Disusun Oleh :
Eva Nurlaela (180601003)
Fitri Wulandari (180601005)
SARJANA KEBIDANAN
STIKes ABDI NUSANTARA JAKARTA
Jalan kubah putih no.7 RT.01/RW.14, Jatibening, PondokGede,
Kota Bekasi, Jawa Barat 17412
TAHUN AJARAN 2019/2020
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
BAB PEMBAHASAN..............................................................................
1.1 Prinsip dalam screening antenatal....................................................
a. Torch.........................................................................................
b. Syphilis......................................................................................
c. Hepatitis B.................................................................................
d. Blood Group and Rhesus Faktor...............................................
e. Anti d Prophylaxis for the rhesus..............................................
f. Down syndrom risk and alpha fetoprotein................................
g. Grup B Hemolytic Treptococcus..............................................
h. Sickle cell anemia.....................................................................
i. Thallasemia...............................................................................
j. Vagina Infection........................................................................
1.2 Skrining faktor fisik dan psikososial................................................
1.3 Pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya....
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
2
BAB
PEMBAHASAN
A. Torch
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gahungan dari 4
jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi
janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini diagnosis untuk penyakit
infeksi telah berembang antara lain kearah pemeriksaan secara imonologis.
Prinsip dari pemeriksan ini adalah deteksi adanya zat anti (Anti Body)
yang spesifik terhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon
tubuh terhadap adanya benda asing (kuman, antibody yang terburuk dapat
berupa imonoglobin M (lgM) dan imonoglobin G (lgG).
- Toxoplasma
Disebabkan oleh parasite yang disebut Toxoplasma Gondi. Pada
umumnya infers ini terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Toxoplasma
yang disertai gejala ringan mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah
demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi toxoplasma
berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan
sisitem kekebalan tubuh terganggu. Jika wanita hamil terinfeksi
toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran 4% atau lahir mati 3% atau bayi menderita toxoplasma bawaan,
gejala dapat muncul setelah dewasa.
- Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan
pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus
Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella
berbahaya bila terjadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan
3
kelainan pada bayinya.jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan
maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi terjadi
trimester pertama maka resikonya menjadi 25% (menurut America College
of Obstatrician and Gvnecologists,1981).
- Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini
termasuk golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes
lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV
merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila
infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu terinfeksi, maka janin yang
dikandung mempunyai resiko tertular sehingga mengalami gangguan
misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian retardasi
mental, dan lain-lain.
- Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes
simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem
syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II
biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu
muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang
baru lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus
1) Pemeriksaan TORCH
a) Biaya Pemeriksaan TORCH
Biaya untuk melakukan pemeriksaan TORCH bervariasi, tergantung dari
rumah sakit yang menyelenggarakannya, teknik pemeriksaan, serta variasi
pemeriksaan infeksi lain yang termasuk di dalamnya. Di rumah sakit
swasta di Indonesia, biaya prosedur ini bisa dimulai dari Rp. 250.000
hingga lebih dari Rp. 3.500.000. Dianjurkan untuk mempersiapkan dana
4
lebih guna kebutuhan tambahan yang tidak terduga, yaitu sekitar 20-30%
dari biaya yang diperkirakan.
b) Pemeriksaan TORCH
Pemeriksaan TORCH adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendeteksi adanya Toksoplasmosis, infeksi lain/other infection, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus (disingkat TORCH), yang
menginfeksi ibu hamil atau yang berencana hamil, untuk mencegah
komplikasi pada janin.
5
e) Risiko Menjalani Pemeriksaan TORCH
Pemeriksaan TORCH merupakan pemeriksaan yang sederhana dan
umumnya tidak berisiko. Akan tetapi, pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan TORCH tetap dapat menimbulkan risiko, seperti kemerahan
di lokasi pengambilan sampel darah, nyeri, infeksi, dan lebam.
6
Tes pungsi lumbal : untuk mendeteksi adanya infeksi
toksoplasmosis, rubella, dan Herpes simplex virus.
Tes kultur lesi kulit : untuk mendeteksi adanya infeksi Herpes
simplex virus.
Tes kultur urine : untuk mendeteksi adanya infeksi
Cytomegalovirus.
