Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan


Politeknik Negeri Jakarta merupakan salah satu dunia pendidikan vokasi
yang diharapkan lulusannya memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh
dunia industri atau usaha. Agar dunia pendidikan selaras dengan permintaan
dunia industri atau usaha, diperlukan Praktik Kerja Lapangan (PKL).
Dalam PKL mahasiswa akan mengetahui tentang teknologi terkini
secara langsung dari industri. PKL diharapkan dapat menjadi sebuah
media dalam pengembangan knowledge (pengetahuan), skill (keahlian),
maupun experience (pengalaman) bagi SDM Indonesia khususnya
mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta.
Sehubungan dengan program tersebut di atas, maka kami melakukan
praktik kerja lapangan di P.T. PLN (Persero) APB DKI Jakarta dan Banten
yang beralamat di Jl. Mayjen Sutoyo No.1, Cawang, Cililitan, Jakarta Timur.
Adapun waktu PKL kami di mulai sejak tanggal 20 Juni 2016 sampai dengan
19 Agustus 2016 (2 Bulan) dengan harapan selaku mahasiswa mampu
memahami, mengetahui, dan mengerti mengenai tentang Rele Over Load
Shedding. Serta praktik kerja lapangan ini sebagai sarana untuk dapat
berinteraksi sebagai profesi yang berhubungan dengan terlaksananya suatu
proses produksi yang erat hubungannya dengan program studi teknik listrik.
Dengan diperolehnya praktik kerja lapangan ini, Diharapkan program
pemerintah dalam rangka pengadaan tenaga kerja terampil dengan jenjang
Ahli Madya dapat terlaksana dengan baik dan lancar serta terjalin
hubungan yang erat antara dunia industri dengan lembaga pendidikan
khususnya Politeknik Negeri Jakarta.

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan


Tempat peserta Praktek Kerja Lapangan melaksanakan pekerjaan adalah
bagian devisi Proteksi.Divisi Proteksi menangani semua hal yang
berhubungan dengan pemasangan dan peralatan rele-rele proteksi pada gardu

1
induk, GIS, GITET dan alat-alat lainnya yang berhubungan dengan bagian
proteksi.

1.3 Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan


Maksud dan tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan adalah:
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada di industri.
2. Untuk memberikan pengetahuan tentang dunia industri atau dunia kerja
sebagai referensi mahasiswa setelah menyelesaikan pendidikan.
3. Untuk memenuhi persyaratan kelulusan dalam program pendidikan ahli
madya (D3).
4. Mengaplikasikan teori yang sudah didapat di bangku kuliah ke dalam
dunia industri.
5. Melatih kerja sama dengan kedisplinan dalam dunia kerja.

1.4 Manfaat Praktek Kerja Lapangan


Untuk Politeknik Negeri Jakarta :
1. Sebagai bentuk kerja sama yang baik dalam bidang pengembangan
teknologiantara pihak perusahaan dengan pihak Politeknik Negeri
Jakarta, sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan.
2. Sebagai tolak ukur seberapa jauh ilmu yang telah diserap dan dipahami
oleh Mahasiswa secara studi.
3. Sebagai gambaran nyata tentang situasi dari suatu perusahaan sehingga
dapat di gunakan untuk mengembangkan kurikulum yang telah ada saat
ini.
4. Sebagai informasi tentang perkembangan teknologi yangberhubungan
dengan keteknikan khususnya yang berkaitan dengan teknik listrik.
Untuk Mahasiswa :
1. Mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan yang belum pernah di
pelajari di mata perkuliahan.
2. Mahasiswa mendapatkan pengalaman tentang dunia industri secara
langsung di lapangan.
3. Mahasiswa mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja yang nanti akan
di alami oleh mahasiswa.

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan


Praktek kerja lapangan (PKL) dilaksanakan pada tanggal 19 Juni 2016
sampai 19 Agustus 2016 di PT. PLN (PERSERO) Area Pengatur Beban

2
(APB) DKI Jakarta & Banten, APB DKI & Banten merupakan salah satu area
pengatur beban yang berfungsi mengatur pembebanan di wilayahh 1 yaitu
DKI Jakarta dan Banten.

1.6 Batasan Masalah


Dalam penulisan laporan praktek kerja lapangan ini, penulis hanya akan
membahas tentang Skema Overload Shedding Pada IBT Subsistem Balaraja.

1.7 Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh hasil yang bersifat Obyektif maka digunakan
beberapa metode. Adapun metode yang digunakan tersebut adalah:
a. Metode Interview
Dalam metode ini yang dilakukan yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan cara konsultasi
maupun tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait.
b. Metode observasi
Dalam metode ini yaitu dengan cara terjun langsung mengamati
dilapangan baik secara teknis ataupun secara nonteknis tentang perlatan
yang dipakai saat proses pengujian pada rele.
c. Melalui metode literature
Dalam metode ini yang dilakuakn yaitu dengan cara mengetahui
dan mencari teori dasar yang mendukung dalam penulisan laporan pkl.
d. Riset Internet
Metode ini digunakan juga oleh penulis dalam pengumpulan
data dan penyusunanl aporan. Karena internet merupakan sumber
informasi yang lengkap, selain itu internet juga dapat diakses dimana
saja dan kapan saja.

1.8 Sitematika Penulisan Laporan


Dalam penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini, penulis membagi
masalah menjadi beberapa bab,Sistematika penyusunan Laporan Praktek
Kerja Lapangan ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan
Bab pertama merupakan pendahuluan dari laporan ini yang akan
menjelaskan mengenaiLatar Belakang Praktek Kerja Lapangan, Ruang
Lingkup Kegiatan, Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan , Manfaat
Praktek Kerja Lapangan, Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja

3
Lapangan, Batasan Masalah, Metode Pengumpulan Data, dan Sitematika
Penulisan Laporan.

Bab II Tinjauan Pustaka


Bab kedua ini berisikan tentang semua yang berkaitan dengan perusahaan
yang penulis tempati untuk praktek kerja lapangan, dimulai dari Sejarah
Singkat Perusahaan, Profil Lengkap Perusahaan, Visi, Misi dan Motto
Perusahaan, Struktur Organisasi Perusahaan, dan beserta Wilayah Kerja
Perusahaan.

Bab III Hasil Pelaksaan Praktek Kerja Lapangan


Bab ketiga ini berisi mengenai Unit Kerja Praktek Kerja Lapangan, Uraian
Praktik Kerja Lapangan, Pembahasan Hasil Praktik ini berisi Rele Proteksi,
Over Load Shedding, SCADA dan Telekomunikasi (SCADATEL), Sistem
Telekomunikasi Power Line Carrier (PLC), Skema Over Load Shedding,
DataHasil Pengujian OLS, Over Current Rele, Prosedur Penyusunan OLS,
dan Kendala yang diperhatikan.

