TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja. TORCH juga bisa
meyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan, usia, dan jenis kelamin.
TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering sakit kepala misalnya),
menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu berkepanjangan, sakit pada
otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki, lambung, mata, dan sebagainya.
Daftar isi
[sembunyikan]
1Klasifikasi
2Contoh
3Pencegahan
4Diagnosis
5Tambahan gambar
6Lihat pula
7Referensi
Istilah "infeksi kongenital" (congenital infection) dapat digunakan jika infeksi yang
ditularkan vertikal itu masih terus dialami setelah melahirkan.
3. R Rubella
4. C Cytomegalovirus
Huruf "O" merujuk kepada "other agents" (atau "penyebab lain") termasuk:
Coxsackievirus
Chickenpox atau cacar air (disebabkan oleh varicella zoster virus)
Parvovirus B19
Chlamydia[4]
HIV[5][6]
Syphilis[8]
Hepatitis B juga dapat digolongkan sebagai infeksi yang ditularkan vertikal,
tetapi virus hepatitis B berukuran besar dan tidak dapat menembus ke plasenta,
sehingga tidak dapat menginfeksi janin kecuali ada kebocoran pada barier ibu-bayi,
misalnya pendarahan pada waktu melahirkan atau amniocentesis.[9]
Kompleks TORCH asalnya dianggap terdiri dari empat kondisi yang disebutkan di
atas,[10] with the "TO" merujuk kepada Toxoplasma. Format empat istilah ini masih
digunakan pada banyak rujukan modern,[11] dan cara penulisan huruf besar/kecil
"ToRCH" juga kadang digunakan dalam konteks ini.[12] Akronim ini juga disebut
sebagai TORCHES, untuk TOxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, HErpes
simplex, and Syphilis.
E Enteroviruses
P Parvovirus B19
T Toxoplasmosis
R Rubella
C Cytomegalovirus
H Herpes simplex
Mencegah TORCH
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang sedang
merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat
mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir dengan baik
dan sempurna.
Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik
untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat
dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk
TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.
Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Anda
dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran dokter untuk
mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti
vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh
hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau parasit
penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila
makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut,
selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian Anda.
Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan
secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan
secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan
yang cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan,
sangatlah penting.
Hindari kontak dengan penderita penyakit
Seorang wanita hamil harus menghindari kontak dengan siapa pun yang menderita
infeksi virus, seperti rubela, yang juga disebut campak Jerman.
Dengan mencari lebih banyak informasi tentang kehamilan serta merawat dirinya
sebelum dan selama masa kehamilan maupun dengan memikirkan masak-masak
jauh di muka tentang berbagai aspek melahirkan, seorang wanita akan melakukan
sebisa-bisanya untuk memastikan kehamilan yang lebih aman. Maka, bagi seorang
wanita hamil, cobalah untuk selalu waspada terhadap berbagai penyakit seperti
TORCH agar bayi Anda terlahir sehat.
Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik
pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Infeksi
TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat
mengakibatkan kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul
akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata,
kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik,
hidrosepalus, dan lain sebagainya.
TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja. TORCH juga bisa
menyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan, usia, dan jenis kelamin.
TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering sakit kepala misalnya),
menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu berkepanjangan, sakit pada
otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki, lambung, mata, dan sebagainya.
Pada kasus infeksi maternal primer yang terjadi pada kehamilan, parasit bisa
ditularkan dari plasenta dan menyebabkan cacat pada janin berupa gangguan
penglihatan atau keguguran spontan, meski persentasenya kecil.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-
kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip
gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil
terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa
muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25%.
Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan
pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak.
Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan
bantuan pemeriksaan laboratorium.Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan
meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil.
Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan
Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada
kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
3. Cytomegalovirus (CMV)
CMV merupakan keluarga virus herpes. Infeksi CMV disebabkan oleh virus
Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya
keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan
CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Transmisi
vertikal dari ibu ke bayi melalui transplacental. Infeksi CMV pada ibu hamil bisa
secara primer atau rekuren.
Infeksi primer pada ibu hamil ditandai dengan terjadinya serokonversi dari IgG
antibodi CMV selama kehamilan atau didapatkan IgG dan IgM CMV bersama-sama
selama kehamilan. Sedangkan infeksi rekuren ditandai adanya antibodi CMV pada
fase sebelum terjadinya pembuahan. Pada infeksi primer, transmisi infeksi ke bayi
sebesar 40%. Adanya IgG anti CMV pada ibu hamil tidak memberi perlindungan
kepada bayi, sehingga kelainan kongenital mungkin terjadi.
