Anda di halaman 1dari 7

MENGENAL ZERO ACCIDENT DI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUABARA

Oleh : Ir.H.Satirman,M.Kes

PENDAHULUAN

Industri pertambangan dalam menjalankan aktivitasnya tentu menginginkan keberhasilan untuk


mencapai kegiatan pertambangan yang baik dan benar (good mining practice), salah satu faktor
keberhasilan tersebut adalah penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sehingga tidak
terjadi kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja.

Untuk itu kita harus mengetahui risiko-risiko yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dan berusaha mengatasinya sehingga diharapkan suatu kondisi tanpa
kecelakaan atau Zero Accident.

KECELAKAAN TAMBANG

Pengertian Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan tak
terduga yang menyebabkan cidera pada manusia, kerusakan peralatan atau barang atau
terganggunya proses produksi/kerja. Sesuai Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor
555.K/26/M.PE/1995, kecelakaan tambang harus memenuhi lima unsur :
1. Benar-benar terjadi
2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orag yang diberi izin oleh kepala teknik
tambang
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan
4. Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cidera atau setiap saat orang yang
diberi izin dan
5. Terjadi di dalam wilayah izin usaha pertambangan atau wilayah proyek

Dari lima unsur tersebut harus terpenuhi sahingga disebut kecelakaan tambang, salah satu unsur
yang tidak terpenuhi, maka tidak bisa dikatakan kecelakaan tambang

SEBAB TERJADINYA KECELAKAAN

Lemahnya Kontrol

1. Program tidak sesuai


2. Standard tidak memadai
3. Kepatuhan terhadap standar

Penyebab Dasar
Faktor Pribadi, antara lain :
1. Kemampuan fisik dan mental
2. Kurang pengetahuan dan keterampilan, dll

Faktor Pekerjaan, antara lain :

1. Pengawasan dan kepemimpinan


2. Kurang peralatan dan standar, dll

Penyebab Langsung

Tindakan Tidak Aman, antara lain :

1. Pengoperasian peralatan tanpa otorisasi


2. Pakai alat yang rusak, dll

Kondisi Tidak Aman, antara lain

1. Perlindungan tidak layak


2. Kebersihan, penerangan kurang memadai, dll

PENGGOLONGAN CIDERA AKIBAT KECELAKAAN TAMBANG

Cidera akibat kecelakaan tambang harus dicatat dan digolongkan dalam kategori sebagai
berikut :

Cidera ringan

Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan
tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu, termasuk hari minggu dan hari libur

Cidera berat

1. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula selama lebih dari 3 minggu termasuk hari minggu dan hari libur
2. Cidera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap
(invalid) yang tidak mampu menjalankan tugas semula
3. Cidera akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semula, tetapi mengalami cidera seperti salah satu di bawah ini :

Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha
atau kaki.
Pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan kekurangan oksigen
Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidak mampuan
tetap.
Persendian yang lepas dimana sebelumnya tidak pernah terjadi.

Mati

Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam terhitung
dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut.

ZERO ACCIDENT

Dalam industri pertambangan usaha menunjukkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
adalah pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan dilakukan dengan cara mengalikan jumlah
karyawan dengan jam kerja karyawan. Misalnya jumlah karyawan (pekerja tambang) 200 orang,
jam kerja 8 jam/hari. Jadi dalam sehari jumlah jam kerja adalah 200 orang x 8 jam/hari = 1600
jam kerja orang/hari

Di Indonesia apabila perusahaan dapat mencapai jam kerja dalam jumlah waktu tertentu tanpa
kecelakaan maka perusahaan tersebut akan mendapat penghargaan dari pemerintah. Pencatatan
jam kerja tanpa kecelakaan akan jatuh kembali ke nol lagi apabila terjadi kecelakaan yang
mengakibatkan pekerja tidak dapat masuk kerja lagi setelah kejadian kecelakaan.

Zero Accident akan jatuh ke nol apabila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan pekerja
tidak dapat masuk kerja setelah 2 x 24 jam.

Contoh I : kecelakaan terjadi pada ;

Tanggal 17 Januari (kecelakaan)


Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)

Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja jatuh ke nol) maka zero accident akan jatuh ke
nol lagi dalam pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan.

Di Amerika Serikat (USA) dengan aturan dari Occupational Safety and Health Act mengatur
bahwa Zero Accident akan jatuh ke nol apabila terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan
pekerja tidak masuk kerja kembali setelah 1 x 24 jam

Contoh II ; kecelakaan terjadi pada :


Tanggal 17 Januari (kecelakaan), tidak dihitung
Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)

Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja jatuh ke nol) maka zero accident akan jatuh ke
nol lagi dalam pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan.
Perbedaan dengan contoh I diatas adalah pada hari kecelakaan tidak dihitung sebagai hari kerja
yang hilang.

