Sofia Abdullah
IMAM ALI BIN ABI THALIB RA, KEAN SANTANG & RAKEYAN SANCANG
https://kanzunqalam.com/2015/02/05/misteri-pedang-sayyidina-ali-dari-
negeri-panjalu-tanah-pasundan/
Ternyata setelah dilakukan penelusuran, sumber utama kekacauan
sejarah Islam di Indonesia adalah banyaknya sumber-sumber sejarah
tertulis palsu atau salinan yang dibuat pada era kolonial, tepatnya
setelah tahun 1860-an hingga 1900-an awal, sementara sumber-sumber
sejarah tertulis yang asli di bawa ke Universitas Leiden Belanda.
Dari naskah2 aspal atau salinan inilah kemudian kita membaca dan
mendengar banyak cerita-cerita aneh dan tidak masuk akal seputar
sejarah masuknya Islam di Indonesia.
Kekacauan data sejarah yang paling sering ditemukan adalah terjadinya
tumpang tindih tahun kehidupan para tokoh, hingga tidak ad titik temu
antara tokoh dalam naskah kuno dengan fakta sejarah yang diambil dari
sumber lain, misalnya tokoh yang harusnya hidup pada tahun 630 M,
seolah olah hidup pada tahun 1400-an, di mana Islam pada masa itu
yang faktanya telah tersebar di Indonesia dari Sabang sampai Merauke
seolah-olah baru saja dipeluk oleh masyarakat Nusantara dalam waktu
singkat.
Salah satu kisah yang mengalami perusakan dan pemalsuan sejarah ini
adalah kisah pertemuan Kian Santang dan Imam Ali.
Berdasarkan data-data yang telah kami kumpulkan dan tidak mungkin
saya masukkan ke dalam tulisan ini, karena banyaknya data-data
tersebut, diketahui bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak masa Rasul
SAW masih hidup, baik melalui utusan beliau SAW maupun penduduk
dari seluruh dunia yang memang sengaja datang untuk mengenal Nabi
terakhir sekaligus mempelajari Islam.
Di antara mereka yang datang ke jazirah Arab 1437 tahun yang lalu
adalah Kean Santang yang diperintahkan ayahandanya, Prabu
Siliwangi, untuk berguru ke tanah Arab pada seorang sakti bernama Ali.
Imam Ali As adalah guru bagi Kian Santang, bukan hanya bertemu
Imam Ali dan berguru pada beliau, dalam salah satu sumber yang kami
dapatkan Kean Santang juga belajar dan bertemu langsung dengan
Rasul saw, setelah sebelumnya bertemu atau berpapasan dengan Imam
Ali AS.
Rasul SAW kemudian memerintahkan Kean Santang untuk belajar Islam
dengan Sayyidina Ali RA, hal ini pun bukan sesuatu yang aneh karena
bisa di baca dalam kisah-kisah sejarah Rasul SAW, Rasul SAW biasa
memerintahkan para sahabat pilihan untuk mengajarkan Islam bagi
mereka yang baru mengenal Islam.
Setelah kami pelajari dari penelitian Prof. Boechari (alm), seorang filolog
yang cukup terkenal mengatakan bahwa kedua naskah di atas adalah 2
di antara ratusan naskah salinan yang dibuat atas perintah kolonial, jadi
sangat memungkinkan pada kedua naskah ini terjadi penambahan dan
pengurangan data sesuai pesanan pemerintah kolonial pada masa itu,
masih menurut Prof. Boechari (alm), untuk mengetahui keotentikan isi
ke-2 naskah tersebut harus melakukan seleksi dan perbandingan
dengan data sejarah yang lain.
Dalam ilmu filologi perubahan kata adalah hal yang umum terjadi,
seperti kata Rakeyan seiring dengan perubahan zaman, perpindahan
kisah dari generasi ke generasi kata Rakeyan menjadi Rahadyan dan
setelah kedatangan kaum muslim yang hijrah dari Arab dan persia
sekitar tahun 700-800an Masehi, masuklah unsur arab kedalam kata
Rahadyan menjadi RaDien yang artinya pemimpin agama, kata Radin
kemudian berubah menjadi Raden. Dari perjalanan kata dari Rakeyan
menjadi Raden saja membutuhkan waktu ratusan tahun.
Hal yang sama pun terjadi dengan kata Sancang seiring dengan
perubahan dialek dan pengaruh yang lain dalam kisah turun temurun
menjadi kata Santang.
Mengenai sumber tertulis yang asli bukan salinan, kami yakin pasti ada,
hanya saja sebagian besar sumber tertulis ini telah diambil oleh pihak
kolonial dan kini tersimpan di universitas Leiden-Belanda.
Salah satu sumber tertulis yang kami dapatkan dari salah satu pondok
pesantren di Banten, mengenai kisah Kian Santang yang mendekati
versi aslinya mengatakan bahwa pertemuan antara Kean Santang
dengan Imam Ali terjadi di Mekkah setelah peristiwafathu Makkah/
penaklukkan Makkah (629 M) pertemuan ini memang disengaja karena
perintah dari sang ayah, Prabu Siliwangi, agar putranya mencari guru
yang ilmunya mumpuni.
Singkat kisah setelah mempelajri Islam langsung dari Rasul SAW dan
Imam Ali as, Kian Santang diperintahkan Rasul SAW untuk
mengabarkan tentang Islam atau syiar di tanah Jawa (Sunda).
Kisah orang tua melawan anaknya setelah sang anak memeluk Islam
yang terkenal selain Kean Santang dan Prabu Siliwangi antara lain
Raden Fatah berperang melawan ayahnya, raja Majapahit, Prabu
Brawijaya V. Kisah Raden Fatah dan Brawijaya V dari Majapahit
memiliki alur cerita yang hampir mirip dengan kisah Kean Santang dan
Prabu Siliwangi, dan beberapa kisah serupa yang kami temukan pula
pada naskah-naskah kuno salinan dari Sumatera dan Kalimantan, dari
sini dapat ditarik benang merah bahwa kisah-kisah yang hampir mirip ini
pada dasarnya adalah kisah leluhur yang sama hanya saja dikisahkan di
lokasi yang berbeda dengan bahasa dan dialek yang berbeda, seperti
yang dikatakan Pangeran Wangsakerta dalam naskah
Wangsakertanya :
Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira
wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran.
Dadyeka dudu ngaran swaraga nira.
(Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat
yang menyebut Prabu Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan
nama pribadinya)
Adanya usaha pemalsuan sejarah Islam melalui sistem penyalinan dari
naskah-naskah aslinya juga tidak bisa dianggap remeh, karena
pemalsuan naskah = pemalsuan sejarah, dan masih menurut Boechari
penyalinan ini tidak terbatas hanya pada naskah namun juga terdapat
pada prasasti dan bangunan atau situs-situs kuno.
*********