4. Herpes simplex
Virus herpes terdiri dari 2 jenis, yaitu herpes simplex 1 (HSV-1) dan herpes simplex
virus 2 (HSV 2). Penularan biasanya terjadi pada kontak seksual pada orang
dewasa. HSV 1 juga bisa ditularkan melalui kontak sosial pada masa anak-anak.
Prevelansi HSV 2 lebih tinggi pada kelompok HIV positif dan mereka yang
melakukan hubungan seks tanpa kondom. Infeksi herpes pada alat genital (kelamin)
disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam
bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion
sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh
pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui.
Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50
kasus) Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II
dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat
kehamilan.
Pada 10.000 ibu hamil yang hasil skriningnya positif TORCH, hanya 10 saja
yang hasil diagnostiknya juga positif. Karena itu, skrining TORCH masih
diperdebatkan keakuratannya. Skrining prenatal hanya disarankan untuk
mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, misalnya ibu yang
terinfeksi HIV. Untuk memberikan pengobatan pun standarnya adalah hasil
diagnostiknya positif.
Gangguan yang dapat terjadi pada bayi dan janin akibat Toksoplasmosis pada
kehamilan adalah: cairan tulang belakang tidak normal, anemia,
Chorioretinitis, Kejang , Tuli, Demam, Growth retardation (gangguan
pertumbuhan), Hepatomegaly (pembesaran liver), Hydrocephalus,
Intracranial calcifications (pengapyran di otak), Kuning, Gangguan Belajar,
Lymphadenopathy (pembedsaran kelenjar), Maculopapular rash (kemerahan
kulit), Mental retardation (gangguan kecerdasan), Microcephaly (ukuran
kepala kecil), Spasticity and palsies (kelumpuhan dan kelemahan otot),
Splenomegaly (limpa membesar), Thrombocytopenia dan gangguan
penglihatan
Indikasi infeksi pada bayi dapat diketahui melalu USG yang memperlihatkan
adanya cairan berlebihan pada perut, pengapuran pada otak serta pelebaran
saluran otak. Bayi yang terinfeksi toksoplasma akan mengalami gangguan
fungsi saraf yang mengakibatkan keterlambatan perkembangan psikomotor
dalam bentuk gangguan kecerdasan maupun keterlambatan perkembangan
bicara, serta kejang kejang dan kekakuan yang akhirnya menimbulkan
keterlambatan motorik. Toksoplasma juga berpotensi menyebabkan cacat
bawaan, terutama bila terjadi pada usia kehamilan awal,sampai 3 bulan dan
bahkan kematian.
2. Rubela
Infeksi Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir
mati atau gangguan terhadap janin. Sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami
Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang
ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari
muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya
setelah beberapa hari.
Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella
Kongenital terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang dan dapat
meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi Tidak semua janin akan
tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka
risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan
15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen. Namun,
risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat usia
kehamilan > 36 minggu.
Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada
saat umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan,
jarang sekali terjadi infeksi.
3. Cytomegalovirus (CMV)
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) kongenital terjadi sekitar 30.000-40.000 bayi
dilahirkan setiap tahun di Amerika Serikat, membuat Cytomegalovirus
merupakan infeksi yang paling umum dan penting dari semua infeksi
kongenital.
Kemungkinan infeksi dan luasnya penyakit pada bayi baru lahir tergantung
pada status kekebalan ibu. Jika infeksi primer ibu terjadi selama kehamilan,
tingkat rata-rata transmisi ke janin adalah 40%, sekitar 65% dari bayi ini
memiliki penyakit Cytomegalovirus saat lahir. Dengan infeksi ibu yang
berulang, risiko penularan pada janin lebih rendah, berkisar 0,5-1,5%, dengan
sebagian besar bayi tampak normal saat lahir .
Sekitar 10% bayi dengan infeksi kongenital memiliki bukti klinis penyakit saat
lahir. Bentuk yang paling parah dari infeksi CMV kongenital disebut sebagai
Cytomegalic inclusion disease (CID). CID hampir selalu terjadi pada wanita
yang memiliki infeksi sitomegalovirus primer selama kehamilan, meskipun
kasus yang jarang dijelaskan pada wanita dengan kekebalan yang sudah ada
sebelumnya yang mungkin memiliki reaktivasi infeksi selama kehamilan.
