Anda di halaman 1dari 9

Uji Efektivitas Antipiretik Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trisfasciata)

pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Vaksin Difteri Pertusis
Tetanus
Rahma Putri Utami1, Irsan Saleh2 dan HMT. Kamaluddin3
1. Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya
2. Bagian Biomedik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya
3. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya
Jalan dr. Mohammad Ali Komplek RSMH KM 3,5, Palembang, 30126, Indonesia

E-mail: rahmaputami@gmail.com

Abstrak
Lidah mertua (Sansevieria trifasciata) merupakan salah satu tanaman hias yang banyak tersebar di Indonesia. Penelitian
terkini menunjukkan bahwa lidah mertua memiliki potensi sebagai antipiretik dalam menurunkan demam. Sifat
antipiretik ini mungkin disebabkan karena adanya kandungan flavonoid, saponin, dan alkaloid yang menghambat
aktivitas COX2 dan menurunkan kadar PGE2 sehingga suhu tubuh menurun. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi efek antipiretik lidah mertua pada tikus putih wistar yang diinduksi vaksin DPT. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimental dengan rancangan pre- and post-test group design. Subjek penelitian adalah 30 ekor tikus
wistar jantan. Tikus dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Tikus diinduksi dengan Vaksin DPT 0,2 ml/200 gBB
intramuskular. Kelompok kontrol positif diberi parasetamol 12,6 mg/200 gBB, kelompok kontrol negatif diberi
aquadest 2 ml/200 gBB, kelompok perlakuan I, II, dan II diberikan ekstrak lidah mertua dengan dosis 10 mg/100 gBB,
20 mg/100 gBB, dan 40 mg/100 gBB. Pengamatan respon dilakukan dengan mengukur suhu rektal setiap interval 30
menit hingga menit ke-180. Data dianalisis dengan menggunakan Uji t-Berpasangan, t-Tidak Berpasangan, ANOVA,
Post-hoc, dan Regresi Linier. Ekstrak etanol lidah mertua memiliki efek antipiretik yang lebih lemah jika dibandingkan
dengan parasetamol. Namun, lidah mertua menunjukkan potensi untuk menurunkan demam setelah 3 jam pemberian
pada dosis 400 mg/KgBB. Analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian 2,89 mg/KgBB ekstrak lidah mertua
memiliki efek yang setara dengan parasetamol 1 mg/KgBB. Tanaman lidah mertua menunjukkan efek antipiretik dalam
menurunkan demam dan memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai pilihan terapi antipiretik.

Kata kunci: Antipiretik, Sansevieria trifasciata, Lidah mertua, Ekstrak etanol

Abstract
Antipyretic Effectiveness Test of Mother-In-Laws Tongue Plant (Sansevieria trifasciata) on White Male Rats Wistar Strain
Induced by Diphtheria Pertussis Tetanus Vaccine. Mother-in-laws tongue plant (Sansevieria trifasciata) were known to
be one of Indonesias ornamental plants. Recently study suggested mother-in-laws tongue plant has potential
antipyretic effect in reducing fever. High flavonoids, saponins, and alkaloids were associated with mother-in-laws
tongue plant antipyretic effect which relief COX2 activity and reduce PGE2 concentration, thus body temperatur was
decreased. This study were conducted to identified antipyretic effect of mother-in-laws tongue plant ethanol extract on
white male rats wistar strain induced by DPT vaccine. This study was an experimental study with pre- and post-test
group design. The subject were 30 male wistar rats. Rats were randomly divided into 5 groups. Rats induced by 0,2
ml/200 gBB intramuscular DPT vaccine. Positive control group was given 12,6 mg/200 gBB paracetamol, negative
control group was given 2 ml/200 gBB aquadest, experimental group I, II, and III each given mother-in-laws tongue
plant ethanol extract doses 10 mg/100 gBB, 20 mg/100 gBB, and 40 mg/100 gBB. Respon observed by measuring
rectal temperature at interval of 30 minutes until 180 minutes. Data were analyzed by using Paired t-Test, Independent
t-Test, ANOVA, Post-hoc, and Linier Regression. Mother-in-laws tongue plant ethanol extract has antipyretic effect
less than paracetamol. However, mother-in-laws tongue plant show a potential in reducing fever after 3 hours given on
dose 400 mg/KgBB. Statistical analysis has shown that concentration of 2,89 mg/KgBB mother-in-laws tongue plant
ethanol extract observed having similiar antipyretic effect compared to 1 mg/KgBB parasetamol. Mother-in-laws
tongue plant has antipyretic effect in reducing fever and can be developed as one of potential antipyretic treatment.