Sedangkan di Inggris dengan aturan dari British Safety Council mencantumkan bahwa Zero
Accident akan jatuh ke nol apabila terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan pekerja tidak
masuk kerja setelah 3 x 24 jam

Contoh III, kecelakaan terjadi pada :


Tanggal 17 Januari (kecelakaan)
Tanggal 18 Januari (tidak masuk kerja)

Tanggal 19 Januari (tidak masuk kerja)

Tanggal 20 Januari (tidak masuk kerja jatuh ke nol) maka zero accident akan jatuh ke
nol lagi dalam pencatatan jam kerja tanpa kecelakaan.

PROGRAM UNTUK MENCAPAI ZERO ACCIDENT

Dalam upaya mencapai kondisi Zero Accident, maka perlu disusun program kegiatan yang pada
dasarnya terdiri dari tiga bagian :

1. Komitmen dari pimpinan


2. Kegiatan operasional yang aman
3. Evaluasi program

Pedoman untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia sudah ada
ketentuan yaitu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, selain pedoman tersebut
beberapa perusahaan swasta asing yang bergerak di industri pertambangan langsung mengadopsi
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dari negara asalnya atau dari negara lain
seperti national occupational safety agency (NOSA) dari Afrika Selatan, international loss
control institute (ILCI) dari Amerika serikat. Disamping ketentuan yang sudah ada di Indonesia
juga referensi dari perusahaan yang sudah berhasil dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut
:

Sistem manajemen K3 adalah bagian sistem manajemen yang meliputi organisasi, perencanaan,
tanggung jawab pelaksanaan, prosedur kerja dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, pemeliharaan, kebijakan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar terciptanya lingkungan kerja yang
aman dan produktif. Tujuan dan sasaran sistem manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga
kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien.
Sistem manajemen K3 di industri pertambangan mineral dan batubara tercermin secara tidak
langsung dalam Kepmen Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995. Adapun elemen-
elemen yang terkandung dalam manajemen K3 pertambangan mineral dan batubara adalah :