Jika ibu hamil terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai risiko
tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning,
pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Bayi akan
kehilangan pendengaran (tuli).
Sekitar 20% dijumpai pada bayi yang terinfeksi virus adalah Limpa atau hati
membesar disertai gejala kuning pada kulit atau mata. 90% bayi yang masih
bertahan akan mengalami gangguan saraf berat seperti keterlambatan
perkembangan mental.
Bila seorang ibu hamil didiagnosa tertular virus sitomegalo, janin dalam
kandungan bisa diperiksa dengan melakukan pemeriksaan amniosintesa.
Cara pemeriksaan ini hampir 80% dapat mendeteksi bayi apakah juga
terinfeksi virus atau tidak. Tetapi tetap belum dapat diketahui apakah bayi
menderita penyakit berat atau tidak. Namun demikian, periksaan USG pada
janin dalam kandungan, bisa mengetahui kelainan otak dan organ lain.
Pada bayi baru lahir, 10% diantaranya akan menunjukkan gejala klinik
berupa: IUGR, Ikterus (kuning), Hepatosplenomegali (pembesaran liver dan
limpa), Ptekie sampai purpura (perdarahan bawah kulit), Pneumonia.
Biasanya juga dijumpai kelainan kongenital lain seperti: penyakit jantung
bawaan (defek septal), atresia bilier, hernia inguinalis dan abnormalitas
musculoskeletal. Kebanyakan bayi yang bertahan hidup gejala CID memiliki
gejala sisa neurologis dan perkembangan saraf jangka panjang yang
signifikan .
Memang, telah diperkirakan bahwa sitomegalovirus kongenital mungkin
terjadi pada kasus sindrom Down sebagai diketahui penyebab
keterbelakangan mental pada anak.
4. Herpes Simpleks
Bayi paling berisiko tertular herpes neonatus bila ibunya sendiri tertular herpes
simpleks pada akhir masa kehamilan. Hal ini terjadi karena ibu yang baru tertular
belum memiliki antibodi terhadap virus, sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi
saat lahir. Tambahan, infeksi herpes baru sering aktif, sehingga ada kemungkinan
yang lebih tinggi bahwa virus akan timbul di saluran kelahiran saat melahirkan.
Pengobatan, bila diberi secara dini, dapat membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan menahun, tetapi bahkan dengan pengobatan antiviral, infeksi ini
berdampak buruk pada kebanyakan bayi.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap,
cacat fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak, dan
ketidaksempurnaan lainnya.
Namun begitu, gejala diatas tentu belum membuktikan adanya penyakit TORCH
sebelum dibuktikan dengan uji laboratorik.
Pengobatan TORCH
Infeksi-infeksi TORCH ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2
petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif. (Baca juga: Beda IgG dan
IgM.)
Jika IgG positif dan IgMnya negatif, artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh
sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG
negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama
pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi
ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai
(umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan).
Jika IgG positif dan IgM juga positif, maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG
Aviditas. Jika hasilnya tinggi, maka tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya
rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi
Toksoplasma, jika dalam pengobatan terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan
lanjutkan terapi sampai melahirkan. Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan
saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi
kondisi kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan menggunakan obat
spiramisin (spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk
menurunkan dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya
obat-obatan tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut.
Sehingga perlu disiasati dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada
waktu makan.
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif
(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan
antara lain sebagai berikut :
Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi,
ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke
manusia adalah melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah
matang atau masakan lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna,
termasuk otak, hati dan lainnya.
Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari
tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia
maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar,
disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan
( Howard, 1987).
Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika
mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena
penyakit TORCH melalui plasenta.
Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH.
Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit
salah satu penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa
menular kepada sang bayi yang sedang disusuinya.
Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit
juga bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi
apabila seorang yang kebetulan kulitnya menempel atau pun lewat baju yang
baru saja dipakai si penderita penyakit TORCH.
Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena
itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena
penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa
kasus dalam satu keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek,
kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.
Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi
dan lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu mencapai
66 derajat Celcius, agaroosista - oosista yang mungkin terbawa di dalam
daging tersebut bisa mati.
Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk
mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan, minum
dan alas tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.
Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar
(tikus, bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti cecak, kadal,
dan bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.
Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara serologis
sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing kecuali dengan
sarung tangan.