Keywords: Antipyretic, Sansevieria trifasciata, Mother-in-laws tongue, Ethanol extract


1. Pendahuluan antiinflamasi8. Flavonoid, saponin, dan
alkaloid merupakan beberapa senyawa aktif
Demam merupakan pada peningkatan suhu yang memiliki potensi sebagai agen
tubuh diatas normal1. Suhu tubuh normal antipiretik. Dalam review penelitian, beberapa
memiliki rentang 36,5C sampai 37,2C. flavonoid, saponin, dan alkaloid dilaporkan
Demam disebabkan oleh suatu substansi yang dapat menurunkan suhu tubuh melalui
disebut pirogen baik berasal dari eksogen berbagai jalur, diantaranya dengan
maupun endogen2. Setiap peningkatan 1C menghambat aktivitas COX2 sehingga terjadi
suhu tubuh, konsumsi oksigen akan penurunan PGE2 dan suhu tubuh menurun9,10.
meningkat sebanyak 13%, terjadi peningkatan Luasnya persebaran, banyaknya potensi,
kebutuhan kalori, serta cairan. Pada anak, dan kandungan senyawa aktif, membuat
demam dapat meningkatkan resiko untuk tanaman lidah mertua dapat dikembangkan
menjadi kejang demam3. Berbagai gejala lebih lanjut sebagai potensi agen antipiretik.
dapat timbul menyertai demam, termasuk,
mialgia, artralgia, anoreksia, dan somnolen2.
Peningkatan suhu yang terlalu tinggi dapat 2. Metode Penelitian
menyebabkan perdarahan lokal, degenerasi
parenkimatosa sel terutama di otak, sampai Penelitian bersifat eksperimental laboratorium
menyebabkan kematian4. in vivo dengan pre- and post-test control
Di Indonesia, parasetamol merupakan group design, dilakukan di laboratorium
antipiretik yang paling sering digunakan biomolekular dan animal house Fakultas
sebagai terapi demam5. Meskipun reaksi Kedokteran Universitas Sriwijaya pada bulan
alergi jarang terjadi, pada keadaan toksisitas Oktober-Desember 2016.
akut, parasetamol dapat menyebabkan Tikus putih galur Wistar
nekrosis hati dan tubuli renalis serta koma diperoleh dari Palembang Tikus
hipoglikemik6. Oleh karena itu, penelitian Center. Populasi penelitian
terus dikembangkan untuk menemukan merupakan seluruh tikus putih
alternatif antipiretik yang lebih aman dan jantan galur Wistar. Kriteria inklusi
memiliki efek samping minimal. penelitian adalah tikus putih jantan
Sansevieria sp. atau dikenal dengan galur wistar berusia 2-3 bulan
nama lidah mertua merupakan tanaman hias dengan berat badan 200-300 gram.
yang berasal dari Afrika Selatan. Tanaman ini Kriteria eksklusi adalah tikus yang
mudah beradaptasi di semua tempat. cacat secara anatomi, telah
Indonesia dengan iklim tropis merupakan digunakan untuk penelitian lain
tempat yang baik untuk pertumbuhan sebelumnya atau tikus mati.
Sansevieria sp.7 Hasil kajian NASA (National Ekstraksi lidah mertua dilakukan
Aeronautics and Space Administration) dengan metode maserasi menggunakan
Amerika Serikat tahun 1999 menunjukkan pelarut etanol 96%. Daun lidah mertua
bahwa Sansevieria sp. dapat menyerap lebih dikeringkan di bawah sinar matahari selama
dari 107 unsur polutan berbahaya yang ada di 20 hari sampai berat daun menjadi 8% berat
udara sehingga mampu mengatasi sick awal. Daun yang kering dihaluskan sampai
building syndrome, yaitu keadaan akut dari diperoleh serbuk lidah mertua (simplisia).
polusi udara dalam ruangan yang terjadi di Simplisia direndam dalam pelarut etanol 96%
lingkungan dalam kondisi minim ventilasi. selama 24 jam. Hasil rendaman kemudian
Berdasarkan hasil penelitian terbaru, disaring untuk mendapatkan filtratnya. Filtrat
Sansevieria trifasciata memiliki senyawa diuapkan dalam rotary evaporator dengan
aktif saponin, polifenol, dan flavonoid yang rotasi 50 rpm vapor 35,4, bath 60,2C, dan
mampu bekerja sebagai antiseptik dan
vacuum 175 mbar selama 60 menit sampai 39
didapatkan ekstrak kental daun lidah mertua. Kontrol (+) Parasetamol
Sebelum penelitian dilakukan, tikus 38
dipuasakan selama kurang lebih enam jam. 37
Kontrol (-) Aquadest
Kemudian tikus dibagi secara acak menjadi 5
kelompok perlakuan. Kontrol positif diberi Suhu Rektal Tikus (C) 36
parasetamol 12,6 mg/200 gBB, kontrol Eksperimental 1 ELM 10 mg
35
negatif diberi aquadest 2 ml/200 gBB,
kelompok dosis I, II, dan II diberikan ekstrak 34
Eksperimental 2 ELM 20 mg

