a
ar
nt
sa
KARYA: AGUS NOER
Nu
ul
nd
Ba
k
po
lom
Ke
Lakon Sidang Susila (karya Ayu Utami dan Agus Noor) dipentaskan pertama kali oleh
Teater Gandrik, pada tanggal 21-23 Februari 2008 di Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Inilah lakon yang menggambarkan satu upaya monopoli kebenaran moral. Sebuah zaman,
ketika Undang-undang Susila ditegakkan, yang bayang-bayangnya seperti sudah bisa
terasakan ketika naskah ini ditulis. Sebuah zaman yang menyeramkan tetapi juga penuh
kekonyolan. Bagi Anda, yang sudah menyaksikan pementasan lakon itu, file naskah
a
lakon ini bisa menjadi bacaan sekaligus mencoba membayang-bayangkan bagaimana
ar
proses kerja penafsiran estetik telah berlangsung dari jagat teks ke jagat panggung,
sebagaimana yang kemudian tampak dalam pementasan Teater Gandrik itu.
nt
Bagi yang belum sempet menyaksikan (semoga saja bisa menontonnya apabila lakon ini
dipentasulangkan oleh Teater Gandrik) file ini bisa menjadi bacaan sembari
sa
mengimajinasikan bagaimana panggung berlangsung. Membaca naskah lakon, memang
seperti menyusun adegan dalam panggung yang tergelar dalam kepala. Ini, siapa tahu,
Nu
bisa jadi obat kagol, lantaran tak sempat menyaksikan pertunjukannya.
Tetapi, siapa tahu, kelompok teater lain berminat mementaskan. Tentu saja, naskah ini
terbuka bagi kelompok teater mana pun. Artinya, naskah ini boleh dipentaskan di mana
pun kapan pun oleh siapa pun, sepanjang memberitahukan pada penulis, tentu sekadar
ul
untuk sopan santun. Satu hal lagi, Anda boleh mengutip sebagian atau seluruh bagian
naskah ini, sepanjang itu tidak digunakan untuk kepentingan bisnis.
nd
Nah, sekarang, Anda silakan baca file naskah Sidang Susila ini..
Ba
Apabila naskah ini dipentaskan, harap menyertakan tanda 17 tahun keatas pada poster
dan semua elemen publikasi lainnya, termasuk tiket dan buku acara, untuk menyatakan
k
kalau tontonan ini lebih baik ditonton oleh para penonton yang memang sudah dewasa.
po
Ini juga dimaksudkan, bahwa tanpa undang-undang yang mengatur moralitas, sebagai
masyarakat kita pun sesungguhnya (sudah) bisa mengatur diri sendiri.
lom
Ke
OPENING
a
Muncul serombongan Polisi Moral, yang berjalan menderap, tegas. Seakan mengawasi
ar
keadaan dengan sikap waspada dan curiga.Tampak segerombolan orang yang
mengendap-endap menghindari Polisi Moral itu. Orang-orang itu ketakutan, langsung
nt
sembunyi begitu melihat Polisi Moral melintas. Sementara Polisi Moral itu terus berderap
melintas, bagai menyebar ke seluruh penjuru kota. Mengawasi keadaan. Memasang
bermacam tanda gambar yang penuh larangan.
sa
Ketika para Polisi Moral itu akhirnya melintas pergi, segerombongan orang yang tadi
Nu
mengendap-endap itu tampak gembira. Tampak mereka kemudian bersiap untuk
menggelar tayuban.
SATU ul
Tayuban sedang berlangsung di sebuah tempat di pingiran kota
nd
Para penari tayub asik ngibing. Orang-orang yang yanggembira pun ikut menari dan
berteriak-teriak menyenggaki goyang para penari. Mira, seorang penari tayub bergerak
sensual, mengundang gairah para lelaki yang ikut berjoget. Suasana meriah dan
Ba
bergairah.
aneka bentuk, kitiran, dll. Begitu melihat sesila muncul, Mira langsung menyambut
po
dengan genit.
Beberapa penari tayub yang lain pun segera mengrubungi Susila, seolah Susila sudah
akrab dengan mereka, sudah terbiasa datang ke tempat itu.
Ke
MIRA: Ealahhh, sudah, sudah! Apa ndak liat kalo dia pinginnya sama saya!
Mira langsung menarik Susila untuk ikutan ngibing. Maka Susila pun segera menari.
Tubuhnya yang tambun terlihat erotis tetapi juga lucu ketika menari. Gerakan tarinya
komikal dan mengundang tawa. Sampai kemudian Susila terlihat kelelahan, lalu istirahat
sembari kipas-kipas. Tubuh tambunnya yang berkeringat membuat ia sumuk, lalu mulai
a
membuka kancing bajunya. Tampak susu Susila yang kimplah-kimplah. Mira mengelus-
ar
elus susu Susila, hingga Susila merem-meleki ganjen, sambil terus memandangi penari
tayub itu. Seperti mengkhayalkan hal-hal yang erotis.
nt
Muncul seorang lelaki, sikapnya hati-hati, mendekati Mira. Laki-laki ini segera menarik
Mira, menjauhi Susila. Tampak Mira dan laki-laki itu berbisik-bisik, bercakap-cakap
sa
rahasia. Tampak lelaki itu memberikan segulungan ketas pada Mira. Mira memperhatikan
kertas itu.
Nu
Susila tampak tertarik, dan mendekati Mira. Tetapi begitu melihat Susila mendekat, Mira
segera cepat-cepat menggulung dan menyembunyikan kertas itu. Sementara lelaki yang
tadi memberikan segulungan kertas pada Mira langsung menyelinap pergi
ul
SUSILA: Ada apa?
nd
MIRA: Ndak apa-apa Ayo sudah nari saja lagi
Maka Mira pun langsung mengajak Susila menari. Suasana makin ramai dan gayeng.
Ba
Mira langsung cekikikan genit ketika Susila menggelitik perutnya. Tayuban terus
berlangsung. Tarian makin hot.
Mendadak terjadi kepanikan. Muncul beberapa Polisi Moral yang langsung mengobrak-
k
abrik tayuban itu. Para penari dan pengunjung yang lain langsung kabur. Susila yang
po
bertubuh tambun terlihat kaget, bingung dan hanya melongo memandangi itu semua. Ia
ingin ikut lari juga, tapi tubuhnya yang tambun tak bisa membuatnya bergerak cepat.
lom
Beberapa Polisi Moral langsung mengepung Susila. Senapan-senapan dengan lampu infra
merah mengarah ke tubuh Susila. Susila hanya mengangkat tangan kebingungan. Titik-
titik merah terlihat memenuhi tubuh Susila. Susila hanya bisa pasrah ketika para Polisi
Moral itu meringkusnya dengan jaring yang dilemparkan. Susila terlihat kebingungan,
Ke
Seperti mendapat tangkapan paus besar, para Polisi Moral itu langsung menyeret dan
menggelandan Susila. Beberapa petugas itu langsung membawa dagangan Susila
Perlahan lampu meredup. Hanya terdengar teriakan dan lolongan Susila. Mengingatkan
pada inkuisisi yang penuh kekerasan. Sayup-sayup suara Susila makin lemah dan
menghilang.
a
DUA
ar
Ketika lampu menyala di satu tempat, terlihat Ibu Jaksa penuh gaya memberi keterangan
nt
pers di hadapan wartawan yang mengerubutinya.
JAKSA: Tepat pukul kosong kosong lebih kosong kosong, Undang-undang Susila telah
sa
ditetapkan secara sah dan meyakinkan. Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka
secara resmi dan konstitusional kita telah menjadi bangsa yang bermoral. Untuk itu
Nu
secepatnya kita juga akan menyusun Garis-garis Besar Haluan Moral Negara
Bertepatan dengan itulah, kami mencanangkan Gerakan Nasional Moral Bangsa untuk
mencapai moralitas yang adil dan beradab. Kami sudah menggelar razia moral. Dan
Alhmandulillah, kami telah berhasil menangkep dari pada seorang penjahat moral, yang
secara terang-terangan melakukan tindakan pornografi dan pornoaksi
ul
Para wartawan mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan
nd
JAKSA: Tenang tenangSemua akan saya jawab Tapi tolong dicatat yang baik.
Jangan sampai salah kutip Nanti saya mesti repot membuat bantahan.
Ba
JAKSA: Detailnya nanti saya informasikan setelah penyidikan. Tapi yang jelas, orang ini
k
JAKSA: Segera. Secepatnya. Ini prioritas kasus yang akan kami ungkap secara tuntas.
Agar masyarakat tahu, kalau kita tidak main-main dalam menegakken Undang-undang
Susila ini.
Ke
WARTAWAN: (Memotong dengan cepat) Bukankah Undang-undang ini bentuk lain dari
represi moral?
JAKSA: Berdasarkan laporan yang saya terima, orang ini boleh dibilang penjahat moral
paling menjijikkan Jorok.. Bau busuk
a
ar
Di dalam sel, Susila kentut begitu keras. Terdengar seperti suara orang terserang mencret,
dan Susila sampai menutup hidung tak tahan dengan bau tainya sendiri
nt
JAKSA: Dia penjahat moral paling berbahaya. Karena itulah, kami menempatkannya di
sel khusus, dengan penjagaan ekstra ketat.
sa
Lampu di bagian Bu Jaksa meredup. Bu Jaksa dan para wartawan exit. Di panggung
Nu
tinggal terlihat Susila yang masih duduk terkantuk-kantuk sedang berak di closet.
Bersamaan lenyapnya Bu Jaksa itu, terdengar suara mencret yang menggelontor panjang.