Bab IV Penutup

Pada bab keempat ini berisikan tentang simpulan dan saran, dimana penulis
dapat menyimpulkan dan menyarankan setelah pelaksaan kerja praktek di
PT. PLN (PERSERO) Area Pengatur Beban (APB) DKI Jakarta &Banten.

4
BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Sejarah singkat PT. PLN (Persero)

Gambar 2.1. Logo PT. PLN (Persero)

Berawal di akhir abad ke 19, perkembangan ketenagalistrikan di


Indonesia mulai ditinggalakan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang
bergerak di bidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik
untuk keperluan sendiri. Antara tahun 1942-1945 terjadi peralihan
pengelolaffan perusahaan-perusahaan Belanda tersebut oleh Jepang, setalah
Belanda menyerakh pada pasukan tentara Jepang di awal Perang Dunia II.
Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi di akhir Perang Dunia II
pada Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada Sekutu. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delegasi
Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan Pimpinan KNI
Pusat berinisiatif menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan
perusahaan perusahaan tersebut kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Pada 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan
Gas di bawah Depatemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas
pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW.
Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi
BPU-PLN (Badan pimpinan umum perusahaan listrik Negara) yang

5
bergerak di bidang lisrik, gas dan kokas yang dibubarkan pada tanggal 1
Januari 1965. Pada saat yang sama, 2 (dua) perusahaan Negara yaitu
Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik
Negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pengelola gas
diresmikan.
Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, status
Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum
Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan
(PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.
Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan
kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka
sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam
menyediakan listrik bagi kepentingan umum.

2.1.2 Profil PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB DKI Jakarta dan
Banten
Pembentukan organisasi P3B Jawa Bali APB DKI Jakarta dan Banten
merupakan keputusan Direksi PLN No.093.K/023/DIR/1995, yang
bertujuan untuk memfokuskan usaha pengelolaan sistem operasi
memelihara dan mengembangkan sistem opersasi dan sarana penyaluran,
pengelolaan transaksi energi dan pengelolaan jasa pengusahaan jasa
komunikasi masing masing sesuai kebijakan Perseroan secara komersil
sesuai dengan kontrak kerja yang telah di tetapkan oleh Direksi Perseroan.
Pembentukan P3B Jawa Bali memisahkan fungsi transmisi (penyaluran dari
anak perusahaan PLN, yaitu: PLN KJB akan menjadi PLN Pembangkitan
Jawa Bali I (PJB 1) dan PLN KJT Menjadi PLN Pembangkitan Jawa Bali II
(PJB II).

Di awal pembentukan, P3B Jawa Bali mengelola sistem Tegangan


Ekstra Tinggi 500 kV, Tegangan tinggi 150 kV, Tegangan Menengah 70 kV,
dan tegangan rendah 20 kV. Untuk penyaluran 20 kV pengelolaannya
dilimpatkan ke PLN Unit Distribusi. Pada awal tahun 2000-an terjadi

6
pengalihan aset, pengalihan tersebut ternasuk pemindahan pegawai PLN
P3B Jawa Bali ke PLN Distribusi.

Pada 2 November 2000 PT.PLN membentuk Organisasi dan Tata


Kerja Unit Bisnis Strategis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali,
maka P3B Jawa Bali berubah statusnya menjadi unit pusat investasi
(Investement Centre) yang sebelumnya merupakan unit pusat laba (Profit
Centre), dengan nama Unit Bisnis Strategis Penyaluran dan Pusat Pengatur
Beban Jawa Bali (UBS P3B). Perubahan status ini untuk mengantisipasi jika
UU No.20 Tahun 2000 tentang ketenagalistrikan diberlakukan.

Dari awal terbentuknya hingga sekarang PT. PLN (Persero) P3B Jawa
Bali APB DKI Jakarta dan Banten sudah berkali kali mengalami perubahan
struktur organisasi dan manajemennya, seperti di tahun 2009-2012
perusahaan ini bernama P3B JB RKJB yang melayani 9 UPT dan
menggabungkan UJT-UJT ke dalam UPT-UPT yang ada. Namun pada tahun
2012-hingga sekarang telah mengalami pergantian format manajemen
organisasi, yaitu menjadi PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali Area Pengatur
Beban DKI Jakarta dan Banten yang melayani beberapa GITET, GIS, dan
GI

Dengan format dan organisasi yang baru PT. PLN (Persero) P3B Jawa
Bali Area Pengatur Beban DKI Jakarta dan Banten mempunyai komitmen
meningkatkan implementasi kesehatan dan keselamatan kerja ke tingkat
yang lebih tinggi lagi melalui proses perbaikan yang terus menerus dan
secara sistematik melalui penerapan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja (SMK3). Untuk mewujudkan komitmen tersebut,
perusahaan ini menetapkan tujuan atas penerapan SMK3 di seluruh wilayah
wilayan kerja perusahaan, yaitu:

Menciptakan sebuah lingkungan kerja yang aman dan sehat, perusahaan


selalu bertindak untuk mencegah dan mengendalikan atau

7
menghilangkan faktor-faktor yang berbahaya dan beresiko tinggi
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Mematuhi peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja PT.PLN
(Persero) P3B Area Pengatur Beban DKI Jakarta dan Banten akan
memenuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku mengenai
keselamatan kerja dan kesehatan kerja
Menyediakan sumber daya yang diperlukan.

2.1.3 Struktur Organisasi PT PLN (Persero)


Pola struktur kinerja yang dikelola oleh PT PLN (Persero) APB DKI
Jakarta dan Banten dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab serta kewajiban masing-
masing personil sesuai dengan bagian bidang kerja. Maka berikut ini
susunan struktur organisasi PT PLN (Persero) APB DKI Jakarta dan Banten
antara lain :

8
Gambar 2.2. Struktur Organisasi PT.PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB DKI Jakarta dan Banten.

9
2.1.4 Visi, Misi dan Motto PT. PLN (Persero)
Visi PT PLN (Persero)
Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh-kembang
unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.