lidah mertua dengan dosis 10 mg/100 gBB,


20 mg/100 gBB, dan 40 mg/100 gBB. Eksperimental 3 ELM 40 mg
Waktu Pengukuran Suhu (Menit)
Suhu diukur per-rektal menggunakan
termometer digital untuk mengetahui nilai
temperatur normal. Induksi demam dilakukan Grafik 1. Nilai rata-rata pengukuran suhu rektal tikus
dengan pemberian vaksin DPT IM sebanyak Nilai rata-rata hasil pengukuran suhu
0,2 ml/200 gBB pada salah satu otot paha rektal tikus sebelum dan sesudah perlakukan
tikus. Satu jam kemudian suhu kembali pada masing-masing kelompok disajikan
diukur untuk mengetahui besarnya kenaikan dalam Grafik 1. Semua kelompok mengalami
suhu tikus setelah induksi. Perlakuan peningkatan suhu setelah penyuntikan vaksin
diberikan secara per-oral dengan sonde DPT rata-rata sebesar 1,5C. Terdapat
lambung 2 ml sesuai pembagian kelompok fluktuasi nilai pengukuran suhu pada semua
masing-masing. kelompok setelah perlakuan. Pada menit ke-
Pengamatan respon tikus terhadap 180 setelah perlakuan, semua kelompok
perlakuan dilakukan dengan mengukur suhu perlakuan mengalami penurunan suhu kecuali
rektal. Suhu diukur 30 menit setelah pada kelompok kontrol negatif.
pemberian perlakuan. Kemudian diukur
kembali dengan interval 30 menit hingga Tabel 1. Rata-rata nilai pretest suhu rektal tikus
menit ke-180. Data yang diperoleh dari sebelum perlakuan
penelitian dianalisis secara statistik dengan
menggunakan software IBM SPSS Statistic Suhu Setelah
Kelompok Induksi (C)
22. P value
Perlakuan
Mean SD
Kontrol Positif 37,92 0,40 0,572
3. Hasil Penelitian Kontrol Negatif 37,17 0,62 0,589
ELM 10mg 37,38 0,30 0,367
Dari hasil pengeringan 5 kg daun ELM 20mg 37,70 0,30 0,672
lidah mertua didapatkan 400 gram ELM 40mg 38,02 0,35 0,138
simplisia halus lidah mertua. Proses
ekstraksi maserasi 200 gram
simplisia menghasilkan 22,11 gram Tabel 1 menunjukkan terdapat
ekstrak liat etanol lidah mertua. perbedaan yang bermakna pada semua
kelompok uji setelah sebelum pemberian
perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai p
yang signifikan (p value >0,05) pada Uji
Levene dan Uji Shapiro-Wilk. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa data hasil penelitian
homogen dan data berdistribusi normal.

