Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

PENDAHULUAN 3

PENGERTIAN DAN SIFAT KOMUNIKASI 4

PERILAKU NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA 5

CONTOH KASUS DAN LANDASAN TEORI 10

KESIMPULAN 12

DAFTAR PUSAKA 13

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, Maret 2017

Penyusun

2
PENDAHULUAN

Tema tentang komunikasi bukanlah hal yang baru, namun dapat lebih mendalam lagi bila
dikaji dalam bentuk komunikasi visual dan dihubungkan dengan konsep antar budaya
(interculture). Konsep antar budaya ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang
antropolog, Edward T. Hall pada 1959 dalam bukunya The Silent Language. Hakikat
perbedaan antar budaya dalam proses komunikasi baru dijelaskan satu tahun setelah itu, oleh
David K. Berlo melalui bukunya The Process of Communication (an introduction to the
theory and practice) pada tahun 1960. Menurut Berlo (1960)

komunikasi akan berhasil jika manusia memperhatikan faktor-faktor source, message,


channel, receiver. Faktor yang menentukan keberhasilan penyampaian sumber informasi
(source) ke penerima (receiver) ialah kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistim
sosial dan kebudayaan. Pada pesan (message) perlu diperhatikan isi, perlakuan pesan, dan
perlambangan. Sedangkan pada saluran (channel) faktor yang perlu diperhatikan sangat
tergantung atas pilihan saluran yang sesuai misalnya (mata) melihat, telinga (mendengar),
(tangan) meraba atau memegang, (hidung) membaui, dan (lidah) mengecapi. Antara source
dan receiver faktor yang diperhatikan adalah kemampuan berkomunikasi, sikap, pengetahuan,
sistem sosial, dan kebudayaan. Pada message diperhatikan isi, perlakuan pesan, dan
perlambangannya; pada saluran tergantung pilihan saluran apakah dengan melihat,
mendengar, meraba atau memegang, membaui dan mengecapi. Dengan demikian maka
pengetahuan tentang latar belakang kebudayaan sangat penting dan memberi kontribusi besar
terhadap perilaku komunikasi seseorang termasuk untuk memahami makna-makna yang
dipersepsi terutama bila berasal dari kebudayaan yang berbeda.

Semua tindakan komunikasi berasal dari konsep kebudayaan. Kontribusi latar belakang
kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komunikasi seseorang termasuk memahami
makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan komunikasi yang bersumber dari
kebudayaan yang berbeda. Ada dua konsep utama yang mewarnai komunikasi antar budaya
(interculture communication), yaitu konsep kebudayaan dan konsep komunikasi, dalam
tulisan ini adalah komunikasi visual.

3
PENGERTIAN DAN SIFAT KOMUNIKASI

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses peralihan dan pertukaran informasi oleh manusia
melalui adaptasi dari dan ke dalam sebuah sistim kehidupan manusia dan lingkungannya.
Proses peralihan dan pertukaran informasi itu dilakukan melalui simbol- simbol bahasa
verbal maupun nonverbal yang dipahami bersama. Ada dua bentuk simbol yakni verbal dan
non verbal. Manusia melahirkan pikiran, perasaan dan perbuatan melalui ungkapan kata-kata
yang kita sebut verbal. Kalau kata-kata itu diucapkan disebut verbal- vokal, kalau dengan
tulisan disebut verbal visual. Bila kata-kata dikomunikasikan melalui bahasa gambar salah
satunya dalam wujud ilustrasi dapat disebut visual.

Dalam berkomunikasi tidaklah cukup hanya mengandalkan pesan-pesan verbal, karena tidak
semua konsep diwakili oleh sebuah kata atau bahkan kalimat, dibutuhkan pesan non verbal.
Ada tiga bentuk pesan nonverbal yaitu : (1) kinesik; (2) proksemik dan (3) paralinguistik.
Pesan visual yang disampaikan dalam suatu desain kemasan dapat dikategorikan dalam
pesan-pesan kinesik, yaitu pesan yang disampaikan melalui perantara anggota tubuh, yang
diwujudkan berupa emblem, illustrator, adaptor, regulator dan affect display.