Dan Susila terlihat begitu lega
TIGA
ul
Susila bangkit dari closet. Ia menuju papan tempat tidur, duduk di situ dan memandangi
nd
selnya. Ia terlihat kebingungan dan tak mengerti kenapa ia berada di sel itu. Ia berusaha
tiduran, tapi kerepotan karena tempat tidur itu begitu kecil dan sempit untuk tubuhnya
yang tambun. Lalu ia bangkit, mengambil gelas seng yang tergeletak di pojok. Melihat isi
Ba
gelas itu, lalu meminumnya, menenggak Tapi rupanya gelas itu sudah kosong. Di
tumpahkan ke telapak tangannya berkali-kali, tak ada setetes air pun menetes dari gelas
itu. Ia terlihat berfikir sejenak, lalu tersenyum seperti memperoleh ide cemerlang
Susila pun segera meludah berkali-kali ke dalam gelas itu, lalu menenggaknya
k
po
SUSILA: Lumayan
Susila terlihat lega, terbebas dari rasa haus di kerongkongannya. Lalu Susila terlihat
lom
bingung lagi. Mengelus perutnya, merasa lapar. Segera ia memukul-mukulkan gelas seng
itu ke jeruji besi, sambil berteriak-teriak memanggil.
Susila terus memukul-mukulkan gelas seng itu ke jeruji besi, terdengar berisik. Sampai
tiba-tiba muncul dua orang petugas, seperti pasukan anti teroris yang siap menyergap,
mengacungkan senjata ke arah Susila. Melihat itu Susila langsung mundur ke belakang,
kaget, sampai gelas yang dipeganginya jatuh
Susila beringsut hendak mengambil gelasnya. Ketika melihat Susila bergerak, dua
petugas itu langsung mundur, seperti ketakutan dan berjaga-jaga kalau Susila bisa
sewaktu-waktu menyerang mereka.
a
Susila mengambil gelasnya, meludah berkali-kali ke dalam gelas itu. Kemudian
ar
menenggaknya Sampai ia gelegekan.
nt
SUSILA: Uenak tenan (Menyorongkan gelas itu ke arah petugas) Mau nyoba
Petugas itu beringsut mundur ketakutan. Tapi tetap dengan senjata siap tembak. Muncul
sa
Petugas Kepala, mengamati Susila. Lalu memberi perintah pada seorang petugas.
Nu
PETUGAS KEPALA: Beri dia ransum!
Salah satu petugas dengan cekatan mengambil piring berisi sekerat makanan dan siap
menyorongkan ke dalam sel Susila, tapi Petugas Kepala itu langsung membentak,
ul
PETUGAS KEPALA: Tolol! Pakai tongkat pengaman!
nd
Petugas itu langsung mengambil tongkat dengan pengait di ujungnya. Lalu petugas itu
menyorongkan piring yang sudah dikaitkan di ujung tongkat itu ke dalam sel. Susila
memandanginya dengan heran, bingung, tak mengerti. Tapi begitu petugas itu menjauh,
Ba
Susila langsung saja menyamber makanan di piring itu, dan menyantapnya dengan
cepat
PETUGAS KEPALA: Saya ingatkan sekali lagi, agar kalian hati-hati. Selama interograsi,
jangan sampai kalian bersentuhan langsung dengan pesakitan. Mana tabung
antiseptiknya?
Ke
Petugas 2 segera membuka sel. Senjata tetap waspada di tangannya. Petugas itu
menyuruh Susila keluar. Sesila terlihat malas, dan agak mengantuk, garuk-garuk
kebingungan melihat sikap para petugas itu yang memandang dan memperlakukannya
begitu jijik. Setiap Susila berusaha mendekati petugas itu, langsung petugas itu menjaga
jarak, takut bersentuhan dengan Susila.
a
ar
Susila disuruh menuju Petugas 1 yang sudah siap di meja. Susila mengulurkan tangan
bermaksuk salaman dengan Petugas 1 itu, tapi Petugas 1 langsung menarik tangannya
nt
menjauh, tak mau bersalaman
sa
Susila segera duduk di hadapan Petugas 1. Dan interograsi pun berlangsung. Petugas 1
Nu
(seakan-akan) mengetik semua jawaban Susila. Sementara petugas 2 siap di belakang
Susila dengan senjata yang siap ditembakkan.
PETUGAS 1: Nama?
Ba
SUSILA: (Latah) Ee, ya.. ya Susila, Pak S. U. S. I. L. A. Itu yang tertulis di KTP. Su-
lom
si-la. Tapi lebih sering dipanggil Susilo. Maklumlah, pak, orang Jawa huruf a
diucapkan o
SUSILA: Ya, Susila juga ndak papa, Pak Soalnya kalau Susilo, nanti dikira nyindir
PETUGAS 1: Lengkapnya?!
PETUGAS 1: Jangan berbelit-belit! Jawab yang jelas. Tidak usah mungkir. Awas, saya
ceples pake penggaris batokmu! Nama lengkap?!
a
SUSILA: Susilo Porno, eh Susila Parna, Pak Bener, Pak Susila, Pak
ar
PETUGAS 1: Pekerjaan?!
nt
SUSILA: Pedagang, Pak Pedagang kaki lima
sa
PETUGAS 1: Pasti kamu jualan VCD porno!
Nu
SUSILA: Tidak, Pak..
SUSILA: (Latah) Eh mungkar mungkir... Mbok jangan bikin kaget toh, Pak Saya
ul
jadi porno eh parno
nd
PETUGAS KEPALA: Jadi bener kamu jualan VCD porno
SUSILA: Kok porno? Parno, Pak Bener, Paksaya jadi parno kalau kaget
Ba
PETUGAS KEPALA: Jawab yang jelas?! Barang-barang porno apa lagi yang kamu
jual?! Kartu remi porno? Tabloid porno? Majalah porno?. (tiba-tiba berbisik) Ada
majalah Playboy tidak? Bisa pesen satu? (kepada Petugas 1 yang terus mengetik) Yang
lom
SUSILA: Saya nggak jualan gituan, Pak Saya cuma jualan mainan
Ke
PETUGAS KEPALA: Jadi kamu jualan mainan sex? Apa saja itu? Kondom bergerigi?
Viagra? Dildo? Vibrator? Boneka Barbie rasa strawberry? Vagina elektrik? (hendak
berbisik)
SUSILA: (Langsung menebak) Pasti mau pesen, toh? Saya nggak jualan gituan, Pak
yang saya jual itu cuma mainan anak-anak
SUSILA: Welah, bagaimana sih Bapak ini Bukan jualan anak-anak, Pak Jualan
mainan anak-anak Jadi yang saya jual itu mainan Bukan anak-anak Saya jualan
mainan anak-anak, karena saya seneng sama anak-anak
a
kamu itu menyukai anak-anak berarti kamu itu fedofil Iya, tidak? Jawab yang yang
ar
jelas
nt
SUSILA : (Jengkel, dan mulai tidak bisa mengendalikan emosi)) Yang nggak jelas itu
siapa? Saya sudah menjawab jelas, malah situ yang pertanyaannya tidak jelas Kan
sudah saya jelaskan, saya ini penjual mainan. Masak begitu saja tidak jelas-jelas
sa
(menarik tangan atau tubuh Petugas 1, agar mendekat) Pen-ju-al ma-in-an Apa masih
kurang jelas?
Nu
Petugas 1 langsung gugup ketakutan, berusaha melepaskan diri, dan langsung berteriak-
teriak.
Dibawah ancaman senjata, Susila di dorong masuk sel. Susila terlihat bingung dengan
semua kepanikan itu. Sel segera dikunci. Petugas 1 masih terlihat gemetaran, ketakutan.
Petugas kepala terus menyemproti tubuh Petugas 1 dengan antiseptik yang bentuknya
k
bisa saja seperti semprotan Baygon cair, atau Hairspray atau tabung penyemprot hama
po
EMPAT
lom
Muncul Hakim, Jaksa dan Pembela, ketiganya menyaksikan petugas kepala yang sedang
menyemprotkan semprotan antiseptik ke tubuh Petugas 1. Sementara Susila sudah
terkunci kembali dalam sel. Pada adegan ini, blocking Pembela selalu berada di belakang,
Ke
seakan tak ingin ketahuan. Pembela itu terlihat menjaga jarak, bahkan sering menjauhi
Hakim dan Jaksa seperti ada yang disembunyikan. Terutama, Pembela selalu menjaga
jarak dengan sel dimana Susila terkurung.
Petugas Kepala terkejut dengan kemunculan tiga pejabat itu, yang terkesan mendadak.
HAKIM: Maaf kami datang mendadak (Menyerahkan koran kepada petugas kepala,
yang segera membacanya) Kita berkejaran dengan waktu. Kasus ini menjadi head line
PETUGAS KEPALA: Kami sedang memprosesnya Saya jamin semua akan lancar dan
tepat waktu. Cuma tadi ada insiden kecil. Pesakitan itu menyerang anak buah saya.
a
PETUGAS KEPALA:enang Saya sudah menyemprotkan antiseptik.
ar
JAKSA: Bisa kami melihat pesakitan? Kami hanya ingin memastikan pesakitan siap
nt
menjalani sidang
sa
Jaksa dan Hakim segera menuju ke sel. Keduanya segera menyorotkan lampu senter yang
Nu
dibawanya ke arah Susila yang meringkuk tak berdaya dan kebingungan dalam sel.
Mereka menyenter Susila, seperti tengah meneliti binatang buruan yang berhasil mereka
tangkap. Susila menutupi matanya, silau oleh sorot lampu senter itu. Hanya pembela
yang mengamati dari jarak agak jauh.
ul
HAKIM: (Sambil terus menyorotkan senter ke Susila) Waduh, waduh memang porno
banget orang ini Lihat itu susunya. (menelan ludah) momplok-momplok montok
nd
banget
JAKSA: (Batuk-batuk kecil) Eghm Eghm Ingat Bapak Hakim dilarang terangsang
Ba
HAKIM: Siapa yang terangsang (Menelan ludah, ekspresinya penuh birahi) Saya
hanya mengatakan kalau susu pesakitan ini memang gede banget Susu paling gede
k
yang pernah saya lihat Bukankah begitu saudara Pembela? Coba lihat
po
PEMBELA: (Kaget, menghindari melihat Susila secara langsung) Eh, iya iya saya
kira itu memang susu paling gede sedunia
lom
JAKSA: Itu susu paling berbahaya se dunia! Karena itulah kita menangkapnya. Susu
itulah yang menjadi sumber penyakit moral!
