Anda di halaman 1dari 23

TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan oleh

(Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus II (HSV-


II) pada wanita hamil. TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma gondii (toxo),
Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) and other diseases.
Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik
pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan
ataupun terjadinya keguguguran dini. Infeksi TORCH bersama dengan
paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan
pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat TORCH yang
menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata, kelainan pada otak,
paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik, hidrosepalus, dan lain
sebagainya dengan tingkat kecacatan bawaan mencapai 15 persen dari yang
terinfeksi. Kekurangan gizi dapat memperberat risiko infeksi perinatal. [1]

TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja. TORCH juga bisa
meyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan, usia, dan jenis kelamin.
TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering sakit kepala misalnya),
menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu berkepanjangan, sakit pada
otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki, lambung, mata, dan sebagainya.

Daftar isi
[sembunyikan]

1Klasifikasi
2Contoh

3Pencegahan

4Diagnosis

5Tambahan gambar

6Lihat pula

7Referensi

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]


Penularan dapat disebut "penularan dari ibu ke anak" (mother-to-child transmission).
Infeksi yang ditularkan vertikal dapat disebut "infeksi perinatal" (perinatal infection)
jika ditularkan pada periode perinatal, yaitu periode yang dimulai pada masa
gestasional 22 minggu[2] to 28[3] (dengan variasi regional untuk definisi) dan berakhir
tujuh hari penuh setelah kelahiran.[2]

Istilah "infeksi kongenital" (congenital infection) dapat digunakan jika infeksi yang
ditularkan vertikal itu masih terus dialami setelah melahirkan.

Contoh[sunting | sunting sumber]


Beberapa infeksi yang ditularkan vertikal dimasukkan ke dalam kompleks TORCH,
yang merupakan singkatan dari:

1. T Toxoplasmosis / Toxoplasma gondii


2. O Other infections (see below)

3. R Rubella

4. C Cytomegalovirus

5. H Herpes simplex virus-2 atau neonatal herpes simplex

Huruf "O" merujuk kepada "other agents" (atau "penyebab lain") termasuk:

Coxsackievirus
Chickenpox atau cacar air (disebabkan oleh varicella zoster virus)

Parvovirus B19

Chlamydia[4]

HIV[5][6]

Human T-lymphotropic virus[7]

Syphilis[8]
Hepatitis B juga dapat digolongkan sebagai infeksi yang ditularkan vertikal,
tetapi virus hepatitis B berukuran besar dan tidak dapat menembus ke plasenta,
sehingga tidak dapat menginfeksi janin kecuali ada kebocoran pada barier ibu-bayi,
misalnya pendarahan pada waktu melahirkan atau amniocentesis.[9]

Kompleks TORCH asalnya dianggap terdiri dari empat kondisi yang disebutkan di
atas,[10] with the "TO" merujuk kepada Toxoplasma. Format empat istilah ini masih
digunakan pada banyak rujukan modern,[11] dan cara penulisan huruf besar/kecil
"ToRCH" juga kadang digunakan dalam konteks ini.[12] Akronim ini juga disebut
sebagai TORCHES, untuk TOxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, HErpes
simplex, and Syphilis.

Perpanjangan dari akronim ini menjadi CHEAPTORCHES diusulkan oleh Ford-


Jones dan Kellner pada tahun 1995:[13]

C Chickenpox (cacar air) dan shingles


H Hepatitis B, C, (D), E

E Enteroviruses

A AIDS (HIV infection)

P Parvovirus B19

T Toxoplasmosis

O Other ("lain-lain", yaitu Group B


Streptococcus, Listeria, Candida, Penyakit Lyme)

R Rubella

C Cytomegalovirus

H Herpes simplex

E Everything else sexually transmitted ("semua penyakit kelamin lainnya",


yaitu gonorrhea, infeksi Chlamydia, Ureaplasma urealyticum, human
papillomavirus)
S Syphilis