Tabel 2. Efektivitas ekstrak etanol lidah mertua,


kontrol positif, dan kontrol negatif berdasarkan
rata-rata nilai pengukuran suhu rektal sebelum dan ELM 20mg ELM 40mg 36,75 0,86 0,065
sesudah perlakuan (menit ke-180)

Suhu Setelah Seperti terlihat pada Tabel 3, terdapat


Kelompok T
Perlakuan (C) P value
Perlakuan (C) perbedaan yang bermakna terhadap rata-rata
Mean SD
nilai pengukuran suhu setelah perlakuan pada
Kontrol Positif 37,47 0,40 -0,45 0,098
Kontrol Negatif 38,23 0,41 +1,06 0,008 kelompok kontrol positif dengan kontrol
ELM 10mg 36,62 0,90 -0,76 0,073 negatif, kelompok kontrol negatif dengan
ELM 20mg 37,61 0,55 -0,09 0,773 kelompok ektrak etanol lidah mertua 10
ELM 40mg 36,75 0,86 -1,27 0,005 mg/100 gBB dan 40 mg/100 gBB, dan
kelompok ektrak etanol lidah mertua 10
mg/100 gBB dengan kelompok ektrak etanol
Data hasil Uji t-Berpasangan suhu
20 mg/100 gBB (p value<0,05). Sedangkan
rektal tikus sebelum dan sesudah perlakuan
pada kelompok lainnya, tidak terdapat
disajikan dalam Tabel 2. Perbedaan yang
perbedaan yang bermakna terhadap rata-rata
bermakna hanya terdapat pada rata-rata nilai
nilai pengukuran suhu setelah perlakuan (p
pengukuran suhu sebelum dan setelah
value >0,05).
pemberian ekstrak etanol lidah mertua 40
Berdasarkan hasil statistik Oneway
mg/100 gBB (p value <0,05).
ANOVA didapatkan p value 0,002, yang
Tabel 3. Perbandingan efektivitas ekstrak etanol
berarti terdapat perbedaan yang bermakna
lidah mertua, kontrol positif, dan kontrol negatif pada rata-rata nilai pengukuran suhu rektal
terhadap nilai pengukuran suhu rektal tikus (menit tikus setelah pemberian perlakuan.
ke-180) Sepeti terlihat pada Tabel 4, tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara
Kelompok Kelompok P
Mean SD kelompok kontrol positif (K1) dengan semua
Perlakuan Perlakuan value
kelompok perlakuan lainnya (p value>0,05).
Kontrol Kontrol Negatif 38,23 0,41 0,020
ELM 10mg 36,62 0,90 0,076 Namun, terdapat perbedaan yang bermakna
Positif
ELM 20mg 37,61 0,55 0,643 antara kelompok kontrol negatif (K2) dengan
ELM 40mg 36,75 0,86 0,115 kelompok ELM 10 mg (K3), kelompok
Kontrol ELM 10mg 36,62 0,90 0,003 kontrol negatif (K2) dengan kelompok ELM
Negatif ELM 20mg 37,61 0,55 0,053 40 mg (K5), kelompok ELM 10 mg (K3)
ELM 40mg 36,75 0,86 0,003
dengan kelompok kontrol negatif (K2), dan
ELM 10mg ELM 20mg 37,61 0,55 0,043
ELM 40mg 36,75 0,86 0,799 kelompok ELM 40 mg (K5) dengan
kelompok kontrol negatif (K2).

Tabel 4. Uji kesesuaian dosis antar-kelompok setelah perlakuan berdasakan rata-rata nilai hasil pengukuran
suhu rektal tikus (menit ke-180)

Kontrol Positif Kontrol Negatif ELM 10mg ELM 20mg ELM 40mg
Variabel
(K1) (K2) (K3) (K4) (K5)
Kontrol Positif
0,625 0,404 1,000 0,804
(K1)
Kontrol Negatif
0,625 0,004 1,000 0,009
(K2)
ELM 10mg
0,404 0,004 0,176 1,000
(K3)
ELM 20mg
1,000 1,000 0,176 0,370
(K4)
ELM 40mg
0,804 0,009 1,000 0,370
(K5)