B. Syphilis
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual disebabkan bakteri
Treponema pallidum dapat ditularkan melalui hubungan seksual, transfusi
darah, dan vertikal dari ibu ke janin. Jika perempuan hamil menderita
sifilis dapat terjadi infeksi transplasenta ke janin sehingga menyebabkan
keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati, atau sifilis
kongenital. Diagnosis sifilis pada kehamilan ditegakkan berdasar
anamnesis, manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorik, dan serologik.
Skrining pada trimester pertama dengan tes non-treponema seperti rapid
plasma reagin (RPR) atau venereal disease research laboratory (VDRL)
kombinasi dengan tes treponema seperti treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) merupakan hal penting pada setiap
perempuan hamil. Manifestasi klinis sifilis ke janin bergantung pada usia
kehamilan dan stadium sifilis maternal serta respons imun janin. Deteksi
dini dan terapi adekuat penting untuk mencegah transmisi infeksi sifilis
dari ibu ke janin.
Manifestasi klinis sifilis pada perempuan hamil dan tidak hamil
tidak berbeda. Pada perempuan seringkali tidak terdeteksi karena gejala
asimtomatik dan berada di lokasi tersembunyi. Sifilis pada kehamilan
dapat ditularkan dari ibu ke janin saat stadium primer, sekunder, dan
laten.7,8 Bakteri T. pallidum dapat melewati plasenta sejak usia gestasi
10-12 pekan dan risiko infeksi janin meningkat seiring usia gestasi. Jika
seorang perempuan hamil terinfeksi sifilis maka kemungkinan 70-80%
menularkan infeksi ke janin dan dapat menyebabkan keguguran, lahir
prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati, atau sifilis kongenital.
7
Sifilis merupakan penyakit dengan manifestasi klinis lebih
disebabkan oleh respons imunologik dan inflamasi dibanding efek
sitotoksik langsung dari T. pallidum itu sendiri. Penelitian membuktikan
perlu jumlah bakteri dalam jumlah cukup besar di dalam sel untuk
menimbulkan efek langsung sitotoksisitas T.pallidum dan bakteri ini tidak
mengekspresikan toksin di dalam tubuh manusia. 2,3 Indurasi pada lesi
primer (ulkus durum) disebabkan infilitrasi sel limfosit dan makrofag
dalam jumlah cukup besar. Destruksi jaringan disebabkan oleh proliferasi
endotel di pembuluh darah kapiler dan oklusi lumen menyebabkan
nekrosis jaringan lokal.3 Hal ini mirip pada sifilis kongenital, dimana efek
pada janin tidak terlihat sampai janin memiliki respons imun cukup untuk
merespons keberadaan bakteri T. pallidum.
a. Skrining sifilis
Skrininng sifilis adalah metode pemeriksaan untuk mendeteksi
keberadaan bakteri penyebab sifilis, dan dilakukan sebelum gejala
sifilis nampak jelas pada seseorang.
b. Biaya Skrining Sifilis
Besaran biaya skrining sifilis bervariasi, tergantung di rumah sakit
mana Anda menjalani prosedur ini dan jenis skrining yang Anda
jalani. Di beberapa rumah sakit swasta di Indonesia, biaya
pemeriksaan ini bisa dimulai dari Rp. 95.000 hingga lebih dari Rp.
400.000. Dianjurkan untuk mempersiapkan dana lebih guna
kebutuhan tambahan yang tidak terduga, yaitu sekitar 20-30% dari
biaya yang diperkirakan.
c. Dilakukan Skrining Terhadap Penyakit Sifilis
Jika tidak segera ditangani, sifilis bisa menyebabkan kerusakan pada
otak, jantung, kelumpuhan, kebutaan, hingga kematian. Pada ibu
hamil, sifilis dapat ditularkan ke janin dan menyebabkan bayi lahir
tidak normal, bahkan meninggal saat dilahirkan.
d. Yang Harus Menjalani Skrining Sifilis
8
Apabila Anda seorang penderita HIV yang masih aktif melakukan
hubungan seksual, lelaki seks lelaki, pekerja seks komersial, atau
wanita hamil, sebaiknya menjalani pemeriksaan skrining sifilis.
Skrining sifilis ada dua, yaitu tes nontreponema dan tes treponema.