Misi PT PLN (Persero)


1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait,
berorientasi pad kepuasan pelanggan, aggota perusahaan, dan
pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik segai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan
ekonomi.
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

Motto PT PLN (Persero)


Listrik untuk kehidupan yang lebih baik

2.1.5 Wilayah Kerja PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB DKI Jakarta
dan Banten.
PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB DKI Jakarta dan Banten memiliki
wilayah kerja yang cukup luas, mencakup seluruh GIS, GITET, Gardu Induk
dan Pembangkit Listrik yang ada di wilayah DKI Jakartan dan Banten

11
BAB III

PEMBAHASAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

3.1 Unit Kerja Praktek Kerja Lapangan


Pada kegiatan praktek kerja lapangan di PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali
APB DKI Jakarta dan Banten ini penulis ditempatkan pada divisi proteksi. Divisi
proteksi menangani beberapa hal yang berhubungan dengan pengecekan, dan
pemasangan perlatan rele-rele proteksi pada sistem proteksi gardu induk, GIS,
GITET dan alat lainnya yang berhubungan dengan bagian proteksi.
3.2 Uraian Praktik Kerja Lapangan
1. Minggu pertama praktik kerja lapangan
Perkenalan diri dan perusahaan (Orientasi)
Mengunjungi beberapa ruangan penting di APB seperti ruangan
dispathcer, master station, dan lain-lain.
Mengikuti kegiatan re-setting UFR (Under Frequency Relay), scaning
data dan labeling proteksi defence scheme di GI Angke.
Mengikuti kegiatan re-setting UFR (Under Frequency Relay), scaning
data dan labeling proteksi defence scheme di GI Kebon Jeruk.
Mengikuti kegiatan mendownload event TP (Teleproteksi) dan point to
point TP antara GI Durikosambi GI Grogol.
2. Minggu kedua praktik kerja lapangan
Mengikuti kegiatan re-setting UFR (Under Frequency Relay), scaning
data dan labeling proteksi defence scheme di GI Kembangan.
Mengikuti kegiatan re-setting UFR (Under Frequency Relay), scaning
data dan labeling proteksi defence scheme di GI Muara Karang Baru.
3. Minggu ketiga praktik kerja lapangan
Libur Lebaran pada minggu ketiga praktik kerja lapangan.
4. Minggu keempat prakik kerja lapangan
Penarikan dan pemasangan kabel untuk panel defence scheme di GI
Cibinong.
Pendalaman materi mengenai sistem proteksi yang telah diberikan oleh
pembimbing.

12
5. Minggu kelima praktik kerja lapangan
Melakukan pendalaman materi mengenai sistem proteksi.
6. Minggu keenam prakik kerja lapangan
Melakuan simulasi trip OLS (Over Load Shedding), UFR (Under
Frequency Relay), dan RTN (Relay Tegangan Nol) oleh pembimbing
PKL.
7. Minggu ketujuh praktik kerja lapangan
Melakukan pendalaman materi mengenai materi serta pengumpulan
data mengenai OCR (Over Current Relay) dan OLS (Over Load
Shedding).
8. Minggu kedelapan praktik kerja lapangan
Melakuan migrasi dan recommisioning OLS IBT 1,2 Cibinong ke
SCADA pada GI Cibinong.
Uji point to point TP Cibinong arah Bogor Baru pada GI Cibinong.
Melakukan pendalaman materi mengenai materi serta pengumpulan
data mengenai OCR (Over Current Relay) dan OLS (Over Load
Shedding).
9. Minggu kesembilan prakik kerja lapangan
Melakuan konfigurasi target trip OLS IBT 1,2 Cibinong di GI
Cimanggis.
Melakukan pendalaman materi mengenai materi serta pengumpulan
data mengenai OCR (Over Current Relay) dan OLS (Over Load
Shedding).
3.3 Pembahasan Hasil Praktek
Berikut ini merupakan pembahasan hasil praktek yang didapat pada
kegiatan praktek kerja lapangan di PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali APB DKI
Jakarta dan Banten :
3.4 Rele Proteksi
Rele proteksi adalah sebuah peralatan listrik yang dirancang untuk
mendeteksi bila terjadi gangguan atau sistem tenaga listrik tidak normal.Rele
pengaman merupakan kunci kelangsungan kerja dari suatu sistem tenaga lisrtrik,
dimana gangguan segera dapat ditangani dan dihilangkan sbelum menimbulkan
akibat yang lebih luas.

13
GANGGUAN RELE PMT

Gambar 3.1.Diagram Blok Urutan Kerja Rele Pengaman

3.4.1 Fungsi Rele Proteksi

Fungsi rele proteksi pada suatu sistem tegana listrik yaitu untuk mendeteksi
adanya gangguan pada bagian sistem yang diamankan, melepaskan bagian sistem
yang terganggu sehingga bagian sistem lainnya dapat terus beroperasi.

3.4.2 Jenis-jenis Rele Proteksi

Berdasarkan besaran ukur dan prinsip kerja, rele proteksi dapat dibedakan
sebagai berikut:
a Rele Arus Lebih (Over Current Relay)

Merupakan rele yang bekerja untuk mengatasi gangguan pada


penghantar dengan sistem radial, yang fungsinya sebagai pengaman
utama atau cadangan untuk gangguan hubung singkat antar fasa dan fasa
ketanah.

Gambar 3.2Bentuk fisik dari rele arus lebih

Jenis Rele Arus Lebih :


1 Relay Invers : merupakan rele yang waktu kerjanya berdasarakan
arus hubung singkat, makin besar makin cepat.

14
2 Rele definit : merupkan rele yang cara kerjanya tidak tergantung
pada besarnya arus hubung singkat yang melaluinya.
b Rele Tegangan Kurang (Under Voltage Relay)
Merupakan rele yang bekerja pada suatu tegangan sebagai alat ukur,
dan rele ini akan bekerja jika adanya penurunan tegangan dari batas
tegangan nominalnya.
c Rele Jarak (Distance Relay)

Merupakan rele yang bekerja dengan mengukur tegangan pada titik


rele dan arus gangguan yang terlihat dari rele, dengan membagi besaran
tegangan dan arus.
d Rele Arah (Directional Relay)

Merupakan rele pengaman yang bekerja karena adanya besaran arus


dan tegangan yang dapat membedakan arah arus gnagguan ke depan
atau arah arus ke belakang. Dan rele ini berfungsi sebagai pengaman
cadangan yang akan mengerjakan perintah trip.
e Rele Diferesial ( Differential Relay)

Merupakan rele yang bekerja berdasarkan Hukum Kirchof, dimana


arus yang masuk pada suatu titik sama dengan arus yang keluar dari titik
tersebut.

3.5 Over Load Shedding


3.5.1 Pengertian Over Load Shedding
Load shedding merupakan proses pelepasan beban terpilih dari sistem
tenaga listrik untuk menanggapi kondisi abnormal dalam rangka
mempertahankan integritas sisa sistem. Over Load Shedding atau OLS
merupakan rele yang fungsinya untuk mengatasi atau mengamankan sistem
tenaga listrik pada pembebanan penghantar, trafo dan IBT (Inter Bus Trafo) jika

15
terjadi beban lebih dengan sistem radial. Inputan yang menjadi acuan OLS untuk
bekerja adalah frekuensi dan arus.

