Anda di halaman 1dari 6

Proses Masuknya Islam dan Strategi Dakwah Sunan Giri dalam Islamisasi di Nusantara1

Oleh : Exsan Ali Setyonugroho dan Yanrika Rosyiana2

Walisongo adalah sekumpulan orang yang disatukan dengan visi yang sama, yakni menyebarkan
agama islam. Kebanyakan mereka melakukan dakwah islamisasi dengan metode yang tidak jauh
berbeda satu dengan lainnya. Mereka merupakan orang yang sukses menyebarkan islam di
nusantara sehingga dapat dipeluk oleh sebagian besar masyarakat. Karena lebih dari 8 abad islam
tidak dapat berkembang dengan baik di nusantara kususnya Jawa. Adanya walisongo-lah yang
merubah sebagian sosio kultural masyarakat.

Kata Wali berasal dari kata Waliullah, yang berarti ‘orang yang mencintai dan dicintai Allah’.
Sedangkan dalam tradisi orang Indonesia dikenal sebutan Sunan. Kata Sunan, berarti
“susuhunan” yang artinya orang yang dihormati atau sebagai pandita dalam istilah lainnya.

Relasi-Relasi Islam di Nusantara

Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk Islam terbesar didunia. Menurut
berbagai sumber, islam datang ke Nusantara banyak menghadapi rintangan oleh sebab itu tidak
mudah untuk di syiarkan. Ada rentang waktu 800 tahun setelah islam masuk di nusantara, bahwa
islam sulit untuk diterima oleh penduduk pribumi. Menurut cacatan Dinasti Tang dari China,
bahwa orang-orang Arab muslim pada tahun 674 M sudah datang ke kerajaan Kalingga.3

Menurut Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Walisongo, Islam sendiri sudah masuk ke
nusantara sejak pertengahan abad ke-7 masehi. Menurut P. Wheatey dalam The Golden
Kersonese: Studies in the Historical Geography of the Malay Peninsula Before A.D. 1500, yang
paling awal membawa seruan islam ke Nusantara adalah para saudagar arab, yang sudah
membangun jalur perhubungan dagang dengan nusantara jauh sebelum islam. Kehadiran
saudagar arab (tazhi) di Kerajaan Kalingga pada abad ke-7, yaitu era kekuasaan Rani Simha
yang terkenal keras dalam menjalankan hukum, diberitakan cukup panjang oleh sumber-sumber
Cina dari Dinasti Tang.

Kemudian S.Q Fatimi dalam karyanya yang berjudul Islam Comes to Malaysia mencatat bahwa
pada abad ke-10 masehi, terjadi migrasi keluarga-keluarga Persia di Nusantara4. Migrasi tersebut
tidak membawa hal yang berarti bagi eksistensi islam untuk dianut oleh warga pribumi, terutama
di jawa.

Sebuah buku yang berjudul Historiografi Jawa yang ditulis oleh R.Tanoyo mengungkapkan
bahwa dalam usaha mengislamkan jawa, Sultan Al-Gabah dari negeri Rum mengirim 20.000

1
Disampaikan pada Seminar Kajian Peninggalan Sejarah, Kamis 19 Juni 2014 di C7, FIS, Unnes
2
Mahasiswa Sejarah, Rombel 4B/ Prada (Paguyuban Rombel Dua) , FIS, Universitas Negeri Semarang
3
Pada saat itu adalah masa kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib ke Umayah
4
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hlm. 46
keluarga muslim ke Pulau Jawa. Namun banyak diantara mereka yang tewas terbunuh dan hanya
tersisa 200 keluarga.5

Sebelum itu juga ada keluarga Lor, yang datang pada zaman Raja Nasiruddin bin Badr yang
memerintah wilayah Lor di Persia tahun 300 H/912 M. Kemudian keluarga Lor ini tinggal di
Jawa dan mendirikan kampung dengan nama Loran atau Leran, yang bermakna Kediaman orang
Lor.6 Ini terbukti sampai sekarang peninggalan arkeologi islam tertua di Nusantara yakni makam
Fatimah binti Maimun yang inskripsinya menunjuk tahun 475 H/1082 H. Situs ini terletak di
Dusun Leran, Desa Pesucinan, Kecamatan Mayar, Kabupaten Gresik.7 Akan tetapi penduduk
pribumi sekitar masih belum masuk islam, ini dibuktikan dengan adanya prasasti Leran pada
abad ke-13.8

Pada tahun 1292 M, Marcopolo seorang pelaut asal Italia akan pulang dari China dan singgah di
perlak. Marcopolo dalam catatanya menyebutkan bahwa di tempat tersebut ada orang-orang
Arab, Persia dan China yang beragama Islam. Kemudian yang paling mencenagangkan bahwa di
pedalaman banyak penduduk aslinya masih memuja roh-roh, pohon dan bahkan kanibal.