Tes nontreponema adalah tes untuk melihat keberadaan antibodi yang
tidak spesifik terkait dengan sifilis. Sedangkan tes treponema adalah
tes yang mendeteksi antibodi yang secara spesifik terkait dengan
sifilis. Pelaksanaan tes yang satu harus diikuti dengan tes yang
lainnya, untuk menguatkan hasil pemeriksaan.
9
Skrining sifilis dilakukan dengan mengambil sampel darah Anda
melalui pembuluh darah vena. Kemudian sampel darah tersebut akan
diperiksa di laboratorium.
C. Hepatitis B
Bila ditemukan materi genetik (DNA) dari HBV, itu berarti ada
virus di dalam tubuh. Dengan mengetahui jumlah DNA, maka dokter
10
dapat mengetahui seberapa parah infeksi yang dialami pengidap dan
seberapa mudah penyebarannya. Penting juga untuk mengetahui tipe virus
yang menjadi penyebab hepatitis agar dokter dapat melakukan tindakan
untuk mencegah virus menyebar serta menentukan terapi yang paling baik
untuk pengidap.
Setelah tes awal menunjukkan adanya HBV, maka dokter biasanya akan
melakukan beberapa tes lanjutan berikut:
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi hanya antibodi IgM pada antigen
hepatitis B core. Selain itu, tes ini juga digunakan untuk mendeteksi
infeksi akut atau infeksi kronis.
11
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi protein yang diproduksi dan
dilepas ke dalam darah. Tes ini sering digunakan untuk mengetahui
apakah pengidap berpotensi menyebarkan virus ke orang lain atau
untuk mengetahui efektivitas dari terapi yang dijalankan.
Tes ini berguna untuk mendeteksi genetik HBV dalam darah. Bila tes
menunjukkan hasil positif, maka benar bahwa orang tersebut memiliki
virus hepatitis B aktif dan berisiko menularkan infeksi ke orang lain.
Tes ini juga sering digunakan untuk melihat efektivitas dari terapi
antiviral pada orang-orang yang terinfeksi HBV kronis.
12
orang yang mengalami gejala hepatitis B untuk menjalani tes ini agar
penyakit tersebut bisa segera dideteksi dan ditangani lebih cepat.
g. Gejala-gejala hepatitis B
13
Setelah melakukan tes hepatitis B, maka bisa langsung beraktivitas
seperti biasa. Hasil tes biasanya akan didapatkan sekitar 5-7 hari
setelah tes dilakukan.
14
Ketika ingin donor organ atau menerima organ donor.
Ketika hamil.
Tidak hanya wanita hamil, suaminya pun perlu cek golongan darah.
Karena terdapat keadaan yang dinamakan inkompabilitas Rhesus, yaitu
ketika antibodi Rhesus (anti-Rh) yang dimiliki oleh ibu yang bergolongan
darah Rh- menyerang dan menghancurkan darah bayi pasca dilahirkan.
Hal ini dapat terjadi apabila wanita yang memiliki golongan darah Rh-
menikah dengan pria yang memiliki golongan darah Rh+, serta memiliki
anak yang memiliki golongan darah Rh+.
15
darah seseorang. Metode ini akan dilakukan baik untuk sistem ABO
maupun sistem Rhesus.
g. Apa yang Harus Dilakukan dan Tidak Boleh Dilakukan setelah Cek
Golongan Darah?
Tidak ada hal khusus yang perlu dilakukan setelahnya. Jika Anda merasa
pusing setelah melakukan cek golongan darah, disarankan agar meminta
keluarga atau teman untuk mengantarkan Anda pulang.
i. Apa Saja Efek Samping atau Komplikasi dari Cek Golongan Darah?
Meskipun jarang sekali terjadi, efek samping yang dapat dialami setelah
pengambilan darah adalah pusing, pingsan, infeksi pada titik yang
disuntik, dan perdarahan, baik mengalir keluar ataupun mengendap di
bawah kulit (hematoma).
16
yang berisiko tersensitisasi, dilaporkan telah mengurangi angka
komplikasi hemolytic disease of the newborn (HDN).
a. Terapi Farmakologis
17
Apabila antibodi Rh telah terbentuk sebelum immunoglobulin anti-
Rh diberikan, maka pemberian immunoglobulin anti-Rh tidak lagi
berguna. Hal ini yang menyebabkan pentingnya profilaksis.
18
b. Bagi Bayi dengan Anemia Hemolitik yang Lahir dari Keadaan
Inkompatibilitas Rhesus
Terapi pada bayi dengan anemia hemolitik yang lahir dari keadaan
inkompatibilitas rhesus tergantung dari tingkat keparahan penyakit.