Schramm dan Robert (1977) mengemukakan lima pengertian komunikasi yang dikutip dari
beberapa sumber:

1. Komunikasi adalah suatu proses pemberian, penyampaian, atau pertukaran


gagasan,

pengetahuan, dan lain-lain yang dapat dilakukan melalui percakapan dan tulisan.

4
2. Komunikasi adalah proses pengalihan pikiran dan pesan-pesan seperti sarana

transportasi mengangkut barang dan manusia. Bentuk dasar komunikasi ditentukan oleh
tanda (cahaya) yang bisa dilihat dan suara yang bisa didengar. (Columbia Encyclopedia ).

3. Dalam banyak hal komunikasi bisa diartikan sebagai suatu sistem yang di
dalamnya terkandung sumber, pengaruh terhadap orang lain, tujuan atau sasaran yang
melaksanakan rangkaian kegiatan dengan memanipulasi pilihan tanda tertentu yang dapat
dialihkan melalui saluran tertentu.

4. Kata komunikasi dapat digunakan dalam arti yang luas meliputi prosedur yang
mengatur bagaimana pikiran mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini tidak saja dengan
tulisan, lisan, tetapi juga musik, teater, tarian, serta tindakan manusia lainnya. (Claude
Shanon dan Warren Weaver).

5. Komunikasi adalah mekanisme hubungan antarmanusia yang menyebabkan


manusia itu bertahan dan berkembang melalui penyampaian simbol pikiran melalui suatu
ruang dan waktu tertentu.

Sementara itu, Porter dan Samovar (1975) mengemukakan bahwa komunikasi

merupakan suatu proses yang dinamis yang dilakukan manusia melalui perilaku yang
berbentuk verbal dan nonverbal yang dikirim dan diterima dan ditanggapi orang

Beberapa komponen dari definisi ini ialah; komunikasi merupakan proses yang dinamis,
perilaku simbolik, mengutamakan tanggapan, gejala penerimaan, sesuatu yang kompleks.
Komunikasi itu sendiri antara lain bisa didefinisikan sebagai proses atau usaha untuk
menciptakan kebersamaan dalam makna (the production of commonness in meaning). Yang
paling penting sebagai hasil komunikasi adalah kebersamaan dalam makna itu.

PERILAKU NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya
(halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing dan sebagainya), namun juga melalui
perilaku non verbalnya. Pentingnya perilaku non verbal ini misalnya dilukiskan dalam frase,
bukan apa yang ia katakan tapi bagaimana ia mengatakannya. Lewat perilaku non
verbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia bahagia, bingung
atau sedih.
Sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A.
Samovar dan Richard E. Porter (1991), komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan
kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan
penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim
atau penerima. Dalam proses non verbal yang relevan dengan komunikasi antar budya
terdapat tiga aspek yaitu, perilaku non verbal yang berfungsi sebagai bahasa diam, konsep

5
waktu dan penggunaan dan pengaturan ruang. Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi
non verbal mempunyai banyak persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem
penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-
lambang non verbal dan respon-respon yang ditimbulkan lambang-lambang tersebut
merupakan bagian dari pengalaman budaya apa yang diwariskan dari suatu generasi ke
generasi lainnya. Setiap lambang memiliki makna karena orang mempunyai pengalaman lalu
tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi dan mengarahkan pengalaman-pengalaman
itu, dan oleh karenanya budaya juga mempengaruhi dan mengarahkan kita: bagaiman kita
mengirim, menerima, dan merspon lambang-lambang non verbal tersebut.

Ada beberapa bentuk perilaku non verbal yakni: (1) kinesik; (2) okulesik, dan (3)
haptiks; (4) proksemik; dan (5) kronemik.

1. Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahsa tubuh, yang terdiri dari posisi tubuh,
orientasi tubuh, tampilan wajah, gambarang tubuh, dll. Tampaknya ada perbedaan anatara arti
dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan tersebut.

2. Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna yang
ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap variasi gerakan mata atau posisi mata
menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayng, marah, dll. Orang Amerika Utara
tidak membenarkan seorang melihat wajah mereka kalau mereka sedang berbicara.
Sebaliknya, orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului oleh pandangan mata
pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat privacy sehingga tidak
diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.

3. Haptik, adalah studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang
memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak nyaman
ketika seseorang dari kebudayaan lain memegang tangan mereka dengan ramah, menepuk
belakang dan lain-lain. Ini menunjukkan derajat keintiman: fungsional/profesional, sosial
dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta dan keintiman, dan daya tarik seksual.

4. Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi,
sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973, kecenderungan manusia menunjukkan
bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu
jauh. Makin dekat artinya makin akrab, makin jauh arinya makin kurang akrab.

5. Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain maka
konsep tentang waktu yang menganggap kalu suatu kebudayaan taat pada waktu maka
kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju. Ukuran tentang waktu atau ketaatan pada
waktukemudian menghailkan pengertian tentang orang malas, malas bertnggungjawab, orang
yang tidak pernah patuh pada waktu.

Pesan-pesan paralinguistik antarpribadi adalah pesan komunikasi yang merupakan


gabungan anatara perilaku verbal dan non verbal. Paralinguistik terdiri dari satu unit suara,
atau gerakan yang menampilkan maksud tertentu dengan makna tertentu. Paralinguistik juga
berperan besar dalam komunikasi antarbudaya. Contoh, orang Amerika yang berbicara terlalu
keras acapkali oleh orang eropa dipandang terlalu agresif atau tanda tidak bersahabat. Orang
Inggris yang berbicara pelan dan hati-hati dipahami sebagai sekretif bagi Amerika.

6
Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif beberapa di antarnya adalah simbolisme
warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah menunjukkan peringatan,
daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna kuning menggambarkan kesenangan
dan kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis sehingga dipakai di perkantoran.
Warna hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa, kegagalan dalam bisnis dan seksi.
Sebaliknya warna merah di Brazil adalah yang menunjukkan jarak penglihatan, hitam
melambangkan kecanggihan, kewenangan, agama dan formalitas.

Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi.Paul Ekman dalam
Mulyana (2007) menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal,seperti yang dapat dilukiskan
dengan perilaku mata,yakni sebagai :

1. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan symbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol
verbal.Kedipan dapat mengatakan,Saya tidak sungguh-sungguh.illustrator.Pandangan ke
bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.
2. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka.Memalingkan muka menandakan
ketidaksediaan berkomunikasi.Penyesuai.Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang
berada dalam tekanan.Itu merupakan respon tidak disadari yang merupakan upaya tubuh
untuk mengurangikecemasan.
3. Affect Display. Pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan
emosi.Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut ,terkejut,atau senang.

Lebih lanjut lagi Mulyana (2007) merumuskan, dalam hubungannya dengan perilaku verbal
mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.

Perilaku nonverbal dapat mengulagi perilaku verbal, misalnya anda menganggukan


kepala ketika anda mengatakan ya,atau menggelengkan kepala ketika mengatakan tidak,
atau menunjukan arah (dengan telunjuk) ke mana seseorang harus pergi untuk menemukan
WC. Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya Anda
melambaikan tangan seraya mengucapkan Selamat Jalan, Sampai jumpa lagi,ya, atau
Bye bye, atau anda menggunakan gerakan tangan ,nada suara yang tinggi, atau suara yang
lambat ketika Anda berpidato hadapan khalayak.Isyarat nonverbal demikian itulah yang
disebut affect display. Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri
sendiri, misalnya Anda menggoyangkan tangan Anda dengan telapak tangan mengarah ke
depan (sebagai pengganti: kata Tidak) ketika seorang pengamen mendatangi mobil atau
Anda menunjukkan letak ruang dekan dengan jari tangan tanpa mengucapkan sepatah kata
pun, kepada seorang mahasiswa baru. Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.
Misalnya Anda sebagai mahasiswa mengenakan jaket atau membereskan: buku-buku, atau
melihat jam tangan Anda menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen segara menutup
kuliahnya. Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku
verbal.Misalnya,seorang suami mengatakan Bagus! Bagus! ketika diminta komentar oleh
istrinya mengenai gaun yang dibelinya, seraya terus membaca surat: kabar atau menonton
televisi.

