Anda di halaman 1dari 20

PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI

GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE RASIO SPEKTRA

Gede Suantika1,2, Trevi Jayanti Puspasari3, dan Sri Widiyantoro4


1
Program Studi Doktor Sains Kebumian, FITB, ITB, Bandung
2
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung
3
Program Studi Sarjana Geofisika, FTTM, ITB, Bandung
4
Kelompok Keahlian Ilmu dan Teknik Geofisika, FTTM, ITB, Bandung

Abstrak
Karakteristik medium dapat digambarkan oleh parameter fisis seperti kecepatan dan
atenuasi seismik. Dalam studi tomografi seismik, amplitudo dan waktu tempuh
gelombang P dan S digunakan untuk mencitrakan struktur internal Bumi. Objek
penelitian ini adalah gunung Guntur yang merupakan salah satu gunungapi aktif di
Jawa Barat. Ruang lingkup daerah penelitian adalah 20x20x20 km3 dengan ukuran
blok parameterisasi 2x2x2 km3.
Berdasarkan beberapa data seismogram telah ditentukan posisi hiposenter dengan
menggunakan metode 3 lingkaran yang didetailkan dengan metode grid search.
Metode inversi leastsquare (LSQR) digunakan untuk proses inversi kecepatan dan
atenuasi seismik. Data masukkan untuk inversi kecepatan adalah waktu tunda (t)
yang didefinisikan sebagai selisih antara waktu tempuh hasil observasi dengan waktu
tempuh dari model referensi. Sedangkan input untuk inversi atenuasi seismik berupa
atenuasi diferensial (tsp*) yang diperoleh dengan perhitungan rasio spektra.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa distribusi hiposenter terkonsentrasi pada
interval kedalaman 1-6 km dari puncak Guntur. Citra tomogram kecepatan dan
atenuasi seismik menunjukkan zona anomali kecepatan negatif dan atenuasi tinggi
yang secara konsisten terletak di bawah puncak Guntur, kaldera Gandapura, dan
kawah Kamojang. Zona tersebut selanjutnya dapat diinterpretasikan sebagai zona
keberadaan materi panas yang kemungkinan berasosiasi dengan dapur magma.
Kata kunci: tomografi atenuasi seismik, metode rasio spektra, atenuasi diferensial,
gunungapi Guntur.

Abstract
Characteristics of a medium could be defined by physical parameters such as seismic
velocity and attenuation. In seismic tomography studies, the amplitude and travel time
of P- and S-waves have been used to image the Earths internal structure. The object
of this study is the Guntur volcano that is one of active volcanoes in West Java. The
study area covers a 20x20x20 km3 volume with a block size used in the
parameterization of 2x2x2 km3.
Based on several seismograms, hypocenter locations have been determined using the
three circles intersection method followed by the grid search method in detail. The
leastsquare (LSQR) method has used to process the seismic velocity and attenuation
inversion. The input data for velocity inversion are delay time (t) defined as the
difference between the observed travel time of seismic waves in the Earth and the
calculated traveltime in the reference velocity model. Whereas the input for seismic
attenuation inversion is the differential attenuation (tsp*) obtained from the spectral
ratio measurement.
The study results show that distribution of hypocenters is concentrated in the depth
interval of 1-6 km from the top of Guntur. The seismic velocity and attenuation
tomograms depict a consistent low velocity zone and a high attenuation zone beneath
81 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE RASIO
SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

the Guntur summit, and the Gandapura and Kamojang calderas. This zone is
interpreted to be associated with hot materials that may indicate the magma chamber.
Key words: seismic attenuation tomography, spectral ratio method, differential
attenuation, Guntur volcano.

