Modul B
Modul B
Oleh :
Nama : Richo Rezky Bukit
NIM : 13710046
Kelompok : 12
Anggota (NIM) : Nadia Dwistiani (13710006)
Arda Diska (13710018)
Fathimah Azzahro (13710029)
Fauzi Ramadhan (13710040)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Material komposit merupakan gabungan dari dua atau lebih
material yang secara makroskopis dengan maksud mendapatkan sifat baru
atau memperbaiki sifat sehingga nilainya optimal. PMC (Polymer Matrix
Composite) merupakan jenis komposit yang paling banyak digunakan.
PMC terdiri dari matriks dan serat sebagai penguat. Pada praktikum ini
digunakan material komposit jenis laminat yakni komposit yang terdiri
dari gabungan lamina-lamina.
Komposit memiliki sifat tailorability. Sifat ini berarti bahwa
komposit dapat diatur orientasi penyusunan lamina dalam komposit
sehingga dapat menghasilkan sifat yang mendekati isotrop ataupun
anisotropic. Untuk seorang material Engineer, sangatlah penting untuk
mengetahui sifat komposit yang dirancangnya. Oleh karena itu, untuk
menganalisa sifat mekanik dari komposit dengan orientasi tertentu dapat
digunakan pendekatan dengan teori laminat klasik (CLT). Software yang
bekerja berdasarkan teori ini adalah GENLAM. Dengan pemodelan yang
dilakukan GENLAM, kita dapat mengetahui sifat dari laminat yang kita
buat dan mengetahui kegagalan yang akan terjadi dengan pembebanan
tertentu.
Tujuan Praktikum
1. Menentukan pengaruh dari pemilihan material komposit serta
pengaruh cara penyusunnya (stacking sequence) terhadap
kekuatan, distribusi tegangan, dan perilaku kegagalan yang terjadi
pada komposit laminat.
BAB II
TEORI DASAR
(0 ,9 0 )s (0 ,9 0 )s
2. laminat tidak simetri , adalah lamina yang setiap lamina dengan orientasi
tertentu tidak memiliki jarak yang sama dengan cerminanny aterhadap
mid-plane
3. laminat cross ply, adalah laminat yang disusun dengan urutan 0/90/90/0
untuk laminat simetris atau 0/90/0/90 untuk laminat tidak simetris.
Setiap lamina akan dapat merasakan teganagan yang berupa stresws in plan e
dan stresws out plane. Stress in plane adalah semua tegangan yang terjadi pada
lamina. Teganagan yang termasuk kategori ini adalah teganagan normal dan geser.
Sementara itu, stress out plane didefinisikan sebagai teganagan yang berada di
luar bidang lamina. Yang termasuk stress out plane adalah momen bending dan
momen puntir.
N i Aij Bij 0j
M B
Dij j
i ij
Dimana :
N = beban-beban yang bekerja pada bidang (in-plane loads) di arah
1, 2 atau 6.
M = momen akibat bending atau puntir (bending or torsional
moments)
0 = regangan pada bidang (in-plane deformations)
k =kelengkungan (curvatures)
A = matriks kekakuan bidang (in-plane stiffness matrix) yang
menghubungkan beban dan regangan yang bekerja pada bidang.
D =matriks kekakuan bending (flexural stiffness matrix) yang
menghubungkan momen dengan kelengkungan.
B =matriks kekakuan kopel (coupling stiffness matrix)
[S ], [C ] [T ]
A s b o lu t e s tiffn e s s m a t r ix
N o r m a lis e d s t iff n e s s m a t r ix
A b s o lu t e c o m p lia n c e m a t r ix
N o r m a lis e d c o m p lia n c e m a t r ix
E n g in e e r in g c o n s ta n t s
L o a d s a n d m o m e n ts
H y g r o th e r m a l lo a d s
G lo b a l s t r e s s e s
G lo b a l s t r a in s
P ly s tr e s s e s ( 1 , 2 )
[T ]
P ly s t r a in s ( x ,y )
[S ], [C ]
P ly s t r e s s e s ( x ,y )
F a ilu r e c r ite r io n
F a ilu r e ?
Jika tegangan dan regangan pada setiap lapisan diketahui menurut sistim
koordinat lapisan, suatu kriteria kegagalan dapat diterapkan untuk menentukan
apakah sudah terjadi kegagalan atau belum pada suatu lapisan. GENLAM
mempergunakan kriteria kegagalan Tsai-Wu seperti berikut:
Fij i j Fi i 1
atau
Fxx x2 Fyy y2 Fss s2 Fxy x y Fsx x s Fsy s y Fx x Fy y Fs s 1
Karena hasil perhitungan tidak dipengaruhi oleh tanda dari tegangan geser,
seluruh komponen yang mengandung tegangan geser tingkat pertama harus nol.