Klasifikasi Pesan Nonverbal

Menurut Ray L. Birdwhistell, 65% dari komunikasi tatap-muka adalah nonverbal,


sementara menurut Albert Mehrabian, 93% dari semua makna sosial dalam komunikasi tatap-
muka diperoleh dari isyaratisyarat nonverbal (Mulyana 2007). Dalam pandangan
Birdwhistell, kita sebenarnya mampu mengucapkan ribuan suara vokal, dan wajah kita dapat

7
menciptakan 250.000 ekspresi yang berbeda. Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan
nonverbal ini dengan berbagai cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal
menjadi tiga bagian :

Pertama, bahasa tanda (sign language)-acungan jempol untuk numpang mobil secara
gratis (bahasa isyarat tuna rungu).
kedua, bahasa tindakan (action language)-semua gerakan tubuh yang tidak digunakan
secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.
ketiga, bahasa objek (object language)-pertunjukan benda, pakaian dan lambang
nonverbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar(lukisan), musik
(misalnya marching band), dan sebagainya, baik secara sengaja ataupun tidak.
Secara garis besar Larry A.Samovar dan Richard E. Porter (1991)membagi pesan-pesan
nonverbal menjadi dua kategori besar yakni,
- pertama, ekspresi wajah, kontak mata, bau-bauan dan parabahasa.
- kedua, ruang, waktu dan diam.

Meskipun tidak menggunakan pengkategorian di atas, kita akan membahas berbagai jenis
pesan nonverbal yang kita anggap penting, mulai dari pesan nonverbal yang bersifat perilaku
hingga pesan noverbal yang terdapat dalam lingkungan kita.

Isyarat Tangan
Kita sering menyertai ucapan kiita dengan isyarat tangan.Perhatikanlah orang yang
sedang menelepon. Meskipun lawan bicara tidak terlihat menggerak-garakan
tangannya.Isyarat tangan atau berbicara dengan tangan termasuk apa yang disebut emblem,
yang dipelajari, yamg punya makna dalam suatu budaya atau subkultur. Meskipun isyarat
tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda atau, isyarat fisiknya berbeda
namun maksudnya sama. Untuk menunjuk diri-sendiri (Saya! atau Saya?), seperti juga
orang Kenya dan orang Korea Selatan, orang Indonesia menunjuk dadanya dengan telapak
tangannya atau telunjuknya, sedangkan orang Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk.
Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke budaya. Meskipun
di beberapa Negara, telunjuk digunakan untuk menunjukkan sesuatu, hal itu tidak sopan di
Indonesia, seperti juga dibanyak negeri Timur Tengah dan Timur Jauh. Tentu saja selalu ada
kekecualian. Orang Batak seperti orang Amerika, biasa menunjuk dengan telunjuk tanpa
bermaksud kasar kepada orang yang dihadapinya. Begitu juga orang Betawi, yang tidak
jarang menunjuk dengan memonyongkan mulut, sambil berucap, Ke sonono! Beberapa
suku Afrika yang menunjuk dengan mencibirkan bibir bawah menganggap cara menunjuk
Amerika sebagai kasar.

Gerakan kepala
Di beberapa Negara, anggukan kepala malah berarti tidak seperti di Bulgaria,
sementara untuk isyaratya di Negara tesebut adalah menggelengkan kepala. Orang Inggris
seperti orang Indonesia menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa mereka mendengar,
dan tidak berarti menyetujui. Di Uni Emirat Arab, menggelengkan kepala itu juga berarti
ya. maka seorang TKW Indonesia bernama Kartini pun dituduh telah melakukan
perzinahan dengan seorang pekerja asal India dan dinyatakan bersalah karena ia
menggelengkan kepalanya ketika ia ditanya oleh jaksa dan hakim. Dalam sidang itu Kartini
tidak didampingi penterjemah, sementara kemampuan berbahasa Arabnya pun ala kadarnya.
Semua pertanyaan dijawabnya dengan gelengan kepala yang berarti tidak, padahal di
Negara itu gelengan kepala berarti ya.
Di banyak Negara, orang yang duduk sambil menegakkan kepala dihadapan orang yang

8
berbicara berarti memperhatikan si pembicara. Di Australia, pembicara akan menanyangkan
anda kelelahan atau mengantuk bila Anda memejamkan mata Anda. Akan tetapi, orang
Jepang yang tampak tertidur mata terpejam dan kepala menunduk-ketila pebisnis asing
sedang melakukan presentasi, sebenarnya sedang menyimak presentasi tersebut dengan
sungguh-sungguh.