Manifestasi klinis pada bayi bisa ringan hingga berat seperti hydrops
fetalis. Pada kasus yang ringtransfusi darah an, bisa saja tidak diperlukan
terapi. Namun perlu diketahui bahwa untuk kasus ringan maupun berat
perlu dilakukan konsultasi dengan dokter spesialis. Pada keadaan anemia
hemolitik yang berat, bayi dapat membutuhkan melalui tali pusat. Selain
itu, pada anemia hemolitik yang berat, apabila usia kehamilan sudah aterm
dapat dilakukan terminasi persalinan lebih cepat sehingga bayi dapat
secepatnya mendapatkan terapi.
c. Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada inkompatibilitas rhesus (Rh)
sebenarnya lebih ditunjukkan pada bayi yang lahir dari keadaan ini,
mengingat sebenarnya manifestasi klinis yang terlihat pada ibu tidak
sesignifikan janin yang dikandungnya.Terapi yang dilakukan intinya
adalah untuk memperbaiki keadaan klinis bayi dari komplikasi anemia
hemolitik yang terjadi karena reaksi antigen-antibodi Rh.
d. Fototerapi
Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi akibat hemolisis eritrosit
dapat diterapi dengan menggunakan fototerapi. Hiperbilirubinemia akan
menyebabkan kerusakan otak karena sifat neurotoksiknya. Inisiasi
fototerapi dilakukan menurut normogram yang dikeluarkan oleh American
Academy of Pediatric (AAP). Fototerapi dapat dikombinasi dengan
transfusi tukar (exchange transfusion/ET) sesuai dengan keadaan klinis
pasien.
Mekanisme kerja fototerapi adalah dengan melakukan foto-
isomerisasi bilirubin sehingga berubah menjadi substansi yang larut air,
19
dengan begitu dapat membantu ekskresi bilirubin lewat ginjal dan feses
tanpa melewati metabolisme di hepar. Pada pasien hemolytic disease of the
newborn (HDN), fototerapi intensif diperlukan. Namun, perlu diperhatikan
juga bahwa pada fototerapi terjadi peningkatan ekskresi cairan,
sehingga insensible water loss (IWL) meningkat dan asupan cairan
neonatus perlu dijaga.
e. Transfusi Intrauterine
20
F. Down Syndrom risk and Alpha fetoprotein
- Tes NIPT
Semua orang tua tentu berharap si kecil yang berada di dalam
rahim selalu sehat hingga saatnya lahir nanti. Segala upaya diberikan demi
menjaga kenyamanan dan keselamatan janin. Mulai dari menjaga asupan
janin, rutin mengontrol tumbuh kembang janin ke dokter, hingga
menjalani tes-tes kehamilan yang direkomendasikan oleh sang dokter.
Salah satu tes kehamilan yang kini sedang populer adalah tes NIPT (Non
Invasive Prenatal Testing). Beberapa selebriti Indonesia pun ada yang
telah menjalankan tes ini, yaitu Kartika Putri dan Aura Kasih. Tes NIPT
merupakan pemeriksaan janin pada trimester pertama kehamilan, untuk
mengetahui kesehatan kromosom janin dengan lebih akurat dan tidak
berisiko.
21
dalam darah ibu, yang memiliki sensitivitas dan spesifik sangat tinggi
untuk down syndrome. Namun, sensitivitasnya sedikit lebih rendah untuk
sindrom Edwards dan Patau. Berdasarkan penjelasan Pungky, manfaat
NIPT adalah sebagai skrining kelainan kromosom. “Akurasi pemeriksaan
ini sangat tinggi, walau tidak 100 persen. Apabila didapatkan kelainan
pada NIPT, maka akan dilakukan pemeriksaan diagnosis invasive dengan
menggunakan amniosintesis atau Chorionic Villus Sampling (CVS),”
jelasnya.
- Perlu tes NIPT jika dalam kondisi ini
Ibu hamil dalam kondisi apa yang memerlukan tes ini? Pungky
menjelaskan, tes NIPT berguna atau disarankan pada ibu hamil yang
mengalami beberapa kondisi di bawah ini:
Dalam tes skrining ada indikasi bayi memiliki kemungkinan untuk
memiliki gangguan kromosom.