Laksamana Cheng Ho dari China datang ke Jawa tahun 1405 M. Menurut catatannya bahwa di
daerah (sekarang) Tuban, Gresik dan Suarabaya terdapat keluarga-keluarga Thionghoa muslim.
Pada perjalanannya yang terakhir, Cheng Ho ditemani oleh juru tulisnya bernama Ma Huan
(muslim) singgah di Jawa pada 1416 M. Ma Huan mencatat dalam bukunya yang berjudul Ying-
yai Sheng-lan (peninjauan tentang pantai-pantai samudra) yang disusun tahun 1451, bahwa
hanya ada tiga macam penduduk di Jawa: orang-orang muslim dari barat, orang China (beberapa
diantaranya beragama islam), dan orang Jawa yang masih menyembah berhala. Akan tetapi ada
beberapa batu nisan di Trowulan dan Troloyo yang menunjukan adanya orang-orang jawa yang
beragama islam9 di istana Majapahit kira-kira lima puluh tahun sebelum masa itu, maka laporan
Ma Huan itu memberi kesan bahwa agama islam memang dianut oleh orang-orang di lingkungan
istana sebelum penduduk biasa dipesisir jawa mulai beralih ke agama ini secara masif.10

5
Ibid,.hlm 47
6
Ibid,. hlm 46
7
Fatimah binti Maimun yang wafat pada 475 H/1082 M merupakan wanita muslim yang lahir di Indonesia tetapi
keturunan Suku Lor yang datang ke Nusantara pada abad ke-10. Tidak jauh dari Desa Leran ada desa yang bernama
Roma, yang menurut tradisi lisan nama desa tersebut berasal dari bermukimnya lima orang Rum (Persia) di masa
silam.

8
Dalam prasasti itu terdapat kalimat yang intinya ada tempat suci bernama batwan yang bersemayam arwah suci
Rahyangta Kutik. Karena pada saat itu makam Fatimah binti Maimun sulit bagi penduduk sekitar mengidentifikasi
bahwa itu beragama islam maka batwan itulah makam Fatimah binti Maimun. Menguatkan juga disana tidak
ditemukan Candi.
9
Makam tersebut menggunakan angka tahun Saka, itu menunjukan bahwa yang dimakamkan tersebut adalah
muslim Jawa
10
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hlm 6
Ini adalah bukti-bukti bahwa Islam sejatinya telah masuk di Nusantara bahkan jauh sebelum
kerajaan majapahit muncul akan tetapi baru diterima oleh masyarakat pribumi secara masif dan
serentak sekitar abad ke-15 dan 16. Yakni Tome Pires pelaut asal Portugis yang datang ke Jawa
pada tahun 1513 M, ia mencatat bahwa disepanjang pantai utara Jawa banyak adipati-adipati
jawa muslim dan diikuti oleh pendudukanya. Kemudian tahun 1522 M pengelana Italia Antonio
Pigafetta,11 ia menyaksikan bahwa di wilayah pantura (sekarang) orang-orang pribumi beragama
islam.

Ini adalah suatu keniscayaan yang harus diungkap mengapa dalam rentang waktu 800 tahun
setelah islam masuk di Nusantara sulit untuk diterima penduduk asli secara masif dan
menyeluruh. Tetapi ada rentang yang relative singkat antara catatan Ma Huan (1416) yang belum
menemukan penduduk asli muslim secara besar, dengan Tome Pires (1513) atau Antonio
Pigafetta (1522) yang telah menemukan penduduk asli yang beragama muslim secara
menyeluruh dan komprehensif. Mengapa begitu cepat dakwah islam yang dilakukan sehingga
dapat mengislamkan sebagian besar penduduk? Sedangkan waktu-waktu sebelumnya islam sulit
diterima. Bagaimana metodenya? Siapa saja orangnya?. Sesuai dengan paragraf pembuka tulisan
ini, bahwa walisongo-lah yang berperan secara masif dalam islamisasi di Nusantara pada era ini.
Walisongo menggunakan metode-metode dakwah yang dapat dengan mudah diterima oleh
penduduk pribumi tanpa pertumpahan darah. Masuknya islam tidak seperti yang dialami
bangsa-bangsa Arab dan India dalam proses kelahiran dan perkembangnnya penuh gejolak dan
berbau darah.12