Gambar 3.3 Proses pelepasan beban dari sistem tenaga listrik

16
3.5.2 Tujuan Over Load Shedding

Subsistem dipasok dari IBT 500/150 kV danpembangkit yang ada di


subsistem tersebut. Untuk IBT yang beroperasi parallel, hilangnya satu IBT dapat
menyebabkan overload pada IBT lainnya. Tripnya pembangkit yang terhubung
ke suatu subsistem juga dapat mengakibatkan berkurangnya pasokan ke
subsistem tersebut dan overload pada IBT kemudian menyebabkan IBT trip
dalam waktu singkat, akibatnya menyebabkan pemadaman yang meluas.
Overload shedding pada IBT merupakan pengaman agar tidak terjadi overload
pada IBT yang sedang beroperasi, yaitu dengan memadamkan sebagian beban
konsumen sehingga pasokan daya yang melalui IBT dapat diturunkan.

Overload shedding relai yang dipasang dipenghantar pada dasarnya sama


dengan yang digunakan di IBT, OLS relai merupakan pengaman beban lebih
pada penghantar jika ada penghantar yang mengalami gangguan atau akibat
gangguan lainnya. OLS pada penghantar bukan hanya dibatasi oleh kemampuan
hantar arus penghantar (CCC) dari konduktor, tetapi juga kemampuan aksesoris
lainnya dari penghantar tersebut, seperti TL Bay, kemampuan CT, crossbar dan
sebagainya

Adapun tujuan dari OLS adalah untuk mengamankan suplai daya untuk
sebagian sistem yang masih dapat diselamatkan dari kemungkinan terjadi
pemadaman total.

17
3.6 SCADA dan Telekomunikasi (SCADATEL)

Gambar 3.4 Peralatan Scada dan Telekomunikasi (SCADATEL)


Data yang diterima SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition)
interface dari berbagai masukan (sensor, alat ukur, rele, dan lain lain) baik
berupa data digital dan data analog dan dirubah dalam bentuk data frekuensi
tinggi (50 kHz sampai dengan 500 kHz) yang kemudian ditransmisikan bersama
tenaga listrik tegangan tinggi. Data frekuensi tinggi yang dikirimkan tidak
bersifat kontinyu tetapi secara paket per satuan waktu. Dengan kata lain
berfungsi sebagai sarana komunikasi suara dan komunikasi data serta tele
proteksi dengan memanfaatkan penghantarnya dan bukan tegangan yang
terdapat pada penghantar tersebut. Oleh sebab itu bila penghantar tak
bertegangan maka Power Line Carrier (PLC) akan tetap berfungsi asalkan
penghantar tersebut tidak terputus. Dengan demikian diperlukan peralatan yang
berfungsi memasukkan dan mengeluarkan sinyal informasi dari energi listrik di
ujung- ujung penghantar.

3.7 Sistem Telekomunikasi Power Line Carrier (PLC)


Sistem Telekomunikasi Power Line Carrier (PLC) adalah sistem
telekomunikasi yang menggunakan saluran tegangan tinggi untuk menyampaikan
informasi melalui media frekuensi tinggi antara dua GI atau lebih.
Sistem PLC pertama kali digunakan tahun 1930, untuk menyalurkan
informasi berupa :
Suara
Data
Teleproteksi

18
Informasi suara umumnya kita kenal dengan saluran telepon. Memlaui
sitem PLC dapat disalurkan informasi antar Private Automatic Exchange (PAX)
di GI ke PAX GI yang lain, atau dari satu pesawat telepon ke pesawat telepon
yang lainnya.

Gambar 3.5 Komunikasi antar GI / KIT

Informasi data pada sistem ini adalah informasi yang membawa data-data
dari RTU ke Master berupa Telesinyaling (misalnya status PMT / PMS terbuka
atau tertutup), Telemetering (Mw, Mvar, kV, A), dan fungsi Remote Control
(membuka/ menutup PMT/PMS, tap charger trafo= menaik turunkan tegangan).
Sistem informasi yang lain adalah Teleproteksi, sebenarnya teleproteksi
ini dapat dikategorikan pada informasi data, tetapi dikarenakna fungsinya khusus
dan juga memerlukan perhatian yang khusus (kemanannya, selektifitasnya,
kecepatannya), maka dipisahkan fungsiya dari informasi data.
Perangkat PLC mempunyai prinsip kerja seperti perangkat radio yang
mempunyai sistem pemancar dan penerima dimana informasi dimodulasikan ke
frekuensi tertentu (40 kHz 500 kHz) yang kemudian disalurkan melalui saluran
udara tegangan tinggi (SUTT) yang berfungsi sebagai antena.
3.8 Skema Overload Shedding
Penentuan skema overload shedding telah berkembang kearah OLS yang
bersifat dinamik atau dikenal dengan Adoptive Load Shedding Scheme (ALSS).
ALSS membandingkan data pengukuran actual kondisi real time dengan estimasi
perhitungan menggunakan data statistic. Adapun tujuan diterapkannya ALSS

19
adalah untuk memastikan terpenuhinya kuota load shedding minimum
berdasarkan pembebanan real time instalasi dan menjaga prioritas pelepasan
beban distribusi.
Untuk memenuhi system Jawa Bali penentuan skema OLS masih bersifat
statis menggunakan data statitik. Gambar 3.2 mengilustrasikan kegunaan
overload relai (OLR) pada IBT yang bekerja parallel. Kedua trafo tersebut
melayani beban sebesar 500 MW dan diasumsikan bahwa kapasitasmaksimum
trafo adalah 400 MW. Pada Gambar 3.2 (b) terlihat bahwa jika IBT-1 trip maka
akan terjadi overload pada IBT-2 dan jika tidak di lengkapi dengan proteksi
beban lebih maka dalam waktu beberapa saat IBT tersebut akan ikut trip. Lain
halnya jika IBT-2 dilengkapi dengan overload relai maka IBT tersebut masih
dapat beroperasi normal ketika bebabnnya telah dikurangi sesuai dengan
kemampuan maksimumnya (ditunjukkan oleh gambar3.2. (c)).

Gambar 3.6 Skema OLS

Pengurangan beban dalam OLS dibagi dalam beberapa tahapan


tergantung besarnya pembebanan lebih pada IBT atau penghantar. Adapun
penentuan kuota tiap tahapan OLS menggunakan beban rata-rata yang terjadi

20
pada subsistem dengan mempertimbangkan kombinasi kontingensi yang
mungkin terjadi.