Pencegahan[sunting | sunting sumber]


Pencegahan mutlak dilakukan 3-6 bulan sebelum wanita hamil dengan vaksinasi
MMR atau Rubella saja, jika ada dan vaksinasi Varicella untuk mengurangi
kemungkinan keaktifan Herpes, jika sampai terkena dan sebaiknya diberikan tidak
bersamaan, tetapi selang satu bulan. Dilanjutkan dengan pemeriksaan IgM dan IgG
satu bulan setelah vaksinasi terakhir, jika hasil IgG positip berarti telah terjadi
kekebalan dan jika IgM juga positip berarti positip terjadi infeksi (tetapi bukan karena
vaksinasi) dan infeksinya harus diobati dahulu hingga hasil IgM negatip, baru boleh
hamil. Jika lebih dahulu hamil, maka IgM dan IgG harus secepatnya diperiksa, jika
IgM positip, maka selain harus diobati infeksinya juga dilakukan pemeriksaan USG
untuk melihat kemungkinan terjadinya cacat bawaan, tetapi USG tidak dapat
menjamin sepenuhnya bahwa bayi yang akan dilahirkan akan sepenuhnya bebas
cacat bawaan, sehingga kadang-kadang perlu dilakukan pengguguran kandungan
dimana pilihan tersebut harus dilakukan oleh pasien, setelah dokter memberikan
penjelasan yang cukup.

Diagnosis[sunting | sunting sumber]


Diagnosis dilakukan dengan tes ELISA. Ditemukan bahwa antibodi IgM
menunjukkan hasil positif 40 (10.52%) untuk toksoplasma, 102 (26.8%) untuk
Rubella, 32 (8.42%) untuk CMV dan 14 (3.6%) untuk HSV-II. Antibodi IgG
menunjukkan hasil positif 160 (42.10%) untuk Toxoplasma, 233 (61.3%) untuk
Rubella, 346 (91.05%) untuk CMV dan 145 (33.58%) untuk HSV-II.
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit
infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis
penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu
hamil.
Kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antar lain ke arah
pemeriksaan secara imunologis.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya
benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM)
dan Imunoglobulin G (IgG)
TOXOPLASMA
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesipik. Kira-
kira hanya 10-20% kasus infeksi
Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa
lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental, kejang-kejang dn
ensefalitis.
Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya
tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu,
pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA,
serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi
Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu
diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter),
serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
RUBELLA
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda.
Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gynecologists, 1981).
Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan
pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak.
Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan
bantuan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG
dana IgM.
Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan
pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk
divaksinasi.
Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis
infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan
virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat
tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi
saat ibu sedang hamil.
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular
sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak,
ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau
infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.
HERPES SIMPLEKS TIPE II
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh
pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi
HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus)
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan
mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin yang
dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan
dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi
gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis.
Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu
mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi
yang tepat.
Panel TORCH
? Anti Toxoplasma IgG dan IgM
? Anti Rubella IgG dan IgM
? Anti CMV IgG dan IgM
? Anti HSV II IgG dan IgM

Mencegah TORCH
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang sedang
merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat
mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir dengan baik
dan sempurna.
Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik
untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat
dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk
TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.
Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Anda
dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran dokter untuk
mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti
vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh
hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau parasit
penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila
makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut,
selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian Anda.
Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan
secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan
secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan
yang cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan,
sangatlah penting.
Hindari kontak dengan penderita penyakit
Seorang wanita hamil harus menghindari kontak dengan siapa pun yang menderita
infeksi virus, seperti rubela, yang juga disebut campak Jerman.
Dengan mencari lebih banyak informasi tentang kehamilan serta merawat dirinya
sebelum dan selama masa kehamilan maupun dengan memikirkan masak-masak
jauh di muka tentang berbagai aspek melahirkan, seorang wanita akan melakukan
sebisa-bisanya untuk memastikan kehamilan yang lebih aman. Maka, bagi seorang
wanita hamil, cobalah untuk selalu waspada terhadap berbagai penyakit seperti
TORCH agar bayi Anda terlahir sehat.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya -


Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-
pencegahannya#ixzz3sQ1tgtXm
Penyakit Infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus/CMV dan
Herpes simplex) adalah sekelompok infeksi yang dapat ditularkan dari wanita
hamil kepada bayinya. Ibu hamil yang terinfeksi TORCH berisiko tinggi menularkan
kepada janinnya yang bisa menyebabkan cacat bawaan. Dugaan terhadap infeksi
TORCH baru bisa dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan darah atau skrining.
Jika hasilnya positif, atau terdapat infeksi aktif, selanjutnya disarankan pemeriksaan
diagnostik berupa pengambilan sedikit cairan ketuban untuk diperiksa di
laboratorium.

Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik
pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Infeksi
TORCH bersama dengan paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat
mengakibatkan kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul
akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata,
kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik,
hidrosepalus, dan lain sebagainya.

TORCH tidak hanya berkaitan dengan masalah kehamilan saja. TORCH juga bisa
menyerang orang tua, anak muda, dari berbagai kalangan, usia, dan jenis kelamin.
TORCH bisa menyerang otak (timbul gejala sering sakit kepala misalnya),
menyebabkan sering timbul radang tenggorokan, flu berkepanjangan, sakit pada
otot, persendian, pinggang, sakit pada kaki, lambung, mata, dan sebagainya.

Infeksi TORCH Pada Ibu Hamil


1. Toksoplasmosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit (protozoan parasite Toxoplasma gondii) yang
ditularkan dari hewan bertubuh panas kepada manusia. Parasit ini masuk ke dalam
tubuh manusia melalui makanan. Sumber terutamanya adalah daging yang tidak
dimasak matang atau sayuran mentah. Tangan yang tercemar toksoplasma juga
bisa menjadi media penularan jika kita tidak mencuci tangan sebelum makan.

Pada kasus infeksi maternal primer yang terjadi pada kehamilan, parasit bisa
ditularkan dari plasenta dan menyebabkan cacat pada janin berupa gangguan
penglihatan atau keguguran spontan, meski persentasenya kecil.

Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-
kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip
gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah.

Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil
terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.

Pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya


kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.

Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya


tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu,
pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA,
serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada
orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil
(bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma,
selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
2. Infeksi rubella
Infeksi ini juga dikenal dengan campak Jerman dan sering diderita anak-anak.
Rubella yang dialami pada tri semester pertama kehamilan 90 persennya
menyebabkan kebutaan, tuli, kelainan jantung, keterbelakangan mental, bahkan
keguguran. Ibu hamil disarankan untuk tidak berdekatan dengan orang yang
sedang sakit campak Jerman.

Untuk mencegah infeksi rubella, kaum wanita disarankan untuk melakukan


vaksinasi. Perlindungannya mencapai 100 persen. Infeksi Rubella ditandai dengan
demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening.

Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa
muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25%.

Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan
pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak.
Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan
bantuan pemeriksaan laboratorium.Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan
meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil.
Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan
Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada
kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.

3. Cytomegalovirus (CMV)
CMV merupakan keluarga virus herpes. Infeksi CMV disebabkan oleh virus
Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya
keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan
CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Transmisi
vertikal dari ibu ke bayi melalui transplacental. Infeksi CMV pada ibu hamil bisa
secara primer atau rekuren.

Infeksi primer pada ibu hamil ditandai dengan terjadinya serokonversi dari IgG
antibodi CMV selama kehamilan atau didapatkan IgG dan IgM CMV bersama-sama
selama kehamilan. Sedangkan infeksi rekuren ditandai adanya antibodi CMV pada
fase sebelum terjadinya pembuahan. Pada infeksi primer, transmisi infeksi ke bayi
sebesar 40%. Adanya IgG anti CMV pada ibu hamil tidak memberi perlindungan
kepada bayi, sehingga kelainan kongenital mungkin terjadi.

Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau


infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.Virus ini ditularkan melalui kontak seksual atau selama
kehamilan. Akibat infeksi ini bisa fatal karena menyebabkan cacat bawaan pada
janin. Belum ada pengobatan yang bisa mencegah infeksi virus ini.

4. Herpes simplex
Virus herpes terdiri dari 2 jenis, yaitu herpes simplex 1 (HSV-1) dan herpes simplex
virus 2 (HSV 2). Penularan biasanya terjadi pada kontak seksual pada orang
dewasa. HSV 1 juga bisa ditularkan melalui kontak sosial pada masa anak-anak.
Prevelansi HSV 2 lebih tinggi pada kelompok HIV positif dan mereka yang
melakukan hubungan seks tanpa kondom. Infeksi herpes pada alat genital (kelamin)
disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam
bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion
sistem syaraf otonom.

Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh
pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui.
Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50
kasus) Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting
untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II
dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat
kehamilan.

Fakta Mengenai Infeksi TORCH Pada


Kehamilan
Infeksi TORCH merupakan gangguan pada kehamilan yang bisa
membahayakan janin. Jika infeksi ini diketahui di awal masa kehamilan, risiko
penularan dari ibu pada janin bisa dikurangi sehingga cacat bawaan bisa
dicegah.
Infeksi TORCH dapat menyebabkan 5-10 persen keguguran dan cacat bawaan
pada janin yang meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental serta
kebutaan. Sebagian besar cacat itu bisa dicegah dengan melakukan skrining
TORCH di trimester pertama kehamilan. Jika hasilnya negatif, para ibu bisa
diberi edukasi pentingnya menjaga kebersihan diri. Namun jika hasilnya
positif, dokter bisa memberikan pengobatan untuk menurunkan risiko
transmisi dari ibu ke janin.

Di Indonesia, dari 54.000 kehamilan yang terinfeksi toksoplasma 70


persennya memiliki antibodi. Sementara itu, 60 persen wanita memiliki
antibodi terhadap virus herpes simplex. Kendati demikian, 50-85 persen ibu
hamil yang terinfeksi rubela di trimester pertama kehamilan janinnya
beresiko tinggi mengalami cacat organ.

Pada 10.000 ibu hamil yang hasil skriningnya positif TORCH, hanya 10 saja
yang hasil diagnostiknya juga positif. Karena itu, skrining TORCH masih
diperdebatkan keakuratannya. Skrining prenatal hanya disarankan untuk
mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, misalnya ibu yang
terinfeksi HIV. Untuk memberikan pengobatan pun standarnya adalah hasil
diagnostiknya positif.

Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan cara pengambilan sedikit air


ketuban untuk diperiksa di laboratorium. Hasilnya jauh lebih akurat dibanding
dengan skrining berupa pengambilan darah. Jika hasil skrining positif baru
disarankan untuk melakukan diagnostik tes sebelum diberikan pengobatan.
Saat ini, pemeriksaan TORCH masih tergolong mahal untuk kebanyakan
masyarakat. Akan tetapi, tindakan preventif jauh lebih murah daripada
kuratif.

Dampak TORCH Pada Bayi


1. Toksoplasmosis
Pada wanita hamil, toksoplasma berdampak signifikan yaitu bisa
mengakibatkan keguguran dan cacat.
Tiga serangkai klasik dampak pada bayi akibat infeksi toksoplasmosis pada
kehamilan adalah meliputi korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi
intrakranial.