1. PENDAHULUAN teknik tomografi atenuasi Qp-1 dan Qs-1, yaitu


1.1 Latar Belakang dengan mencari zona anomali kecepatan
negatif dan anomaly atenuasi tinggi. Anomali-
Gunung Guntur merupakan satu di antara anomali tersebut diharapkan dapat
35 gunungapi aktif di pulau Jawa atau satu di menggambarkan zona lemah di bawah
antara 17 gunungapi aktif di Jawa Barat. permukaan Gunung Guntur yang dapat
Dalam kurun waktu 300 tahun (1600-1900) mengindikasikan keberadaan dapur magma.
telah terjadi letusan besar sebanyak 22 kali
(Matahelemual, 1989). Letusan pertama 1.3 Profil Gunung Guntur
tercatat pada tahun 1690 dan letusan terakhir
pada tahun 1847. Letusan paling besar terjadi Gunung Guntur adalah satu di antara 35
pada tahun 1840, di mana aliran lava gunung aktif di Pulau Jawa yang terletak di
menerobos dari kawah puncak Guntur sampai Kabupaten Garut sekitar 35 km di sebelah
Cipanas sekitar 3 km dalam arah Tenggara. Tenggara Kota Bandung. Gunungapi ini
Pencitraan struktur internal gunung terbentuk oleh beberapa kerucut, kawah, dan
Guntur telah banyak dilakukan oleh peneliti kaldera (Matahelemual, 1989). Puncak
sebelumnya diantaranya oleh Suantika (2002) gunung Guntur terletak pada koordinat
dan Nugraha (2005) dengan menggunakan 7852,8 LS dan 1075034,8 BT. Kerucut,
metode tomografi waktu tunda. Penelitian kawah, dan kaldera yang ada sekarang
tomografi atenuasi dengan menggunakan rasio merupakan pusat-pusat kegiatan vulkanik di
spektra, sebelumnya dilakukan oleh Adiwiarta masa lalu.
(2007) dan Tambunan (2007). Pada penelitian
kali ini, studi tomografi atenuasi tiga-dimensi
(3-D) dilakukan dengan menggunakan metode
rasio spektra dengan pendekatan nilai faktor
kualitas seismik (Q) rata-rata dari kurva waktu
tempuh gelombang (t) terhadap waktu
atenuasi (t*). Di sini waktu atenuasi diambil
dari hasil penelitian dengan metode fitting
spektra pada daerah dan data yang sama
(Sedayo, 2008).
Atenuasi (Q-1) yang merupakan
kemampuan suatu materi dalam meredam
gelombang sangat erat hubungannya dengan Gambar 1. Peta gunungapi di Jawa Barat
karakteristik material batuan yang dilewati (Suantika, 2002).
oleh gelombang seismik. Oleh karena itu
pencitraan dengan menggunakan teknik Kompleks gunung Guntur mempunyai
tomografi kecepatan dan atenuasi seismik dua kaldera yaitu : (i) Kaldera Pangkalan yang
diharapkan akan diperoleh gambaran lebih tua merupakan daerah kerja PLTU Panas
mengenai keberadaan materi panas yang Bumi Kamojang, terletak di sebelah Barat;
berkaitan dengan dapur magma dengan jelas. dan (ii) Kaldera Gandapura yang lebih muda,
terletak di sebelah Timur. Posisi kerucut dan
1.2 Tujuan kawah satu terhadap yang lain di dalam
kompleks gunung Guntur ada yang
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membentuk pola melingkar dan ada pula yang
memperoleh gambaran struktur internal 3-D lurus. Pola melingkar ditunjukkan oleh
dari gunung Guntur dengan menggunakan gunung Kancing, kawah Cakra, kawah
Kamojang, kawah Pojok, dan gunung Gajah
82 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
yang mengelilingi kaldera Gandapura. Pola Gambar 3. Kaldera, kawah dan kerucut
lurus yang berarah Baratlaut-Tenggara (bulatan besar, kecil, dan bulat kecil dengan
ditunjukkan oleh gunung Masagit, gunung tanda tambah) di sekitar gunung Guntur.
Sangiangburuan, gunung Parupuyan, gunung
Kabuyutan, dan gunung Guntur. Pola lurus 1.4 Ruang Lingkup
lainnya berarah Barat-Timur dibentuk oleh
gunung Batususun, gunung Agung, dan Ruang lingkup daerah penelitian meliputi
gunung Picung. volume 20x20x20 km3 dengan ukuran blok
2x2x2 km3. Data yang digunakan adalah data
gempa vulkanik tahun 2001-2004.

2 TEORI DASAR
2.1 Penentuan Hiposenter dan Episenter
Gempa Vulkanik

Dengan waktu tiba gelombang P (tp dan S


(ts) dari rekaman seismogram pada stasiun
pengamatan sebagai input dapat ditentukan
Gambar 2. Potret gunung Guntur dan episenter dan hiposenter dari setiap gempa
pemandangan di sekitarnya. Di sini terlihat dengan menggunakan metode tiga lingkaran.
bahwa morfologi gunung mempunyai tipe Dari data jarak, kecepatan dan waktu tempuh,
andesitic strato volcano. diperoleh hubungan :

Nama gunung : Guntur V PV S


Tipe gunung : Andesitic strato volcano D= (t s t p ) = K (ts tp) (1)
Tipe letusan : Eksplosif diikuti oleh aliran (VP VS )
lava
Letusan terakhir : 161 tahun yang lalu di mana K adalah konstanta Omori.
(1847) 1
Aktivitas : Tembusan t p t 0 (t s t p )
Vp
solfatara/fumarola 1
di kawah puncak Vs
Pemukiman : Cukup padat di lereng (2)
Selatan 1
dan Tenggara tp (t s t p ) t 0
Vp
Fungsi lain : Kawasan wisata Kota Garut 1
VS
(3)

tp

to
(ts-tp)
Gambar 4. Contoh kurva hubungan waktu
tempuh (tp) terhadap D dalam penentuan nilai
origin time.