3.8.1 Skema Overload Shedding Pada IBT Subsistem Balaraja


3.8.1.1 Tinjauan Umum

PT. PLN (Persero) APB ( Area Pengatur Beban ) DKI Jakarta dan
Bantenmerupakan salah satu Area Pengatur Beban dari PT. PLN (Persero) P3B
Jawa Bali yang berkedudukan di Jakarta. Wilayah kerjanya meliputi wilayah
Jakarta dan Banten. Fungsi dari APB ( Area Pengatur Beban ) adalah mengelola
operasi sistem tenaga listrik Jawa Bali, terutama di wilayah 1, yaitu Jakarta dan
Banten pada jaringan tegangan menengah dan jaringan tegangan tinggi,
mengelola operasi dan pemeliharaan sistem transmisi tegangan tinggi, serta
mengelola pelaksanaan transaksi tenaga listrik antara PLN Pusat dengan
perusahaan pembangkit dan unit distribusi di sistem Jawa Barat. Dalam
pelayanannya, APB DKI Jakarta dan Banten ini disusun oleh beberapa
subsistem, diantaranya adalah :
1. Subsistem 1 (Suralaya dan Cilegon) dipasok oleh IBT 500/150 kV
2x250MVA Suralaya.
2. Subsistem 2 (Cilegon dan Pembangkit Labuan) dipasok oleh IBT
500/150 kV 2x500 MVA Cilegon,
3. Subsistem 3 (Balaraja 1,2 dan Pembangkit Lontar) dipasok oleh
IBT500/150 kV 2x500 MVA Balaraja.
4. Subsistem 4 (Muarakarang dan IBT gandul 1,2) dipasok oleh IBT
500/150 kV 2x500 MVA Gandul, PLTG/U Muarakarang dan PLTU
Lontar.
5. IBT 3 Gandul dipasok oleh IBT 500/150 kV 2x500 MVA Gandul.
6. Dan lain-lain.

21
Dalam mengelola operasi sistem tenaga listrik, setiap unit P3B
berusaha untuk menyediakan listrik yang handal dengan kualitas yang sesuai
standar mutu yang telah ditetapkan dengan tujuan agar pemenuhan kepuasan
konsumen dapat terpenuhi secara maksimal.
Bidang Operasi Sistem (BOPS) P3B Jawa Bali dalam buku
ReviewDefence Scheme P3B Jawa Bali (Program UFR, Skema OLS, dan Island
Operation) [2011:5], menjelaskan bahwa Overload Shedding (OLS) merupakan
salah satu skema pertahanan sistem yang ada di APB DKI Jakarta dan
Banten.OLS dikhususkan untuk melindungi peralatan atau instalasi transmisi
yang tidak memenuhi kriteria N-1, sehingga stabilitasnya dapat terjaga.
Instalasi transmisi yang dimaksud adalah seperti Interbus Transformer (IBT),
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Saluran Kabel Tegangan Tinggi
(SKTT), dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
Overload Shedding (OLS) bekerja atas dasar arus yang disetting pada
suatu harga setting arus dibawah nilai arus nominalnya (In), yang kemudian
akan memberikan perintah kepada Pemutus Daya (PMT) untuk melaksanakan
pelepasan beban (yang dalam pengoperasiannya dilengkapi dengan timer).
Setting waktu untuk OLS ini menggunakan karakteristik waktu tunda tertentu
(definite time), yaitu waktu yang diperlukan oleh rele dari menerima respon
sampai bekerjanya Pemutus Daya besarnya adalah tetap. OLS bekerja akibat
kenaikan arus yang melebihi suatu batas tertentu, batas tertentu tersebut
ditentukan sebesar 85% atau 90%dari arus nominal pada incoming feeder.
Hal ini dilakukan agar OLS bekerja lebih dahulu daripada pengaman
hubung singkat lainnya pada saat terjadi gangguan beban lebih.Oleh sebab itu
OLS dikoordinasikan dengan OCR yang bekerja mengatasi gangguan hubung
singkat. Pelepassan beban akan dilakukan secara bertahap, agar sistem tidak
mengalami pelepasan beban yang terlalu besar atau melakukan pelepasan beban
yang yang tidak diperlukan. Pelepasan beban dalam OLS (Overload Shedding)

22
ditentukan berdasarkan besarnya kelebihan beban yang terjadi, atau dapat
diartikan bahwa semakin besarkelebihan beban, maka semakin banyak pula
jumlah tahap pelepasan beban yang akan dilakukan.
3.8.1.2 Evaluasi Skema Overload Shedding Pada IBT Subsistem Balaraja
Menurut Tim APB DKI Jakarta dan Banten dalam buku Roadmap
ToOperational and Service Excellences 2014 (2012:3), Berdasarkan
SuratKeputusan Nomor 1432.K/DIR/2011 tentang Organisasi Area Pengatur
Beban DKIJakarta dan Banten pada PT. PLN (Persero) P3B JB tanggal 24
November 2011pada Buku Roadmap APB DKI Jakarta dan Banten 2011,
Subsistem Balaraja termasuk dalam wilayah kerja APB Jakarta Dan Banten.
Pengoperasian sistemtenaga listrik PT. PLN (Persero) APB DKI Jakarta dan
Banten meliputi wilayahkerja 5 Area Pelayanan Pemeliharaan (APP), yaitu:
APP Bogor, APP Cawang,APP Pulogadung, APP Durikosambi, dan APP
Cilegon, sebagaimana yang terlihatpada gambar di bawah ini :

Gambar 3.7 Topologi Wilayah Kerja APB Jakarta dan Banten

23
3.8.1.3 Kondisi Subsistem Balaraja
Subsistem Balaraja dipasok oleh 2 (dua) IBT 500/150 kV Balaraja
dengan kapasitas masing-masing IBT adalah 500 MVA. Untuk mengetahui
aliran daya dari Subsistem Balaraja dapat dilihat dengan single line diagram
dari Subsistem Balarajadi bawah ini.

Gambar3.8 single line diagram subsistem Balaraja

Berdasarkan gambar 3.4. di atas dapat diketahui bahwa Subsistem


Balaraja terdiri dari 2 (dua) buah IBT 500/150 kV, 500 MVA yang dijadikan
sebagai salah satu pemasok utama di wilayah Tangerang dan Banten yang
diantaranya menyuplai GI 150 kV Citra Habitat, Legok, Lengkong, Serpong,
Tigaraksa, Pasar Kemis, Sepatan dan Teluk Naga.