Gangguan yang dapat terjadi pada bayi dan janin akibat Toksoplasmosis pada
kehamilan adalah: cairan tulang belakang tidak normal, anemia,
Chorioretinitis, Kejang , Tuli, Demam, Growth retardation (gangguan
pertumbuhan), Hepatomegaly (pembesaran liver), Hydrocephalus,
Intracranial calcifications (pengapyran di otak), Kuning, Gangguan Belajar,
Lymphadenopathy (pembedsaran kelenjar), Maculopapular rash (kemerahan
kulit), Mental retardation (gangguan kecerdasan), Microcephaly (ukuran
kepala kecil), Spasticity and palsies (kelumpuhan dan kelemahan otot),
Splenomegaly (limpa membesar), Thrombocytopenia dan gangguan
penglihatan

Toksoplasmosis kongenital hampir mirip penyakit yang disebabkan oleh


organisme seperti virus herpes simplex, cytomegalovirus, dan virus rubella.
Bayi prematur dengan toksoplasmosis dapat mengembangkan SSP dan
penyakit mata pada tiga bulan pertama kehidupan. Sebaliknya, T. gondii yang
terinfeksi penuh bayi lebih sering memiliki manifestasi penyakit ringan,
dengan hepatosplenomegali dan limfadenopati dalam dua bulan pertama.
Meskipun sebagian besar bayi terinfeksi dalam kandungan dilahirkan tanpa
tanda-tanda jelas toksoplasmosis pada pemeriksaan rutin bayi baru lahir,
hingga 80 persen mengakibatkan cacat visual di kemudian hari.

Infeksi kongenital itu berdampak pengurangan ketajaman visual dan lesi


mata baru dapat terjadi melalui dekade ketiga kehidupan atau bahkan
kemudian. Masalah pada mata memerlukan evaluasi ophthalmologic lengkap.

90% bayi yang terinfeksi toksoplasma menderita gangguan penglihatan


sampai buta setelah beberapa bulan atau beberapa tahun sejak ia lahir. Dari
jumlah tersebut, 10% dapat mengalami gangguan pendengaran.

Bayi yang terinfeksi toksoplasma akan beresiko mengalami 85% terkena


retardasi mental, 75% mengalami gangguan saraf, 50% mengalami
gangguan penglihatan dan 15% mengalami gangguan pendengaran.

Indikasi infeksi pada bayi dapat diketahui melalu USG yang memperlihatkan
adanya cairan berlebihan pada perut, pengapuran pada otak serta pelebaran
saluran otak. Bayi yang terinfeksi toksoplasma akan mengalami gangguan
fungsi saraf yang mengakibatkan keterlambatan perkembangan psikomotor
dalam bentuk gangguan kecerdasan maupun keterlambatan perkembangan
bicara, serta kejang kejang dan kekakuan yang akhirnya menimbulkan
keterlambatan motorik. Toksoplasma juga berpotensi menyebabkan cacat
bawaan, terutama bila terjadi pada usia kehamilan awal,sampai 3 bulan dan
bahkan kematian.

2. Rubela
Infeksi Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir
mati atau gangguan terhadap janin. Sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami
Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang
ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari
muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya
setelah beberapa hari.
Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella
Kongenital terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang dan dapat
meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi Tidak semua janin akan
tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka
risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan
15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen. Namun,
risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat usia
kehamilan > 36 minggu.

Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada
saat umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan,
jarang sekali terjadi infeksi.

Sindrom Rubella Kongenital akibatnya katarak pada lensa mata bayi,


gangguan pendengaran atau tuli, gangguan jantung, dan kerusakan otak. Di
samping itu, bayi juga berisiko lebih besar untuk terkena diabetes melitus,
gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan syaraf (pan-
encephalitis)

3. Cytomegalovirus (CMV)
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) kongenital terjadi sekitar 30.000-40.000 bayi
dilahirkan setiap tahun di Amerika Serikat, membuat Cytomegalovirus
merupakan infeksi yang paling umum dan penting dari semua infeksi
kongenital.
Kemungkinan infeksi dan luasnya penyakit pada bayi baru lahir tergantung
pada status kekebalan ibu. Jika infeksi primer ibu terjadi selama kehamilan,
tingkat rata-rata transmisi ke janin adalah 40%, sekitar 65% dari bayi ini
memiliki penyakit Cytomegalovirus saat lahir. Dengan infeksi ibu yang
berulang, risiko penularan pada janin lebih rendah, berkisar 0,5-1,5%, dengan
sebagian besar bayi tampak normal saat lahir .