83 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE RASIO
SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

Perpotongan antara garis dengan sumbu 2.3 Metode Tomografi Kecepatan


vertikal memberikan waktu terjadinya gempa
(to). Jarak episenter adalah jari-jari dari Untuk memperoleh citra tomografi pada
lingkaran dengan asumsi daerah tersebut penelitian ini digunakam metode tomografi
homogen. waktu tunda dengan pendekatan inversi linier.
Metode leastsquare diterapkan dengan
D (t p t 0 )v p menggunakan redaman (damping). Untuk
memperoleh model dari data dilakukan ray
(4)
tracing dalam ruang 3-D dengan teknik
pseudo-bending (Um dan Thurber, 1987).
Berikut diagram alur metode tomografi
kecepatan :
Sismogram

Tp,Ts

Model Vp,Vs 1-D

Parameterisasi

Penjejakan sinar gelombang 1-D

t=(tobs -tcal)

Gambar 5. Contoh penentuan hiposenter


dengan metode tiga lingkaran. Matriks Kernell

Setelah diperoleh posisi hiposenter dari Inversi LSQR


metode tiga lingkaran, titik hiposenter
digunakan sebagai masukkan pada
pengkoreksian hiposenter dengan
Model kecepatan struktur
menggunakan metode grid search. 3-D

2.2 Model Kecepatan 1-D


Gambar 6. Diagram alir tomografi waktu
Daerah penelitian mencakup kedalaman tunda 3-D kecepatan seismik pendekatan
20 km yang dibagi menjadi 2 km setiap linier (Wandono, 2007).
lapisnya, sehingga terdapat 10 lapisan. Untuk
memperoleh nilai kecepatan pada masing- 2.4 Atenuasi
masing lapisan diterapkan model kecepatan 1-
D yang kemudian digunakan sebagai model Atenuasi mempunyai hubungan
awal (model referensi). Persamaan kecepatan berbanding terbalik dengan faktor kualitas
1-D ini diekspresikan sebagai berikut (Q). Q menyatakan kualitas dari medium
(Telford, 1978) : dalam meloloskan energi gelombang elastik.
Secara matematis Q dapat diekspresikan
sebagai :
v z v0 kz (5)
2E
Q (6)
T (dE / dt )
Dengan vz dan v0 sebagai kecepatan rambat
gelombang seismik pada kedalaman z dan
kecepatan awal di permukaan, k adalah
gradien kecepatan terhadap kedalaman.

84 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
dE 2E A( r , f ) A0 exp f t*
(7) (12)
dt QT
T dE / dt
Q 1 (8) di mana,
2E A0 (2f ) 2 S ( f )G(r, f ) (13)
Intergrasi dari persamaan (7) menghasilkan :
dengan G(r,f) adalah penyebaran geometri
2t
E E 0 exp( ) (9) yang apabila diasumsikan menjadi frekuensi
QT bebas pada medium homogen adalah sama
di mana: dengan 1/r untuk gelombang tubuh.
E = energi S(f) adalah spektrum perpindahan sumber
T = perioda yang sering diasumsikan sebanding dengan f -2
t = waktu dan dikenal sebagai model -2 (Brune, 1970) :
Eo = energi pada t = 0
A0 ~ f 2
Energi identik dengan besar amplitudo,
14)
maka persamaan (8) dapat ditulis ulang
sebagai berikut :
t* adalah waktu atenuasi yang didapatkan dari
t
A A0 exp( ) (10.a) fasa seismik dengan persamaan:
QT dr
t * path
2
(10.b) QV
T (15)
t t
A A0 exp( ) (10.c) t*
2Q Q
di mana adalah frekwensi sudut. (16)
di mana Q adalah faktor kualitas seismik, V
Dengan memperhatikan faktor adalah kecepatan gelombang seismik, integral
geometrical spreading maka nilai Q dapat mengekspresikan perjalanan jejak gelombang,
dihitung berdasarkan perbandingan amplitudo dan t sebagai waktu tempuh gelombang.
gelombang tubuh dengan frekuensi tertentu Dengan memasukkan persamaan (12)
pada jarak atau waktu tertentu. Salah satu cara dan (15) ke persamaan (11) maka diperoleh :
untuk menghitung faktor kualitas seismik
adalah dengan metode rasio spektra. dr
A0 s exp[ f ]
As(r , f ) Qs(r , f )Vs(r ) (17)
2.5 Perbandingan Spektra
Ap(r , f ) dr
A0 p exp[ f ]
Amplitudo spektra dari rekaman Qp(r , f )Vp(r )
gelombang seismik secara matematis dapat Persamaan (17) dalam persamaan logaritmik
dituliskan sebagai : menjadi :

dr
As(r , f )

Gs(r )
(11) As(r , f ) QsVs (18)
Ap(r , f ) Gp(r ) ln f ln( As Ap)
Ap(r , f ) dr
QpVp
Persamaan untuk mengoreksi percepatan
spektrum yang ditinjau pada stasiun yang
sama dengan jarak (r) dari episenter,
didefinisikan oleh Anderson dan Hough
(1984) sebagai berikut :

85 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE RASIO
SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

A
y mx c (19)

As ( f )
ln (t s * t p *) f c (20)
Ap ( f )

tsp*= ts*-tp* kemudian disebut sebagai


t *
atenuasi diferensial (Abdullah, 2006), di mana
tsp* adalah gradien dari perbandingan spektra
gelombang P dan S. Oleh karena itu yang
menjadi acuan pada saat pemilihan rentang
f
frekuensi adalah bahwa gradien rasio spektra
Gambar 7. Contoh kurva amplitudo terhadap harus bernilai negatif. Dengan mengetahui
frekuensi dengan gradien negatif untuk nilai tsp* maka nilai Q dapat ditentukan.
menentukan nilai atenuasi diferensial. Ilustrasi dari proses rasio spektra untuk
mendapatkan nilai diferensial atenuasi dapat
Persamaan ini identik dengan bentuk dijelaskan seperti dalam Gambar 8 berikut :
persamaan linier berikut :

86 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
Gambar 8. Contoh penentuan nilai atenuasi diferensial (tsp*) dengan menggunakan metode rasio
spektra gelombang P dan S dari satu sumber dan stasiun yang sama.