Oleh sebab itu persamaan di atas dapat direduksi menjadi:
Fxx x2 Fyy y2 Fss s2 Fxy x y Fx x Fy y 1
Jika diketahui:
1 .5
FC 0
R = 1
Gambar 6. Failure locus untuk lapisan 0 (arah 1 pada sumbu horisontal, arah 2
pada sumbu vertikal)
FC 90
FC 0
FPF
FC 0
Gambar 8. Daerah yang berwarna gelap adalah first ply failure envelope
Satu kondisi dimana terjadi kegagalan lapisan yang pertama pada banyak kasus
bukanlah kegagalan total pada laminat. Hal ini disebabkan oleh tingginya sifat
anisotropi dari kekuatan suatu lapisan. Oleh karena itu amat penting untuk
melihat keadaan apa yang terjadi setelah kegagalan pertama terjadi.
Gambar 9 di bawah ini memperlihatkan suatu contoh sederhana dari laminat 0-90
yang diberi pembebanan tarik pada arah 1. Pada FPF, terjadi keretakan pada
lapisan 90. Pada bidang retakan, lapisan 90 tidak mengalami pembebanan. Pada
jarak tertentu dari retakan, lapisan 90 masih mampu menerima tegangan nominal
kembali. Dekat dengan retakan, terjadi kenaikan tegangan.
Jika pembebanan dilanjutkan, akan terjadi retakan kembali pada lapisan 90.
Retakan ini akan berlanjut sampai tidak memungkinkan lagi untuk memperoleh
tegangan nominal diantara retakan: jarak antara retakan terlalu dekat satu sama
lain. Pada kondisi ini jumlah retakan mengalami kejenuhan.
Jika pada titik ini material diasumsikan elastis linier, strain yang diberikan akan
berhubungan dengan sebua tegangan yang tinggi, yang ditunjukkan pada garis
putus-putus di bagian atas dari gambar yang paling bawah. Akan tetapi, tegangan
rata-rata yang terjadi pada lapisan, yang ditunjukkan oleh garis putus-putus yang
lain pada gambar tersebut, menunjukkan nilai yang lebih rendah.
Hampir tidak mungkin untuk memperhitungkan keseluruhan proses kerusakan
yang terjadi pada lapisan dan distribusi dari tegangan sebenarnya. Untuk
mempermudah dan sederhana, tetap digunakan perhitungan elastis linier. Hal ini
dapat dicapai dengan secara langsung mereduksi tegangan dari tingkat nominal ke
tingkan sebenarnya dengan mengalikan modulus-E dengan faktor degradasi, DF
(lihat sifat-sifat material)
Sekarang kita mempunyai sebuah komponen elastis yang telah mengalami
degradasi pada sebuah lapisan. Perhitungan dapat dimulai kembali dengan kondisi
dimana seluruh lapisan masih menempel satu sama lain. Akan tetapi, cara seperti
ini akan memakan banyak waktu. Oleh sebab itu, kita dapat langsung membuat
degradasi pada seluruh lapisan dengan menerapkan faktor degradasi pada seluruh
lapisan dan seluruh komponen kekakuan kecuali pada komponen yang di
dominasi oleh serat yaitu A11 and D11. Penyederhanaan ini seperti ini akan
membuat waktu perhitungan menjadi jauh lebih singkat. Konsekuensi dari
degradasi ini adalah tegangan akan di distribusikan kembali pada arah serat dalam
lapisan. Kenyataannya hal ini terjadi pula pada kondisi yang sebenarnya.
Gambar 9. Proses degradasi pada lapisan 90 akibat pembebanan tarik uniaksial
Seperti pada material yang masih utuh (intact material), failure loci untuk lapisan
yang telah mengalami degradasi dapat digambarkan pula seperti terlihat pada
Gambar 10. Failure loci untuk lapisan tersebut akan membesar sepanjang sumbu
transversal. Jika kita melihat failure locus dari lapisan 0 ply, lokasi kegagalan
pada arah 1 tidak berubah karena searah dengan arah serat. Pada arah 2, lokasi
kegagalan telah berubah menjauh dari asalnya.
Seperti pada material yang masih utuh, saat terjadinya kegagalan pertama suatu
lapisan dari material yang telah mengalami degradasi akan dapat ditentukan.