Sekitar 10% bayi dengan infeksi kongenital memiliki bukti klinis penyakit saat
lahir. Bentuk yang paling parah dari infeksi CMV kongenital disebut sebagai
Cytomegalic inclusion disease (CID). CID hampir selalu terjadi pada wanita
yang memiliki infeksi sitomegalovirus primer selama kehamilan, meskipun
kasus yang jarang dijelaskan pada wanita dengan kekebalan yang sudah ada
sebelumnya yang mungkin memiliki reaktivasi infeksi selama kehamilan.

CID ditandai dengan retardasi pertumbuhan intrauterin, hepatosplenomegali,


abnormalitas hematologi (trombositopenia), dan manifestasi kulit berbagai,
termasuk petechiae dan purpura (blueberry muffin bayi). Namun, manifestasi
paling signifikan dari CID melibatkan SSP. Mikrosefali, ventrikulomegali, atrofi
otak, korioretinitis, dan gangguan pendengaran sensorineural konsekuensi
neurologis yang paling umum dari CID.

Kalsifikasi intraserebral biasanya menunjukkan distribusi periventricular dan


yang biasa ditemui menggunakan CT scan. Temuan kalsifikasi intrakranial
adalah prediksi defisit kognitif dan audiologic di kemudian hari dan
memprediksi prognosis perkembangan buruk persarafan.

Jika ibu hamil terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai risiko
tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning,
pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Bayi akan
kehilangan pendengaran (tuli).

Sekitar 20% dijumpai pada bayi yang terinfeksi virus adalah Limpa atau hati
membesar disertai gejala kuning pada kulit atau mata. 90% bayi yang masih
bertahan akan mengalami gangguan saraf berat seperti keterlambatan
perkembangan mental.

Bila seorang ibu hamil didiagnosa tertular virus sitomegalo, janin dalam
kandungan bisa diperiksa dengan melakukan pemeriksaan amniosintesa.
Cara pemeriksaan ini hampir 80% dapat mendeteksi bayi apakah juga
terinfeksi virus atau tidak. Tetapi tetap belum dapat diketahui apakah bayi
menderita penyakit berat atau tidak. Namun demikian, periksaan USG pada
janin dalam kandungan, bisa mengetahui kelainan otak dan organ lain.

Pada bayi baru lahir, 10% diantaranya akan menunjukkan gejala klinik
berupa: IUGR, Ikterus (kuning), Hepatosplenomegali (pembesaran liver dan
limpa), Ptekie sampai purpura (perdarahan bawah kulit), Pneumonia.
Biasanya juga dijumpai kelainan kongenital lain seperti: penyakit jantung
bawaan (defek septal), atresia bilier, hernia inguinalis dan abnormalitas
musculoskeletal. Kebanyakan bayi yang bertahan hidup gejala CID memiliki
gejala sisa neurologis dan perkembangan saraf jangka panjang yang
signifikan .
Memang, telah diperkirakan bahwa sitomegalovirus kongenital mungkin
terjadi pada kasus sindrom Down sebagai diketahui penyebab
keterbelakangan mental pada anak.

4. Herpes Simpleks
Bayi paling berisiko tertular herpes neonatus bila ibunya sendiri tertular herpes
simpleks pada akhir masa kehamilan. Hal ini terjadi karena ibu yang baru tertular
belum memiliki antibodi terhadap virus, sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi
saat lahir. Tambahan, infeksi herpes baru sering aktif, sehingga ada kemungkinan
yang lebih tinggi bahwa virus akan timbul di saluran kelahiran saat melahirkan.