87 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE RASIO
SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

dalam bentuk persamaan linear :


2.6 Persamaan Atenuasi
dls dlp
Dari metode rasio spektra diperoleh t sp* (30)
S 1.57 QpVs p QpVp
nilai tsp* yang merupakan selisih dari ts* -
dls dlp
tp* sebagai berikut : t sp* (31)
S QsVs p 0.63 QsVp
dls dlp
ts t p
* *
(21)
Vs Q s V p Q p
untuk gelombang P :

dls dlp
Nilai rata-rata Qp dan Qs di wilayah t sp*
penelitian diambil dari hasil perhitungan S 1.57QpVs p QpVp
dengan metode spectral fitting pada area dlp1
dls1
studi dan data yang sama (Sedayo, 2008) t sp* ....
berdasarkan persamaan berikut : 1.57Qp1Vs1 Qp1Vp1
dls1 dlp1 1
tp t sp*
.... (32)
tp t p Qpt p 1.57Vs1 Vp1 Qp1
* *
(22)
Qp
ts
ts t s Qs t s
* *
(23) untuk Gelombang S :
Qs
dls dlp
dlp lp tp t sp*
t *p S QsVs p 0.63QsVp
QpVp Q pV p Q p (24)
P
dls1 dlp1
QP 45.5 t sp* ....
Qs1Vs1 0.63Qs1Vp1
dls dlp1 1
t s*
dls l t
s s t sp* 1
.... (33)
S
QsVs QsVs Qs (25) Vs1 0.63Vp1 Qs1
Qs 71.67
Jika ditulis dalam persamaan matriks :

Kernell. 1 t*sp
Sehingga diperoleh perbandingan nilai Qp
dan Qs sebagai berikut : (34)
Q
Q p 0.63 Qs (26)
2.7 Metode Pencitraan Tomografi
Qs 1.57 Q p (27) Atenuasi Seismik

Tomogram atenuasi diperoleh dengan


Nilai Q tersebut dimasukkan ke dalam menggunakan tomogram kecepatan hasil
persamaan (21) menjadi : pencitraan dengan metode waktu tunda.
Secara singkat diagram alir untuk pencitraan
tomografi atenuasi seismik dapat
dls dlp
ts t p
* *
(28) ditunjukkan sebagai berikut :
Vs 1.57 Q p V p Q p
dls dlp
ts t p
* *
(29)
Vs Qs V p 0.63 Qs

88 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
Model kecepatan
struktur 3-D

Parameterisasi model

Penjejakan sinar gelombang

tsp*
Gambar 10. Peta kontur dan letak stasiun
daerah penelitian.
Matriks Kernell Data yang digunakan dalam proses
pengolahan data adalah :
(i) Seismogram gelombang P dan S; dan
Inversi LSQR (ii) Parameter gempa: kordinat stasiun,
waktu terjadinya gempa (t0), kordinat
hiposenter, waktu tiba gelombang untuk
tomografi kecepatan, dan diferensial
Model atenuasi atenuasi dari perhitungan rasio spektra.
seismik struktur 3-D
3.2 Pengolahan Data
Gambar 9. Diagram alir tomografi atenuasi
Langkahlangkah pengolahan data pada
seismik 3-D.
penelitian ini adalah sebagai berikut:
(i) Menentukan (picking) waktu tiba
3 DATA DAN PENGOLAHAN DATA gelombang P dan S;
3.1 Data
(ii) Menghitung tsp* dengan metode rasio
spektra;
Penelitian ini menggunakan data gempa
(iii) Membuat model kecepatan 1-D untuk
vulkanik gunung Guntur tahun 2001-2004
digunakan sebagai model awal;
yang dipantau secara berkala oleh Direktorat
(iv) Ray tracing penjalaran gelombang P dan
Vulkanologi bekerjasama dengan
S dengan metode pseudo bending;
Sakurajima Volcano Research Institute.
(v) Menguji kekonsistenan hasil inversi
Sebanyak lima stasiun pengamat gempa
dengan data sintetik;
Citiis (CTS), Ciamis (MIS/PSC), Putri
(vi) Inversi tomografi kecepatan gelombang
(PTR), Lebakpulus (LGP), dan Kabuyutan
P dan S dengan data lapangan;
(KBY) telah dipasang pada periode tahun
(vii) Menghitung nilai rata-rata Qp dan Qs
2002-2004. Sejak tanggal 20 Agustus 2002
di daerah penelitian;
dilakukan pergantian stasiun PSC menjadi
(viii) Membentuk persamaan matriks
MIS. Pada penelitian ini dipilih 384 sumber
tomografi atenuasi;
gempa vulkanik dengan jumlah cakupan
(ix) Inversi atenuasi gelombang P dan S
sinar sebanyak 1853.
menggunakan teknik inversi LSQR
(Paige dan Saunders, 1982); dan
(x) Interpretasi tomogram kecepatan dan
atenuasi seismik.