Failure envelope ini (Gambar 11)disebut kegagalan lapisan terakhir (last ply
failure atau LPF). Dari definisi sebelumnya, LPF akan selalu didominasi oleh
kegagalan pada serat.
F C 9 0 in ta c t
F C 9 0 d e g ra d e d
F C 0 in ta c t
F C 0 d e g ra d e d
Gambar 10. Hasil penerapan dari faktor degradasi yang menyebabkan failure
loci memanjang ke arah transversal. Lokasi kegagalan pada arah serat tidak
berubah.
F C 9 0 d e g ra d e d
LPF
F C 0 d e g ra d e d
Gambar 11. Daerah dari failure loci pada lapisan lapisan yang telah mengalami
degradasi disebut last ply failure atau FPF.
LPF tidak selalu merupakan kegagalan terakhir dari suatu laminat. Untuk
menentukan kegagalan terakhir dari suatu laminat kita harus memperhitungkan
LPF dan FPF envelope (lihat Gambar 12).
Jika kita memulai dengan sebuah rasio pembebanan antara arah 1 dan 2 yang
secara bertahap meningkat, kita bergerak pada suatu garis yang menjauh dari
lokasi awal. Pada suatu garis dalam kuadran satu, titik A akan dicapai pertama
kali. Pada titik ini, FPF akan terjadi dan sebuah lapisan akan mengalami
kegagalan. Pada kondisi ini material akan mengalami degradasi secara
menyeluruh dan kondisi pembebanan mulai dibandingkan dengan LPF. Selama
kita berada dalam LPF envelope, material yang telah mengalami degradasi masih
mampu menahan beban. Artinya, kita dapat melanjutkan pembebanan sampai
pada titik B. Pada titik ini, material yang telah terdegradasi akan mengalami
kegagalan dan berakibat dengan gagalnya laminat. Pada posisi ini kegagalan
terakhir dari laminat telah dicapai.
Jika sekarang kita memperhatikan garis pembebanan pada kuadran ke tiga,
pertama kali titik 1 akan dicapai. Titik ini tidak mempunyai arti karena
berhubungan dengan material yang telah mengalami degradasi sedangkan kita
memulai pada material yang masih utuh. Jadi kita dapat melanjutkan pembebanan
sampai mencapai titik 2. Pada titik ini, lapisan pertama akan gagal. Kemudian kita
melakukan degradasi pada material dan melihat posisi titik relatif terhadap failure
locus dari material yang telah mengalami degradasi. Karena titik ini berada diluar
LPF envelope, material yang mengalami degradasi tidak dapat lagi menahan
beban. Material akan mengalami kegagalan pada titik 2.
Secara umum, kegagalan terakhir adalah, maksimum dari FPF dan LPF.
B
A
1 LPF
2
FPF
Gambar 12. Untuk menenentukan kegagalan terakhir dari suatu laminat, kedua
LPF dan FPF envelope harus diperhitungkan
BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
Tarik-tekan
Tekan-tarik
Tekan-tekan
b. B-N5505 (45,-45)s
Tarik-tarik
Tarik-tekan
Tekan-tarik
Tekan-tekan
c. IM6-epoxy (30, -30, 60, -60)s
Tarik-tarik
Tarik-tekan
Tekan-tarik
Tekan-tekan
2. Cross-ply Kevlar-epoxy pada temperatur kamar (25oC)
Faktor R, Tegangan pada lapisan
BAB IV
ANALISIS
LATIHAN 1
1.a. Kedua laminat memiliki konstanta pada bidang yang sama namun
memiliki konstanta geser yang berbeda. Dari kedua laminat ini dapat
disimpulkan bahwa stacking sequenceberpengaruh terhadap kekuatan
geser laminat karena kedua laminat merupakan material yang sama
dengan stacking sequence berbeda.
b. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa kekakuan longitudinal pada kedua
laminat berbeda. Hal ini dikarenakan pada laminat pertama, orientasi arah
lamina hanya pada 1 arah saja sedangkan pada laminat kedua, orientasi
arah lamina pada 2 arah. Pada laminat kedua, kekakuan bending arah 1
dan 2 sama dikarenakan laminat cross-ply.
LATIHAN 2
2.a. Tegangan pada arah longitudinal dan transversal memiliki besar yang sama
dikarenakan oleh orientasi lamina yang sama sehingga tegangan antar
lamina sama. Pada skema regangan, dapat dilihat bahwa terjadi
penyusutan arah longitudinal namun pertambahan panjang arah
transversal. Regangan geser pada laminat ini adalah 0.
b. Pembebanan pada laminat hanya beban geser sehingga tegangan arah long
dan trans tidak ada. Regangan arah 1 dan 2 sama bersar namun seimbang.