Herpes neonatus dapat menyebabkan infeksi yang berat, mengakibatkan kerusakan


yang menahun pada susunan saraf pusat, perlambatan mental, atau kematian.

Pengobatan, bila diberi secara dini, dapat membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan menahun, tetapi bahkan dengan pengobatan antiviral, infeksi ini
berdampak buruk pada kebanyakan bayi.

Diagnosa Penyakit TORCH

Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk menangani suatu


penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan gejala klinis sering sukar
dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa laboratorik dengan memeriksa serum
darah, untuk mengukur titer-titer antibodi IgM atau IgG-nya.

Diagnosis laboratorik dilakukan dengan menggunakan tes ELISA. Jika ditemukan


bahwa antibodi IgM menunjukkan hasil positif 40 (10.52%) untuk toksoplasma, 102
(26.8%) untuk Rubella, 32 (8.42%) untuk CMV dan 14 (3.6%) untuk HSV-II. Antibodi
IgG menunjukkan hasil positif 160 (42.10%) untuk Toxoplasma, 233 (61.3%) untuk
Rubella, 346 (91.05%) untuk CMV dan 145 (33.58%) untuk HSV-II.
Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik, bahkan bisa
jadi sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang dirasakan
adalah mudah pingsan, pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur, pendengaran
terganggu, radang tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah lesu,
kesemutan, sulit tidur, epilepsi, dan keluhan lainnya.

Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap,
cacat fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak, dan
ketidaksempurnaan lainnya.

Namun begitu, gejala diatas tentu belum membuktikan adanya penyakit TORCH
sebelum dibuktikan dengan uji laboratorik.

Pengobatan TORCH

Infeksi-infeksi TORCH ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2
petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif. (Baca juga: Beda IgG dan
IgM.)

Jika IgG positif dan IgMnya negatif, artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh
sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG
negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama
pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi
ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai
(umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan).

Jika IgG positif dan IgM juga positif, maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG
Aviditas. Jika hasilnya tinggi, maka tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya
rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi
Toksoplasma, jika dalam pengobatan terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan
lanjutkan terapi sampai melahirkan. Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan
saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi
kondisi kehamilan bersama dokter kandungan anda.

Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan obat-obatan


seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir,
azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya
membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu,
terdapat pula beberapa cara pengobatan alternatif yang ditawarkan.

Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan menggunakan obat
spiramisin (spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk
menurunkan dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya
obat-obatan tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut.
Sehingga perlu disiasati dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada
waktu makan.

Cara Penularan TORCH

Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif
(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan
antara lain sebagai berikut :

Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi,
ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke
manusia adalah melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah
matang atau masakan lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna,
termasuk otak, hati dan lainnya.
Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari
tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia
maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar,
disebabkan karena oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan
( Howard, 1987).

Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan


(trozoid, sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk
ke dalam tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan
McLeod 1981, dan Levine 1987).

Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan


menularnya TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit
TORCH kemudian melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita
(padahal sang wanita sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan
wanita tersebut nantinya akan terkena penyakit TORCH sebagaimana yang
pernah diderita oleh lawan jenisnya.

Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika
mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena
penyakit TORCH melalui plasenta.

Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH.
Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit
salah satu penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa
menular kepada sang bayi yang sedang disusuinya.

Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit
juga bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi
apabila seorang yang kebetulan kulitnya menempel atau pun lewat baju yang
baru saja dipakai si penderita penyakit TORCH.

Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia,


antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan
segar yang dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup,
sehingga kemungkinan terkontaminasi oosista lebih besar.

Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.

Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena
itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena
penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa
kasus dalam satu keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek,
kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.

Cara Menghindari TORCH


Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat membahayakan
ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan antara lain sebagai
berikut :

Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi
dan lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu mencapai
66 derajat Celcius, agaroosista - oosista yang mungkin terbawa di dalam
daging tersebut bisa mati.
Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk
mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan, minum
dan alas tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.

Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar
(tikus, bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti cecak, kadal,
dan bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.

Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung tangan yang


disposable (dibuang setelah dipakai).

Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara serologis
sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing kecuali dengan
sarung tangan.

Bila sedang memegang daging, bekerja di tempat atau perusahaan daging


atau organ yang masih mentah, hindari untuk tidak menyentuh mata, mulut,
dan hidung dan peralatan dapur setelah selesai sebaiknya dicuci dengan
sabun.

Bagi yang senang berkebun atau bekerja di kebun, sebaiknya menggunakan


sarung tangan, mencuci sayuran atau buah sebelum dimakan.

Darah penderita seropositif tidak boleh ditransfusikan pada penderita yang


menderita imunosupresif, demikian pula transplantasi organ pada penderita
seronegatif harus dari orang dengan seronegatif TORCH.

Pemberantasan terhadap lalat dan kecoa sebagai pembawa oosista perlau


dilakukan.

Penggunaan desinfektan komersial yang ada di toko - toko dapat berguna


untuk membasmi oosista.

Memeriksakan hewan peliharaan secara kontinyu ke dokter hewan atau


poliklinik hewan agar supaya hewan keanyangan selalu dalam keadaan seha
BAB IPENDAHULUAN
Torch merupakan satu dari antara penyakit infeksi yang diderita oleh ibu hamil
dandapat menyebabkan kelainan kongenital.Kurangnya informasi tentang infeks torch ini
menjadisuatu pekerjaan rumah bagi para medis agar lebih memperhatikan hal ini. Dimana kita
ketahui penyebaran infeksi torch melalui hewan peliharaan yang berada disekitar rumah. Jadi seti
apibu hamil mempunyai resiko tertular infeksi ini, diharapkan adanya antenatal
care yang baik bagi setiap ibu hamil bisa mengurangi resiko infeksi torch.Selain itu juga
perlu vaksinasi untuk mencegah tertular penyakit ini. Bila infeksi inimengenai ibu
hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasmaatau
kematian janin, bila ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65% janin akan
terinfeks.iIbuhamil yang terinfeksi virus rubela pada tiga bulan pertama, berisiko
mengalami gangguan pembentukan dan perkembangan janin, sebesar 50-
85% ,dan juga menyebabkan abortusspontan 20%.Oleh karena itu diperlukan kerjasama
yang baik antara setiap pasangan yang akan menikah dengan para medis untuk
memeriksakan diri agar sedini mungkin dapat mengetahuiapakah sedang terinfeksi torch atau
tidak,dan pencegahan serta terapi dapat diberikan.
1

BAB IIINFEKSI TORCH PADA KEHAMILAN


DEFENISI
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakitinfeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes.
Keempat jenis penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh
ibu hamil.
ETIOLOGI
1 . T o x o p l a s m a g o n d i i 2.Other : Sifilis , Streptococcus group ,liseriosis
( Listeria monocytogeneses), campak,atau morbilli / measles , Varicella- zoster ,
Echovirus , mumps/gondongan, vaccine ,virus polio, Coxsackie B , Hepatitis B dan C
,HIV ,HPV ,Human Papiloma Virus B19.3 . R u b e l l a v i r u s / G e r m a n
m e a s l e s 4 . C y t o m e g a l o v i r u s ( C M V ) 5 . H e r p e s s i m p l e k s v i r u s ( H S V-
1 , H S V-
2)R e s i k o i n f e k s i p a d a k e h a m i l a n , 9 0 % p e n u l a r a n t e r j a d i p a d a p
eriode perinatal.Penularan secara transplasental (intrauterin) d
a p a t m e n g a k i b a t k a n a b o r t u s s p o n t a n ,hidrosefalus. Pembawa penyakt ini
adalah hewan peliharaan seperti kucing, anjing ,burung merpati ,kelinci ,ayam,juga
tikus.

Anda mungkin juga menyukai