Pemeriksaan USG mendeteksi adanya gangguan perkembangan janin.
Riwayat kelainan kromosom pada kehamilan sebelumnya.
Ibu hamil berusia di atas 35 tahun, yang memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami kehamilan dengan kelainan kromosom
Apabila Anda sedang hamil dan mengalami beberapa kondisi di
atas, dr. Pungky sangat menyarankan untuk melakukan NIPT. “Namun,
karena biayanya cukup tinggi dan tidak di-cover oleh asuransi, maka
untuk wanita di luar kondisi tersebut, secara umum tidak ada rekomendasi
untuk NIPT.” Menurut dokter obgyn yang juga berprofesi sebagai dosen
dan staf pengajar di SMF/Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ini, tes NIPT dapat dilakukan
paling dini pada usia kehamilan 10 minggu. Biaya untuk melakukan
skrining ini memang terbilang tinggi dan berbeda-beda sesuai dengan
jumlah panel pemeriksaan yang akan Anda jalani. Untuk itu, Parentstory
menghubungi laboratorium Prodia dan menanyakanan perihal biaya tes
NIPT ini. Menurut layanan pelanggan Prodia, biaya pemeriksaan NIPT di
Prodia cabang Bintaro, Tangerang Selatan, berkisar 8 juta rupiah.
22
G. Group B Streptococcal infection
Infeksi streptokokus Grup B , juga dikenal sebagai penyakit
streptokokus Grup B atau hanya strep Grup B, adalah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae ( S. agalactiae ) (juga
dikenal sebagai streptokokus grup B atau GBS). Infeksi GBS dapat
menyebabkan penyakit serius dan terkadang kematian, terutama pada bayi
baru lahir, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah .
Secara umum, GBS adalah bakteri komensal tidak berbahaya yang
menjadi bagian dari mikrobiota manusia yang menjajah saluran
pencernaan dan genitourinari hingga 30% manusia dewasa yang sehat.
a. Kehamilan
Meskipun kolonisasi GBS tidak menunjukkan gejala dan,
secara umum, tidak menimbulkan masalah, terkadang dapat
menyebabkan penyakit serius bagi ibu dan bayi selama masa
kehamilan dan setelah melahirkan. Infeksi SGB pada ibu dapat
menyebabkan korioamnionitis (infeksi intra-amnion atau infeksi berat
pada jaringan plasenta) jarang, infeksi postpartum (setelah lahir) dan
berhubungan dengan prematuritas dan kematian janin. [25] Infeksi
saluran kemih GBS dapat menyebabkan persalinan pada wanita hamil
dan menyebabkan persalinan prematur ( kelahiran prematur ) dan
keguguran
b. Bayi Baru Lahir
Di dunia barat, GBS (dengan tidak adanya tindakan pencegahan yang
efektif) adalah penyebab utama infeksi bakteri pada bayi baru lahir,
seperti sepsis , pneumonia , dan meningitis , yang dapat menyebabkan
kematian atau efek samping jangka panjang
c. Pencegahan Infeksi Neonatal
- Saat ini, satu-satunya cara yang dapat diandalkan untuk mencegah
GBS-EOD adalah profilaksis antibiotik intrapartum (IAP) -
pemberian antibiotik intravena (IV) selama persalinan. Penicillin
23
atau ampicillin intravena yang diberikan pada permulaan
persalinan dan kemudian diulang setiap empat jam sampai
persalinan ke wanita terjajah GBS.
- Wanita yang alergi terhadap penisilin tanpa riwayat anafilaksis
( angioedema , gangguan pernapasan , atau urtikaria ) setelah
pemberian penisilin atau sefalosporin (risiko rendah anafilaksis)
dapat menerima cefazolin (dosis awal 2 g IV, kemudian 1 g IV
setiap 8 jam sampai pengiriman) bukan penisilin atau ampisilin.