Postur Tubuh dan Posisi kaki


Postur tubuh sering bersifat simbolik. Beberapa postur tubuh tertentu diasosiasikan
dengan status sosial dan agama tertentu. Selama berabad-abad rakyat tidak boleh berdiri atau
duduk lebih tinggi daripada (kaki) raja atau kaisarnya. Mereka harus berlutut atau bahkan
bersujud untuk menyembahnya. Penganut Shinto di Jepang berlutut di depan altar di luar
rumah sebelum mereka membuat sajian dan berdoa. Paus Yohanes Paulus II yang memimpin
umat katolik sedunia lazim bersujud mencium bumi begitu ia turun dari pesawat dalam
lawatan internasionalnya. Orang Islam secara rutin menampilkan perilaku serupa, sebagai
bagian dari salat mereka, namun sering di dalam ruangan daripada di luar ruangan.
Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara berbeda di tiap Negara. Tamu harus
menundukkan kepala ketika bertemu dengan Dalai Lama (biksu) di Tibet, jangan menatap
matanya, jangan menyentuhnya dan baru bicara setelah Dalai Lama bicara.
Status seseorang juga dapat terlihat lewat cara meletakkan tangannya ketika berdiri dan
berbicara dengan orang lain. Di Negara kita, orang yang berbicara dengan merapatkan kedua
tangannya (telapak tangan menghadap ke dalam) dan meletakkannya di depan
selangkangannya hampir bisa dipastikan adalah orang yang jabatannya lebih rendah daripada
orang yang berdiri dengan meletakkan kedua tangannya di samping atau di belakang
punggungnya. Perhatikanlah situasi semacam ini ketika para pejabat Negara berkumpul di
istana, sehabis pelantikan pejabat tinggi misalnya.

Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata

Para dramawan, pelatih tari Bali, dan pembuat topeng di negara kita paham benar
mengenai perubahan suasana hati dan makna yang terkandung dalam ekspresi wajah, seperti
juga pengarah, pemain, dan penari Kabuki di Jepang. Masuk akal bila banyak orang
menganggap perilaku nonverbal yang paling banyak berbicara adalah ekspresi wajah,
khususnya pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata.
Anda bisa membuktikan sendiri bahwa ekspresi wajah, khususnya mata, paling ekspresif.
Cobalah anda saling memandang dengan orang lain, baik dengan pria atau dengan wanita.
Anda pasti takkan kuat memandangnya terus-menerus. Anda kemungkinan akan tersenyum
atau tertawa, atau melengos. Perilaku mata sedemikian penting dalam budaya Korea sehingga
orang Korea mempunyai kata khusus (nuichee) untuk menekankan pentingnya perilaku itu.
Orang Korea percaya bahwa mata adalah jawaban sebenarnya mengenai apa yang
dirasakan dan dipikirkan seseorang.
Kontak mata punya dua fungsi dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, fungsi pengatur,
untuk memberi tahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan dengan orang itu atau
menghindarinya. Kedua, fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan anda
terhadapnya. Pria menggunakan lebih banyak kontak mata dengan orang mereka sukai,
meskipun menurut penelitian, perilaku ini kurang ajeg dikalangan wanita.
Secara umum dapat dikatakan bahwa makna ekspresi wajah dan pandangan mata
tidaklah universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Lelaki dan perempuan
mempunyai cara berbeda dalam hal ini. Perempuan cenderung lebih banyak senyum daripada
lelaki, tetapi senyuman mereka sulit ditafsirkan. Dalam suatu budaya pun terdapat kelompok-
kelompok yang menggunakan ekspresi wajah secara berbeda dengan budaya dominan.

9
Pearson, West, dan Turner melaporkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita
menggunakan lebih banyak ekspresi wajah dan lebih ekspresif, lebih cenderung membalas
senyum dan lebih tertarik kepada orang lain yang tersenyum. Ekspresi wajah boleh sama,
namun maknanya mungkin berbeda.

Sentuhan

Sentuhan, adalah perilaku nonverbal yang multimakna, dapat menggantikan seribu


kata. Kenyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan,
tepukan, belaian, pelukan, pegangan (jabatan tangan), rabaan hingga sentuhan lembut sekilas.
Sentuhan kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan sentuhan. Konon, menurut
orang muda, seseorang dapat merasa seperti terkena strum ketika disentuh oleh lawan
jenisnya yang disenanginya. And when I touch you I feel happy inside kata John Lennon
dan Paul McCartney. Itu sebabnya Islam punya aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh di
antara lelaki dan perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada
perbuatan negatif.