Ke
HAKIM: Rileks sedikitlah, Bu Jaksa Kita kan tidak sedang di ruang sidang
JAKSA: Maaf, standar moral saya jelas. Di dalam atau di luar sidang kita mesti menjaga
moralitas kita. Ingat, Bapak Hakim, saat ini kita sudah memasuki Orde Moral. Orde
Susila. Orde yang mengatur semua moral dan susila kita.
HAKIM: Tidak perlu menyeramahi saya soal itu, Bu Jaksa Apakah Bu Jaksa
meragukan standar moralitas saya?!
PEMBELA: Bapak hakim tahu ini kasus pertama yang saya tangani. Jadi saya masih
nervous Apalagi menurut saya ini perkara yang terbilang luar biasa
a
ar
HAKIM: Apa kamu tidak ingin melihat pesakitan?
nt
PEMBELA: Tentu, Bapak Hakim Saya ingin berbicara dengan klien saya. Tapi, biar
nanti saja Ee, mungkin saya perlu minta waktu khusus. Ee, maksud saya, saya perlu
bicara berdua saja dengan klien saya.
sa
HAKIM: (Kepada Petugas Kepala) Bagaimana? Apa kamu bisa jamin soal
Nu
kemananannya?
PEMBELA: Terimakasih Tapi saya hanya ingin berdua dengan klien saya. Ini untuk
ul
kepentingan pembelaan Percayalah, saya cukup bisa menjaga diri.
nd
PETUGAS KEPALA: (Setelah menimbang-nimbang) Baiklah Tapi ingat, jangat
terlalu dekat dengan pesakitan
Ba
Lalu Hakim, Jaksa, Petugas Kepala dan para petugas, semuanya exit. Tinggal Pembela
dan Susila yang masih merungkuk di selnya.
LIMA
k
po
Pelan Pembela mendekati sel Susila, menyorotkan senter ke arah Susila. Lalu Pembela
memanggil Susila dengan pelan dan hati-hati,
lom
PEMBELA: Sstt Bangun Bangun Ayo bangun Ada yang harus kita
omongkan
Susila menggeliat
Ke
SUSILA: Lho, kamu kan Utami, to? Kamu anaknya Ngadimin Masih ingat tidak, saya
Pakdemu.. Pakde Sus
a
ar
SUSILA: Piye kabarmu, nduk Ayu bener Utami kowe saiki Wah wah Utami,
Utamitambah semok kamu Wis lulus sekolahmu? Saya denger sekarang kamu jadi
nt
pengarang cabul
sa
SUSILA: Walah-walah kok ya wis gede banget toh susumu Wong dulu waktu kamu
Nu
saya gendong-gendong, masih kecil kayak pentil kok
PEMBELA: Ssttt!!! Pakde ini ndak berubah! Mesum terus. Pantesan Pakde ditangkap
kayak gini! ul
SUSILA: Masak begitu
nd
PEMBELA: (Langsung memotong, tegas) Sudah! Pakde dengarin saja apa yang saya
katakan Nanti di persidangan, saya yang jadi pembela Pakde Tapi nanti Pakde harus
pura-pura tidak kenal saya Jangan sampai orang-orang tahu, kalau kita masih ada
Ba
hubungan darah.
PEMBELA: Sudah, toh. Pakde manut saja. Nurut apa yang saya katakan. Ini strategi,
po
Pakde. Biar kita bisa menang sidang. Kalau nanti ketahuan kita masih famili, saya sendiri
yang repot. Nanti saya malah diserang, dihabisi
lom
PEMBELA: Sssttt.. Sudah toh. Saya tidak suka dibantah. Sudah, jangan ngeyel!
Ke
SUSILA: Lho tapi kan kita memang ada hubungan darah Kalau tidak, ya sudah lama
kamu saya tumpaki
Terdengar seperti ada langkah-langkah kaki Petugas yang mendekat, membuat gugup
Pembela
PEMBELA: Kalau ketahuan saya famili Pakde, saya akan dicap tidak bersih lingkungan!
Nanti saya tidak bisa membela Pakde.
PEMBELA: (Celingukan mendengar suara-suara itu) Pakde ngerti kan maksud saya? Ini
juga buat kebaikan Pakde sendiri
Suara langkah kaki itu makin mendekat, membuat Pembela itu ketakutan dan buru-buru
menyelinap pergi
a
ar
PEMBELA: (Berhenti sejenak dan kembali berkata pada Susila) Ingat, nanti Pakde
harus pura-pura tidak kenal saya.
nt
Panggung perlahan menggelap. Musik transisi, seperti derap langkah kaki itu lama-
kelamaan terdengar seperti menderap menggemuruh, seakan ruangan itu sudah terkepung
sa
ribuang langkah kaki yang menyebar dan menderap ke segenap penjuru
Nu
ENAM
a
TUJUH
ar
Muncul seorang petugas, memberikan pengumunan menjelang sidang. Petugas itu
nt
membawa kentongan, kemudian memukulnya beberapa kali..
PETUGAS: Mohon perhatian. Sidang Susila dengan nomor kasus 001 antara Negara
sa
melawan Susila Parna, segera digelar di Pengadilan Tinggi Negeri Tata Susila. Harap
semua tenang. Segala macam alat elektronik dan telepon selular harap dimatikan, karena
Nu
akan menggangu sistem navigasi persidangan
Petugas memukul kentongan lalu Hakim muncul diikuti Jaksa dan Pembela. Begitu
Hakim, Jaksa dan Pembela on stage, petugas itu exit.
ul
Hakim membuka siding,
nd
HAKIM: Pesakitan harap segera dibawa ke ruang sidang!
Suasana mencekam. Susila muncul dikawal seorang petugas dengan senapan siap
Ba
dua tangan Susila. Dalam todongan senjata Petugas, Susila segera didudukkan ke kursi
po
terdakwa.
PEMBELA: Maaf, Bapak Hakim! Apa ini tidak terlalu berlebihan?! Klien saya bukan
psikopat. Dia bukan sejenis Sumanto soloensis, yang suka memakan daging manusia.
Klien saya sama sekali tidak membahayakan.
Ke
JAKSA: Jangan lupa, dia seorang penjahat susila paling tidak senonoh di negeri ini.
Sodara pasti tahu, penjahat susila sudah pasti jauh lebih berbahaya dari penjahat jenis
biasa. Lebih berbahaya dari pencopet. Lebih berbahaya dari garong. Bahkan lebih
berbahaya dari psikopat yang paling berbahaya.
PEMBELA: Itu terlalu dilebih-lebihkan, Bapak Hakim. Klien saya tidak pernah
melakukan tindakan apa pun yang membahayakan. Klien saya tidak pernah melakukan
JAKSA: Harap diingat Sodara Pembela. Ini bukanlah sidang pidana atau perdata biasa.
Ini adalah sidang tindak susila. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Susila,
para pelanggar susila dengan sendirinya adalah orang yang sakit. Orang-orang sakit jiwa.
Orang yang berpikiran gila. Orang yang otaknya ngeres. Orang yang pikirannya dipenuhi
a
gagasan pornografi dan pornoaksi. Itulah sebabnya para pelanggar susila adalah orang-
ar
orang yang hidup dalam gelimang dosa, Sodara-sodara Mereka sungguh-sungguh
orang yang berbahaya, Sodara-sodara Ukuran bahaya tidak semata ditentukan dengan
nt
tindakan fisik. Tapi juga pikiran! Dan kejahatan yang disebarkan pikiran, sudah barang
tentu jauh lebih membahayakan, Sodara-sodara
sa
PEMBELA: Itulah yang saya anggap berlebihan! Bagaimana pun klien saya sebagai
terdakwa belum tentu bersalah, sampai pengadilan membuktikannya bersalah. Karena itu
Nu
saat ini sangatlah tidak tepat mengatakan dia sebagai pesakitan. Dan satu hal lagi, kita ini
hendak menyidangkan perbuatan atau pikiran?!
JAKSA: Sidang tindak susila bukan hanya berkait tindakan-tindakan yang asusila, tapi
juga pikiran-pikiran yang asusila. Ingat, Bapak Hakim, yang kita sidangkan ini bukan
ul
hanya perbuatan pesakitan. Tapi juga pikiran pesakitan. Pikiran yang dipenuhi gagasan-
gagasan mesum dan cabul. Gagasan-gagasan yang menyebarkan penyakit asusila. Dan
nd
kita tahu, Sodara-sodara, penyakit asu-sila, lebih cepat menular dibanding penyakit asu-
gila!
Ba
JAKSA: Saya hanya ingin menegaskan: yang kita lawan adalah kejahatan pikiran Kita
melawan sebuah ide, Bapak Hakim. Ide yang yang dibungkus kebebasan berekspresi dan
k
keberagaman. Tapi semua itu tak lebih omong kosong, Bapak Hakim. Bagi saya, ide
po
kebebasan berekspresi bukanlah ide yang genial, tapi ide yang bersifat genital. Yakni ide-
ide yang hanya dipenuhi gagasan seputar alat vital. Inilah ide yang lebih berbahaya dari
pada ide komunisme
lom
JAKSA: (Bereaksi keras) Saya tetap keberatan! Itu sama sekali tidak relevan!