1. Kepemimpinan dan Komitmen, komitmen manajemen adalah faktor yang sangat


penting untuk dapat terlaksananya K3 di perusahaan dengan wujud adanya ketentuan
tertulis mengenai kebijakan (policy) perusahaan. Penanggung jawab pelaksanaan K3
dalam industri pertambangan adalah seorang dari pimpinan tertinggi atau Chief Executive
Officer (CEO) di lapangan yang bidang tanggung jawabnya adalah bersifat teknis
operasional atau produksi. Orang tersebut harus memiliki sertifikat Pengawas
Operasional Utama (POU). Secara fungsional jabatan tersebut sebagai Kepala Teknik
Tambang dimana penunjukannya harus mendapat pengesahan dari Kepala Inspektur
Tambang (KAIT) dari Kabupate/Kota, Provinsi, Pemerintah sesuai kewenangannya
2. Struktur organisasi, industri pertambangan harus memiliki unit organisasi K3 yang
dipimpin oleh orang setingkat manajer, superintenden, supervisor disesuaikan kondisi
perusahaan seperti jumlah pekerja tambang, sifat dan luasnya area pekerjaan, jabatan
tersebut harus memiliki sertifikat Pengawas Operasional Pratama (POP), dan atau
Pengawas Operasional Madya (POM)
3. Pengawas, dalam menjalankan tanggung jawabnya maka KTT akan dibantu dua jenis
pengawas, yaitu Pengawas Operasinal dan Pengawas Teknis. Pengawas Operasional
dituntut harus memiliki kompetensi dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja bagi
pekerja tambang, sedangkan Pengawas Teknis dituntut memiliki kompetensi dalam aspek
keselamatan peralatan yang dioperasikan.
4. Komite, perusahaan/industri pertambangan harus membentuk komite K3 yang
anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari unsur-unsur manajemen dan unsur karyawan,
komite ini disebut Panitia Pelaksana K3 (P2K3) sesuai Undang-Undang No.1 Tahun
1970.
5. Administrasi dan Dokumentasi, perusahaan wajib menjalankan dokumentasi dan
administrasi K3 yang meliputi administrasi kecelakaan, bahan peledak, sertifikat-
sertifikat, perizinan, alat pelindung diri, serta laporan-laporan yang wajib dilaporkan KTT
kepada KAIT yaitu laporan bentuk I.i s/d VIII.i
6. Program Siaga Darurat dan Tanggap Darurat, penanggulangan keadaan darurat
adalah sangat penting untuk meyakinkan bahwa semua langkah-langkah penting sudah
melindungi dan mengurangi dampak terhadap pekerja, lingkungan, material, bahkan
masyarakat apabila terjadi suatu kecelakaan. Perusahaan harus memiliki fire and rescue
team yang berskala kecil sampai besar disesuaikan dengan kondisi perusahaan masing-
masing yang bersangkutan
7. Standar dan Pedoman, pengoperasian suatu fasilitas operasi dalam batas parameter
yang telah ditetapkan adalah hal-hal yang sangat esensial guna menjamin keselamatan
dan keandalan unit kerja tersebut. Selain ketentuan atau pedoman teknis yang diterbitkan
oleh KAIT, KTT juga diwajibkan mengeluarkan berbagai pedoman-pedoman kerja
operasi berupa Jop Safety Analysis (JSA), Standard Operation Prosedure (SOP), Prosedur
Kerja Standar (PKS) dan lain-lain
8. Sertifikasi Kompetensi, keandalan kegiatan pertambangan tentu banyak bergantung
kepada pekerjanya. Menjaga keandalan kegiatan pertambangan berarti menjaga produksi
(safe production) yang berarti juga memelihara aspek K3 dan lingkungan serta peraturan,
standar yang berlaku khususnya di industri pertambangan mineral dan batubara. Untuk
maksud tersebut diperlukan kehati-hatian dalam seleksi penempatan, assessment dan
pelatihan para pekerja tambang, hal ini diperlukan tersedianya sistem yang mengatur
tentang seleksi, penempatan, assessment mengenai kompetensi untuk memenuhi job
recruitment
9. Pelatihan Dasar, diperlukan suatu pelatihan awal/dasar K3 untuk memenuhi persyaratan
pekerjaan terutama kepada seluruh pekerja tambang baru atau pindah ke pekerjaan baru
yang penyelenggaraannya baik oleh perusahaan bersangkutan maupun pemerintah atau
lembaga/badan lain yang legal
10. Perawatan Peralatan, untuk aspek pemeriksaan, perawatan, dan perbaikan
peralatan/permesinan serta kendaraan angkutan ditambang harus menganut konsep
Preventive Maintenance, sehingga harus tersedia suatu sistem perawatan peralatan secara
periodic maupu apabilaterjadi suatu perubahan.
11. Kesehatan Kerja, pemeriksaan kesehatan para pekerja tambang wajib dilakukan baik
pada awal mulai bekerja maupun secara berkala selama bekerja, penyediaan alat
pelindung diri (APD) oleh manajemen sesuai sifat pekerjaannya dilakukan secara cuma-
cuma, serta monitoring gas/debu berbahaya, kebisingan, pencahayaan dilakukan untuk
meyakinkan masih dalam batas dibawah baku mutu/nilai ambang batas yang ditetapkan.
12. Inspeksi reguler, penyelidikan kecelakaan dan kejadian berbahaya yang efektif,
pelaporan dan tindak lanjut adalah sangat penting dilakukan untuk mencapai keterpaduan
kegiatan operasi serta mencegah terulangnya kembali kejadian yang serupa atau hampir
serupa. Pengawas operasinal dan pengawas teknis harus melakukan pengawasan/inspeksi
rutin (planned inspection), selain itu kewajiban melakukan pemeriksaan kecelakaan dan
kejadian berbahaya (mine accidents and dangerous accidents/near-miss)
13. Accountability (Tanggung Gugat), KTT harus menyusun pertanggung gugatan setiap
pengawas lebih detil pada setiap masing-masing area kerjanya, apabila pertanggung
gugatan berjalan sebagaimana mestinya maka kinerja program penerapan K3 dapat
dinilai secara lebih kuantitatif
14. Program Audit, setiap akhir tahun atau awal tahun berikutnya pemerintah melakukan
Audit K3. Secara nasional pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang
nihil kecelakaan pada jumlah jam kerja tertentu, dan kepada Gubernur/Bupati/Walikota
selaku pembina K3 di daerah, sedangkan di industri pertambangan kementerian ESDM
juga melakukan audit K3 secara internal dimana penyerahan penghargaan diserahkan
setiap bulan Desember setiap tahun.
15. Evaluasi Program, KTT harus senantiasa meperbaiki dan meningkatkan program K3.
Apabila menurut penilaian pejabat Inspektur Tambang tingkat kecelakaan cukup
memperhatinkan pada suatu perusahaan tambang yang berkaitan dengan lemahnya
program K3 perusahaan tersebut, maka KAIT akan memanggil KTT dan stafnya agar
mempresentasikan dan menjelaskan program K3-nya.
16. Pengawasan oleh Pemerintah, inspeksi rutin dari Inspektur Tambang dilakukan
sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Hasil inspeksi dikomunikasikan dengan
KTT melalui buku tambang.
17. Studi Banding, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mengeluarkan Statistik
Kecelakaan Tahunan dari seluruh perusahaan pertambangan mineral dan batubara. Dari
hasil statistik tersebut terlihat bahwa perusahaan mana yang sudah cukup baik penerapan
sistem manajemen K3-nya, sehingga data tersebut dapat dijadikan bahan studi banding
kinerja K3 (bench marking) antara perusahaan tambang di Indonesia.

Kerangka Kerja Elemen-Elemen K3

KESIMPULAN

Dari uraian secara singkat mengenai upaya yang dapat dilaksanakan agar tercapai Zero Accident,
di industri pertambangan maka dapat disimpulkan
1. Tanggung jawab K3 bukan hanya pimpinan perusahaan/manajemen tetapi semua pekerja
tambang yang terlibat didalamnya dan pemerintah.
2. Semua pekerja tambang memahami K3 sebagai kebutuhan, bukan hanya di lingkungan
kerja tetapi juga dalam bermasyarakat (budaya K3)

Anda mungkin juga menyukai