Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

Uji tarik adalah sebuah metoda yang sangat penting yang digunakan sebagai
sebuah metoda uji kelayakan dari sebuah material. Pada uji tarik pengujian dilakukan
pada spesimen dengan dimensi tertentu yang sudah ditentukan oleh standar, ditarik
sehingga material tersebut mengalami tegangan uniaxial yang meningkat secara
berkala hingga material tersebut putus.Uji ini sangat penting karena dari uji ini kita
dapat menentukan sifat-sifat dasar material.

Tujuan Praktikum

-Menentukan besaran-besaran dari sifat mekanik yang diperoleh dari uji

-Mengamati dan menemukan fenomena-fenomen yang terjadi

Bab II. Teori Dasar

Dengan melakukan uji tarik pada sebuah material, kita akan mengamati berbagai
fenomena seperti pertambahan panjang neckning dan fracture. Serta kita akan
mendapatkan data yang dapat digunakan untuk menentukan sifat-sifat dasar sebuah
material. Sifat-sifat dasar itu adalah kekuatan, keuletan, ketangguhan, dan resilience

Kekuatan atau strength adalah kekuatan sebuah benda melawan tegangan tanpa
mengalami kegagalan. Pada strength secara spesifik dibagi menjadi 2 yakni yield
strength atau kekuatan luluh dan ultimate tensile strength atau kekuatan tarik.
Kekuatan luluh sendiri adalah batas tegangan dimana material mulai mengalami
deformasi plastis. Sedangkan kekuatan tarik adalah batas beban maksimum yang
mampu diterima material sebelum mengalami necking.

Ketangguhan (toughness) adalah kemampuan benda menyerap energi didalam


daerah deformasi plastis. Perhitunganny adalah dengan mencari luas dibawah kurva
pada daerah plastis.Resilience adalah kemampuan material menyerap energi ketika
berdeformasi elastis dan kembali seperti semula ketika tegangan dihilangkan. Cara
menghitung resilience adalah dengan menghitung luas area dibawah kurva ketika
dalam daerah elastis dianggap masih linear maka bentuk dari kurva tercebut adalah
1
segitiga maka rumus untuk menghitungnya adalah : Uo = 2 σx εx
kurva
600
engineering stress - strain
500

Stress (MPa)
400
300
200
100
0
-10 0 10 20 30 40 50
Strain (%)

kurva true stress - strain


1200
1000
Stress (MPa)

800
600
400
200
0
-1 0 1 2 3 4
Strain (%)

2,75 kurva log stress vs log strain


y = 0,6893x + 2,4515
2,7
Log stress

2,65

2,6

2,55
0 0,2 0,4 0,6
Log strain

Bab IV. Analisis Percobaan


Fenomena kedua dalah pengecilan diameter. Fenomena ini terjadi karena tarikan
uniaxial tidak hanya menyebabkan peregangan hanya satu sumbu saja. Hal ini
diperkuat dengan adanya persamaan Poisson’s Ratio.

Fenomena selanjutnya adalah necking. Fenomena yang teramati dari data hasil
pengujian yaitu adanya peningkatan stres yang dihasilkan material ketika akan
diberikan penambahan strain fenomena ini disebut dengan strain hardening. Dari sini
didapat disimpulkan bahwa deformasi dapat meningkatkan kekuatan material.

Fenomena lainnya yang teramati dari data yakni adanya Lüders band. Lüders band
adalah sebuah fenomena yang biasa terjadi pada baja karbon rendah. Fenomena ini
menunjukkan adanya kekuatan luluh yang tidak sama. Dari fenomena ini
memeperlihatkan bahwa ada pengurangan beban yang diperlukan untuk meregangkan
spesimen yang disebut dengan upper yield point, lalu kejadian dimana beban yang
diperlukan untuk meregangkan spesimen hampir konstan disebut dengan lower yield
point dan elongasi dari lower yield point disebut dengan yield-point elongation.

Dari data tampak ada kecenderungan upper yield point dan lower yield point.
Besar dari upper yield point berdasarkan data adalah 378.221 MPa dan lower yield
point sebesar ± 365 MPa.