[20] Klindamisin (900 mg IV setiap 8 jam sampai persalinan),
eritromisin tidak direkomendasikan hari ini karena tingginya
proporsi resistensi GBS terhadap eritromisin (hingga 44,8%),
d. Skrining Untuk Kolonisasi
Sekitar 10-30% wanita terkolonisasi dengan GBS selama
kehamilan. Meskipun demikian, selama kehamilan, kolonisasi bisa
bersifat sementara, intermiten, atau berkelanjutan. [20] Karena
status kolonisasi GBS pada wanita dapat berubah selama
kehamilan, hanya kultur yang dilakukan ≤5 minggu sebelum
persalinan yang memprediksi dengan cukup akurat status pembawa
GBS saat persalinan.
e. Komite Penapisan Nasional
The Screening Nasional UK Komite 's posisi kebijakan saat ini
pada GBS. Sekitar 10-30% wanita terkolonisasi dengan GBS
selama kehamilan. Meskipun demikian, selama kehamilan,
kolonisasi bisa bersifat "Skrining tidak harus ditawarkan kepada
semua wanita hamil kebijakan ini ditinjau pada tahun 2012, dan
meskipun menerima 212 tanggapan, yang 93% menganjurkan
skrining, NSC telah memutuskan untuk tidak merekomendasikan
skrining antenatal. Saat ini, perizinan vaksin GBS sulit dilakukan
karena adanya tantangan dalam melakukan uji klinis pada manusia
akibat rendahnya kejadian penyakit neonatal GBS. Namun
demikian, meskipun penelitian dan uji klinis untuk pengembangan
24
vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi GBS sedang
dilakukan, tidak ada vaksin yang tersedia pada 2019.
- Gejala Infeksi Streptococcus
Kelelahan.
Kelemahan.
Demam.
25
menyebabkan penyakit infeksi saluran napas atas, pneumonia, infeksi
telinga tengah, sinusitis, meningitis, endocarditis.
2. Beta (β) haemolytic streptococci terbagi lagi menjadi dua yakni Grup
A Streptococci (GAS) dan Grup B Streptococci (GBS). GAS dapat
mengakibatkan infeksi di tenggorokan, pneumonia, impetigo,
demam scarlet, demam rematik. GBS umunya banyak terdapat di dalam
sistem pencernaan dan organ intim wanita.
Bakteri ini dapat ditularkan secara seksual atau dari ibu ke bayi selama
kelahiran dan bayi baru lahir rentan mengalami penyakit ini.
Bayi prematur atau bayi kembar yang lahir dari ibu dengan riwayat
infeksi GBS.
26
Pada kasus yang berat terkadang diperlukan rawat inap dan
pemberian obat untuk ngatasi dan mencegah bakteri. Pastikan memberitahu
dokter jika memiliki riwayat alergi obat-obatan karena beberapa orang
memiliki alergi dan sensitif terhadap obat penguat antibodi tertentu.
Beberapa jenis infeksi streptococcus tanpa pengobatan yang cukup dapat
berakibat parah seperti penyebaran infeksi ke seluruh tubuh hingga
kematian.
Hal yang harus diupayakan untuk mengurangi jenis infeksi ini antara lain:
27
Anemia sel sabit paling sering bermanifestasi dalam bentuk kadar
hemoglobin yang rendah, disertai dengan komplikasi vasooklusif dan
hemolisis. Diagnosis dikonfirmasi dengan temuan HbS homozigot pada
elektroforesis. Di Amerika Serikat, skrining HbS adalah sesuatu yang
wajib dilakukan saat bayi lahir.
- Faktor Risiko
Faktor risiko anemia sel sabit adalah adanya sickle cell trait (SCT) pada
kedua orang tua pasien.
- Anamnesis
Kelainan ini merupakan bawaan lahir dan gejala penyakit ini biasa
mulai muncul sejak seseorang berumur 4-6 bulan. Beberapa gejala yang
ditemukan pada penderita anemia sel sabit, antara lain:
28
Pengobatan anemia sel sabit
Yang paling utama adalah cangkok (transplantasi) sumsum tulang, agar tubuh
penderita mampu menghasilkan sel darah merah yang normal dari sumsum
tulang yang dicangkokkan tersebut. Cangkok sumsum tulang ini hanya bagi
anak-anak berusia di bawah 16 tahun, karena risiko gagal cangkok meningkat
bagi penderita yang berusia lebih dari 16 tahun.
I. Thalasemia
Thalasemia alfa, yaitu thalasemia ringan yang terjadi saat gen yang
berhubungan dengan protein globin menghilang.
Thalasemia beta, yaitu thalasemia yang lebih berat yang terjadi
ketika produksi protein beta globin terpengaruh akibat gen tersebut
yang bermutasi.
