Oleh:
Shift 17
Nabila Syifa Wardhani 13122006
Alfi Hidayatullah 13122029
Muhammad Dhia Fauzan 13122089
Frenaldi Sam Faidiban 13122096
Data Logbook
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan secara manual pada sampel
uji tarik dengan menggunakan alat bantu berupa jangka sorong yang dilakukan di awal dan
akhir praktikum, diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 1
Material : ST 37
Kekerasan akhir : -
Kecepatan : 5 mm/menit
Foto Spesimen
Berdasarkan hasil pengujian tarik yang dilakukan dengan menggunakan mesin, didapat data
hubungan antara beban dalam N pada sumbu vertikal dengan perubahan panjang dalam mm
pada sumbu horizontal dalam bentuk grafik.
Gambar 3 : Kurva beban (load) terhadap perubahan panjang (displacement)
Setelah didapatkan data uji tarik berupa beban dan juga perubahan panjang, kedua data
tersebut kemudian diolah menjadi bentuk tegangan dan juga regangan. Untuk mendapatkan
nilai tegangan, diperlukan persamaan,
Tegangan = F / A0
di mana F adalah beban atau gaya dalam satuan N dan A0 adalah luas permukaan
mula-mula dalam satuan m2. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai regangan, diperlukan
persamaan,
Regangan = 𝚫l / l0
di mana 𝚫l adalah perubahan panjang dalam satuan mm dan l0 adalah panjang gauge
mula-mula dalam satuan mm. Diketahui nilai A0 sebesar 0,0000294 m2 dan l0 sebesar 30,2.
Setelah nilai tegangan dan regangan didapatkan, kedua data tersebut dapat dihubungkan
dalam kurva tegangan-regangan teknik.
Gambar 4 : Kurva tegangan - regangan teknik
E = 𝚫tegangan / 𝚫regangan
Dari data hasil pengujian, diperoleh nilai modulus elastisitas sebesar 52835,5013212425
MPa.
Untuk mencari yield strength dibutuhkan suatu garis linear dengan gradien atau kemiringan
sebesar modulus elastisitas E. Kemudian, garis linear ditarik dengan offset sejauh 0,2%
regangan atau sebesar 0,002 mm hingga bertemu dengan kurva tegangan-regangan. Titik
pertemuan antara kedua garis tersebut merupakan yield strength.
Gambar 5 : Kurva tegangan - regangan (biru) dan garis linear dengan offset 0,2% (oranye)
Berdasarkan hasil pengamatan pada grafik, didapat yield strength dengan nilai sebesar
405,713667430335 MPa. Kemudian, nilai ultimate tensile strength juga dapat diperoleh
dengan mencari titik tertinggi yang terdapat pada kurva. Berdasarkan hasil pengamatan
pada grafik, didapat ultimate tensile strength dengan nilai sebesar 639,001700680272 MPa.
Untuk mencari persentase elongasi, diperlukan suatu hubungan antara panjang gauge awal
dan panjang gauge akhir spesimen yang diformulasikan sebagai,
di mana lf merupakan panjang gauge akhir dan l0 merupakan panjang gauge awal. Dengan
menggunakan persamaan tersebut, elongasi spesimen dapat didapatkan dengan nilai sebesar
24,437%.
Untuk mencari persentase area reduksi, diperlukan suatu hubungan antara luas penampang
awal dan luas penampang akhir yang diformulasikan sebagai,
Sifat mekanik lain yang dapat diperoleh dari hasil pengujian tarik adalah konstanta k dan n.
Konstanta tersebut dapat diperoleh melalui hubungan tegangan sebenarnya dan regangan
sebenarnya berupa,
𝛔T = k𝟄Tn
Untuk mendapatkan nilai-nilai konstanta, regresi linear harus dilakukan terlebih dahulu
dengan membuat kurva log 𝛔T sebagai sumbu y terhadap log 𝟄T sebagai sumbu x. Kemudian
konstanta diambil dari persamaan hasil regresi linear berupa,
ke
y = mx + c
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai n sebesar 0,4073 dan k sebesar 103,2597 atau
1818,444288.
Tabel 2
6 Konstanta k 1818,444288 -
7 Konstanta n 0,4073 -
Data yang dapat diperoleh dari hasil pengujian tarik selanjutnya adalah kurva
tegangan-regangan sebenarnya. Kurva tersebut dapat diperoleh dari hubungan antara
tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya.
Untuk memperoleh data tegangan-regangan sebenarnya, kurva uji tarik dibagi menjadi tiga
daerah: daerah elastis, daerah deformasi plastis seragam, dan daerah deformasi plastis lokal.
Nilai tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya dapat diperoleh melalui persamaan
yang berbeda di tiap daerahnya.