Dari percobaan juga didapat fenomena lain yang teramati yaitu necking. Necking
adalah fenomena terjadinya pengecilan diameter spesimen pada daerah tertentu lebih
cepat daripada daerah lainnya pada spesimen yang disebabkan adanya peregangan
terlokalisasi pada daerah kecil di spesimen tersebut. Penyebab dari necking adalah
stress concentration yakni adanya ketidakseragaman pada material dan membuat
sebuah area pada spesimen mendapatkan tegangan lebih besar daripada tegangan
rata-rata. Necking terjadi setelah spesimen mengalami ultimate tensile strength yang
dari data didapat besarnya adalah 542.981 MPa.

Necking juga menyebabkan tarikan uniaxial menjadi sebuah gaya triaxial yang
kompleks di area tersebut sehingga untuk kurva true stress – true strain curve
diperlukan koreksi setelah necking. Koreksi ini menggunakan teori dan analisa
Bridgman. Menurut Bridgman jika necking tidak menyebabkan triaxial stress pada
pemberian gaya uniaxial maka besar gaya uniaxial yang muncul adalah:

(𝜎𝜎𝑥𝑥 )𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝜎𝜎 =
2𝑅𝑅 𝑎𝑎
�1 + � [ln (1 + )
𝑎𝑎 2𝑅𝑅

Setelah patah dan diamati didapat bahwa patahan spesimen miring dengan sudut ±
50°. dari sini didapat bahwa material ini adalah patah ulet dan diebabkan oleh
tegangan geser. Untuk menjelaskan patah karena tegangan geser maka digunakanlah
metoda lingkaran Mohr.

Lingkaran Mohr

Lingkaran Mohr adalah sebuah metoda untuk mentransformasi tegangan pada


state of stress. Prinsip untuk membuat lingkaran mohr adalah:
𝜎𝜎𝑥𝑥+ 𝜎𝜎𝑦𝑦
𝜎𝜎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 =
2

𝜎𝜎𝑥𝑥 − 𝜎𝜎𝑦𝑦 2
𝑅𝑅 = �� � + 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 2
2

beberapa hal yang perlu diingat adalah pergeserean sudut pada benda sebesar θ
maka pergesaran sudut pada lingkaran mohrnya adalah 2θ

Dari hasil analisa menggunakan lingkaran Mohr spesimen mengalami tegangan


geser maksimum pada sudut 45° yang bersamaan dengan kenyataan bahwa material
ulet umunya meregang karena slip yang juga memiliki sudut ±45° sedangkan pada
patahan ini sudut yang dibentuk ±50° ini membuktikan bahwa material tersebut
adalah material ulet yang patah karena tegangan geser. Dari data didapatkan pula
besarnya tegangan ketika patah adalah 427.476 MPa.

Selain itu dari data-data hasil percobaan kita juga bisa menghitung besar dari
sifat-sifat mekanik materialnya diantara lain adalah modulus elastisitas yang besarnya
adalah 207 GPa. Lalu besar resilience adalah 0.381681369 J/mm3. Untuk Toughness
besarnya diperoleh 244,3 MJ/mm3. Untuk ductility besarnya didapat dengan
menjumlahkan toughness dan resilience, tetapi karena besar resilience << toughness
maka besarnya bisa diabaikan sehingga nilai dari ductility adalah 244.3 MJ/mm3.
Dari hasil perhitungan maka didapat bahwa nilai strain hardening coefficent(n)
adalah gradien dari persamaan flow curve yang besarnya 0.689. Nilai ini tidak sesuai
dengan literatur untuk specimen ST37 yang seharusnya berkisar diantara 0.15-0.26.
Hal ini terjadi sebab praktikan melalakukan kesalahan yakni pada saat spesimen
ditarik, handle yang ditahan kurang kencang sehingga pertambahan panjang material
yang diukur oleh mesin uji tidak sama dengan pertambahan panjang sebenarnya dan
menyebabkan perhitungan dari coefficent hardening mengalami perbedaan yang
cukup signifikan.