Beberapa gejala thalasemia berpotensi menimbulkan komplikasi,
yaitu penyakit baru yang tumbuh sebagai dampak dari penyakit yang telah
ada, seperti gagal jantung, gangguan hati, hambatan pertumbuhan hingga
kematian.
29
Sebagian besar penderita thalasemia berdomisili di kawasan Asia
Selatan, Asia Tenggara, dan Timur Tengah. Pasien yang terserang
thalasemia pun umumnya diakibatkan oleh faktor genetik.
a. Penyebab Thalasemia
30
b. Gejala Thalasemia
Pertumbuhan tulang yang tak biasa, misalnya kening dan pipi yang
membesar.
Osteoporosis.
Penurunan fertilitas.
31
Pengobatan thalasemia memerlukan jangka waktu lama, biasanya
berupa perawatan seumur hidup dengan transfusi darah dan obat-obatan.
Penderita thalasemia, baik anak-anak maupun dewasa, akan ditangani oleh
tim beranggotakan dokter spesialis di rumah sakit yang punya spesialisasi
menangani thalasemia.
32
Pemeriksaan umumnya dilakukan sebelum kehamilan mencapai
usia 10 minggu.
Pemeriksaan setelah bayi lahir. Bayi yang baru lahir tidak secara
rutin diuji karena hasil tes tidak selalu bisa diandalkan dan
thalasemia tidak memiliki dampak berbahaya yang segera. Namun,
thalasemia tipe beta bisa dideteksi sebagai bagian dari tes bercak
darah bayi baru lahir.
- Jika cek DNA hasilnya masih buram juga, perlu dilanjutkan dengan
metode sequenzing. Untuk sequenzing :
33
- Untuk diagnosa
e. Mencegah Thalasemia
Konsultasi genetik.
J. Infeksi Vagina
34
Ibu hamil rentan mengalami infeksi vagina lantaran sistem
kekebalan tubuhnya yang sedang melemah. Sejumlah keluhan, seperti
keputihan, vagina gatal, dan muncul bau tidak sedap dari vagina, bisa
menjadi pertanda ibu hamil terkena infeksi vagina.
Pada ibu hamil, infeksi vagina akibat bakteri yang tidak ditangani
dengan baik dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kehamilan,
seperti keguguran, bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan
rendah, dan radang panggul usai melahirkan.
a. Pengobatan Vaginitis
b. Pencegahan Vaginitis
- Menjaga agar area intim dan sekitarnya tetap bersih serta kering.
Pastikan menggunakan sabun tanpa bahan pewangi dan
35
menyekanya hingga benar-benar kering menggunakan tissue
bersih. Hindari berendam air hangat selama infeksi belum pulih
sepenuhnya.
- Jangan membasuh bagian dalam vagina.
- Gunakan kompres air dingin untuk mengurangi ketidaknyamanan
pada vagina.
- Kenakan pakaian dalam yang tidak ketat dan berbahan katun.
Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan dalam tes kesehatan pra-nikah
menurut Kemenkes, yakni sebagai berikut:
36
wanita yang memiliki tekanan darah tinggi, salah satunya pre-
eklampsia.
- Selain itu akan ada tes golongan darah (ABO-RH) untuk mengetahui
apakah calon istri memiliki Rh-negatif. Jika ada, dokter akan
memberitahu mereka tentang risiko dalam kehamilan istri dengan Rh-
negatif.
37
e. Pemeriksaan alergi
Tanya jawab akan dimulai untuk mencari tahu resiko yang dapat
mempersulit kehamilan, seperti :
38
- Riwayat vaksinasi seperti hepatitis B, toxoid, cacar, campak, dan
lain-lain.
- Riwayat keputihan, menstruasi, pendarahan, penggunaan
kontrasepsi, riwayat infertilitas maupun riwayat penyakit seksual
menular juga merupakan hal penting untuk diketahui dari para calon
ibu.
- Riwayat penyakit keluarga untuk mendeteksi ada tidaknya riwayat
retardasi mental, malformasi kongenital, infertilitas, maupun
keguguran.
- Riwayat sosial seperti tempat kerja, merokok, konsumsi alkohol,
obat-obatan, kafein juga penting karena sebaiknya dihindari selama
mempersiapkan kehamilan. Tidak boleh dilupakan, olahraga yang
rutin minimal 150 menit dalam seminggu juga disarankan.