Berdasarkan analisis regresi linier hasil paling sedikit terpengaruh oleh suhu
pengukuran suhu rektal tikus pada kelompok lingkungan11.
yang diberikan perlakuan ekstrak etanol lidah Nilai rata-rata hasil pengukuran suhu
mertua didapatkan model persamaan sebagai rektal tikus sebelum dan setelah perlakuan
berikut: pada masing-masing kelompok dapat dilihat
pada Grafik 1. Nilai rata-rata pengukuran
Y = (-0,228)x + 45,807 suhu sebelum penyuntikan vaksin DPT yaitu
Keterangan sebesar 36,2C. Nilai suhu rata-rata ini 0,3C
Y = Suhu rektal setelah pemberian kontrol (+) (C) dibawah suhu tubuh normal, secara statistik
x = Dosis ektrak tanaman lidah mertua (mg/200 gBB) dikatakan bahwa subjek penelitian berada
dalam keadaan subhipotermi. Namun
Perhitungan kesetaraan kelompok perbedaan suhu tersebut relatif karena diduga
kontrol positif yang diberikan parasetamol terdapat perbedaan variasi respon subjek
12,6 mg/200gBB adalah sebagai berikut: penelitian, sehingga suhu tubuh tikus
dianggap berada dalam rentang normal12.
Y = (-0,228)x + 45,807 Nilai pretest pengukuran suhu rektal
37,50 = (-0,228)x + 45,807 tikus setelah induksi menunjukkan bahwa
0,228x = 45,807 - 37,50 semua tikus sudah berada dalam kondisi
0,228x = 8,307 demam (Lihat Grafik 1 dan Tabel 1). Suhu
x = 36,434 (mg/200 gBB) tubuh tikus mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 1,5C setelah 60 menit penyuntikan
Hasil uji kesetaraan menunjukkan vaksin DPT. Hasil pengukuran ini sesuai
bahwa 12,6 mg/200 gBB parasetamol setara dengan definisi demam menurut Depkes RI
dengan 36,43 mg/200 gBB ekstrak tanaman (2006), tubuh dikatakan demam apabila
lidah mertua dalam memberikan efek mengalami peningkatan suhu minimal 0,6C
antipiretik penurunan suhu yang sama besar. dari suhu normal. Peningkatan suhu yang
hanya sebesar 1,5C ini dikarenakan
4. Pembahasan pengukuran suhu dilakukan setelah 60 menit
penyuntikan vaksin DPT. Berdasarkan teori,
Data dalam penelitian ini didapatkan dengan untuk meningkatkan suhu rektal tikus lebih
cara mengukur suhu tubuh subjek penelitian. dari 1,5C diperlukan waktu sekitar 6-9 jam
Merujuk pada pengertian demam menurut setelah penyuntiksn vaksin DPT13. Namun
Isselbacher (1999), yaitu suatu keadaan suhu pada kenyataannya, penentuan peak demam
tubuh diatas normal (>37,2C) sebagai akibat pada subjek penelitian sulit dilakukan karena
peningkatan pusat pengatur suhu di tidak ada teori pasti yang mendasari
hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1. Oleh penetapan suhu maksimum yang ditimbulkan
karena itu, suhu tubuh dapat digunakan setelah penyuntikan vaksin DPT. Dapat
sebagai indikator untuk menilai kondisi ditarik kesimpulan bahwa vaksin DPT yang
demam pada subjek penelitian. digunakan dalam penelitian ini mampu
Pengukuran suhu tubuh tikus dalam menginduksi demam pada semua kelompok
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perlakuan. Hasil uji ini sesuai dengan
alat berupa termometer digital. Pengukuran beberapa penelitian sebelumnya yang
suhu tikus dilakukan per-rektal. Pengukuran menggunakan vaksin DPT sebagai bahan
suhu per-rektal cukup akurat karena penginduksi demam14,15. Vaksin DPT
mendekati suhu tubuh yang sebenarnya dan mengandung fraksi seluler kuman difteri,
pertusis, dan tetanus. Sebagai respons (Lihat kolom T). Namun, berdasarkan data
pertahanan tubuh terhadap kandungan toksin statistik, perubahan tersebut dinilai tidak
mikroba Bordetella pertusis dalam vaksin, bermakna karena p value>0,05 kecuali pada
sel-sel mononuklear seperti monosit dan pada kelompok uji dengan pemberian dosis
makrofag akan mengeluarkan sitokin pro- ektrak etanol lidah mertua 40 mg/100 gBB.