24
3.8.1.4 Penerapan OLS Pada IBT Subsistem Balaraja
Dalam buku Review Defence Scheme P3B Jawa Bali (Program UFR,
Skema OLS, dan Island Operation) [2011:5] menjelaskan bahwa
OverloadShedding merupakan salah satu skema pertahanan sistem yang ada di
APB DKI Jakarta dan Banten.OLS dikhususkan untuk melindungi peralatan
atau instalasi transmisi yang tidak memenuhi kriteria N-1, sehingga
kestabilitasannya dapatterjaga. Tim APB DKI Jakarta dan Banten dalam buku
Evaluasi OverloadShedding 2012 menjelaskan bahwa gambar skema OLS
pada IBT 500/150 kV Subsistem Balaraja beserta setting arus dan tahapan
pelepasan bebannya dalam kondisi eksiting :

Gambar 3.9. Single line diagram skema OLS subsistem balaraja

Berdasarkan gambar 3.5. di atas dan dari hasil perhitungan pada


rumus(4.1), (4.2), (4.3) dan (4.4), maka pelepasan beban pada skema eksisting

25
OLS IBT500/150 kV Subsistem Gandul dapat dilakukan dengan skema
berikut:

Tahap-1 setting I = 1799,4 A, t = 2 dt, dengan skema trip :

PMT 150 kV trafo 2 dan 3 GI Citra Habitat, 60 MVA


PMT 150 kV trafo 1 GI Legok, 60 MVA
PMT 150 kV trafo 1 GI Lengkong, 60 MVA
PMT 150 kV trafo 1 dan 3 GI Serpong, 60 MVA
PMT 150 kV trafo 1 GI Pasar Kemis, 60 MVA

Tahap-2 setting I = 1799,4 A, t = 2,5 dt, dengan skema trip :

PMT 150 kV Citra Habitat-Tigaraksa 1 dan 2, 60 MVA

Beban arus nominal yang dapat ditanggung oleh IBT pada


SubsistemBalaraja adalah sebesar 2x1635,82 A. Pada kondisi asumsi,
apabila terjadimalakerja atau trip pada salah satu IBT Balaraja akibat adanya
gangguan, makaIBT lainnya akan menanggung seluruh total beban pada
subsistem tersebut,sehingga jumlah total beban arus yang ditanggung oleh
IBT yang tidak mengalamitrip adalah sebesar 1x3271,64 A. Dengan tripnya
salah satu IBT, maka kriteriakeandalan N-1 pada IBT tersebut sudah tidak
terpenuhi.

26
Tabel Penerapan OLS IBT Balarajal (Asumsi satu IBT mengalami gangguan)

Tahap Kondisi Kondisi satu Beban


pelepasan IBT Normal N-1 IBT trip Overload shedding akhir IBT
GI Citra Habitat
Trafo 2&3
60 MVA = 461,88 A

GI legok Trafo 1
60 MVA = 230,94 A

1 BALARAJ 2X1635,82 A 1X3271,64 A GI lengkong Trafo 1 1X1655,07 A


A 60 MVA = 230,94 A

GI Serpong Trafo 1&3


60 MVA = 461,88A

GI Pasar Kemis
Trafo 1
60 MVA = 230,94 A

Jml Pelepasan =
1616,58 A

60 106
trafo 60 MVA= =230,94 A ..4.5
150 103 3

Pada tabel diatas dan hasil dari perhitungan rumus (4.5), terlihat
bahwadalam kondisi asumsi satu buah IBT mengalami gangguan, maka IBT
yang tidak mengalami trip pada Sub sistem Balaraja akan menanggung beban
arus sebesar 1x3271,64 A, lalu trafo 2 dan 3 pada GI Citrahabitat akan
mengalami trip, sehingga melepas beban arus sebanyak 2x230,94 Ampere.

27
Trafo 1 pada GI Legok dan Lengkong juga akanmengalami trip, sehingga
melepas beban arus.
Masing-masing trafo sebesar 1x230,94 Ampere. Dilanjutkan dengan
GI Serpongdengan target trip trafo 3 dan trafo 1 serta GI Pasar Kemis dengan
target trip trafo 1, sehingga masing-masing GI melepas beban arus sebesar
2x230,94 Ampere untuk GI Serpong dan 1x230,94 Ampere untukGI Pasar
Kemis. Maka total beban akhir IBT hingga pelepasan tahap pertama adalah
sebesar 1x1655,07 A. Jumlah beban arus pada IBT yang tidak mengalami trip
setelah pelepasan tahap pertama ini dapat mengembalikan IBT tersebut
kedalam kondisi layak kerja, sehingga tidak perlu melepas beban sampai
tahap kedua dan akan mengurangi potensi terjadinya kerusakanpada IBT yang
tidak mengalami trip. Dalam operasinya, skema pelepasan tahap kedua pada
OLS ini adalah sebagai back-up apabila OLS pada tahap pertama mengalami
malakerja. Penerapan skema OLS akanmengambalikan salah satu IBT yang
tidak mengalami trip ke dalam kondisi layak kerja, sehingga tidak terjadi
pemadaman yang luas ketika salah satu IBT mengalami gangguan.
3.9 Data hasil pengujian OLS
Berikut merupakan data hasil pengujian Over Load Shedding (OLS)
SUTT New Balaraja-1 :

DATA RELAY

Setting Relay
Phasa Karakteristik
In (A) Iset (A) Waktu I moment (A)

R DEFINITE 1 1,18 D-1 -

S DEFINITE 1 1,18 D-1 -

T DEFINITE 1 1,18 D-1 -

N - - - - -

28
PENGUJIAN ARUS KERJA DAN
ARUSKEMBALI

Hasil Uji Arus


Indikat Keteranga
Phasa Setting Arus Ratio
or n
Pick Up Drop Off Id/Ip

R 1,18 1,18 1,16 98,3 Alarm Ok

S 1,18 1,18 1,16 98,3 Alarm Ok

T 1,18 1,18 1,16 98,3 Alarm Ok

N - - - - - -

PENGUJIAN KARAKTERISTIK
WAKTU

Hasil Uji waktu


Indikato Keteranga
Phasa Setting Waktu 3x 5x
r n
2 x Iset Iset Iset

R 1s 1,025 1,018 1,014 Trip Ok

S 1s 1,025 1,016 1,013 Trip Ok

T 1s 1,025 1,017 1,014 Trip Ok

N - - - - - -

PENGUJIAN ARUS DAN WAKTU MOMENT

Hasil Uji Moment


Phasa Setting Arus Indikator Keterangan
2 x Iset 3 x Iset

- - - - -

29
- - - - -

- - - - -

- - - - -

3.10 Setting Overload Shedding

Secara teoritis trafo tenaga dapat dibebani 1,2 kali arus nominalnya secara
terus menerus. Berdasarkan standar, trafo yang memeliki impedansi hubung
singkat 12% didesain untuk dapat menahan arus hubung singkat sampai dengan 8
kali arus nominal selama 2 detik.Kemampuan tersebut telah mempertimbangkan
kondisi termal maupun mekanikal trafo.