- Masalah psikososial yang terjadi sebelum dan dalam kehamilan
seperti depresi juga harus diketahui agar dapat dilakukan edukasi
untuk meningkatkan pengetahuan ibu dan menghindarkan calon ibu
dari stress berlebih
39
1.3 Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya
40
lelah dan dapat berbahaya jika terjadi perdarahan saat hamil serta
melahirkan.
- Golongan darah dan rehsus (Rh), untuk mendeteksi kalau-kalau
ada ketidaksesuaian golongan darah dan rhesus, terutama pada ibu
hamil golongan darah O dengan rhesus negatif. Ketidakcocokan
dapat menyebabkan gangguan pada bayi, baik berupa bayi kuning
hingga kematian akibat anemia janin. Pemeriksaan ini lebih
penting bila ibu membutuhkan transfusi darah selama hamil atau
saat melahirkan.
41
normal (<10 gr%). Kurangnya asupan zat besi pada kehamilan
mengakibatkan sejumlah risiko yang merugikan, seperti keguguran,
bayi lahir premature, bayi lahir dengan berat badan rendah
(BBLR), bayi lahir mati, perdarahan pasca persalinan, hingga anak
tumbuh pendek (stunting) dibanding teman seusianya. Penyebab
anemia dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
tes laboratorium. Kemenkes (2013) menyarankan pemeriksaan Hb
pada kehamilan dilakukan sebanyak 2x diantaranya pada trimester I
(disertai pemeriksaan golongan darah) dan trimester III.
Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di praktik bidan/ dokter
kandungan/ puskesmas/ klinik/ rumah sakit.
42
pemeriksaan protein urine pada ibu hamil dilakukan pada trimester
II dan III atas indikasi. Pemeriksaan urine dipstik banyak
digunakan dalam praktik karena metodenya sederhana dan lebih
ekonomis. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di praktik bidan/
dokter kandungan/ puskesmas. Tes akan lebih spesifik jika
menggunakan metode tes diagnostik dengan sensitivitas tinggi
lainnya, umumnya dilakukan di fasilitas kesehatan lengkap seperti
klinik/ rumah sakit.
43
harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya
minimal sekali pada trimester I, sekali pada trimester II, dan sekali
pada trimester III. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di praktik
bidan/ dokter kandungan/ puskesmas/ klinik/ rumah sakit
4. Ultrasonografi (USG)
5. Pemeriksaan HIV
44
ketika kunjungan antenatal atau menjelang persalinan. Di daerah
epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV diprioritaskan pada ibu
hamil yang menderita infeksi menular seksual/ IMS dan
tuberkulosis/ TB secara inklusif ketika kunjungan antenatal atau
menjelang persalinan. Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan
tes HIV dan segera diberikan informasi mengenai resiko penularan
HIV dari ibu ke janinnya. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif
maka dilakukan konseling Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak (PPIA). Bagi ibu hamil yang negatif diberikan penjelasan
untuk menjaga tetap HIV negatif diberikan penjelasan untuk
menjaga HIV negative selama hamil, menyusui dan seterusnya.
Pemeriksaan HIV hanya dilakukan di puskesmas dengan program
tes HIV ibu hamil dan rumah sakit besar.
45
DAFTAR PUSTAKA
Alenzi, F. Q., Alotaibi, A. Q., Almotiri, G. M., Alanazi, A. M., Alanazi, F. M.,
Alenazi, M. S. 2014. Role of Apoptosis in Microbial Infection. Open
Journal of Apoptosis.
Abdul Bri Syaifuddin.2002.Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.JNPKKR- POGI;Jakarta.edisi ke-1, Cetakan 3
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar:
Riskesdas 2013. Jakarta: BKementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta; 2013.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia.2006.Buku Kesehatan Ibu dan Anak
Hastuti, Puji, dkk.2018.Kartu Skor Poedji Rochjati Untuk Skrining
Antenatal.Jurnal LINK, 14(2), 2018,110 – 113
Ida Bagus Gde Manuaba.1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan
Keuerga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.ECG;Jakarta.Cetakan-1.
14(2), 2018,110 – 113
Widarta, Gede Danu, dkk.2015.Deteksi Dini Risiko Ibu Hamil dengan Kartu Skor
PoedjiRochjati dan Pencegahan Faktor Empat Terlambat.Majalah
Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari -April: 28-32
46