inflamasi berupa IL-1 yang menginduksi Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembentukan prostaglandin. Prostaglandin efek antipiretik optimal ditunjukkan pada
khususnya tipe E (PGE2) akan mempengaruhi kelompok uji yang mendapatkan dosis ektrak
pusat termoregulasi hipotalamus dan etanol lidah mertua 40 mg/100 gBB.
menyebabkan peningkatan suhu tubuh16,17. Penurunan suhu rektal tikus terjadi 3
Fluktuasi nilai rata-rata pengukuran jam setelah pemberian ekstrak tanaman lidah
suhu setelah perlakuan terjadi pada semua mertua. Belum ada teori yang mendasari dan
kelompok, seperti terlihat pada Grafik 1. mampu menjelaskan secara pasti bagaimana
Masing-masing subjek penelitian mekanisme senyawa aktif dalam ekstrak
menunjukkan respon yang berbeda pada tiap tanaman lidah mertua dapat memberikan efek
kelompok meskipun telah diberikan perlakuan antipiretik. Penelitian terbaru menunjukkan
yang sama. Adanya fluktuasi dan perbedaan bahwa tanaman lidah mertua spesies
suhu ini disebabkan karena terdapat variasi Sansevieria trifasciata memiliki senyawa
biologis dan respon dosis yang berbeda pada aktif saponin, polifenol, dan flavonoid yang
masing-masing subjek penelitian terhadap mampu bekerja sebagai agen antipiretik8.
perlakuan yang identik12. Dalam review penelitian, flavonoid
Pada menit ke-180 setelah perlakuan, dilaporkan dapat menghambat produksi IL-1,
semua kelompok eksperimental mengalami IL-6, dan TNF, hal ini akan menyebabkan
penurunan suhu kecuali pada kelompok aktivitas COX2 terhambat dan terjadi
kontrol negatif (Lihat Grafik 1). Penurunan penurunan PGE2 sehingga suhu tubuh akan
suhu kelompok eksperimental ini menurun9. Penurunan suhu tubuh terjadi
menunjukkan bahwa ekstrak tanaman lidah setelah pemberian ektrak etanol lidah mertua
mertua memiliki efek antipiretik pada tikus mungkin dikarenakan ekstrak baru mengalami
putih jantan galur wistar yang diinduksi steady stage setelah 3 jam pemberian. Pada
vaksin DPT. Hasil penelitian ini mendukung steady stage ini diduga kandungan senyawa
penelitian yang dilakukan oleh Sunilson et aktif pada ekstrak lidah mertua bekerja aktif
al., (2009) mengenai efek antipiretik yang dalam menghambat aktivitas COX2 pada
dihasilkan oleh tanaman lidah mertua18. hipotalamus sehingga terjadi mekanisme
Kelompok kontrol negatif cenderung penurunan suhu tubuh.
untuk mengalami peningkatan suhu. Hal ini Data perbandingan efektivitas
didukung oleh penelitian Suwertayasa (2013) kelompok uji terhadap nilai pengukuran suhu
yang menyatakan bahwa pemberian aquadest rektal berdasarkan uji t-Tidak Berpasangan
tidak menimbulkan efek yang bermakna pada dan dikonfirmasi menggunakan Oneway
subjek penelitian15. Peningkatan suhu ini ANOVA menunjukkan bahwa terdapat
mungkin disebabkan oleh respon subjek perbedaan yang bermakna antar-kelompok,
penelitian terhadap pemberian vaksin DPT paling tidak terdapat dua kelompok atau lebih.
sebagai bahan penginduksi demam. Perbedaan ini ditelusuri dengan menggunakan
Pemberian ekstrak etanol lidah mertua uji Posthoc Bonferroni (Lihat Tabel 3).
terbukti dapat menurunkan suhu rektal tikus Perbandingan efektivitas kelompok uji
yang telah diinduksi demam. Berdasarkan terhadap nilai pengukuran suhu rektal
hasil uji t-Berpasangan pada Tabel 2, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
didapatkan data rata-rata nilai pengukuran bermakna pada kelompok kontrol positif
suhu rektal tikus menunjukkan perubahan dengan semua kelompok ELM (p
value>0,05). Suhu setelah pemberian ELM 10 etanol tanaman lidah mertua yang bisa didapat
mg/200 gBB lebih rendah 0,85C, suhu dari 36,14 mg tanaman lidah mertua segar.
setelah pemberian ELM 20 mg/200 gBB lebih Hasil uji kesetaraan dosis dalam penelitian ini
tinggi 0,14C, dan suhu setelah pemberian menunjukkan bahwa tanaman lidah mertua
ELM 40 mg/200 gBB lebih rendah 0,85C memiliki potensi sebagai agen antipiretik
jika dibandingkan dengan suhu setelah yang dapat dikembangkan dalam terapi
pemberian parasetamol. Perbedaan suhu ini demam. Penelitian mengenai kesetaraan dosis
dinilai tidak signifikan sehingga efek ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut
antipiretik yang ditimbulkan dari kelompok mengingat banyak faktor yang dapat membuat
perlakuan tidak berbeda secara bermakna hasil peneltian menjadi bias, diantaranya yaitu
dibandingkan dengan suhu setelah pemberian ketidakakuratan dalam pengambilan data dan
parasetamol. kesalahan dalam pengolahan data.
Dalam uji kesesuaian dosis Hasil penelitian ini mendukung teori
menggunakan uji Post-hoc Bonferroni hipotesis yang sebelumnya dipaparkan
didapatkan hasil bahwa tidak terdapat mengenai efek antipiretik yang dimiliki
perbedaan yang bermakna (p value>0,05) tanaman lidah mertua dalam menurunkan
antara kelompok kontrol positif (K1) dengan demam pada tikus putih jantan galur wistar
semua kelompok perlakuan. Namun, terdapat yang diinduksi vaksin DPT, namun efek
perbedaan yang bermakna dengan p value antipiretik yang ditimbulkan setelah
<0,05 pada kelompok kontrol negatif (K2) pemberian ektrak tidak lebih optimal jika
dengan kelompok ELM 10 mg (K3) dan dibandingkan dengan parastamol.
kelompok kontrol negatif (K2) dengan
kelompok ELM 40 mg (K5). Dengan 5. Kesimpulan
demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
ekstrak etanol lidah mertua memiliki efek Ekstrak tanaman lidah mertua (Sansevieria
antipiretik dalam menurunkan suhu rektal trifasciata) memiliki efek antipiretik pada
tikus yang diinduksi demam, namun efek tikus putih galur wistar yang diinduksi vaksin
antipiretik yang ditimbulkan lebih lemah jika DPT, namun efek yang ditimbulkan lebih
dibandingkan dengan pemberian parasetamol. lemah jika dibandingkan dengan parasetamol.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ekstrak tanaman lidah mertua juga memiliki
Sunilson et al., (2009) menunjukkan bahwa potensi sebagai agen antipiretik yang dapat
dosis 20 mg/100 gBB mampu memberikan dikembangkan dalam terapi demam, dengan
efek antipiretik yang optimal dalam efek optimal pada dosis 40 mg/100 gBB.
menurunkan demam18. Hasil penelitian Efektivitas antipiretik yang ditimbulkan
tersebut berbeda dengan hasil yang setelah pemberian ekstrak etanol tanaman
didapatkan dalam penelitian ini. Perbedaan lidah mertua setara dengan sepertiga
hasil ini mungkin disebabkan oleh beberapa kemampuan parasetamol dalam menurunkan
faktor misalnya variasi biologis dan respon demam (1 mg parasetamol setara 2,89 mg
dosis yang berbeda pada masing-masing ekstrak).
subjek terhadap perlakuan12. Selain itu
perbedaan hasil tersebut dapat pula Ucapan Terima Kasih
disebabkan oleh karena perbedaan metode
penelitian yang digunakan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Berdasarkan perhitungan uji kesetaraan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dan
dosis, 12,6 mg/200 gBB parasetamol setara semua pihak yang membantu dalam upaya
dengan 36,43 mg/200 gBB ektrak etanol terlaksananya penelitian ini.
tanaman lidah mertua. Sehingga 1 mg
parasetamol setara dengan 2,89 mg ekstrak Daftar Acuan
1. Dorland, W.A. Newman. 2011. Dorlands Flavonoids as Anti-Inflammatory Agents:
Pocket Medical Dictionary. 28th edition. Implications in Cancer and
Elsevier. Singapore. Terjemahan A.A. Cardiovascular Disease. Inflammation
Mahode. 2012. Kamus Saku Kedokteran Research Journal 58(3): 537-552
Dorland. Edisi 28. EGC. Jakarta. 10. Barbosa-Filho, Jose., da-Cunha, Emidio.,
2. Isselbacher, K. Julius. 1999. Harrisons dan Fechine, Ivana. 2006. Anti-
Principles of Internal Medicine. 13th Inflammatory Activity of Alkaloids: A
edition. McGraw-Hill. Singapore. Twenty-Century Review. Brazilian
Terjemahan A. Hartono. 2014. Harrison Journal of Pharmacognosy 16(1): 109-
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 139
Edisi 13. Volume 1. EGC. Jakarta. 11. Ganong, W.F. 2008. Textbook of Medical
3. Marcdante, Karen., R.M. Kliegman., Physiology. 11th edition. Elsevier.
H.B. Jenson., R.E. Behrman. 2011. Singapore. Terjemahan Irawati. 2012.
Nelson Essentials of Pediatrics. 6th Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
Edition. Elsevier. Singapore. Terjemahan 11. EGC. Jakarta.
IDAI. 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak 12. Rakayudha, Tofan. 2010. Efek Antipiretik
Esensial. Edisi 6. Saunders. Jakarta. Rebusan Kelopak Bunga Rosella pada
4. Guyton, A. Clifton. dan J.E. Hall. 2007. Tikus Putih. Skripsi Fakultas Kedokteran
Textbook of Medical Physiology. 11th Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
edition. Elsevier. Singapore. Terjemahan tidak dipublikasikan, hal.43
Irawati. 2012. Buku Ajar Fisiologi 13. Andriyanto. 2006. Postensi Esktrak Biji
Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. Buah Duku (Lansium domesticum)
5. Rizki, M. 2015. Efek Antipiretik Ekstrak sebagai Antipiretik pada Tikus Putih
Biji Buah Duku (Lansium domesticum) Jantan. Penelitian Dosen Muda Fakultas
pada Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Vaksin DPT. Skripsi Jurusan Pendidikan Bogor yang tidak dipublikasikan, hal.8
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas 14. Syarifah, Luthfiana. 2010. Efek
Sriwijaya yang tidak dipublikasikan, hal. Antipiretik Ekstrak Herba Meniran
1-2 (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Tikus
6. Gunawan, S. Gan. 2012. Farmakologi Putih (Rattus norvegicus) Dengan
dan Terapi. Edisi 5. Badan Penerbit Demam Yang Diinduksi Vaksin DPT.
Fakultas Kedokteran Universitas Skripsi Jurusan Pendidikan Dokter
Indonesia. Jakarta. Umum Fakultas Kedokteran Universitas
7. Gitasari, Y.D. 2011. Aktifitas Antibakteri Sebelas Maret yang tidak dipublikasikan,
Fraksi Aktif Daun Lidah Mertua hal. 37
(Sansevieria trifaciata Prain). Skripsi 15. Suwertayasa, M.P. 2013. Uji Efek
pada Jurusan Agronomi dan Holtikultura Antipiretik Ekstrak Etanol Daun
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Tembelekan (Lantana camara L.) Pada
Bogor yang tidak dipublikasikan, hal.23 Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jurnal
8. Lombogia, B., F. Budiarso, W. Bodhi. Ilmiah Farmasi- Universitas Sam
2016. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Ratulangi 2(3): 45-49
Lidah Mertua (Sansevieria trifaciata 16. Jong, D.M., Suranto, A., Gunardi, H., dan
folium) terhadap Pertumbuhan Bakteri Tumbelaka, A.R. 2001. Kejadian Ikutan
Escherichia coli dan Streptococcus sp. Pasca Imunisasi Vaksin Kombinasi
Journal e-Biomedik 4(1): 56 DPwT (Sel Utuh) dan Hepatitis B. Sari
9. Lafuante, A. Garcia., Guillamon, Eva., Pediatri 3(2): 72-6
Villares, Ana., Mauricio, A. Rostagno,
dan Martinez, J. Alfredo. 2009.
17. Anochie, I. Philip. 2013. Mechanism of Muthappan. 2009. Analgesic and
Fever in Humans. International Journal Antipyretic Effects of Sansevieria
Microbiology Immunology 2(1): 37-43 trifaciata Leaves. African Journal
18. Sunilson, A. Jebe, P. Jayaraj, R. Traditional Complementary and
Varatharajan, T. John, J. Jisha, M. Alternative Medicine 6(4): 529-533

Anda mungkin juga menyukai