Tabel 3
Tegangan 𝛔T = 𝛔 𝛔T = 𝛔 ( 1 + 𝟄 ) 𝛔T = Fi / Ai
Regangan 𝟄T = 𝟄 𝟄T = ln ( 1 + 𝟄 ) 𝟄T = ln ( A0 / Ai )
Keterangan:
𝛔T = Tegangan sebenarnya
𝛔 = Tegangan teknik
𝟄T = Regangan sebenarnya
𝟄 = Regangan teknik
Fi = Gaya / beban sesaat
Ai = Luas penampang sesaat
A0 = Luas penampang mula-mula
Gambar 7 : Kurva tegangan - regangan sebenarnya (abu-abu)
Analisis Data
Bentuk dari kurva uji tarik (engineering stress-strain diagram) yang diperoleh melalui
pengujian cenderung memiliki luas daerah di bawah kurva yang cukup lebar dan besar. Hal
tersebut menandakan bahwa spesimen material yang diuji memiliki ketangguhan yang
cukup tinggi. Kurva uji tarik mengalami fenomena discontinuous yielding yang ditandai
dengan belokan tajam pada kurva, sesaat setelah memasuki daerah deformasi plastis
seragam. Fenomena discontinuous yielding pada umumnya terjadi pada baja yang memiliki
paduan karbon yang rendah [1]. Fenomena discontinuous yielding terjadi karena proses
heat treatment (perlakuan panas) atau tempering yang diberikan pada baja paduan
menyebabkan terlepasnya kandungan karbon yang terdapat pada baja ke udara, mengacu
pada interaksi antara atom terlarut dan dislokasi bergerak [2,3]. Baja karbon rendah yang
mengalami fenomena discontinuous yielding pada umumnya dibuat dengan cara pengerolan
panas (hot rolling), pengerolan dingin (cold rolling), dan annealing untuk mendapatkan
mikrostruktur yang kebanyakan terdiri dari ferit dan sedikit perlit. Fenomena tersebut juga
dapat terjadi pada baja karbon rendah yang diproduksi dengan proses quenching atau
didinginkan dengan cepat setelah dipanaskan pada temperatur tertentu di mana atom karbon
dilarutkan dalam ferit [4].
Pada penelitian yang dilakukan oleh D. A. Fadare (2011), baja ST-37-2 memiliki kekuatan
tarik 385,42 MPa setelah melalui proses heat treatment pada temperatur 450oC dengan
holding time selama 90 menit [5]. Pada pengujian lain yang dilakukan oleh Sasi Kirono
(2011), tegangan tarik maksimum dan tegangan yield maksimum yang terdapat pada baja
ST-37 yang mengalami proses temper pada temperatur 150oC, yaitu 598,53 N/mm2 dan
427,49 N/mm2, sedangkan elongasi maksimum yang telah melalui proses temper pada
300oC memiliki nilai sebesar 13,68% dengan panjang awal 80 mm [6]. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Rahmat R. Aminnudin (2020), baja ST 37 dengan perlakuan panas
tempering pada temperatur 600oC memiliki kekuatan tarik sebesar 640,8 MPa [7].
Berdasarkan penelitian di atas, terdapat banyak perbedaan dengan hasil praktikum yang
dilakukan. Salah satu perbedaan yang mencolok adalah besar kekuatan tarik atau ultimate
tensile strength. Pada sumber literatur, besar kekuatan tarik berada di kisaran 380-640 MPa,
sedangkan besar kekuatan tarik yang diperoleh dari praktikum sebesar 639 MPa. Perbedaan
lain terdapat pada kekuatan yield di mana pada salah satu sumber literatur memiliki nilai
sebesar 427,49 MPa, sedangkan besar kekuatan yield yang diperoleh dari hasil praktikum
adalah 405,7 MPa. Adapun perbedaan lain dari sifat mekanik yang diperoleh antara hasil
praktikum dan literatur, yakni pada persentase elongasi, di mana pada sumber literatur
memiliki nilai sebesar 13,68%, sedangkan dari hasil praktikum sebesar 24,437%.
Perbedaan hasil praktikum dan hasil dari literatur dapat disebabkan oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mungkin terjadi diantaranya karena terdapat perbedaan temperatur dan
holding time pada tempering atau heat treatment, kondisi fisik material, prosedur
pengujian, peralatan uji, dan kesalahan yang terjadi dalam pengamatan, penghitungan, dan
pengolahan data. Di antara faktor-faktor yang terjadi, terdapat faktor mayor dan faktor
minor yang saling terintegrasi sehingga menyebabkan perbedaan data yang cukup
mencolok. Salah satu faktor mayor yang mungkin terjadi adalah karena kesalahan dalam
pengamatan, perhitungan, dan pengolahan data di mana ketika praktikum berlangsung,
sempat terjadi kesalahan dalam mengambil data diameter sesaat (di) spesimen. Kesalahan
tersebut terjadi ketika jangka sorong yang digunakan untuk mengukur spesimen secara
manual tidak dapat menghitung dengan tepat di tempat necking atau deformasi plastis lokal
terjadi.
Baja ST 37 mengandung berbagai macam unsur diantaranya, karbon (C) sebanyak 0,15%,
silikon (Si) sebanyak 0,01%, mangan (Mn) sebanyak 0,6%, sulfur (S) sebanyak 0,0011%,
dan fosfor (P) sebanyak 0,05%. Baja ST 37 termasuk ke dalam baja karbon rendah karena
kadar karbon yang dimiliki kurang dari 0,3% (Aminnudin, R. R., 2020). Idealnya, baja ST
37 memiliki kekuatan tarik dan kekuatan yield yang berada pada kisaran 300-370 MPa dan
300 MPa pada suhu ruang [8].
Keuletan adalah suatu kemampuan material untuk menahan deformasi permanen melalui
elongasi (pengurangan luas penampang) atau penekukan tanpa mengalami patah [9].