89 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE
RASIO SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.2 Model Kecepatan awal


4.1 Sebaran Hiposenter pada Area
Penelitian Dari kurva waktu tempuh gelombang
dan dengan menggunakan persamaan (5)
Dari hasil penerapan metoda tiga dapat dibuat model kecepatan awal 1-D
lingkaran yang diikuti dengan metoda grid untuk gelombang P (Vp) dan gelombang S
search diperoleh hiposenter di area penelitan (Vs) seperti yang ditunjukkan dalam
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11. Gambar 12 dan Gambar 13 berikut.

Gambar 12. Kurva jarak episenter terhadap


travel time, (a) gelombang P dan (b)
gelombang S.

Gambar 11. Distribusi hiposenter di area


penelitian. (a) Tampilan proyeksi pusat
gempa dalam irisan horisontal, (b) irisan
barat timur, dan (b) irisan selatan utara.
MSL=Mean Sea Level.

90 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
0
Velocity VS Depth
4.3 Ray Tracing dengan Menggunakan
Vp Calculated
-2
Metode Pseudo- Bending
-4 a)
-6

Depth (km) -8
Pada penelitian ini dilakukan
-10 penjejakkan sinar gelombang seismik
-12
dengan menggunakan metode pseudo
-14

-16
bending berdasarkan prinsip Fermat, di
-18
mana hiposenter dan stasiun penerimanya
-20
0 1 2 3 4
Velocity VS Depth
5 6 7 8
telah diketahui. Untuk menjelaskan prinsip
0 Velocity (km/detik)
Vs Calculated
kerja pseudo-bending dilakukan tes dengan
-2

-4
b) data sintetik dari anomali kecepatan positif
-6 (+10%) dan negatif (-10%) di bawah area
-8 penelitian.
Depth (km)

-10
Berdasarkan prinsip Fermat, sinar
-12

-14
gelombang akan cenderung mendekati
-16 medium yang mempunyai anomali
-18
kecepatan lebih tinggi daripada kecepatan
-20
0 1 2 3
Velocity
VpVs VS
4
(km/detik)
Depth
5 6 7 medium di sekelilingnya (Gambar 14a).
0

-2
Vp/Vs Ratio Sedangkan pada medium yang memiliki
-4
anomali kecepatan negatif, sinar gelombang
-6 c) akan cenderung menjauhi area tersebut
-8
(Gambar 14b).
Depth (km)

-10

-12

-14

-16
a)
-18

-20
1.5 1.52 1.54 1.56 1.58 1.6 1.62 1.64 1.66 1.68 1.7
VpVs

Gambar 13. Model kecepatan 1-D terhadap


kedalaman untuk : a) Vp, b) Vs, dan c)
Vp/Vs.

Dalam tabel berikut diberikan nilai masing-


masing kecepatan, yaitu Vp, Vs dan Vp/Vs
untuk setiap lapisan : b)

Tabel 1. Model kecepatan 1-D Vp , Vs dan


Vp/Vs pada setiap lapisan di area penelitian.
Lapisan dihitung mulai dari puncak Guntur
sampai pada kedalaman 20 km.

Lapisan Vp Vs Vp/Vs
I 2,8 1,81 1,5470
Gambar 14. Ray tracing pada medium 3-D
II 3,1 1,97 1,5736
dengan a) anomali kecepatan positif
III 3,4 2,13 1,5962
(+10%), dan b) anomali kecepatan negatif
IV 3,7 2,29 1,6157
(-0%).
V 4,0 2,45 1,6327
VI 4,3 2,61 1,6475 4.4 Cakupan Sinar Gelombang Seismik
VII 4,6 2,77 1,6606
VIII 4,9 2,93 1,6724 Berdasarkan data yang digunakan
IX 5,2 3,09 1,6828 diperoleh 1853 sinar gelombang yang
X 5,5 3,25 1,6923 melintasi area studi. Dalam Gambar 15
berikut ditunjukkan plot cakupan sinar

91 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE
RASIO SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

seismik dalam potongan horisontal dan


vertikal.

Gambar 16. (a) Irisan horisontal model


sintetik yang terletak di tengah-tengah area
studi, (b) model sintetik dalam irisan
Gambar 15. Plot cakupan sinar seismik vertikal barat timur, dan (c) model sintetik
dalam arah (a) horisontal, (b) vertikal barat dalam irisan vertikal selatan utara.
timur, dan (c) vertikal selatan utara.
Di dalam studi ini jumlah sinar gelombang P
4.5 Inversi dan S yang digunakan adalah sama. Dalam
4.5.1 Inversi Data Seismik Gambar 16 ditunjukkan model input
anomali sintetik yang berupa kotak dengan
Untuk menguji kekonsistenan dari ukuran 6x6x4 km3 yang mempunyai
teknik LSQR dilakukan tes terhadap model anomali kecepatan negatif sebesar -5%.
sintetik. Model sintetik dibuat dengan Sedangkan Gambar 17 dan 18 adalah hasil
memperhatikan cakupan sinar gelombang inversi dengan menggunakan cakupan sinar
pada area penelitian. gelombang P dan gelombang S.