Arah 1 berupa penyusutan dan arah 2 berupa pertambahan panjang.
Regangan geser sebesar 2,42 (regangan maksimum). Hal ini terjadi karena
pembebanan yang diberikan merupakan beban geser.
c. Momen bending yang diberikan pada laminat menyebabkan tegangan arah
longitudinal yang equilibrium. Pada lamina 1-4 arah tarik dan 5-8 arah
tekan. Tidak terdapat tegangan trans dan geser. Tegangan tekan maksimum
pada ply ke-8 dan tegangan tarik maksimum pada ply ke-1.
Regangan arah longitudinal pada ply 1-4 merupakan pertambahan panjang
dengan maksimum pada ply 1 dan penyusutan terjadi pada ply 5-8 dengan
penyusutan maksimum pada ply ke 8. Terdapat sedikit penyusutan dan
pertambahan panjang pada arah transversal dan tidak ada elongasi pada
arah geser.
d. Momen torsi yang diberikan pada laminat menyebabkan tidak ada tekanan
yang terjadi pada arah longitudinal dan transversal. Namun pada arah
geser, terdapat tegangan tarik pada ply 1-4 dan tekan pada ply 5-8. Hal ini
disebabkan oleh momen torsi yang diberikan pada laminat. Untuk
regangannya sama, hanya ada regangan pada arah geser yaitu pertambahan
panjang pada ply 1-4 dan penyusutan pada ply 5-8.
3.a. Tegangan pada arah longitudinal dan transversal diberikan bersamaan dan
sama besar. Dengan demikian tidak ada tegangan arah geser yang terjadi.
Pada arah 1 terjadi penyusutan yang stabil pada tiap ply. Namun pada arah
ke 2 terjadi pertambahan panjang yang cukup besar dan besarnya sama
pada tiap ply.
b. Besar tegangan pada tiap lamina dinamik dengan maksimum arah long
pada ply ke 4, maksimum arah trans pada ply ke 5 dan arah geser pada ply
ke 6. Perbedaan arah orienstasi lamina menyebabkan regangan pada
lamina cukup bervariatif. Lamina 1-4 arah long dan geser mengalami
pertambahan panjang, dan sisanya penyusutan. Sebaliknya lamina 1-4 arah
transversal mengalami penyusutan dan 5-8 mengalami pertambahan
panjang.
c. Orientasi lamina yang berbeda-beda menyebabkan distribusi tegangan
yang dinamik. Maksimum long terdapat pada ply ke 4, maksimum trans
pada ply ke 5, dan maksimum geser pada ply 3 dan 6.
Pada a dan b, laminat berbahan dasar sama, namun tegangan dan regangan
yang diperoleh pada laminat berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
stacking sequence. Pada b dan c, stacking sequence sama namun
materialnya beda sehingga tegangan dan regangan juga berbeda.
LATIHAN 3
b. B_N5505 ( 45)s
Tarik-tarik
Hasil pada program GENLAM menunjukkan bahwa terjadi
tegangan pada arah long, trans, dan geser. Tegangan pada arah long
dan trans sama besar. Tegangan geser terjadi karena susunan yang
Tarik-tekan
Stacking sequence yang miring sebesar 45 derajat akan
menyebabkan kemampuan menahan tarikan di satu arah menjadi
berkurang. Bila diberi pembebanan tekan pada arah lainnya, maka
hal ini kaan membuat laminat tidak mampu lagi menahan tegangan
di sumbu laminatnya.
Tekan-tarik
Sama seperti tekan-tekan
Tekan-tekan
Rasio tegangan pada gambar hasil GENLAM menunjukkan
laminat belum gagal. Hal ini dikarenakan tegangan tekan-tekan
yang dikenakan belum melebihi tegangan maksimum saat intact.
Kesimpulan
Saran
Laminat AS-3501 (02, 45, -45, 90)s diberi 3 jenis pembebanan berbeda
- Load case 1 : pembebanan torsi dan momen arah 1 dan 2
- Load case 2 : pembebanan higrothermal
- Pembebanan tarik dan geser
Load case 1 : FPF terjadi pada lapisan 1 bottom karena nilai R-int-nya paling
kecil. 1 = -508,89 MPa. Lapisan LPF = lapisan 5.
Load case 3 : FPF terjadi pada lapisan 4 bottom, 4 top dan 7 top
2 = -298,55 MPa. Lapisan LPF = lapisan 4 dan 7
Rangkuman Praktikum
Tercantum pada BAB II Teori Dasar