HAKIM: Mohon Saudara Pembela menjaga sikap. Ini ruang pengadilan, bukan pasar
hewan. Ya, meski pun saat ini sulit membedakan antara pengadilan dan pasar hewan,
saya harap Saudara Pembela bisa menjaga kesopananLagi pula, saya kan belum
membuka sidang
PEMBELA: (Seolah tak memperdulikan peringatan Hakim) Saya tetap keberatan dengan
semua penyataan Saudara Jaksa yang terlalu berlebihan
Melihat Jaksa dan pembela makin keras bertengkar, Hakim kembali mengetok palu
sidang, memotong!
a
HAKIM: Sudara Pembela dan Jaksa!!! Bicaralah yang pelan. Saya jantungan! Sini
ar
(memberi kode agar Jaksa dan Pembela mendekat.) Harap kalian bisa bekerja sama
menjaga jalannya persidangan. Saling pengertian begitu Seperti kalau biasanya kalian
nt
lagi tawar-menawar uang suap. Ingat, saya belum lagi membuka sidang, lha kok kalian
sudah sibuk berdebat kayak anggota dewan kurang kerjaan
sa
Kemudian Hakim dengan penuh wibawa mengetokkan palu sidang. Sidang telah dibuka!
Jaksa dan Pembela yang sama-sama siap bertempur berada di posisi masing-masing.
Nu
HAKIM: Mohon petugas melepas kepala Pesakitan Maksud saya, melepas tutup
kepala Pesakitan
Seorang petugas segera mendekati Susila. Petugas itu berdiri sebentar di depan Susila,
ul
kemudian segera memakai sarung tangan karet sebagaimana yang dipakai dokter ketika
hendak melakukan operasi, kemudian begitu hati-hati membuka ikatan kepala dan mulut
nd
Susila. Begitu tutup mulut itu terbuka, Susila terlihat sangat lega. Petugas segera
menyingkir, kembali berjaga.
Ba
Susila memandangi Pembela, seperti ingin menyapa. Tapi Pembela segera melengos,
pura-pura tidak mengenal Susila. Pembela terlihat gelisah, apalagi ketika Susila seperti
hendak memangil nama PembelaUntunglah Hakim segera memulai sidang
k
HAKIM: Saudara Pesakitan Harap perhatikan kemari! Apakah benar, nama Saudara
po
SUSILA: Dalem, Pak Hakim Syukur alhamdulillah, saya sehat jasmani dan rohani. Ya,
Ke
cuman agak sedikit mengalami gangguan ejakulasi dini Burung saya, Pak Hakim
(Bersin) Hachi
Hakim dan semua yang hadir di ruang sidang itu langsung menutup hidung mereka.
HAKIM: (Membentak lebih keras) Mohon Saudara Pesakitan menjaga ucapan! Dilarang
ngomong jorok di persidangan!
SUSILA: (Makin kaget, makin latah) Eh jorok jorok keprok Dalem, Pak Hakim
a
(bersin) Burung kok jorok (bersin) Burung saya, eh, saya cuma pingin ngen
ar
HAKIM: (Memotong) Cuk (dan langsung bersin, seakan ketularan Susila) Haicih
nt
SUSILA: Bukan ngencuk, Bapak Hakim tapi ngen
sa
HAKIM: (Kembali memotong) Cuk Haicih Cukkup, masud saya. Cukup!
Nu
SUSILA: (Latah) Eh iya cukup, cukupCukup ngencuknya, Bapak Hakim Tapi saya
tidak mau ngenngencuk, kok Bapak HakimSaya cuma mau ngenngentut
Lalu terdengar kentut yang panjang. Semua menutup hidung. Susila terlihat sangat
lega.Hakim sibuk membersihkan hidungnya yang mendadak bersin-bersin Dan selama
ul
Jaksa dan Pembela berbicara beikut ini, Hakim terus sibuk membersihkan hidungnya
dengan sapu tangan atau tissue.
nd
JAKSA: Lihat sendiri, Bapak Hakim Kita benar-benar menghadapi Pesakitan yang
tidak saja berbahaya, tapi juga tidak punya etika. Dia telah dengan sengaja mengganggu
Ba
jalannya sidang
SUSILA: Saya tidak sakit perut kok Cuma (bersin) hacih flu
po
PEMBELA: Sama saja! Tidak penting sakit perut atau sakit flu, intinya adalah sakit.
Klien saya sedang sakit! Maka sidang ini tidak bisa dilanjutkan!
lom
PEMBELA: (Langsung membentak cepat) Diam! (Lalu kepada Hakim) Klien saya
Ke
mengatakan ia terkena flu Dalam hal ini burungnya yang terkena flu
Hakim menyodorkan tissue yang baru di pakainya kepada Jaksa, Jaksa menerima
kemudian membuang tissue itu, sementara Pembela terus berbicara
PEMBELA: Artinya, ia dan burungnya terkena serangan dari dua arah sekaligus. Seorang
lelaki dan burungnya yang terkena flu, hampir sama artinya dengan seorang ibu dan bayi
yang disusuinya terkena flu.
PEMBELA: Artinya, ia dan burungnya tidak dalam keadaan sehat untuk mengikuti
persidangan! Maksud saya mungkin burungnya yang telah membuatnya terkena flu. Kita
a
tahu flu cepat menular, dan sudah pasti klien saya sedang terkena flu karena itu tidak
ar
mungkin meneruskan persidangan ini.
nt
JAKSA: (Bertepuk tangan, bergaya memuji) Sungguh argumentasi hukum yang benar-
benar luar biasabodoh!
sa
Kemudian mulai di sini, dialog ini dibawakan dengan gaya dinyanyikan, mungkin
bergaya parikan seperti dalam ludrukan, mungkin dengan campuran irama blues atau
Nu
ndangdutan
JAKSA: Saya harap, Sodara Pembela tidak mengaburkan persoalan. Terlalu sering alasan
sakit digunakan untuk menghindari persidangan. Bagaimana pun sidang harus
dilanjutkan, demi keadilan
ul
PEMBELA: (Dinyanyikan) Tidak bisa! Justru demi keadilan sidang harus dihentikan
nd
JAKSA: (Dinyanyikan) Keadilan tak bisa dihentikan. Keadilan harus tetap ditegakkan.
Karena itu tuntutan harus tetap dibacakan
Ba
Musik terus mengalun. Hakim mengetuk palu, sambil sibuk dengan hidungnya yang
gatal.
k
JAKSA: (Dinyanyian) Karna itu pesakitan mesti dihukum seberat-beratnya. Karena dia
telah mengganggu keamanan dan stabilitas moral bangsa
a
Musik dan nyanyian berhenti. Kembali dialog biasa. Sementara Pembela dan Jaksa
ar
berdebat, Susila terlihat mulai kepanasan, sumuk, dan mulai membuka kancing bajunya
dan kipas-kipas dengan tangannya.
nt
PEMBELA: Dalam penjelasan Pasal 4 tersebut dinyatakan bahwa bagian tubuh tertentu
yang sensual adalah antara lain payudara perempuan. Terdakwa adalah seorang laki-laki.
sa
Bukan perempuan. Karena itu tuntutan Jaksa absurd dan tak berdasar.
Nu
JAKSA: Hukum tidak berjenis kelamin, Sodara Pembela! Prinsip hukum itu seperti
slogan Keluarga Berencana: laki-laki atau perempuan sama saja! Karena itulah semua
orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum kecuali, tentu saja, Ketua
Mahkamah Agung ul
HAKIM: Harap Saudara Jaksa tidak keluar dari fakta-fakta persidangan
nd
PEMBELA: Persoalannya, Bapak Hakim Saudara Jaksa memang tidak punya fakta-
fakta yang mendukung semua dakwaannya.
Ba
Hakim terlihat bergairah memandangi Susila yang kepanasan dan mulai membuka
po
JAKSA: Jangan menjawab kalau tidak ditanya! (Kemudian kepada Hakim) Bahkan
Pesakitan ini telah melanggar Undang-undang Susila secara berlapis-lapis, karena
memperjualbelikan barang-barang yang mengandung unsur pornografi.
Ke
PEMBELA: Sekali lagi saudara Jaksa menuduh tanpa bukti dan fakta!
Seorang Petugas segera membawa masuk barang dagangan Susila. Melihat itu Susila
langsung bangkit, dan dengan riang menghambur ke arah dagangannya, seperti
menyambut kekasih yang dirindukannya.
Semua langsung beringsut mundur menghindari Susila. Sementara Susila terus memeluk
dan menciumi mainan-dagangan itu Hakim segera mengatasi keadaan, memukulkan
palu sidangnya.
a
ar
SUSILA: Mainanku Oh mainanku.
nt
HAKIM: (Lebih keras) Duduk!!
SUSILA: (Kaget, latah) Eh kontol duduk Welah kok kontol bisa duduk
sa
HAKIM: Duduk!!!
Nu
SUSILA: Dalem, Pak Hakim
JAKSA: Jadi jelas, Pesakitan ini telah mengakui berdagang barang-barang porno ini!
Ba
SUSILA: Apanya yang porno? Masak mainan gitu dibilang porno. (Berdiri dan
mendekati dagangannya) Coba, mana yang porno? Mana? Apa mata Bu Jaksa picek, gini
lom
dibilang porno? (Mengambil dua balon) Apa yang kayak ini porno, Bu Jaksa?
JAKSA: Itu barang cabul, Sodara Pesakitan! Coba Sodara taruh di dada Saudara
Ke
Dengan bingung dan tak ngerti, Susila menempelkan dua balon itu ke dadanya hingga
mirip payudara
JAKSA: Lihat saja sendiri fungsi pornografis barang itu, yang membuat orang akan
berfikiran mesum karena mengingatkan pada payudara
PEMBELA: Payudara tidaklah cabul. Sesuatu yang sensual dan indah tidak berarti cabul.
Anak-anak yang masih polos bisa melihat keindahan payudara tanpa membuatnya jadi
a
SUSILA: Masa jualan balon melanggar susila? (Sambil masih menempelkan kedua balon
ar
itu di dadanya) Kalau balon kayak gini dianggap mirip payudara, lha ya payudaranya
siapa? Payudaranya Dolly Parton saja nggak segede ini kok Kalau gede kayak gini
nt
bukan payudara Bu Jaksa, tapi tumor Aneh-aneh saja lho Bu Jaksa ini Lalu gimana
kalau balon ini saya letakkan di tempat lain? Apa ya masih porno? Misalnya begini
sa
Susila meletakkan dua balon itu di selangkangannya.
Nu
SUSILA: Gimana kalau begini Apa begini ini kayak biji salaknya raksasa Eh,
maksud saya biji salak raksasa?! Lha kalau bijinya segede ini, lalu segede apa
batangnya? Batang pohonnya maksud saya Apa ya begini porno? Kan tergantung
pikiran orang yang melihat ul
Susila mengambil mainan lainnya, balon yang panjang.
nd
SUSILA: Apa ini juga porno?
Susila memperlihatkan pada yang hadir, tetapi selalu setiapkali Susila mendekat, mereka
Ba
SUSILA: Mainan ini membuat anak-anak bisa berfantasi Berkhayal Tapi kan
tergantung fantasinya. Tidak mesti yang saru-saru. (Meletakkan balon panjang itu di
k
(Meletakkan balon itu di keningnya) Berkhayal jadi unicorn atau punya cula seperti
badak (Meletakkan balon itu di hidungnya) punya hidung mirip Pinokio
(Meletakkan balon itu di perutnya) Punya wudel bodong (Meletakkan balon itu di
lom
SUSILA: (Sampai akhirnya bertanya pada Pembela) Mainan kayak gini kan ya nggak
porno toh, nduk? Bener kan nduk omongan saya?
PEMBELA: Maaf, Anda tak udah usah sok akrab pada saya!
JAKSA: Bagaimana mungkin Sodara Pembela mengatakan semua bukti ini hanya
asumsi? Beruntung sekali kita berhasil menyita bukti-bukti ini! Bagaimana kalau barang-
barang itu beredar luas? Anak-anak kita akan dijejali mainan-mainan porno! Mainan ini
a
adalah cara untuk meracuni pikiran anak-anak kita, Sodara-sodara! Bagaimana nasib
ar
masa depan anak-anak kita, Sodara-sodarabila sejak dini mereka telah dijejali dengan
segala macam bentuk mainan pornografi, Sodara-sodara Puji Tuhan! Ini tidak bisa kita
nt
biarkan, Sodara-sodara!
Bersamaan nada bicara Jaksa yang mulai meninggi, terdengar derap musik yang
sa
menggambarkan serombongan demonstran yang mendekat dan mulai menderap
Nu
JAKSA: (memandang ke arah luar ruang sidang) Lihatlah sodara-sodara kita yang
berbaris berbondong-bondong menghadiri sidang ini!
Lalu terdengar teriakan dan yel-yel para demonstran yang makin mendekat
JAKSA: Dengarlah suara mereka Suara Tuhan yang akan mengazab para pendosa
yang tak bermoral!
k
po
a
Bebaskan Susila Bebaskan Susila
ar
Begitu seterusnya diulang-ulang bebaskan Susila bebaskan Susila. Kepanikan juga
nt
melanda Hakim. Pembela tampak bingung. Jaksa gemetar menahan amarah. Semua
menatap barisan demosntran yang menderap keluar, exit.
sa
Saat itulah muncul Petugas Kepala, panik dan gugup,
Nu
PETUGAS KEPALA: Maaf, Bapak Hakim Ini benar-benar diluar perhitungan kita
Mereka menuntut pembebasan Pesakitan kita
Teriakan dan nyanyian demonstran it uterus terdengar. Petugas Kepala dengan cepat
segera mengamankan Hakim dan Jaksa. Beberapa Petugas langsung menggiring Susila di
ul
bawah ancaman senapan. Musik makin meninggi. Panggung menggelap. Terdengar
teriakan-teriakan itu: Bebaskan Susila! Hidup Susila!.
nd
DELAPAN
Ba
Setelah musik mereda dan teriakan-teriakan mengendap, pada satu sisi panggung cahaya
mulai menerang: terlihat Susila yang terkurung di balik selnya, sementara dua petugas
tampak asik bermain catur.
k
a
dicarikan narkoba Kamu kok malah minta mainan!
ar
SUSILA: Ayo toh mas, beliin saya mainan
nt
PETUGAS 1: Sudah, sudah.! Aku jadi nggak bisa konsen!
sa
SUSILA: Please deh, Mas Cariin saya mainan.
Nu
PETUGAS 2: (Kepada petugas satunya, yang terlihat berfikir memandangi papan catur)
Ayo cepet jalan Apa nyerah? Kamu itu tidak mungkin menang
Petugas 2 bergaya dan bersikap meremehkan, mengambil uang taruhan yang tergeletak di
samping papan catur, kemudian Petugas 2 mengipas-gipaskan uang itu ke muka Petugas
ul
1 yang masih terus serius mengamati papan catur, bingung memikirkan langkahnya.
Susila dari dalam selnya ikut memerhatikan papan catur itu.
nd
Petugas 1 menatap Susila marah, tapi kemudian melihat lagi papan caturnya, dan melihat
po
bahwa omongan Susila itu benar. Dia senang dan segera melangkahkan kudanya seperti
yang dibilangin Susila.
lom
SUSILA: Nah sekarang bentengmu langsung maju Dua langkah pasti langsung mat!
Ke
Petugas 1 kelihatan di atas angin. Petugas 2 kelihatan jengkel. Setelah dua kali langkah,
Petugas 2 benar-benar terkejut.
PETUGAS 1: Skak!
Petugas 2 dengang jengkel segera pergi, exit. Petugas 1 memandang kepergian Petugas 2,
a
meyakinkan kalau rekannya itu memang benar-benar sudah pergi, lalu dengan hati-hati
ar
mendekati Susila
nt
PETUGAS 1: Kamu pinter main catur ya
SUSILA: Keciiil..
sa
Petugas 1 melongok-longok keadaan.
Nu
PETUGAS 1: Ajarin saya, ya
Lalu keduanya mulai menata bidak-bidak catur itu, dengan Susila tetap berada dalam sel.
Hanya tangan Susila yang keluar dari sela jeruji ketika memainkan bidak-bidak catur
Selama percakapan berikut, keduanya terus bermain catur.
k
PETUGAS 1: Sebenarnya saya juga pernah beli mainan sama sampeyan lho Waktu itu
po
anak saya nangis terus minta dibeliin mainan Padahal uang saya kurang Untung
sampeyan mau ngutangi duluIngat tidak?
lom
SUSILA: Saya itu terlalu banyak diutangi orang, Mas Sampe saya susah ngingat siapa
saja yang utang sama saya Apalagi tampang kayak sampeyan ini memang khas dan
spesifik seperti tampang dunia ketiga yang suka ngutang
Ke
Petugas 1 mengeluarkan uang yang tadi didapatnya karena menang main catur, dan
menyodorkannya pada Susila.
Di sisi panggung yang lain, muncul Hakim dan Petugas Kepala, keduanya berjalan
beriringan. Adegan antara Hakim dan Petugas Kepala ini, paralel dengan adegan Susila
dan Petugas 1 yang sedang main catur.
a
ar
HAKIM: Kita tak bisa membiarkan kekacauan ini berkembang!
nt
PETUGAS KEPALA: Saya akan segera membereskan semuanya, Bapak Hakim. Jangan
khawatir
sa
HAKIM: (Mengeluarkan poster bergambar wajah Susila yang memakai baret mirip Che
Gouvara) Lihat poster ini! Dia rupanya telah jadi idola kaum pembangkang. Saya melihat
Nu
poster ini ditempel memenuhi dinding kota!
PETUGAS KEPALA: Intelejen kita sudah mengetahui siapa dibelakang ini semua. Ada
dua kekuatan ekstrem yang harus kita curigari, Bapak Hakim. Pertama kelompok yang
menyebut dirinya GAM Gerakan Anti MoralDan yang kedua adalah gerakan
ul
sparatis OPM Organisasi Penggemar Maksiat Mereka telah menjadikan Susila
sebagai ikon perlawananan mereka. Merekalah yang menggalang perlawanan menentang
nd
diberlakukannya Undang-undang Susila.
HAKIM: Kamu harus membuatnya menyerah. Lakukan segala cara, yang penting dia
mau mengaku salah!
Ke
SUSILA: Kalau saya salah, nggak usah dipaksa juga saya akan ngaku salah. Lha, tapi ini
saya nggak merasa salah apa-apa kok
SUSILA: Diampuni gimana? Lha sidangnya saja belum rampung, kok diampuni Orang
itu harus disidang dulu, dibuktikan kesalahannya. Baru diampuni
a
ar
Hakim dan Petugas Kepala, sambil berjalan beriringan,
nt
PETUGAS KEPALA: Apakah kita benar-benar akan mengampuni pesakitan ini?
HAKIM: Tentu saja tidak. Kita hanya bujuk dia dengan menjajikan ampunan, biar mau
sa
mengaku salah. Kalau dia sudah mengaku salah, berarti dia secara sah telah bersalah. Itu
kesempatan kita menggoroknya
Nu
Susila dan Petugas 1, sambil terus bermain catur,
PETUGAS 1: Posisi kamu ini sekarang lagi susah. Kamu bersalah atau tidak bersalah,
bukan ditentukan apakah kamu memang benar-benar bersalah atau benar-benar tidak
ul
bersalah (Memainkan caturnya) Skak! Kamu salah atau tidak salah, tetap akan
diputuskan salah
nd
PETUGAS KEPALA: Yang penting saya memperoleh dukungan penuh kalau mesti
mengambil tindakan-tindakan darurat.
kamu lakukan untuk kepentingan proyek Syariat Moral ini, kamu pasti memperoleh
po
dukungan.
PETUGAS 1: Atau jangan-jangan kamu merasa untung di penjara begini? Kamu senang
karena sekarang banyak yang memuja kamu Kamu diam-diam menikmati kan?
Ke
PETUGAS 1: Justru karena ditahan begini, kamu jadi dianggap pahlawan oleh banyak
orang. Kamu dijadikan poster. Namamu diteriakkan para demosntran Lalu kamu
merasa ngetop? Kamu rupanya telah mengindap sindrom orang yang merasa dirinya
pahlawan. Kamu memperoleh kepuasan ketika orang di sekelilingmu begitu
memujamu
PETUGAS 1: Apa kamu nggak sadar, orang-orang itu sebenarnya tidak memujamu, tapi
memanfaatkanmu Kamu hanya dijadikan tumbal perlawanan
HAKIM: (Menyerahkan selembar cek) Ini cek untuk kebutuhan dana taktisIni bukan
a
berarti saya memanfaatkan aparat macam kamu lho, ya
ar
PETUGAS KEPALA: Tak usah sungkan-sungkan Saya tak merasa diperalat kok
nt
Karena aparat seperti saya ini memang sudah terbiasa ikhlas diperalatKalau lama tak
diperalat, ayan saya malah kumat Saya kira ini juga akan menstimulus militansi anak
buah sayaBapak Hakim tahu, belakangan ini anak buah saya lebih suka menangkapi
sa
para pelanggar susila, ketimbang menangkapi pelanggar lalu lintasKarena inkam-nya
jauh lebih menguntungkan.
Nu
Sementara Susila yang terlihat marah ngambek, kepada Petugas 1,
SUSILA: Lalu kenapa kamu menuduh saya justru menikmati semua itu?!
PETUGAS 1: Saya khawatir saja kok Khawatir karena saya denger malam ini
k
Susila jadi terlihat gelisah, raut wajahnya seperti dipenuhi bayangan kematian
lom
PETUGAS KEPALA: Saya berani menjamin loyalitas para anak buah saya, Bapak
Hakim
PETUGAS 1: Makanya, cepat pergi Pergi Kamu lihat, pintu sel sengaja tak saya
kunci Kamu bisa pergi sebelum tengah malam nanti
PETUGAS 1: Pergilah pergilah Saya nggak ingin melihat kamu dihukum mati.
Hakim dan Petugas Kepala yang sudah berdiri di belakang Petugas 1 itu langsung
menghardik,
a
ar
HAKIM: (Menghardik) Kamu yang pantas dihukum mati!!
nt
Petugas 1 begitu kaget, ia berbalik dan melihat Petugas Kepala dan Hakim yang sudah
berdiri menatapnya. Langsung Petugas 1 mengemasi bidak-bidak catur, memdekap papan
catur itu dengan gemetar
sa
HAKIM: (Kepada Petugas Kepala) Sekarang saya tahu loyalitas anak buah kamu! Saya
Nu
kira kamu cukup cerdas untuk membuktikan loyalitasmu!
Hakim menatap tajam Petugas Kepala, kemudian langsung bergegas pergi, exit. Tinggal
Petugas Kepala menatap penuh amarah pada Petugas 1, membuat petugas satu menggil
ketakutan, lalu berlahan-lahan duduk bersimpuh sembari mendekap papan catur,
ul
PETUGAS 1: Ampun..
nd
Lalu perlahan Petugas 1 itu merangkak, mendekati Petugas Kepala yang terus berdiri
mematung penuh kemarahan.
Ba
Susila memandangi semua itu dari dalam selnya. Ia juga terlihat ketakutan, bingung.
po
Sampai kemudian Petugas 1 itu bersimpuh di bawah kaki Petugas Kepala, memegangi
kakinya, terus memohon ampun. Suara tangis dan ampunan Petugas itu kemudian seperti
tercekat dikerongkongannya, ketika dengan tenang Petugas Kepala mengeluarkan
lom
pistolnya. Petugas kepala itu mengarahkan pistolnya tepat di kepala Petugas 1. Susila
ngeri menyaksikan itu, dan menutup wajahnya. Lalu terdengar letusan senjata. Gelap
seketika.
Ke
Musik transisi
SEMBILAN
PEMBELA: Maaf, saya mesti bertemu wartawan (bergaya sibuk dengan berkas-berkas
yang dibawanya) Saya mesti meluruskan beberapa pemberitaan yang cukup
mengganggu
a
ar
JAKSA: (Dengan santun menghadang Pembela) Sudah lama kita tak makan siang
bersama
nt
PEMBELA: (Dengan santun dan halus) Mungkin lain waktu.
sa
JAKSA: Bukankah dulu kamu selalu mengatakan ngobrol makan siang selalu lebih
menyenangkan dari pada di ruang siding.
Nu
PEMBELA: Tapi ini bukan saat yang menyenangkan untuk itu
Pembela menghindari Jaksa, berbalik bergerak menjauh, tetapi kembali di hadang Hakim,
ul
HAKIM: (Bernada membentak mengancam) Menyenangkan atau tidak. Kamu punya
waktu atau tidak Yang jelas kita mesti bicara! Saya tak terbiasa basa-basi!
nd
PEMBELA: Ciri hakim yang baik memang tak suka basa-basi terutama kalau minta
sogokan
Ba
HAKIM: (Bernada marah, kepada Jaksa) Lihatlah caranya bicara! Gayanya persis
pejuang yang minta perhatian.
k
JAKSA: (Menenangkan suasana) Biarlah saya yang bicara (Kepada Pembela, penuh
po
pengertian) Saya bangga dengan kegigihanmu membela pesakitan itu. Tapi marilah kita
pikirkan hal yang lebih besar. Situasi makin membahayakan keamanan Negara. Pesakitan
itu makin tak terkedali. Kau pasti sudah dengar: pesakitan itu sudah membunuh seorang
lom
petugas!
PEMBELA: Bukan seperti itu yang saya dengar Karena itulah saya berkewajiban
meluruskan berita soal itu!
Ke
HAKIM: (Menyodorkan map) Laporan kronologi peristiwanya ada di sini! Semua tertulis
detail terperinci Pesakitan itu menyerang petugas itu dengan membabi buta,
membunuhnya kemudian memperkosa mayatnya
PEMBELA: (Sambil mengamati membaca kertas-kertas dalam map itu) Saya rasa,
laporan ini hanya merupakan fantasi orang yang menuliskannya.
a
JAKSA: Saya hanya minta kerjasamamu seperti biasanya. Saya tahu, kasus ini peluang
ar
bagi kariermu sebagai pembela. Inilah kesempatanmu masuh dalam deretan sejarah
orang-orang yang dengan gigih memperjuangkan keadilan. Tapi buat apa? Buat apa
nt
keadilan kalau itu hanya akan menghasilkan ketakutan dan kengerian bagi yang lain
HAKIM: (Bernada penuh ancaman) Dan bukan tidak mungkin kengerian itu akan
sa
menimpamu sendiri, anak muda!
Nu
PEMBELA: Itu nasehat ataukah ancaman?!
Jaksa dengan halus mencoba melerai dan menuntun Pembela menjauhi Hakim.
Sementara pada saat bersamaan Jaksa itu juga memberi isyarat kempada Hakim akan bisa
menahan diri (seakan-akan mengatakan, biarlah ia yang bicara dengan Pembela). Dari
ul
sinilah akan makin terasa betapa ada hubungan khusus antara Jaksa dan Pembela.
nd
JAKSA: Kamu jangan salah faham. Kami sama sekali tak mengancammu. Lagi pula,
siapakah sesungguhnya yang mengancam? Dan siapa yang paling merasa terancam?
Sumber ancaman jelas, ditebarkan oleh pesakitan itu. Ia tidak sendirian. Ingatlah orang-
Ba
orang yang kini telah memujanya, yang menganggapnya pahlawan perlawanan. Mesiah
yang akan membebaskan! Yang kita hadapi adalah keyakinan! Pemujaan! Sekte! Aliran
sesat yang memuja kebebasan! Karena itulah, yang kita hadapi bukan cuma seorang
pesakitan. Kita sedang berhadap-hadapan dengan sebuah gagasan yang memuja
k
meracuni seluruh rakyat kita?! Seluruh persendian moal yang telah kita bangun akan
runtuh! Karna itu yang sedang kia perjuangkan bukan semata Undang-undang. Kita
memperjuangkan keyakian. Prinsip moral. Bahwa bangsa ini harus memiliki sistem moral
lom
yang kuat
PEMBELA: Sistem moral yang kuat, ataukah sebuah upaya untuk memonopoli
kebenaran!
Ke
JAKSA: Sssstt Jangan membantah dulu. Kamu masih muda (Membelai Pembela
dengan mesra) Masa depanmu masih ranum. Dan kami bisa memilihkan masa depan
yang akan menyenangkan buat kariermu. Saya bangga kamu jadi pembela moral yang
gigih Tapi ingatlah, kita ini hanya sekadar menjalankan peran Sistem ini hanya
berjalan kalau kita bisa menjalankan peran kita masing-masing dengan baik dan penuh
saling pengertian
PEMBELA: Karna itulah saya mencoba menjalankan peran konstitusional saya dengan
sebaik-baiknya
JAKSA: Jalanilah dengan baik, tapi jangan naif Apa kamu kira kamu bisa serta-
merta jadi pembala dalam kasus ini, bila kami tak menginginkannya? Kami yang
memilihmu jadi pembela Aku sendriri yang merekomendasikan agar kamu diberi
a
kesempatan untuk ikut mengambil bagian dalam peran ini (Bersikap sangat mesra)
ar
Karna aku tahu kamu kemampuanmu impianmu Tapi jangan kecewakan aku
nt
PEMBELA: Saya harus membelanya
HAKIM: (Tegas penuh sindiran) Memang sudah menjadi kewajiban, seorang keponakan
sa
membela pamannya!
Nu
Pembela langsung gugup dan kaget.
HAKIM: Apa kamu pikir kami tak tahu kekerabatanmu dengan pesakitan ini. Saya punya
informasi lengkap tenang kamu. (Melihat-lihat catatan dalam map, dan membacanya)
Nama: Utami Lulus fakultas Hukum lima tahun lalu Suma cum laude Jadi aktivis
ul
pers mahasiswa Hobi menulis sastra Pernah menerbitkan novel yang dituduh penuh
adegan porno
nd
HAKIM: Terserah saya tak perduli apakah sastra atau porno! Yang jelas itu sasstra
jenis SMS Sastra Mazhab selangkangan! Saya bisa menangkap kamu karna menulis
novel itu! (Kembali membaca data di map) Pernah kost di Utan Kayu
Berkencan dan punya hubungan sejenis dengan
k
po
JAKSA: (Gugup cepat memotong) Bukankah soal yang itu kita sudah sepakat akan
mengabaikannya!
lom
JAKSA: Terimakasih
Ke
HAKIM: Tapi fakta bahwa ia punya hubungan darah dengan pesakitan itu, saya kira tidak
bisa kita abaikan (kepada Pembela) Itu artinya, kamu tidak bersih lingkungan Lebih-
lebih, dalam arsip ini, kamu disebut-sebut bersama Ulil ikut dalam Jaringan Moralis
Liberal
Pembela terpojok dan tak berdaya, ia menatap Jaksa, seakan-akan minta perlindungan
JAKSA: Saya yakin kamu cukup bijak menentunkan Kamu punya kesempatan untuk
meraih masa depan yang lebih cerah Bayangkan Kamu tak hanya jadi pembela, tapi
punya posisi yang strategis Mungkin kamu bisa dipromosikan menjabat ketua Komite
Indipenden Pemantau Moral.
a
ar
PEMBELA: Terimakasih
nt
JAKSA: Atau bahkan kamu bisa menjadi ketua MA
sa
JAKSA: Bukan Mahkamah A-moral.
Nu
Jaksa makin menatap penuh kasih sayang
JAKSA: Setiap kita punya kenangan, Bapak Hakim Kenangan yang ingin kita simpan
Kenangan yang jadi rahasia Bukankah setiap orang juga punya rahasia, Bapak
Hakim?!
k
Hakim tersenyum penuh pengertian. Jaksa mengulurkan tangan, semacam isyarat penuh
po
godaan. Lalu Hakim mendekati Jaksa, meraih tangannya, mencium telapak tangan Jaksa
dengan lembut. Kemudian Hakim membimbing Jaksa dengan mesra.
lom
Keduanya berjalan ke satu sudut, dimana kemudian keduanya menjadi bayangan. Mereka
berpelekan. Bergairah dan bercumbu liar. Hakim tampak mengikat kedua tangan Jaksa
terentang. Kemudian dengan penh gairah mencambuki tubuh Jaksa dengan penuh berahi.
Ke
SEPULUH
a
SUSILA: Siapa?
ar
MIRA: Aku Mira
nt
SUSILA: Mira? Mira siapa? Mirasantika? Mira Diarsi? Mira Lesmana? Atau Miranda
Goeltom?
sa
Tembang berhenti. Sunyi sejenak.
Nu
SUSILA: Siapa?
Tak ada jawaban. Sunyi membuat Susila gelisah. Tiba-tiba terdengar seperti suara pintu
dibanting, keras.
ul
SUSILA: (Kaget, latah) Eh, kontol copotcopot..copot (memandang mencari-cari
nd
sesuatu di lantai) Manamana (Lalu melihat dalam sarungnya, kemudian tersenyum)
Eh, masih
Ba
Lalu perlahan-lahan muncul Mira, bagai keluar dari dalam lobang persembunyian
Susila terkejut dan segera mengenalinya,
lom
SUSILA: Kamu Kamu penari tayub itu, kan? Kamu kok bisa kemari? Apa penjaga-
penjaga itu
MIRA: Nggak usah khawatir Aku sudah memuaskan penjaga-penjaga itu dengan
Ke
SUSILA: Perjuangan?
MIRA: Berhentilah main-main, Susila! Atau kamu tak mempercayaiku?! Sengar, Susila..
aku kemari karena ingin menyelamatkanmu! Saat melihatmu tayuban dulu, aku sudah
merasa, kamu memang pejuang sejati
a
ar
SUSILA: Kamu itu ngomong apa?
nt
MIRA: Aku yang harusnya bertanya, kamu sudah ngomong apa saja pada petugas-
petugas itu? Apa kamu cerita kalau rombongan tayub kami sesungguhnya para
gerilyawan moral yang sedang menyusup ke kota? Jawab, Susila!
sa
SUSILA: Eh, jawab jawab Jawab apa?
Nu
MIRA: Berapa nama yang sudah kamu sebut?
MIRA: Kamu kok aneh begitu? Kamu memang sudah berubah Kamu pasti lelah. Tapi
k
aku yakin kamu mampu bertahan. Meski banyak kawan-kawan seperjuangan meragukan
po
pandangan pertama Sejak kamu ditahan, aku selalu mencemaskanmu, Sus Dan
kawan-kawan seperjuangan bisa merasa perasaan cintaku padamu bisa menjadi awal
petakaMereka lalu menuntut keteguhanku: memilihmu atau memilih perjuangan
Tapi saya tak mau membunuhmu, Susila
Ke
Tolong saya Sekarang kamu lari (menyerahkan kunci) Ini kuncinya Larilah
kamu bisa menghilang ke mana saja
Susila menatap kunci yang disodorkan Mira, tapi tak menerimanya, malah ketakutan,
MIRA: Kalau kamu nggak senang, larilah Semakin lama kamu dipenjara, kawan-
kawan malah semangkin cemas. Kamu akan tergoda. Lalu kamu membocorkan rahasia
a
kita. Saya ingin kamu selamat. Tapi aku juga ingin semua kawan-kawan seperjuangan
ar
kita selamat.
nt
SUSILA: Mbuh, mbuh Saya nggak mudeng. Nggak mudeng!
MIRA: Ingat, Sus Orang-orang di luar begitu berharap padamu. Kamulah satu-satunya
sa
harapan kita. Diam-diam banyak rakyat yang memujamu. Kalau kamu sampai menyerah,
habislah seluruh perjuangan kita Sampai saat ini aku terus bergerilya menyamar jadi
Nu
penari tayub.. Kamu pikir, apa yang membuat saya tahan melakukan semua itu? Kamu,
Sus Kamu Kamu-lah yang membuat aku yakin bahwa apa yang kini aku jalani dan
yakini tidak akan sia-sia
Susila terbengong-bengon, bingung dan hanya terdiam di dalam sel. Mira berusaha
ul
mengulurkan tangannya menyentuh Susila, mengelus-elus Susila dengan ujung jari-
jarinya,
nd
MIRA: Ayolah, Sus Larilah Aku tak ingin kamu mati konyol
po
SUSILA: Kamu yakin kalau saya lari saya tak akan mati? Di penjara ini saya bisa mati
Kabur pun saya pasti mati Saya nggak ngerti Jaman apakah ini Jaman harta?
lom
Jaman susila? .Dulu zaman Suharto, zaman nyari harta. Sekarang kan zaman Susila.
Zaman menegakkan susila. Su-sila, dasar yang baik. Setelah dapat harta, lantas nyari
susila. Tapi saya? Sudah nggak dapat harta, eh malah kesandung susila Apalagi yang
bisa saya percaya?
Ke
Terdengar suara kemerontang, seperti ada yang dating. Mira segera bangkit, melihat
keadaan. Lalu buru-buru menyodorkan lagi kunci ke arah Susila.
a
ituSampai kemudian ia tiba-tiba begegas mengambil kunci itu. Tangannya gemetar
ar
membuka selnya.
nt
Susila kabur
sa
SEBELAS
Nu
Operasi Moral besar-besaran digelar untuk memburu Susila. Sepasukan Polisi Moral
terlehat menyebar. Mereka bergerak, seperti sepasukan tentara elit memakai seragam
hitam-hitam dengan jaket rompi anti peluru. Di punggung mereka terlihat tulisan
DESTASEMEN MORAL. Sebagian memakai topeng penutup, topi baja dengan lampu
ul
sorot di bagian depannya. Senjata mereka terarah siap menembak, dengan sinar infra
merah terus berkelebatan dalam gelap.
nd
Musik Mission Imposible mengiringi gerakan para Polisi Moral yang terus menyebar
hingga ke penonton. Mereka menggeledah setiap penonton. Mengarahkan lampu sorot,
Ba
membidikkan senapan berinfra merah itu tepat ke dada atau kening penonton
Di ataa panggung, dalam ketinggian komando, terlihat Petugas Kepala berdiri menjulang
memberi perintah dengan megaphone
k
po
PETUGAS KEPALA: Perhatian! Perhatian!. Ini darurat Moral! Atas nama Undang-
undang Susila saya perintahkan semua menyerah Tembak ditempat semua yang
mencurigakan!
lom
PETUGAS KEPALA: Ini jam malam moral. Jangan sampai kelamin Anda berkeliaran
malam-malam
Dari satu arah seorang Pasukan berteriak, sambil mengarahkan senapannya ke sebuah
sudut..
a
Para petugas it uterus memeriksa para penonton, menggeledah. Para petugas tersebut bisa
ar
improve melaporkan apa yang ditemukan (seorang petugas misalnya berteriak ke arah
Petugas Kepala kalau ia menemukan kondom nyangku di atas pohon, menemukan dua pil
nt
Viagra, dst)
PETUGAS: Terus geledah setiap rumah! Cari buronan itu! Cari sampai ketemu. Bahkan
sa
bila ia kembali sembunyi di rahim ibunya!
Nu
Para pasukan bergerak sigap dan cepat. Sirene pencarian terus meraung-raung
menggetarkan udara.
DUA BELAS ul
Sirene masih sayup terdengar menjauh dan derap pasukan yang melakukan operasi masih
terdengar menyebar ketika dari satu pojok muncul Mira. Petugas kepala tampak hendak
nd
bergerak, ketika terdengar suara Mira yang dengan hati-hati memanggil
Mendengar itu, Petugas Kepala makin tampak makin kaget, gelisah, tapi mencoba
menguasai keadaan
Ke
Mira tampak keluar dari pojok persembunyiannya, tapi Petugas Kepala langsung
membentaknya
PETUGAS KEPALA: Tetap di situ!! (Kembali melihat sekeliling) Kamu yakin tak ada
yang mengikutimu? (Sambil terus menyembunyikan diri dalam keremangan) terlalu
beresiko kamu menemui saya langsung
MIRA: Maaf
a
ar
PETUGAS KEPALA: Apa yang yang pasti dalam situasi seperti ini! Semua sudah diluar
kendali! Dan saya pun hanya pelaksana!
nt
MIRA: Tapi kita telah sepakat: Susila tidak akan dibunuh Karna itulah saya mau
membujuknya supaya kabur
sa
PETUGAS KEPALA: Sekarang ini bukan saatnya kamu melibatkan perasaan! Kamu
Nu
telah gagal, karena kamu melibatkan perasaan kamu. Kalau saja saat itu Susila langsung
kamu bunuh, tak perlu ada operasi besar-besaran ini
MIRA: Saya pikir, membiarkan Susila kabur dan bersembunyi lebih menguntungkan
ul
PETUGAS KEPALA: Pikirkan saja nasib kamu! Tak perlu memikirkan Susila. Apakah
dia akan dibunuh atau tidak, itu hanya soal kepentingan. Mana yang lebih
nd
menguntungkan
Terdengar serentetan tembakan di kejahuan. Mira dan Petugas Kepala saling menatap
k
tajam
po
PETUGAS KEPALA: Entahlah Kamu bisa cari informasi sendiri! Sekarang kamu
mesti kembali!
PETUGAS KEPALA: Cepat! (memperhatikan satu arah, merasa kalau ada seseorang
yang datang mendekat) Kamu yakin tak ada yang mengikutimu?
Mira diam, memperhatikan sekeliling juga. Ia juga mendengar ada yang berjalan
mendekat
Petugas Kepala tampak makin ingin buru-uru pergi, melihat ke satu arah, melihat ada
yang datang, dan Petugas kepala pun segera berkelebat menghilang, sementara Mira
kembali sembunyi
Muncul Pembela, tampak berjalan bergegas. Mira memperhatikan Pembela yang melintas
a
itu, lalu memanggilnya.
ar
MIRA: Utami!
nt
Pembela kaget, berhenti dan menoleh. menatap penuh selidih kekapa Mira.
sa
MIRA: Saya Mira Kawan Susila
Nu
PEMBELA: Oo.. Mira? Atau Agen 36 B? Kawan Susila? Atau yang mengkhianati
Susila?
MIRA: Susila percaya sama saya. Dia mau mendengar omongan saya.
Ba
PEMBELA: Dan karena mendengar omonganmu lah maka sekarang nasibnya menjadi
tidak jelas. Dia buron, dan sewaktu-waktu bisa mati ditembak! Atau jangan-jangan
sekarang ia sudah mati tertembak! Kalau saja ia masih di dalam penjara, setidaknya saya
masih bisa menjamin keselamatannya
k
po
MIRA: Saya tahu persis: penjara akan menjadi tempat kematiannya. Karena itulah saya
menyuruhnya pergi Tolonglah Jangan biarkan saya terus disiksa perasaan bersalah
begini. Saya bisa bantu kamu. Sayu bisa hubungkan kamu dengan orang-orang gerakan
lom
(Mengeluarkan seberkas kertas dari balik pakaiannya) Semua informasi ini mungkin
berguna sebagai bukti di sidang nanti
PEMBELA: (Dengan halus menolak) Apa untungnya buat saya? Kamu melakukan ini
Ke
bukan karena ingin membantu saya, kan?! Kamu hanya ingin Susila selamat. Kamu
mencintai Susila, dan karna itu kamu mau melakukan apa saja asal Susila selamat.
MIRA: Saya melakukan ini karena saya yakin kamu pun ingin Susila selamat
Bagaimana pun dia Pakdemu Kamu mesti menolong Pakdemu
PEMBELA: Bagaimana saya mesti menolong dia? Menolong diri sendiri saja saya tak
mampu (Menatap sinis pada Mira) Maaf, saya mesti buru-buru menghadiri sidang!
Pada saat itulah, terdengar teriakan orang-orang: Itu dia! pengkhianat! Tangkap!
a
Tangkap! Mira kaget, tetapi ia dengan cekatan langsung menyelematkan diri. Teriakan-
ar
teriakan itu terus terdengar mengejar: Tangkap! Kejar! tangkap!! kejaarr!!.
nt
TIGA BELAS
Hakim, Jaksa dan pembela muncul terburu-buru. Hakim langsung menuju meja sidang
sa
dan langsung mengetokkan palu berkali-kali.
Nu
HAKIM: (suara sudah langsung meninggi) Sidang mulai!
PEMBALA: (Ragu dan tak seyakin dulu) Ee.. Maaf, Bapak hakim.., klien saya belum
ditemukan ul
HAKIM: (mengabaikan, dan langsung memotong omongan Pembela dengan
mengetukkan palu keras-keras dan makin tegas) Kalau begitu sidang dilangsungkan
nd
secara in absentia! Apa pun yang bisa mewakili kehadiran terdakwa harap segera dibawa
ke ruang sidang
Ba
Kemudian muncul para petugas yang mengusung sebuah closet yang ditandu dengan
langkah-langkah upacara. Seperti parade kehormatan. Khidmad dan agung. Kemudian
lom
dengan penuh kehati-hatian, kloset yang ditandu itu kemudian diletakkan di tengah-
tengah ruang sidang. Para petugas yang menandu pergi dengan sikap parade militer
Seorang petugas medis, segera mendekati closet itu. Ia segera menyeprotkan cairan
pendeteksi sidik jari ke kloset itu, kemudian mengeliuarkan selembar tissue dan dengan
hati-hati mengelap ke bekas semprotan itu. Lalu ia memeriksa closet itu dengan semacam
alat pendeteksi dan dengan cermat dan seksama kertas itu diterawangkan ke cahaya
HAKIM: Berdasarkan Undang-undang Susila, maka sidang bisa dianggap sah dan
memenuhi kuorum Saudara Jaksa dan Saudara Pembela, silakan mulai
Hakim mengetukkan palu. Jaksa dan Pembela serentak mendekati kloset itu, dan
a
langsung menghunjamkan bermacam pertanyaan, kata-kata, cercaan, sambil menuding
ar
dan menunjuk-nunjuk kloset itu
nt
JAKSA: Apa yang dilakukan pesakitan ini sudah tidak bisa kita maafkam.
sa
JAKSA: Ia terbukti secara meyakinkan berusaha menggulingkan moral negara.
Nu
PEMBELA: (Bertanya kepada kloset itu) Bukankah begitu, saudara terdakwa?
JAKSA: Lihatlah Bapak Hakim (menuding ke kloset) Inilah bentuk komunisnme gaya
baru!
k
JAKSA: Harus kita ganyang! Inilah sumber penyakit kelamin. Sumber demoralitas
Negara!
lom
PEMBELA: Ya, maaf, Bapak Hakim tidak berlebihan bila pesakitan dihukum seberat-
beratnya
JAKSA: Maaf, Bapak Hakim Maksud saya, hidup kelamin yang bermoral!!
HAKIM: Sudah menjadi kewajiban kita mendidik agar setiap kelamin memiliki moral,
Saudara Jaksa
a
ar
PEMBELA: Tapi kelamin pesakitan ini tidak bermoral!
nt
HAKIM: Saya suka dengan nada bicamu yang heroik, Pembela! Good
sa
PEMBELA: Otaknya tak bermoral!
Nu
JAKSA: Buah pelirnya tak bermoral!
Begitu seterusnya, Jaksa dan Pembela seperti saling berlomba melontarkan kata-kata ke
Ba
arah kloset itu, menuding-nuding, meludahi, bahkan mengentuti kloset itu. Keduanya
terus mendakwa dengan bermacam-macam kata cercaan dan bermacam-macam
tuduhan
k
Kemudian semua yang hadir ikut-ikutan menghujat: Jarinya tidak bermoral! Alisnya
po
tidak bermoral! Tumitnya tidak bermoral! Kukulnya tidak bermoral! dst Hingga
suasanya menjadi hiruk pikuk oleh hujatan yang makin meninggi.
lom
Sementara lampu perlahan lahan mengarah dan fukus pada kloset itu. Bersamaan itu,
suara Jaksa dan Pembela yang terus melontarkan kata-kata perlahan juga merendah dan
sayup-sayup
Ke
Sekitar panggung menggelap, dan hanya ada cahaya yang menyorot ke arah kloset. Suara
Jaksa dan Pembela makin sayup-sayup.
Dan bersamaan dengan itu kemudian terdengar suara yang keluar dari pengeras suara,
suara Hakim yang tengah mengumumkan,
SELESAI
a
ar
nt
sa
Nu
ul
nd
Ba
k
po
lom
Ke