92 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
Gambar 18. (a) Irisan horisontal hasil
inversi sintetik gelombang S, (b) irisan
vertikal barat timur, dan (c) risan vertikal
selatan utara.

4.5.2 Inversi Data Lapangan

Inversi data lapangan dilakukan


dengan menggunakan data gelombang P dan
gelombang S. Model anomali kecepatan 3-D
yang diperoleh diplot sebagai deviasi
kecepatan (dalam %) terhadap model
Gambar 17. (a) Irisan horisontal hasil kecepatan referensi. Gambar 19 dan 20
inversi sintetik gelombang P, (b) irisan menunjukkan beberapa contoh irisan
vertikal barat timur, dan (c) risan vertikal horisontal hasil inversi tomografi deviasi
selatan utara. kecepatan (dV) dan atenuasi (Q-1) masing-
masing untuk gelombang P dan gelombang
S.

93 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE
RASIO SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

Gambar 19. Irisan horisontal hasil inversi Gambar 20. Irisan horisontal hasil inversi
data lapangan, (a) deviasi kecepatan (dVp) data lapangan, (a) deviasi kecepatan (dVs)
dan (b) atenuasi (Qp -1) gelombang P dan (b) atenuasi (Qs -1) gelombang S masing-
masing-masing pada kedalaman 4, 6, 8, 10, masing pada kedalaman 4, 6, 8, 10, dan 12
dan 12 km dari titik referensi. km dari titik referensi.

94 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
5 INTERPRETASI TOMOGRAM 5.1 Tomogram Kecepatan dan Atenuasi
Seismik
Untuk interpretasi tomogram seismik
telah dipilih beberapa irisan vertikal yang Pada irisan A-A tomogram kecepatan
memotong beberapa obyek penting, yaitu: mencitrakan zona anomali negatif sampai
Gandapura-Picung (A-A), Kamojang- sekitar kedalaman 10 km dari permukaan
Guntur (B-B), Guntur-Gandapura (C-C), Gandapura dan pada interval kedalaman 2-
dan Guntur-Picung (D-D) seperti yang 10 km di bawah Picung (Gambar 22a).
ditunjukkan dalam Gambar 21. Sedangkan tomogram atenuasi seismik
mencitrakan zona atenuasi tinggi sampai
kedalaman 6 km dari permukaan Gandapura.
Sementara itu, zona atenuasi tinggi tidak
tercitrakan di bawah Picung (Gambar 22b).

c)

Gambar 21. Posisi irisan vertikal A-A, B-


B, C-C, dan D-D yang dipilih untuk
interpretasi tomogram.

a)
d)

b) Gambar 22. Lanjutan, (c) dan (d) sama


seperti Gambar 22 (a) dan (b), tetapi untuk
tomogram Vs dan tomogram atenuasi
seismik gelombang S.

Pada irisan B-B tomogram kecepatan


gelombang P dan S sama-sama memberikan
nilai anomali negatif pada kedalaman 4-12
km dari permukaan Kamojang. Sedangkan
tomogram atenuasi seismik mencitrakan
daerah dengan atenuasi A-A tinggi yang
Gambar 22. (a) Irisan vertikal A-A
mencapai kedalaman 4 km dari permukaan
tomogram Vp, dan (b) tomogram atenuasi
Kamojang dan mencapai kedalaman 6 km
seismik gelombang P melalui Gandapura-
dari permukaan Guntur (Gambar 23).
Picung.

95 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE
RASIO SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

B B negatif tercitrakan sampai pada kedalaman


a) 10 km dari permukaan Guntur dan sampai
kedalaman 5 km dari permukaan Gandapura.
Sedangkan pada tomogram atenuasi seismik,
zona dengan nilai atenuasi yang tinggi
mencapai kedalaman 6 km dari permukaan
puncak Guntur (Gambar 24).

a)
b)

Gambar 23. Irisan vertikal B-B (a)


tomogram Vp, dan (b) tomogram atenuasi b)
seismik gelombang P melalui Kamojang-
Guntur.

c)

Gambar 24. Irisan vertikal C-C (a)


tomogram Vp, dan (b) tomogram atenuasi
seismik gelombang P melalui Guntur-
Gandapura.
d)
Irisan D-D tomogram kecepatan
gelombang P dan S menunjukkan adanya
anomali negatif yang tersebar dari
permukaan sampai kedalaman 10 km di
bawah Guntur. Sedangkan tomogram
atenuasi seismik mencitrakan pola sebaran
atenuasi tinggi dari permukaan sampai
kedalaman 6 km di bawah Guntur (Gambar
25). Akan tetapi di bawah permukaan
Gambar 23. Lanjutan, (c) dan (d) sama Picung tidak terlihat adanya atenuasi
seperti Gambar 23 (a) dan (b), tetapi untuk seismik tinggi maupun anomali kecepatan
tomogram Vs dan tomogram atenuasi negatif.
seismik gelombang S.