Keuletan dapat diekspresikan secara kuantitatif menggunakan persentase elongasi dan
persentase reduksi area. Pada umumnya, material dengan persentase elongasi kurang dari
0,05 (5%) ketika patah dapat didefinisikan sebagai getas [10]. Pada pengujian yang
dilakukan, diperoleh nilai elongasi sebesar 24,437% yang mana nilai tersebut menunjukkan
bahwa material yang digunakan sebagai spesimen uji adalah ulet. Pada umumnya material
yang ulet memiliki kandungan austenit dan/atau ferit lebih banyak dibandingkan perlit
dalam struktur mikronya. Hal tersebut dikarenakan mikrostruktur austenit dan ferit
memiliki sifat yang lebih lunak dan ulet sehingga material dapat lebih mudah dibentuk [11].
Kekerasan merupakan ukuran dari ketahanan suatu material untuk menahan deformasi
plastis lokal. Metode modern pertama yang digunakan untuk mengukur kekerasan dari
suatu material, khususnya logam, adalah Brinell [12]. Adapun fenomena yang digunakan
untuk memperkuat logam pada deformasi plastik, yakni pengerasan regangan atau strain
hardening. Penguatan ini terjadi karena dislokasi gerakan dalam struktur kristal dari
material. Jika kristal dipotong menjadi pelat pipih yang tipis dan dipoles secara elektrolisis,
maka sejumlah cacat yang disebut dengan dislokasi akan terlihat di bawah mikroskop
elektron. Dislokasi akan bergerak ke permukaan luar karena adanya tegangan eksternal,
sehingga deformasi terjadi. Pada umumnya, strain hardening terjadi selama pengujian tarik,
di mana pada proses ini regangan akan bertambah sehingga kekuatan tarik, kekuatan mulur,
dan kekerasannya akan meningkat, sedangkan massa jenis dan hantarannya akan menurun.
Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya sifat keuletan dari material [13]. Pada
umumnya, fenomena ini disebut dengan work hardening atau cold working karena
temperatur di mana deformasi terjadi relatif dingin [14].
Kesimpulan
1. Modulus elastisitas spesimen material pada pengujian tarik dapat diperoleh melalui
perhitungan dengan menggunakan hubungan antara tegangan teknik dan regangan
teknik di mana,
E (modulus elastisitas) = 𝚫 𝛔 / 𝚫 𝟄
𝛔T = K𝟄Tn
Regresi linear perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan parameter K dan
n tersebut dengan membuat kurva dengan hubungan antara log 𝛔T dengan log 𝟄T
yang mana masing-masing adalah ordinat dan absis. Melalui penurunan persamaan
dengan pendekatan persamaan garis linear, parameter K dan n dapat diambil
dengan,
dari
y = mx + c
yang mana parameter K dan n dapat ditentukan sebesar n = m dan k = 10c.
Berdasarkan hasil pengujian, parameter K dan n masing-masing memiliki nilai
sebesar 1818,444288 dan 0,4073.
Daftar Pustaka
[1] Zebua, Edo, Praktikum Material Teknik: Uji Tarik. Jakarta: Universitas Katolik
Atmajaya, 2015.
[2] Cottrell A.H. Dislocations and Plastic Flow in Crystals. 1st ed. Clarendon Press;
Oxford, UK: 1956.
[3] Bilby B.A. Interactions of Dislocations and Solute Atoms. Proc. Phys. Soc.
1950;63:191–200.
[6] Kirono, S. dan Azhari Amri, Pengaruh Tempering pada Baja ST 37 yang Mengalami
Karburasi dengan Bahan Padat terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro. Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2011.
[7] Aminnudin, R. R., Ari Wibawa Budi Santosa, dan Hartono Yudo, “Analisa Kekuatan
Tarik, Kekerasan dan Kekuatan Puntir Baja ST 37 sebagai Bahan Poros Baling-Baling
Kapal (Propeller Shaft) setelah Proses Tempering,” Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 8, No.
3, 2020.
[8] Jayanti, R. Tri, “Studi Pengujian Sifat Mekanik Material Baja ST-37,” Majalah Teknik
Industri, Vol. 29, No. 2, Des., 2021.
[9] Antwi, Elijah Kwabena, Kui Liu, and Hao Wang, “A Review on Ductile Mode Cutting
of Brittle Materials,” Frontiers of Mechanical Engineering, 13(2): 251-263, 2018.
[11] Bayin, Darmawi dan M. Amin Indra Putra, Perbedaan Struktur Mikro, Kekerasan, dan
Ketangguhan Baja HQ 705 bila Diquench dan Ditemper pada Media Es, Air, dan Oli,
Palembang: Universitas Sriwijaya, 2009.
[14] Callister, W. D., Material Science and Engineering 9th Ed., USA: Wiley, 2014.