan memberat sejak 2 minggu SMRS, nyeri
dirasakan hilang timbul dan berlangsung sekitar 20-30 menit, nyeri dirasakan pada perut
kanan atas menjalar sampai ke punggung, nyeri muncul biasanya setelah os makan terutama
makan makanan yang berlemak, kadang disertai mual. Os mengeluhkan badan kuning sejak 5
hari SMRS. 1 minggu SMRS os mengalami demam, demam naik turun kadang disertai
menggigil. BAK seperti teh sejak 2 minggu SMRS, nyeri saat BAK tidak ada. BAB 1x
perhari berwarna seperti dempul, nyeri saat BAB tidak ada. Sebelum di rujuk ke RSU
Mataram os dirawat di PKM Tanjung selama 4 hari.
Pemeriksaan Fisik
B. Pemeriksaan Fisik
sclera ikterik +/+, badan ikterik, nyeri tekan epigastrium +, murphy sign +, Hepar : teraba 1
jari dibawah arcus costa 12, permukaan licin, tepi rata, sudut lancip.
Pemeriksaan laboratorium darah : Hb 7,8 gr% (Anemia sedang), DDR (-), GDS : 114 mg%,
Kreatinin : 1,5 mg%, Bilirubin total : 10,22 mg%, Bilirubin direk : 8,83 mg%, SGOT/AST :
85 U/L, SGPT/ALT : 69 U/L, Alkali Phosphatase : 628 U/L, Total protein : 7,1 g%, Albumin
: 2,9 g%, Globulin : 4,2 g%, HbsAg : (-), Anti HCV : (-)
USG :
- Empedu dilatasi
- Pelebaran saluran empedu intrahepatika
- Batu ductus choledokus multiple
V. Diagnosis :
- Koledokolitiasis
- anemia
- Kolesistitis
- Tumor caput pankreas
- Hepatitis
- Infus RL
- Antibiotik
- Analgetik
- Transfusi PRC 2 kolf
- Operatif
Os mengeluhkan badan kuning sejak 5 hari SMRS. Badan kuning dimulai dari mata
os kemudian setelah beberapa hari tangan dan kaki os terlihat kuning, Hal ini terjadi karena
adanya peningkatan bilirubin yang berasal dari proses pemecahan eritrosit. Ikterus dijumpai
pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin
tinggi, perlu dipfikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Peningkatan bilirubin
direk terjadi karena adanya gangguan dalam transport bilirubin. Secara klinis,
hiperbilirunemia terlihat sebagai pigmentasi pada sklera dan kulit (kulit berwarna
kekuningan/ikterik) jika kadar bilirubin serum melebihi 2-2,5 mg/dl. Gejala ikterus sering
sulit dilihat pada orang yang memiliki kulit berwarna gelap. Gejala ikteus sering muncul
pertama pada mata karena pada sklera kaya akan jaringan elastin yang memiliki afinitas yang
tinggi terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang
sensitif untuk menunjukan hiperbilirunemia yang menyeluruh. Gejala ikterus dapat
disebabkan oleh gejala yang berasal dari prehepatik, intrahepatik dan post hepatik. Beberapa
faktor yang mempengaruhi metabolisme bilirubin yaitu adanya gangguan proses produksi
yang berlebihan, uptake dan konjugasi hepar, transportasi dan ekresi. Proses produksi
bilirubin terjadi dalam retikuloendotaleal system (RES) yang berasal dari proses degradasi
hemoglobin. Hemoglobin yang lisis membentuk biliverdin yang dengan bantuan enzim
biliverdin reduktase dirubah menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek dalam darah
berikatan dengan albumin untuk di metabolisme di hepar (masuk siklus enterohepatik), di
dalam hepar terjadi proses uptake yang akan diikat oleh protein Y dan Z yang terdapat dalam
sel hepar dengan bantuan enzim glukoronil tranferase bilirubin berikatan dengan asam
glukoronat yang pada akhirnya menjadi bilirubin direk yang akan dikeluarkan melalui saluran
empedu ke usus. Jika terjadi gangguan pada proses diatas maka akan menyebkan gangguan
dalam proses metabolisme tubuh.
Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya
terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka
kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Batu empedu
lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor risikonya usia lanjut, Kegemukan (obesitas),
diet tinggi lemak dan Faktor keturunan.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung
empedu.Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh
lainnya. Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan
gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu. Kadang-kadang batu yang besar
secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus halus atau usus
besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu), yang lebih sering terjadi
adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam saluran empedu. Dari
saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran
empedu tanpa menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala.