Bab V Kesimpulan dan saran


Besaran sifat-sifat mekaniknya :

upper yield point = 378.221 MPa

lower yield point = ± 365 MPa

ultimate tensile strength = 542.981 MPa.

tegangan fracture = 427.476 MPa

modulus elastisitas = 207 GPa

Resilience = 0.381681369 J/mm3

Toughness = 244,3 MJ/mm3

Ductility = 244.3 MJ/mm3.

strain hardening coefficent(n) = 0.689.

Fenomena yang terjadi :

Pertambahan panjang

Pengecilan diameter

Strain Hardening

Stress concentration

Necking
Bab VI Daftar Pustaka
Hibbeler, R. C. 2005. Mechanics of Material 6th ed. Singapore : Prentice Hall.
halaman 474-477, 540-541

Dieter, G. E. 1988. Mechanical Metallurgy SI metric edition. Mcgraw-hill Book


Co. halaman 275-301

http://www.efunda.com/formulae/solid_mechanics/mat_mechanics/mohr_circle.cf
m tanggal akses : 15 Maret 2010

Bab VII Lampiran

Tugas Setelah Praktikum


1

kurva engineering stress - strain


600
500
Stress (MPa)

400
300
200
100
0
-10 0 10 20 30 40 50
Strain (%)
kurva true stress - strain
1200
1000
800
Stress (MPa)

600
400
200
0
-1 0 1 2 3 4
Strain (%)

kurva log stress vs log strain


2,74
2,72 y = 0,6893x + 2,4515
2,7
2,68
Log stress

2,66
2,64 flow curve
2,62
Linear (flow curve)
2,6
2,58
2,56
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Log strain

2 upper yield point = 378.221 MPa

lower yield point = ± 365 MPa

ultimate tensile strength = 542.981 MPa.

tegangan fracture = 427.476 MPa

modulus young = 207 GPa

Resilience = 0.381681369 J/mm3

Toughness = 244,3 MJ/mm3

Ductility = 244.3 MJ/mm3.


strain hardening coefficent(n) = 0.689.

3. -Pertambahan panjang.

Fenomena ini terjadi karena kita memberikan tarikan pada spesimen.

-Pengecilan diameter.

Fenomena ini terjadi karena tarikan uniaxial tidak hanya menyebabkan peregangan
hanya satu sumbu saja. Hal ini diperkuat dengan adanya persamaan Poisson’s Ratio.

-Necking

Sebuah fenomena diaman adanya peningkatan stres yang dihasilkan material ketika
akan diberikan penambahan strain fenomena ini disebut dengan strain hardening. Dari
sini didapat disimpulkan bahwa deformasi dapat meningkatkan kekuatan material.

-Lüders band

adalah sebuah fenomena yang biasa terjadi pada baja karbon rendah. Fenomena ini
menunjukkan adanya kekuatan luluh yang tidak sama. Dari fenomena ini
memeperlihatkan bahwa ada pengurangan beban yang diperlukan untuk meregangkan
spesimen yang disebut dengan upper yield point, lalu kejadian dimana beban yang
diperlukan untuk meregangkan spesimen hampir konstan disebut dengan lower yield
point dan elongasi dari lower yield point disebut dengan yield-point elongation.Strain
Hardening adalah fenomena dimana adanya pertambahan kekuatan material yang
disebabkan oleh deformasi plastis sebelumnya.

-Stress concentration

adalah fenomena dimana ada daerah pada suatu material yang memiliki tegangan
yang lebih tinggi dibanding tegangan rata-rata.

4. Lüders band adalah sebuah fenomena yang biasa terjadi pada baja karbon rendah.
Fenomena ini menunjukkan adanya kekuatan luluh yang tidak sama. Dari fenomena ini
memeperlihatkan bahwa ada pengurangan beban yang diperlukan untuk meregangkan
spesimen yang disebut dengan upper yield point, lalu kejadian dimana beban yang diperlukan
untuk meregangkan spesimen hampir konstan disebut dengan lower yield point dan elongasi
dari lower yield point disebut dengan yield-point elongation.
Terkadang pembentukan Lüders band tampak dengan mata telanjang seperti pada gambar
kedua dapat dilihat bahwa ada garis tampak pada spesimen yang membentuk sudut mendekati
45 °.

Anda mungkin juga menyukai