Pada tomogram kecepatan gelombang P


dan S irisan C-C penyebaran zona anomali

96 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
c) c)

d) d)

Gambar 24. Lanjutan, (c) dan (d) sama Gambar 25. Lanjutan, (c) dan (d) sama
seperti Gambar 24 (a) dan (b), tetapi untuk seperti Gambar 25 (a) dan (b), tetapi untuk
tomogram Vs dan tomogram atenuasi seismik tomogram Vs dan tomogram atenuasi seismik
gelombang S. gelombang S.
.
5.2 Tomogram Vp/Vs,, Poissons ratio dan
Bulk-sound Velocity
a)

Dari persamaan kecepatan P dan S dapat


diturunkan beberapa model seismik seperti
Vp/Vs, Poissons ratio, dan bulk-sound
velocity. Dengan menurunkan model-model
seismik tersebut dapat dilihat kontribusi dari
tiap model dalam menggambarkan struktur
bawah permukaan.
Pada irisan A-A melalui Gandapura-
Picung terlihat pada tomogram kecepatan Vs
b)
(Gambar 22c) anomali negatif sampai
kedalaman 10 km dari permukaan Gandapura.
Tomogram Vp/Vs (Gambar 26a) memberikan
pola yang sama dengan tomogram Poissons
ratio (Gambar 26b) dengan intensitas yang
lebih rendah. Pada tomogram Poissons ratio
anomali postif terlihat dari permukaan
Gandapura sampai kedalaman 6 km. Anomali
positif ini mengindikasikan bahwa materi
cenderung bersifat lebih cair atau
Gambar 25. Irisan vertikal D-D (a) mengandung fluida. Sedangkan tomogram
tomogram Vp, dan (b) tomogram atenuasi bulk-sound velocity (Gambar 26c)
seismik gelombang P. memberikan nilai anomali positif sampai
kedalaman 4 km dari permukaan Picung. Hal
97 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE RASIO
SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

ini dapat diinterpretasikan bahwa materi di


zona ini bersifat lebih inkompresibel. a)

Vp
a)

Vp/Vs

b)

Po
b)

Poissons ratio

c)
Bu
B-B
c)
Bulk-sound
A

Gambar 27. Irisan vertikal B-B (a)


tomogram Vp/Vs, (b) tomogram Poissons
ratio, dan (c) tomogram bulk-sound velocity
Gambar 26. Irisan vertikal A-A (a) melalui Kamojang-Guntur.
tomogram Vp/Vs, (b) tomogram Poissons
ratio, dan (c) tomogram bulk-sound velocity Irisan C-C pada tomogram Poissons
melalui Gandapura-Picung. ratio terdapat anomali positif mulai dari
permukaan Gandapura hingga kedalaman 4
Pada irisan B-B tomogram Vs (Gambar km dan sampai dengan kedalaman 10 km di
23c) terlihat adanya anomali negatif di bawah Guntur (Gambar 28). Tomogram Vs
sepanjang permukaan Kamojang sampai (Gambar 24c) memberikan anomali negatif
Guntur hingga kedalaman 4 km. Sedangkan pada daerah tersebut yang dapat
pada tomogram Vp/Vs, Poissons ratio, dan diinterpretasikan bahwa daerah ini memiliki
bulk-sound velocity pada zona ini temperatur yang lebih tinggi dan materi
diperolehkan nilai anomali positif yang bersifat lebih cair dari pada materi di
menandakan bahwa materinya bersifat lebih sekitarnya. Dari tomogram Poissons ratio,
cair dan inkompresibel (Gambar 27). Pada Vp/Vs , bulk-sound velocity hiposenter tersebar
bagian Timur area penelitian tomogram Vp/Vs di daerah dengan anomali positif yang dapat
dan Poissons ratio mempunyai anomali diperkirakan bahwa daerah ini bersifat lebih
positif hingga kedalaman 10 km. Anomali ini padat dan lebih kompresibel.
dapat diinterpretasikan bahwa materi vulkanik
pada zona ini bersifat lebih panas dan cair dari
materi di sekitarnya.

98 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100
a)
a)

Vp/Vs

b) b)

Poissons ratio

c)
c) c)
Bulk-sound
D-D

Gambar 28. Irisan vertikal C-C (a) Gambar 29. Irisan vertikal D-D (a)
tomogram Vp/Vs, (b) tomogram Poissons tomogram Vp/Vs, (b) tomogram Poissons
ratio, dan (c) tomogram bulk-sound velocity ratio, dan (c) tomogram bulk-sound velocity
melalui Guntur-Gandapura. melalui Guntur-Picung.

Selanjutnya pada irisan D-D (Gambar 6 KESIMPULAN


29), tomogram Poissons ratio memberikan
nilai anomali positif pada interval kedalaman Dari hasil studi ini dapat ditarik beberapa
6-10 km dari permukaan Guntur di mana pada kesimpulan sebagai berikut : (i) posisi
tomogram Vs (Gambar 25c) memberikan nilai hiposenter terkonsentrasi pada kedalaman 16
anomali negatif. Hal ini dapat diperkirakan km dari permukaan Guntur yang dapat
bahwa daerah tersebut bersifat lebih cair dan diinterpretasikan berkaitan dengan keberadaan
mempunyai temperatur lebih tinggi dari zona lemah; (ii) Adanya konsistensi sebaran
daerah sekitarnya. Pada daerah Picung, zona anomali kecepatan negatif dan zona
tomogram Poissons ratio, Vp/Vs , bulk-sound atenuasi seismic yang tinggi, yakni di bawah
velocity (Gambar 29) memberikan anomali Kamojang, Guntur, dan Gandapura; dan (iii)
positif yang dapat diartikan bahwa materi Zona dengan anomali kecepatan negatif dan
bersifat lebih padat dan kompresibel. atenuasi tinggi kemungkinan berasosiasi
dengan zona lemah yang dapat diinterpretasi