Parabahasa

Parabahasa, atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan
yang dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas
(volume) suara, intonasi, kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara
sengau, suara terputus-putus, suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis,
gerutuan, gumaman, desahan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini
mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah menandakan
kelemahan, sedangkan ucapan yang terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, atau
ketakutan. Riset menunjukkan bahwa pendengar mempersepsi kepribadian komunikator
lewat suara. Tidak berarti bahwa persepsi mereka akurat alih-alih mereka memperoleh
persepsi tersebut berdasarkan stereotip yang telah mereka kembangkan. Wanita dengan suara
basah (misalnya sebagai penyiar radio) dipersepsi lebih feminim dan lebih cantik daripada
wanita tanpa suara basah. Sedangkan pria dengan nada suara tinggi atau melengking
dianggap kewanita-wanitaan. Padahal boleh jadi wanita bersuara basah berlebihan berat
badan dan pria bersuara melengking adalah petinju kelas berat.

Penampilan fisik

Perhatian pada penampilan fisik tampaknya universal. Sekitar 40.000 tahun yang lalu
orang-orang purba menggunakan tulang untuk dijadikan kalung dan hiasan tubuh lainnya.
Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak saat itu orang-orang sangat peduli dengan
tubuh mereka. Mereka mengecatnya, mengikatkan sesuatu padanya, dan merajahnya untuk
terlihat cantik.
Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya
(model, kualitas bahan, warna), dan juga ornament lain yang dipakainya, seperti kaca mata,
sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting-anting, dan sebagainya. Seringkali
orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti
bentuk tubuh, warna kulit, model rambut, dan sebagainya. Di Amerika orang menghargai

10
wanita yang tinggi dan ramping. Di Jepang wanita yang kecil justru paling menarik. Tetapi di
Cina secara tradisional kecantikan wanita justru diasosiasikan dengan gaya rambut sederhana
(dengan satu atau dua kepang) yang tidak berusaha menarik perhatian dengan selendang
berwarna-warni, perhiasan atau make-up.

Busana

Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai


kenyamanan, dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Bangsa-
bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim itu dengan
perubahan cara mereka berpakaian. Pada musim dingin dengan udara di bawah 0 derajat
Celcius misalnya, tidak ada orang yang hanya mengenakan T-shirt dan celana pendek di luar
rumah.
Banyak subkultur dan komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaan
mereka dalam kelompok tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab sebagai tanda
keagamaan dan keyakinan mereka. Dibanyak negara seperti Jepang dan Meksiko, juga di
Indonesia, pakaian seragam amat populer. Polisi, tentara dan anak sekolah senang berpakaian
seragam untuk menunjukkan afiliasi kelompok. Tanpa memperhatikan dengan sungguh-
sungguh bagaimana budaya mempengaruhi komunikasi, termasuk komunikasi nonverbal dan
pemaknaan terhadap pesan nonverbal tersebut, kita bias gagal berkomunikasi dengan orang
lain. Kita cenderung menganggap budaya kita, dan bahasa nonverbal kita sebagai standar
dalam menilai bahasa nonverbal orang dari budaya lain. Bila kita langsung berkesimpulan
tentang orang lain berdasarkan perilaku nonverbalnya yang berbeda itu, maka kita terjebak
dalam etnosentrisme (menganggap budaya sendiri sebagai standar dalam mengukur budaya
orang lain).

CONTOH KASUS DAN LANDASAN TEORI

Sebenarnya sangat banyak aktivitas yang merupakan perilaku non verbal ini, akan tetapi yang
berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya adalah sentuhan. Sentuhan
sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi non verbal
merupakan suatu produk budaya. Di Jerman kaum wanita seperti juga kaum pria biasa
berjabatan tangan dalam pergaulan sosial di Amerika Serikat kaum wanita jarang berjabatan
tangan. Di Muangthai, orang-orang tidak bersentuhan (berpegangan tangan dengan lawan
jenis) di tempat umum, dan memegang kepala seseorang merupakan suatu pelanggaran
sosial.
Suatu contoh lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk
mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Di Jepang kontak mata seringkali tidak
penting. Dan beberapa suku Indian Amrika mengajari anak-anak mereka bahwa kontak mata
dengan orang yang lebih tua merupakan tanda kekurangsopanan. Seorang guru sekolah kulit
putih di suatu pemukiman suku Indian tidak menyadari hal ini dan ia mengira bahwa murid-
muridnya tidak berminat bersekolah karena murid-muridnya tersebut tidak pernah melihat
kepadanya.

