Semen, yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas cairan
dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan semen),
cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari kelenjar prostat (kira-kira
30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa, terutama kelenjar
bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vesikula seminalis,
yangmerupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan berfungsi untuk mendorong
sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. pH rata-rata dari campuran semen
mendekati 7,5 cairan prostat yang bersifat basa menetralkan keasaman yang ringan
dari bagian semen lainnya. Cairan prostat membuat semen terlihat seperti susu,
sementara cairan dari vesikula seminalis dan dari kelenjar mukosa membuat semen
menjadi agak kental. Juga, enzim pembeku dari cairan prostat menyebabkan
fibrinogen cairan vesikula seminalis membentuk koagulum yang lemah, yang
mempertahankan semen dalam daerah vagina yang lebih dalam, tempat serviks
uterus. Koagulum kemudian dilarutkan 15 sampai 20 menit kemudian karena lisis
oleh fibrilosin yang dibentuk dari profibrinolisin prostat. Pada menit pertama setelah
ejakulasi, sperma masih tetap tidak bergerak, mungkin karena viskositas dari
koagulum. Sewaktu koagulum dilarutkan, sperma secara simultan menjadi sangat
motil. (Guyton, 1997)
Tujuan :
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan analisis sperma
Mahasiswa mampu mengenal prosedural pengujian kesuburan seorang pria
Mahasiswa mampu menginterpretasi hasil pemeriksaan sperma
A. Dasar Teori
a. Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat
melakukanreproduksi (membelah) dengan cara mitosis.
Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan
berkembang menjadi spermatosit primer.
b. Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti
selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan
dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin
banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan
meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih
yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu
jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I,
spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
1. Warna semen, pada umumnya berwarna putih keruh, ada yang berwarna
jernih, dan ada juga yang berwarna kemerahan.
2. Volume semen, ditentukan dengan menggunakan gelas ukur 10 mL.
3. Viskositas semen, diukur setelah terjadi pencairan (likuifasi) yang
sempurna.
4. pH semen, penentuan dilakukan setelah likuifasi sempurna, yaitu dengan
kertas pH.
5. Liquefection, setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat
ada gangguan.
6. Bau sperma, bau yang khas atau spesifik.
F. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan ini contohnya adalah fruktosa semen,
dilakukan terutama pada semen azoospermia. Seperti diketahui, fruktosa
semen diproduksi oleh kelenjar vesika seminalis. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab azoospermia apakah dari proses spermatogenesis
terhambat, ada obstruksi duktus ejakulatorius, atau disfungsi vesika seminalis.
Tujuan :
Alat :
7. Pipet mikro
Bahan :
8. Aquadestilata
Cara Kerja :
a. Pemeriksaan Makroskopik
1. Pengukuran Volume
2. PH
3. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau
spesifik, untuk mengenal bau sperma, seseorang harus telah
mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali seorang telah
mempunai engalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau sperma yang
khas tersebut. Baunya Sperma yang khas tersebut disebabkan oleh
oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh
kelenjar prostat, Cara pemeriksaannya :
Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya
Dalam laporan bau dilaporkan : khas / tidak khas, dalam keadaan
infeksi sperma berbau busuk / amis. Sacara biokimia sperma
mempunyai bau seperti klor / kaporit.
4. Warna sperma
5. Liquefection
6. Viskositas (Kekentalan)
b. Pemeriksaan Mikroskopik
1. Kecepatan gerak sperma (velocity)
Teteskan semen yang telah diaduk, diteteskan dalam hemositometer
Neubauer. Sperma yang gerakannya paling cepat dan lurus saja yang
dicatat.
2. Motalitas
Motilitas atau pergerakan spermatozoa dihitung dalam persentase.
Suatu volume semen tertentu diteteskan diatas kaca objek yang bersih
dan kemudian ditutup dengan kaca tutup. Motilitas setiap sperma yang
dijumpai dicatat. Biasanya diamati pada beberapa lapang pandang
terhadap 100 ekor spermatozoa ( jumlah total presentase adalah 100%).
Motilitas digolongkan menjadi beberapa kriteria sebagai berikut :
a) Progresif lurus : beregerak lurus kedepan lincah dan cepat
b) Progresif lamabat : bergerak ke depan tetapi lambat.
c) Gerak di tempat : gerakan tidak menunjukkan perpindahantempat,
biasanya bergetar di tempat, berputar atau melompat.
3. Konsentrasi sperma
Siapan yang telah diencer kan harus diaduk dengan
baik dankemudian 1 tetes di letakkan diatas hemocytometer
Neubauer serta ditutup dengan kaca tutup (deck glass). Menentukan
jumlah pengenceran yang akan ditentukan, misalnya :
a) Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) <15 sperma,
maka pengencerannya 1:5.
b) Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) 15-40 sperma,
maka pengencerannya 1:10.
c) Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) 40-200 sperma,
maka pengencerannya 1:20
d) Untuk sediaan dengan jumlah per LPB (400x) > 200 sperma, maka
pengencerannya 1:50.
5. Viabilitas sperma
8. Aglutinasi sperma
Tabel hasil analisis semen dari pasien di Laboratorium Biologi FKUI sebagai
berikut:
PERKAWINAN : 4 tahun
KESIMPULAN : TERATOZOOSPERMA
Hasil merupakan contoh dari data yang sudah tersedia di Laboratorium Kesuburan
RS. ULIN Banjarmasin
Pembahasan :
Pada praktikum kali ini kita akan membahas hasil analisis semen dari
sampel pasien yang memeriksakan diri ke Laboratorium Kesuburan RS. ULIN
PH semen normal berada dalam kisar 7,2- 7,8. Jika Ph lebih besar dari
7,8 maka ada indiasi inf eksi. Sebaliknya, jika Ph kurang dari 7, pada
azoospermia perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan karena adanya
kemungkinan disgenesis vas deferens, vesica seminalis atau epididimis.
Dengan meneteskan satu tetes (10 l) semen pada tiap kamar hitung
haemocytometer, lalu dihitung jumlah spermatozoa yang ada. Jika sampel
kurang dari 10 spermatozoa per lpb, maka menghitung seluruh kotak besar
yang berjumlah 25. Jika 10 - 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup
menghitung 10 kotak besar. Jika sampel > 40 spermatozoa terlihat per lpb,
maka cukup menghitung 5 kotak besar.
Hasil mikroskopis :
Hasil makroskopis :
Kesimpulan :
Sumber :
http://dokumen.tips/documents/laporan-praktikum-patologi-klinik.html
Sherwood, Lauree. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.2. Jakarta:EGC.
2001
WHO., 1999. WHO Laboratory Manual for the Examination of HumanSemen
and Sperm- Cervical Mucus Interaction. Fifth Edition.
http://djjars.blogspot.com/2012/02/tinjauan-hasil-analisis-semen-normal.html
http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Spermatozoa.
http://sandurezu.wordpress.com/2010/06/07/spermatogenesis/
http://www.drdidispog.com/2009/06/analisis-sperma.html
http://alnotelife.blogspot.co.id/2012/05/analisis-semen.html