Dengan mempertimbangkan kemampuan trafo,umur trafo,pembebanan


trafo yang rata-rata tinggi, temperature lingkungan sekitar dan marjin keamanan
maka setting rele OLS pada IBT adalah sebesar 1,1 kali arus nominal dengan
waktu tunda mulai 2-3 detik.

Berikut ini contoh koordinasi setting OCR dan OLS IBT 500/150 KV
yang diterapka pada system jawa bali.

Pembebanan suatu transmisi di batasi oleh kempuan hantar arus


konduktor (Carying Current Capacity /CCC),kemampuan termal konduktor yang
berefek pada setting saluran dan batas stabilitas. umumnya OLS untuk
penghantar menggunakan setting arus1,1 kali arus nominal atau CCC dengan
setting waktu mulai dari 2 detik

Dalam menggunakan setting rele OLS untuk penghantar perlu


dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

30
Kemampuan terkecil peralatan yang terhubung dengan saluran transmisi
misalnya kondutor,TL bay,crossbar,PMT,CT dan aksesoris lainnya.
Kemampuan hantar arus (Current Carrying Capacity)
Kordinasi dengan rele pengaman saluran lainnya seperto OCR dan autoreclose

Rele yang digunakan oleh OLS adalah rele arus lebih (OCR-Over Current
Relay) karakeristik waktu definite dengan setting waktu bertahap.Skema
pelepasan beban dengan OLS.

3.11 Over Current Rele


3.11.1 Pengertian Over Current Rele (OCR)
Sebelumnya rele arus lebih atau OCR ini sudah penulis jelaskan pada
bagian jenis rele proteksi, untuk lebih jelasnya mengenai OCR sebagai berikut:
OCR (Over Current Relay) atau Rele arus lebih adalah rele yang bekerja
terhadap arus lebih, rele tersebut akan bekerja bila arus mengalir melebihi nilai
settingnya (I set). Over current rele pada umumnya digunakan untuk mengatasi
gangguan pada saluran tegangan menengah maupun tegangan tinggi, dari arus
hubung singkat 2 fasa, 3 fasa atau 1 fasa ketanah. Dan pada umumnya dipasang
pada trafo, penyulang atau penghantar.Rele tersebut dapat disetting sesuai
kemampuan arus nominal pada peralatan terpasang , dan mempuyai karacteristik
yang berbeda beda .

3.11.2 Prinsip kerja dan karakteristik rele

Karateristik waktu kerja terdiri dari :


- Definite
- Normal/Standar inverse
- Very inverse
- Long time inverse

31
Gambar 3.10. Kurva / karakteristik inverse

Relai ini digunakan untuk mendeteksi gangguan fasa fasa, mempunyai


karakteristik inverse (waktu kerja relai akan semakin cepat apabila arus
gangguan yang dirasakannya semakin besar) atau definite (waktu kerja tetap
untuk setiap besaran gangguan). Selain itu pada relai arus lebih tersedia fungsi
high set yang bekerja seketika (moment/instantaneous).
Untuk karakteristik inverse mengacu kepada standar IEC atau
ANSI/IEEE. Relai ini digunakan sebagai proteksi cadangan karena tidak dapat
menentukan titik gangguan secara tepat, dan juga ditujukan untuk keamanan
peralatan apabila proteksi utama gagal kerja.

3.11.2.1 Definite time


Pada rele ini bila diberikan arus gangguan seberapapun besar
waktunya maka akan konstan atau tetap, misalkan pada rele disetting dengan
waktu 1 detik maka waktu kerjanya akan tetap 1 detik dan rele ini tidak
tergantung oleh besaran arus gangguan maupun injeksi pengujian.
Contohnya:
Rele dengan posisi setting waktunya 0,5 detik dan posisi setting
arusnya 1 A, maka :
Bila rele diinjeksi dengan arus gangguan yang sesuai posisi setting 1A
maka waktu kerjanya akan 0,5 detik.

32
Bila rele diinjeksi dengan arus gangguan sesuai posisi setting arus 3A
maka waktu kerjanya akan 0,5 detik sesuai dengan posisi setting
waktunya.

Gambar3.11 Karakteristik Rele Arus Lebih Waktu Tertentu (Definite Time Relay)
3.11.2.2 Standar inverse
Pada rele posisi setting ini, waktu kerja rele tergantung oleh besaran
arus gangguan atau arus injeksi rele, yang artinya bila arus gangguan lebih
besar waktunya akan lebih cepat.
Misalkan, dengan setting waktu konstan (K): 0,05 dan setting Arus
(Iset): 1A.
Bila rele diinjeksi arus gangguan 2 kali Iset = 2A maka waktu kerja rele
akan 10 kali setting konstanta (0,05) yaitu 0,5 detik.
Bila rele diinjeksi arus gangguan 3 kali Iset = 3A maka waktu kerja rele
akan 5,3 kali setting konstanta (0.05) akan lebih cepat yaitu 0,265 detik.
Bila rele diinjeksi dengan arus gangguan 5 kali Iset = 5A , maka waktu
kerja rele akan 2 kali setting konstanta (0,05) akan lebih cepat lagi dari
yang sebelumnya yaitu 0,104 detik.
Dan seterusnya bila arus lebih besar lagi maka waktu kerjanya akan
lebih cepat, dapat dilihat pada grafik masing-masing posisinya.

Gambar 3.12 Karakteristik Rele Standard Inverse

33
3.12 Prosedur penyusunan OLS
3.12.1 OLS pada IBT

Overload shedding pada IBT merupakan pengaman agar tidak terjadi


overload pada IBT yang sedang beroperasi, yaitu dengan memadamkan
sebagian beban konsumen sehingga pasokan daya yang melalui IBT dapat
diturunkan.

3.12.2 OLS pada Saluran Transmisi


Langkah langkah yang dilakukan dalam penyusunan skema OLS pada
penghantar adalah sebagai berikut :
a. Mengambil data realisasi operasi yaitu :
Beban MW dan Mvar trafo distribusi
Realisasi aliran daya
b. Menentukan batasan arus yang diizinkan batasan arus adalah
kemampuan terkecil pperlatan yang tehubung dengan perlatan yang
terhubung dengan penghantar tersebut.
c. Menentukan batasan MW penghantar menggunakan persamaan berikut:

P = 3 x V x I x cos phi

Dimana : P = Batasan daya IBT (MW)

I = Besaran arus yang diijinkan

V = Rating tegangan

d. Membuat basecase untuk studi aliran daya berdasarkan data realisasi


operasi
e. Melakukan contingency screening dengan studi aliran daya untuk
melihat kemungkinan gangguan yang dapat menyebabkan overload pada
penghantar yang akan dipasangi OLS dan menentukan besarnya
overload yang terjadi.