Kita mungkin tahu bahwa orang-orang Arab dan orang-orang Amerika Latin
cenderung berinteraksi lebih dekat kepada sesamanya daripada orang-orang Amerika Utara.

11
Penting disadari bahwa orang-orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang
berbeda pula dalam menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya. Bila kita berbicara
dengan orang berbeda budaya, kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa
yang bakal terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan interaksi
kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan
yang sulit kita kontrol; kita mungkin menyangka bahwa orang lain tidak tahu adat, agresif,
atau menunjukkan nafsu seks ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita,
padahal sebenarnya tindakannya itu merupakan perwujudan hasil belajarnya tentang
bagaimana menggunakan ruang, yang tentu saja dipengaruhi oleh budayanya.
Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur ruang. Duduk di belakang
meja sambil berbicara dengan seseorang yang sedang berdiri biasanya merupakan tanda
hubungan atasan-bawahan, dan orang yang duduk itulah atasannya. Perilaku yang serupa juga
dapat digunakan untuk menunjukkan ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau penghinaan, bila
orang melanggar norma-norma budaya. Kesalahpahaman mudah terjadi dalam peristiwa-
peristiwa antarbudaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai dengan budayanya
masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya. Bila kita tetap duduk sedangkan kita
diharapkan berdiri, kita dikira orang melanggar norma budaya dan menghina pribumi atau
tamu, padahal kita tidak menyadari hal tersebut.
Menurut Tubbs and Moss (1996), sistem komunikasi non verbal berbeda dari satu budaya ke
budaya lain seperti juga sistem verbal. Di beberapa negara, suatu anggukan kepala berarti
tidak, di sebagian negara lainnya, anggukan kepala sekedar menunjukkan bahwa orang
mengerti pertanyaan yang diajukan. Petunjuk-petunjuk non verbal ini akan lebih rumit lagi
bila beberapa budaya memperlakukan faktor-faktor non verbal seperti penggunaan waktu dan
ruang secara berbeda.
Isyarat-isyarat vokal seperti volume suara digunakan secara berbeda dalam budaya-budaya
yang berbeda, begitu juga dengan ekspresi emosi. Misalnya, orang Italia dan orang Inggris
lebih terbiasa mengekspresikan kesusahan dan kemarahan daripada orang Jepang, karena
bagi orang Jepang merupakan suatu kewajiban sosial untuk tampak bahagia dan tidak
membebani teman-teman mereka dengan kesusahan. Menurut Gudykunst dan Ting Tommey
(1988), dalam beberapa budaya penampilan emosi terbatas pada emosi-emosi yang positif
dan tidak mengganggu harmoni kelompok.
Liliweri (2003) mengatakan bahwa ketika berhubungan antarpribadi maka ada beberapa
faktor dari pesan non verbal yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya.

KESIMPULAN
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata kata, contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat,
Bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan
rambut, symbol symbol dan sebagainya. Serta cara intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya

12
emosi dan gaya berbicara. Komunikasi nonverbal sering kurang disadari kehadirannya serta
kurang dipahami maknanya, padahal komunikasi nonverbal mendukung dan mempengaruhi
keberhasilan penyampaian pesan. Meski jarang disadari manfaatnya, komunikasi nonverbal
menempati posisi penting. Melalui komunikasi nonverbal, orang bias mengambil suatu
kesimpulan mengenai suatu kesimpulan tentang berbagai macam perasaan orang, baik rasa
senang, benci, cinta dan berbagai perasaan lainnya.

Daftar Pusataka :
http://belajar-komunikasi.blogspot.co.id/2010/12/perilaku-verbal-dan-non-verbal-pada.html
http://nirmana.petra.ac.id/index.php/dkv/article/viewFile/16088/16080

13

Anda mungkin juga menyukai