Terdapat tiga jenis batu kandung empedu : batu kolesterol, batu bilirubin/pigmen (kalsium
bilirubinat) dan batu campuran. Usia tersering penderita batu kandung empedu yakni 45-50
tahun. Lokasi batu empedu paling bayak terdapat pada kandung empedu sedangkan
sepertiganya terdapat pada duktus koledokus.
Pada kasus ini terdapat gangguan proses eksresi bilier bilirubin direk oleh sel
hepatosit yang menyebabkan masuknya kembali pigmen ini ke sirkulasi sistemik sehingga
terjadi hiperbilirubinemia terkonjugasi. Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik menyebabkan terjadi kolestasis, jika hambatan terjadi pada saluran atau
ductus maka dapat menyebabkan koledokolisis. BAB os berwarna putih dempul dikarenakan
sedikit atau tidak adanya sterkobilin yang berasal dari proses metabolisme bilirubin direk.
Karakteristik batu pigmen adalah bianya batu multiple dan meningkat seiring dengan
peningkatan usia serta memiliki kandungan kolesterol kurang dari 25 %.
Os mengeluhkan demam sejak kurang lebih 1 minggu SMRS. Hal ini terjadi
kemungkinan adanya proses infeksi pada kantung empedu (kolesistitis) yang ditandai dengan
demam yang dapat sampai menggigil. Terjadinya Kolesistitis akut merupakan komplikasi
penyakit batu empedu yang paling sering dan sering menyebabkan kedruratan abdomen,
khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus, biasanya timbul dari impaksi batu
empedu kedalam duktus sistikus atau dalam infundibulum. Pada kasus ini anemia terjadi
karena perangan kronis yang terjadi pada kandung empedu. Respon peradangan selanjutnya
timbul mencakup distensi, edema, hipervaskularitas, dan hipertensi vena. Banyak pasien
dengan riwayat kolik biliaris episodic. Nyeri yang berkaitan dengan peradangan akut
kandung empedu, awal timbul dan karakternya sama dengan kolik biliaris, tetapi biasanya
menetap lebih dari 4-6 jam. Palpasi abdomen seringkali mencetuskan nyeri lepas. Tanda
Murphy positif, dan dalam 20% kasus dapat dipalpasi adanya massa. Manifestasi sistemik
dari peradangan (leukositosis dan hiperpireksia) membedakan kolesistitis akut dari kolik
biliaris sederhana. Pada kasus ini hasil pemeriksaan laboratorium darah ditemukan
peningkatan alkali fosfatase hal ini biasa terjadi pada fase akut kolesistitis.
Pankreatitis batu empedu terjadi dalam <15% semua pasien dengan batu empedu
simptomatik. Obstruksi sementara dari ampula Vateri oleh batu empedu merupakan faktor
paling umum yang menimbulkan komplikasi ini.
Nyeri akibat penyumbatan saluran tidak dapat dibedakan dengan nyeri akibat
penyumbatan kandung empedu. Penyumbatan menetap pada duktus sistikus menyebabkan
terjadinya peradangan kandung empedu (kolesistitis akut). Batu empedu yang menyumbat
duktus pankreatikus menyebabkan terjadinya peradangan pankreas (pankreatitis), nyeri,
jaundice dan mungkin juga infeksi.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin segera terjadi adalah:
* Perdarahan
* Peradangan pankreas (pankreatitis).
* Perforasi atau infeksi saluran empedu.
Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi.
Pencegahan
Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari
makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak hewani.
Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat
gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. Kandung empedu diangkat melalui
selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Jenis pembedahan ini memiliki
keuntungan sebagai berikut:
Batu saluran empedu bisa menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus
dikeluarkan baik melalui pembedahan maupun melalui suatu prosedur yang disebut
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskop
dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus.
Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang
meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan
pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu
yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
Daftar pustaka
1. C. Devid, Jr. Sabiston, 2000, Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku
Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
2. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Penerbit
Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
3. Schwartz, S.I., 1994, Principles of Surgery, McGraw-Hill Inc, United States of
America
th
4. Sherlock. S, Dooley J. Disease of the Liver and Biliary Sistem, 9 ed. London:
Blackwell Scientific Publication, 1993.
5. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakart