Anda di halaman 1dari 10

Al-Kafalah.

Iaitu memberi komitment untuk meletakkan tanggungan orang lain


ke atas dirinya, terhadap apa jua tuntutan sama ada barangan atau harta atau
dirinya. Contohnya seseorang itu meletakkan dirinya sebagai penjamin kepada
seseorang yang berhutang, jika orang itu gagal membayar hutangnya. Tetapi
orang itu tidak boleh menggantikan dirinya untuk menerima hukuman seperti
potong tangan, jika si pencuri lari daripada hukuman, tetapi boleh menjamin dari
aspek kewangan. Akad ini diharuskan oleh Syariah (tertakluk kepada terma dan
syarat). Kontrak ini mengandungi unsur jaminan atau dhaman, dan merupakan
kontrak sukarela, seseorang yang menjamin tidak boleh mengambil sebarang
upah daripada yang dijamin.

Bab 11 Kafalah (Penjaminan)


Posted on September 23, 2010 by Pasar Islam Bandung


Allah Swt berfirman, Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala
raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan
makanan(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. (Q.S. Yusuf 12 :
72)
1. A. PENGERTIAN
A. 1. Menurut bahasa
Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban)
dan zamaah(tanggungan)
1. 2. Menurut syara
A. a. Menurut madzhab Maliki
Al-Kafalah adalah Orang yang mempunyai
hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri
yang disatukan, baik menanggung pekerjaan yangsesuai (sama) maupun
pekerjaan yang berbeda. (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Mazahib al-
Arbaah, hal. 223)
1. b. Menurut madzhab Hanafi
Al-Kafalah mempunyai 2 pengertian :
- Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam penagihan,
denganjiwa, utang atau zat benda.
- Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam pokok (asal)
utang. (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Mazahib al-Arbaah, hal. 221)
1. c. Menurut madzhab Syafii
Al-Kafalah adalah akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap
pada tanggungan(beban) yang lain atau menghadirkan zat
benda yang dibebankan atau menghadirkanbadan oleh orang
yang berhak menghadirkannya. (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Mazahib al-
Arbaah, hal. 225)
1. d. Menurut madzhab Hanbali
Al-kafalah adalah Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang
lain sertakekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang
yang mempunyai hak menghadirkan 2 harta (pemiliknya) kepada orang
yang mempunyai hak. (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala Mazahib al-Arbaah,
hal. 224)
Setelah diketahui definisi-definisi al-kafalah atau al-dhaman menurut para ulama di
atas maka al-kafalah atau al-dhaman ialah menggabungkan 2
beban (tanggungan) dalampermintaan dan utang.
1. B. DASAR HUKUM
A. 1. Al-Quran
Allah Swt berfirman, Yaqub berkata: Aku sekali-kali tidak akan
melepaskannya(pergi) bersama-sama
kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguhatas nama Allah,
bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu
dikepung musuh. Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Yaqub
berkata: Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini). (Q.S. Yusuf 12 :
66)
Allah Swt berfirman, Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala
raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan
makanan(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. (Q.S. Yusuf 12 :
72)
1. 2. As-Sunnah
Rasulullah Saw bersabda, Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang
menjamin hendaklah membayar. (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi Saw pernah menjamin 10 dinar dari
seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan
untuk menagih sampai sebulan maka hutangsejumlah
itu dibayar kepada penagih. (HR. Ibnu Majah)
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya telah dibawa ke hadapan Nabi Saw jenazah
seseorang, mereka berkata kepada beliau, Ya Rasulullah, shalatkanlah mayat ini.
Beliau bertanya, Adakah dia meninggalkan harta?. Mereka menjawab, Tidak.
Apakah ia ada meninggalkan hutang?. Jawab mereka, Ada, hutangnya 3
dinar. Beliau berkata, Shalatkanlah teman kalian itu. Abu Qatadah berkata,
Shalatlahatasnya ya Rasulullah, sayalah yang menanggung utangnya.
Kemudian Nabi Sawmenyalatinya. (HR. Bukhari, An-Nasai & Ahmad)
1. 3. Ijma
Ijmaulama membolehkan (mubah) dhaman dalam muamalah karena dhamans
angat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan
modaldalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada
jaminan dariseseorang yang dapat dipercaya,
apalagi usaha dagangannya besar.
1. C. RUKUN
A. Adh-Dhamin (orang yang menjamin)
B. Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang)
C. Al-Madhmun anhu (orang yang berhutang)
D. Al-Madhmun (objek jaminan) berupa hutang, uang, barang atau orang
E. Sighah (akad/ijab)
1. D. SYARAT
A. Adh-dhamin yaitu orang yang menjamin dimana
ia disyaratkan sudahbaligh, berakal, merdeka dalam mengelola harta
bendanya/tidak dicegahmembelanjakan hartanya (mahjur)
dan dilakukan dengan kehendaknyasendiri.
Dengan demikian anak-anak, orang gila dan orang yang di
bawah pengampunantidak dapat menjadi penjamin.
1. Al-Madhmun lahu yaitu orang yang berpiutang, bisa disebut
juga mafkul lahu.Syaratnya yang berpiutang diketahui oleh orang
yang menjamin karena manusiatidak sama dalam hal tuntutan, ada
yang keras dan ada yang lunak.
Hal
ini dilakukan untuk kemudahan dan kedisiplinan terutama dimaksudkanunt
uk menghindari kekecewaan di belakang hari bagi penjamin,
bila orang yangdijamin membuat ulah.
1. Al-Madhmun anhu adalah orang yang berutang, tidak
disyaratkan baginyakerelaan terhadap penjamin karena pada
prinsipnya hutang itu harus lunak, baikorang yang
berhutang rela maupun tidak. Namun lebih baik dia rela/ridha.
2. Al-Madhmun adalah utang, barang atau orang. Disebut juga madmun
bih ataumakful bih. Disyaratkan pada madhmun dapat diketahui dan tetap
keadaannya(ditetapkan), baik sudah tetap maupun akan tetap.
Oleh karena itu tidak sah dhaman (jaminan), jika objek jaminan hutang tidak
diketahui dan belum ditetapkan karena ada kemungkinan hal ini
ada gharar(tipuan/ketidakjelasan)
1. Sighat atau lafadz adalah pernyataan yang diucapkan oleh penjamin,
disyaratkan keadaan sighat mengandung makna menjamin, tidak
digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.
Umpamanya Saya menjamin hutangmu kepada si A dan sebagainya yang
mengandung ungkapan jaminan.
Lafadz-lafadz yang menunjukkan al-kafalah menurut para ulama adalah
seperti lafadz : Tahammaltu, takaffultu, dhammintu, ana kafil laka, ana
zaim, huwa laka indi, atau huwa laka alaya.
Shighat hanya diperlukan bagi pihak penjamin. Dengan
demikian, kafalah/dhamanhanya pernyataan sepihak saja.
Hendaknya diingat bahwa jaminan berlaku hanya
menyangkut harta dengan sesama manusia saja, tidak dengan Allah.
Contohnya : menjamin hukuman qishash bagi pembunuh dan potong
tangan bagipencuri. Hukuman tersebut harus dijalani langsung
oleh pelakunya dan tidak boleh dialihkan kepada orang lain.
1. E. MACAM-MACAM KAFALAH
Secara umum kafalah dibagi menjadi 2 bagian :
1. Kafalah bil wajh (kafalah dengan jiwa)
Yaitu adanya keharusan pada pihak penjamin (al-kafil/al-dhamin/al-zaim)
untukmenghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia
janjikan tanggungan (makfu lahu). Penjaminan yang menyangkut
masalah manusia hukumnya mubah (boleh).Orang yang ditanggung tidak
mesti mengetahui permasalahan
karena kafalahmenyangkut badan bukan harta.
Contohnya : A menjamin menghadirkan B
yang sedang dalam perkara mahkamah(pengadilan)
pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
Penjaminan tentang hak Allah seperti had al-khamar dan had menuduh
zina tidak sah, sesuai hadits Rasulullah Saw bersabda, Tidak
ada kafalah dalam had. (HR. Baihaqi)
Menurut
madzhab Syafii bahwa kafalah dinyatakan sah dengan menghadirkanorang
yang terkena kewajiban menyangkut hak
manusia seperti qishash dan qadzafkarena kedua hal tersebut
termasuk hak yang lazim. Bila menyangkut had yangtelah ditentukan oleh Allah
Swt maka hal itu tidak sah dengan kafalah.
Menurut madzhab Maliki, jika
seeorang menjamin akan menghadirkan seseorang maka orang
tersebut wajib menghadirkannya. Bila ia tidak dapat menghadirkannya,
sedangkan penjamin masih hidup atau penjamin itu berhalangan hadir
makapenjamin wajib membayar utang orang yang ditanggungnya.
Menurut madzhab Hanafi bahwa penjamin (kafil/dhamin) harus
ditahan sampai ia dapat menghadirkan orang tersebut
atau sampai penjamin mengetahui bahwa ashiltelah wafat. Dalam keadaan
demikian penjamin tidak berkewajiban membayar denganharta kecuali ketika
menjamin mensyaratkan demikian (akan membayarnya).
Menurut madzhab Syafii, bila ashil telah wafat maka kafil tidak
wajib membayarkewajibannya karena ia tidak menjamin harta
tetapi menjamin orangnya dankafil dinyatakan bebas tanggung jawab.
1. Kafalah bil mal (kafalah dengan harta) yaitu kewajiban yang
mesti ditunaikanoleh dhamin/kafil dengan pembayaran (pemenuhan) harta
. Kafalah harta ada 3 macam :
A. a. Kafalah bi al-dayn
Adalah kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain. Contoh :
Amenjamin utang B kepada C.
1. b. Kafalah dengan penyerahan benda
Yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang
lain, seperti mengembalikan barang yang di-
ghasab dan menyerahkan barang jualankepada pembeli, disyaratkan materi
tersebut yang dijamin untuk ashil seperti dalam kasus ghasab. Namun
bila bukan berbentuk jaminan, kafalah batal.
Contoh : A menjamin mengembalikan barang yang dipinjam oleh B kepada C.
Apabila Btidak mengembalikan barang itu kepada C maka A wajib
mengembalikannyakepada C.
1. c. Kafalah dengan aib
Adalah bahwa barang yang didapati berupa harta terjual dan
mendapat bahaya(cacat) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal
lainnya maka ia(pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak
pembeli pada penjual, seperti jikaterbukti barang yang dijual adalah milik
orang lain atau barang tersebut adalahbarang gadai.
1. F. PELAKSANAAN KAFALAH
Kafalah dapat dilaksanakan dalam 3 bentuk yaitu :
1. 1. Munjaz (tanjiz)
Adalah tanggungan yang ditunaikan seketika, seperti seseorang berkata,
Sayatanggung si Fulan dan saya jamin si Fulan sekarang.
Apabila akad penanggungan terjadi maka penanggungan
itu mengikuti akad utang, apakah harus dibayar ketika
itu, ditangguhkan atau dicicil kecuali disyaratkanpada penanggungan.
1. 2. Muallaq (taliq)
Adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang
berkata, Jika kamu mengutangkan pada anakku maka aku yang
akan membayarnya atau Jika kamu ditagih A maka aku yang
akan membayarnya.
1. 3. Muaqqat (tauqit)
Adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu waktu,
sepertiucapan seseorang Bila ditagih pada
bulan Ramadhan maka aku yang menanggungpembayaran utangmu. Menurut
madzhab Hanafi penangguhan seperti ini sah tetapi menurut madzhab
Syafii batal.
Apabila akad telah berlangsung maka madmun
lahu boleh menagih kepada kafilatau kepada madhmun anhu, hal
ini dijelaskan oleh jumhur ulama.
1. G. PEMBAYARAN DHAMIN
Apabila orang yang menjamin (dhamin) memenuhi kewajibannya
denganmembayar utang orang yang ia jamin,
ia boleh meminta kembali kepada madhmun anhu apabila pembayaran itu
atas izinnya.
Dalam hal ini para ulama sepakat, namun mereka berbeda pendapat
apabilapenjamin membayar atau menunaikan beban orang yang ia jamin tanpa
izin orangyang dijamin bebannya.
Menurut Syafii dan Hanafi bahwa membayar utang orangyang dijamin tanpa
izin darinya adalah sunnah dan dhamin tidak punya hak untuk minta ganti
rugi kepada madhmun anhu. Menurut madzhab Maliki, dhamin berhakmenagih
kembali kepada madhmun anhu.
Menurut Ibnu Hazm, dhamin tidak berhak menagih kembali kepada madhmun
anhu atas apa yang telah ia bayarkan baik dengan izin madhmun
anhu maupuntidak. Kafil berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak da
ri tuntutankecuali membayar atau madhmun lahu membebaskan utang
untuk kafil adalahmem-fasakh-kan (menghapus) akad kafalah,
sekalipun madhmun anhu dan kafiltidak rela.
Pengertian Al-Kafalah

Al-kafalah berasal dari kata ( menanggung) merupakan jaminan yang


diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti
mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Pada dasarnya akad kafalah
merupakan bentuk pertanggungan yang biasa dijalankan oleh perusahaan.

B. Landasan Syari'ah
Dasar hukum untuk akad kafalah ini dapat dilihat di dalam al-Qur'an, al-Sunnah
dan kesepakatan para ulama, sebagai berikut

1. Al-QURAN

Allah SWT. berfirman: "Penyeru-penyeru itu berkata "Kami kehilangan piala


raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya."( surat Yusuf (12): 72)

2. AS-SUNNAH

Jabir r.a. menceritakan: Seorang laki-laki telah meninggal dunia dan kami
telah memandikannya dengan bersih kemudian kami kafani, lalu kami bawa kepada
Rasulullah SAW. Kami bertanya kepada beliau: "Apakah Rasulullah akan
menshalatkannnya?". Rasulullah bertanya: Apakah ia mempunyai hutang?". Kami
menjuwab: "Ya, dua dinar." Rasulullah kemudian pergi dari situ. Berkatalah Abu
Qatadah : "Dua dinar itu tanggung jawabku." Karenanya, Rasulullah SAW. bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menunaikan hak orang yang memberi hutang dan si
mayit akan terlepas dari tanggung jawabnya." Rasulullah lalu menshalatkannya.
Pada keesokan harinya beliau bertanya kepada Abu Qatadah tentang dua dinar itu
dan dijelaskan, bahwa ia telah melunasinya. Rasulullah SAW. bersabda: "Sekarang
kulitnya telah sejuk." (H.R. Bukhari).

Rasulullah SAW. bersabda: "Hutang itu harus ditunaikan, dan orang yang
menanggung itu harus membayarnya." (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi dan
dishakhihkan oleh Ibnu Hibban).

C. IJMA ULAMA

Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam pada
masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada
sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga
didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat
bagi orang-orang yang berhutang .

a. Rukun Dan Syarat Kafalah


Adapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa lileratur fikih
terdiri atas:

1. Pihak penjamin/penanggung (kafil), dengan syarat baligh (dewasa), berakal


sehat, berhak penuh melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela
(ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2. Pihak yang berhutang (makful 'anhu 'ashil), dengan syarat sanggup
menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh
penjamin.|
3. Pihak yang berpiutang (makful lahu), dengan syarat diketahui identitasnya,
dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
4. Obyek jaminan (makful bih), merupakan tanggungan pihak/orang yang
berhutang (ashil), baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan
oleh pejamin, harus merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin
hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah, dan
spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari'ah (diharamkan).

b. Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung

Mengenai siapa orang-orang yang dapat ditanggung, para ulama fikih


menyatakan, bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menerima
jaminan/tanggungan tersebut. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai orang
yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkan harta warisan. Menurut pendapat
Imam Malik dan Syafi'i, hal yang demikian boleh ditanggung. Alasannya adalah
dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas tentang ketidaksediaan Nabi SAW.
menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah hutang. Sedangkan Imam
Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan bahwa tanggungan tersebut tidak
berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan orang
yang pailit[1].

Jumhur fuqaha' juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan


kepada orang yang dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir.
Tetapi Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya.

c. Obyek Tanggungan

Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah


harta. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: Penanggung itu menanggung
kerugian. Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung
adalah berupa harta, maka hal ini dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut:

1. Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi


tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa
hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi
tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak
diketahui, maka dikhawatirkan akan terjadi gharar.
2. Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentu
yang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti 'ariyah
(pinjaman) atau wadi 'ah (titipan), maka kafalah tidak sah.
3. Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual
kepada pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual-
belikan.

D. Macam-macam Kafalah[2]

1. Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.


Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan
jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.

2. Kafalah bi an-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank
dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan jaminan
untuk tujuan tertentu.

3. Kafalah bi at-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin


pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian
jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam
bentuk kerjasama dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi
bank dapat berupa deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut
uang jasa/fee kepada nasabah tersebut.

4. Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu
dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini
dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).

5. Kafalah al-muallaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari


kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan
tujuan tertentu pula.

E. Upah Atas Jasa Kafalah

Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang upah atas jasa kafalah


ini yang ia kemukakan dengan mengawali sebuah pertanyaan: "Bolehkah si
penjamin mengambil upah atas jasanya itu?" Kemudian ia menjelaskan bahwa,
ulama kontemporer, seperti Mustafa Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat
Imam Syafi'i, berpandangan bahwa pemberian uang (fee) kepada orang yang
ditugaskan untuk mengadukan suatu masalah kepada raja tidak dapat dianggap
sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap sebagai upah (ju'alah), dan hukumnya
sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya. Ulama lain, Abdu al-Sai' al-Misri
mengatakan, bahwa seorang penanggung/penjamin haruslah mendapatkan upah
sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin. Pendapat ini membuka peluang
dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko yang dipikul oleh si penjamin dalam
memperhitungkan upahnya[3].

F. Akibat-akibat Hukum Kafalah

Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang), maka kafil
berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluar dari kafalah,
kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi beban 'ashil (orang yang
ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang)
-dalam hal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil, atau ia mengundurkan diri dari
kafalah. la berhak mengundurkan diri, karena memang itu haknya.

Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad
kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam
hal orang yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidak mengetahui
tempatnya, maka si penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabila ia
mengetahui tempatnya, maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung
diberikan waktu yang cukup untuk keperluan tersebut.

G. Penerapan Kafalah Dalam Perbankan Syariah

Sebagaimana dimaklumi, bahwa kafalah (bank garansi) adalah jaminan yang


diberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada
pihak lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.
BG merupakan fasilitas non dana ( Non Funded Facility ) yang diberikan Bank
berdasarkan akad Kafalah bil Ujrah. Bank akan menerbitkan BG sejumlah nilai
tertentu yang dipersyaratkan oleh pihak penerima jaminan yang merupakan
klien/mitra bisnis/ counter part dari Nasabah Bank untuk kepentingan transaksi /
proyek tertentu yang akan dijalankan oleh Nasabah Bank.
Penggunaan dan macam Bank Garansi
- Diberikan kepada pemborong atau kontraktor untuk mengerjakan proyek
- Diberikan untuk menjamin pembayaran (dapat berupa Standby L/C )
Sedangkan Bank Garansi yang umum digunakan dalam rangka proyek, untuk
mendukung usaha konstruksi, adalah:
1. Bid Bond / Tender Bond atau jaminan saat mengikuti tender
2. Advance Payment Bond atau jaminan uang muka

3. Performance Bond atau jaminan pelaksanaan selama masa konstruksi


4. Retention Bond atau jaminan pemeliharaan pasca konstruksi

Bank dalam pemberian garansi ini, biasanya meminta setoran jaminan sejumlah
tertentu (sebagian atau seluruhnya) dari total nilai obyek yang dijaminkan. Di
samping itu, bank memungut biaya sebagai ju'alah dan biaya administrasi.

Anda mungkin juga menyukai