99 |
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK TIGA-DIMENSI GUNUNG GUNTUR MENGGUNAKAN METODE RASIO
SPEKTRA
Gede Suantika, Trevi Jayanti Puspasari, dan Sri Widiyantoro
ISSN 1411-3082

sebagai keberadaan materi-materi yang lebih Anderson, J. G., and Hough, S. E., 1984. A
panas dari materi di sekitarnya. model for the shape of the Fourier
Selanjutnya materi panas ini dapat amplitude spectrum of acceleration at
diinterpretasikan sebagai lokasi dari high frequencies, Bull. seism. Soc. Am.,
keberadaan fluida panas yang berasosiasi 74 (5), 1969-1993.
dengan dapur magma. Hal ini ditunjang Brune, J., 1970. Tectonic stress and spectra of
dengan tomogram Vp/Vs, Poissons ratio, dan seismic shear waves from earthquakes, J.
bulk-sound velocity dan yang memberikan geophys. Res., 75 (26), 4997-5009.
nilai anomali positif.
Informasi kecepatan dan atenuasi seismik Nugraha, A. D., 2005. Studi Tomografi 3-D
pada kedalaman lebih dari 10 km dari puncak Non Linier untuk Gunung Guntur
Guntur tidak tercitrakan dengan baik. Hal ini Menggunakan Data Waktu Tiba
berkaitan dengan cakupan sinar seismik yang Gelombang P dan S, Tesis Magister,
terbatas di bawah area penelitian. Program Studi Pascasarjana Sains
Secara keseluruhan hasil tomogram Kebumian, FIKTM, ITB, Bandung.
atenuasi seismik terlihat lebih baik dalam Matahelemual, J., 1989. Gunung Guntur,
mencitrakan struktur internal gunung Guntur Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus,
dibandingkan dengan tomogram kecepatan, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
khususnya dalam menggambarkan anomali Paige, C. C., and Saunders, M. A., 1982.
termal. Hal ini ditunjukkan oleh citra anomali LSQR: an algorithm for sparse linear
yang cenderung lebih fokus pada tomogram equations and sparse least squares, ACM
atenuasi seismik. Kelemahan metode rasio Trans. Math. Soft., 8, 43-71, 195-209.
spektra adalah bahwa nilai Qp dan Qs
merupakan perbandingan sehingga nilai Sedayo, H., 2008. Studi Tomografi Atenuasi
keduanya tidak independen satu sama yang Seismik Gunung Guntur Menggunakan
lain. Untuk itu maka ke depan perlu dilakukan Metode Spectral Fitting dengan Summary
pencitraan tomografi atenuasi seismik dengan Ray, Tugas Akhir, Program Studi Sarjana
menggunakan fitting spektra. Geofisika, FTTM, ITB, Bandung.
Suantika, G., 2002. Pencitraan Tomografi
7 UCAPAN TERIMA KASIH Seismik 3-D Gunung Guntur, Tesis
Magister, Program Studi Pascasarjana
Riset ini dibiayai oleh BMG melalui Sains Kebumian FIKTM, ITB, Bandung.
Program Riset LITBANG BMG 2007 dan Tambunan, E., 2007. Studi Tomografi
sebagian oleh ITB melalui Program Riset Atenuasi 3-D Struktur Internal Gunung
Iternasional 2007 serta KMNRT melalui Guntur Menggunakan Data Vulkanik
Program Riset Insentif 2007. 1995-2000, Tugas Akhir, Program Studi
Sarjana Geofisika, FTTM, ITB, Bandung.
8 DAFTAR PUSTAKA
Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E.,
and Keys, D. A., 1978. Applied
Abdullah, A., 2006. Seismic wavespeed and
Geophysics, Cambridge Univ. Press,
attenuation tomography for the
Cambridge.
interpretation of earth structure and
temperature distribution of the Australian Um, J., and Thurber, C., 1987. A Fast
continent, Ph.D. Dissertation, The Algorithm for Two-Point Seismic Ray
Australian National University, Canberra. Tracing, Bull. seism. Soc. Am., Vol. 77
(3), 972-966.
Adiwiarta, A., 2007. Studi Tomografi
Atenuasi 3-D Struktur Internal Gunung Wandono, 2007. Studi Tomografi Seismik
Guntur Menggunakan Data Gempa Non-linier Lokal untuk Kompleks Kaldera
Vulkanik 2002-2005, Tugas Akhir, Toba dan Sekitarnya, Disertasi Doktor,
Program Studi Sarjana Geofisika, FTTM, Program Studi Doktor Sains Kebumian, FITB,
ITB, Bandung. ITB, Bandung.

100 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 9 No.2 November 2008 : 81 - 100

Anda mungkin juga menyukai