34
Secara umum tahapan penentuan skema OLS digambarkan oleh diagram alir pada

Gambar 3.8.2

Mulai

Data Operasi

Menentukan batasan arus

Menentukan batasan MW

Menentukan contingensi screening

Loading batas MW

Hitung kuota OLS

Aman

Gambar 3.13 Diagramselesai


Alur Prosedur Skema OLS

3.12.3 Konstruksi Pemasangan OLS Pada GITET


Pemasangan OLS IBT 500/150 kV di GITET memerlukan persyaratan :
OLS memakai rele OCR dengan karakteristik definite time.

Satu tahapan pelepasan beban menggunakan satu buah timer.

Mempunyai MCB sumber DC tersendiri tiap OLS. MCB ini


berfungsi untukmenonaktifkan OLS IBT dengan memblock sumber
DC saat pemeliharaantahunan pengujian individu rele OCR 150 kV.

35
Antara rangkaian trip OLS dan timer dipasang switch yang berfungsi
mengaktifkan/block OLS. Switch ini berfungsi untuk melakukan
pengujianindividu rele OLS tanpa mentripkan beban.
Bila OLS menggunakan PLC (Power Line Carrier) sebagai media
komunikasi untuk melepas beban di Gardu Induk lain, maka timer
diletakkan di sisi penerima. Pemasangan seperti ini bertujuan
mengantisipasi munculnya spike/noise di PLC, dan OLS tidak
langsung membuang beban dan dipasang announciator untuk
menentukan trip peralatan tersebut berasal dari OLS atau bukan.

3.13 Kendala yang diperhatikan

Dalam pemasangan OLS ditemui beberapa kendala yang perlu


diperhatikan hal-hal sebagai berikut, antara lain :

a) Keterbatasan TP sehingga pemilihan target OLS kurang selektif,


pemilihan target beban yang akan dilepas sangat tergantung pada
ketersediaan teleproteksi (TP). Target pelepasan beban distribusi dapat
berupa beban penyulang maupun bebab trafo distibusi, akan tetapi
kadangkala karena keterbatasan TP maka pelepasan beban adalah melalui
penghantar - penghantar yang radial. Dampak dari pelepasan beban
melalui penghantar adalah target OLS menjadi kurang selektif dan kuota
beban yang dilepas kadang kala lebih banyak dari yang diperlukan. Beban
sistem yang dinamis sehingga sulit memprediksi kuota OLS

b) Beban sistem selalu berubah-ubah sedangkan kuota OLS bersifat statistic


dengan menggunakan cara pembebanan rata-rata.Hal ini akan
menyebabkan tidak terpenuhinya kouta OLS pada saat gangguan terjadi
pada pembebanan maksimum dankouta pelepasan beban lebih besar jika
gangguan terjadi pada periode beban lebih rendah dari rata-rata.

36
c) pengalihan pasokan trafo distribusi yang menjadi target OLS.

Kadangkala dalam pengoprasian sisitem diperlukan pengalihan pasokan


trafo distribusi (TD) dari suatu subsitem ke subsistem lainnya.Harus
diperhatikan bahwa TD yang dipindahkan bukan target OLS sehingga
tidak mengurangi kuota target OLS.

d) Koordinasi OLS dengan proteksi cadangan

pada pengahantar maupun IBT terdapat proteksi lain misalkan


OCR.Dalam menentukan setting OLS harus dikoordinasikan dengan
proteksi back-up yang ada.Misal OLS pada IBT harus dikoordinasikan
dengan OCR,OCR harus bekerja lebih cepar dari OLS pada saat tejadi
ganguan dan OLS bekerja satu detik lebih cepat dari OCR pada arus
gangguan 2 kali arus nominal.OLS pada penghantar tidak boleh bekerja
lebih cepat dari pada deadtime recloser (TPAR) agar tidak terjadi
pemadaman yang meluas pada system agar tidak terjadi pemadman
yanglebih luas pada sisitem 2

37
BAB IV.
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktek kerja lapangan di PT. PLN (Persero) P3B
Jawa Bali APB DKI Jakarta dan Banten penulis dapat mengambil kesimpulan:
1. Koordinasi sebelum bekerja dan komunikasi selama bekerja sangatlah
penting karena akan meningkatkan kerjasama para karyawan da tidak
akan menimbulkan miss komunikasi antar karyawan.
2. Dengan adanya kegiatan praktek kerja lapangan ini dapat memberikan
pengalaman serta wawasan baru tentang dunia ketenaga kerjaan
khususnya dibidang kelistrikan pada bagian sistem proteksi pada
jaringan penyaluran energi listrik.
3. Rele OLS bertujuan untuk melindungi IBT lainnya dan mengurangi
meluasnya pemadaman apabila salah satu IBT atau kedua IBT
mengalami overload, overload tersebut bisa disebabkan karena salah
satu IBT mengalami gangguan (trip) sehinggaIBT lain mengalami
overload.
4. Rele OLS berkoordinasi dengan rele OCR, sehingga apabila IBT masih
overload atau rele OLS gagal bekerja, maka rele OCR akan bekerja.

4.2 Saran
Berdasarkan pengalaman selama praktek kerja lapangan di PT. PLN
(Persero) P3B Jawa Bali APB DKI Jakarta dan Banten, penulis mempunyai
beberapa masukan yang mungkin akan berguna diantaranya :

1. Kurangnya kegiatan dalam pelaksanaan PKL juga perlu diperhatikan


agar proses PKL dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya.
2. Selama praktik industri, mahasiswa harus bisa memanfaatkan
kesempatan yang ada untuk mempelajari hal - hal baru yang tidak
diajarkan di kampus.

38
3. Mahasiswa praktikan juga harus bisa menjaga nama baik mahasiswa
yang bersangkutan dan juga nama baik almamater Politeknik Negeri
Jakarta dengan mentaati peraturan yang ada di perusahaan.
4. Mahasiswa dapat meningkatkan sikap disiplin akan waktu kerja dan
peraturan - peraturan yang ditetapkan perusahaan.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. PLN APB DKI Jakarta & Banten.2015. Manualbook Skema OLS APB DKI Jakarta
dan Banten. Jakarta
2. PLN APB DKI Jakarta & Banten.210405. ManualbookSistem Tele Proteksi. Jakarta
3. PLN APB DKI Jakarta & Banten.210405. Manualbook Sistem Proteksi
Penghantar.Jakarta
4. PLN APB DKI Jakarta & Banten. Sejarah Umum perusahaan PT. PLN (Persero)
P3B Jawa Bali APB DKI Jakarta dan Banten. Jakarta

40

Anda mungkin juga menyukai