Strategi Dakwah Sunan Giri dalam Islamisasi di Nusantara

Sunan Giri merupakan salah satu dari anggota walisongo, beliau adalah anak dari Syech Maulana
Ishak dan Dewi sekardau. Sunan Giri merupakan salah satu anggota dari walisongo yang
berkedudukan di Bukit Giri, Gresik. Selain sebagai sunan atau Rohaniawan beliau juga
merupakan raja sekaligus pemegang otoritas tertinggi di wilayah tersebut. Maka dari itu beliau
disebut juga Prabu Satmata. Gelar Prabu menunjuk pada kekuasaan politis, sedangkan nama
Satmata berasal dari nama salah satu nama Dewa Syiwa.13

Menurut Babad Tanah Jawi ayah dari Sunan Giri adalah Maulana Ishak lain daripada itu, Serat
Walisana menyebut Sayid Yakub yang bergelar Raden Wali Lanang adalah ayah Sunan Giri. Ibu
dari Sunan Giri menurut Babad Tanah Jawi adalah Dewi Sekardadu, Serat Walisana
menyebutkan Retno Sabodi sebagai yang melahirkan Sunan Giri. Adapun kakek dari ibu Sunan
Giri adalah Prabu Menak Sembuyu menurut Babad Tanah Jawi, tetapi Serat Walisana

11 Antonio Pigafetta (1491 - 1534) adalah seorang ilmuwan dan penjelajah Venesia yang lahir di Vicenza, Italia. Ia melakukan

perjalanan bersama penjelajah Portugis Ferdinand Magellan dan awaknya pada perjalanan mereka ke Hindia. Selama ekspedisi,
ia menjadi asisten Magellan yang berdisiplin dan terus membuat jurnal yang akurat.

12
Abu Su,ud, Asia Selatan
13
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hlm. 180
menyebutkan Prabu Sadmudda adalah kakek dari ibu Sunan Giri. Meskipun memiliki perbedaan
nama tokoh, baik dari Babad Tanah Jawi maupun Serat Walisna dari keduanya memilki alur
cerita yang sama bahwa dari pihak ibu Sunan Giri merupakan keturunan Raja Blambangan
(Banyuwangi) dan ditarik lagi sampai Hayam Wuruk melalui Bhre Wirabumi (putra Hayam
Wuruk dari selir yang dirajakan di Blambangan). Bahkan nama Giri adalah nama yang diambil
di daerah Giri di Bnyuwangi (sekarang).14

Menurut Sumber Babad Tanah Jawi maupun Serat Walisana yang sama alurnya menyebutkan
bahwa Maulana Ishak dikirim oleh Sunan Ampel untuk dakwah di Blambangan. Meskipun sudah
menjadi menantu dari Raja Blambangan saat itu atau menikah dengan Dewi Sekardadu/ Retno
Sabodi, tatapi usaha dakwah yang dilakukan oleh Maulana Ishak mengalami kegagalan karena ia
diusir oleh mertuanya ketika ia meminta meturanya untuk meninggalkan agamanya yang lama.
Maulana Ishak meninggalkan istrinya yang sedang hamil tua. Dikisahkan lahirlah bayi Sunan
Giri dan pada saat itu pula terjadi wabah penyakit yang melanda Blambangan. Raja menduga
wabah penyakit tersebut disebabkan oleh sang bayi putra Maulana Ishak, maka dari itu bayi
dibuang dilaut dimasukan didalam peti dan tersangkut oleh kapal Nyi Pinatih15 yang kemudian
menjadi ibu angkat Sunan Gresik. Itulah sebabnya Sunan Giri disebut juga Joko Samudro.

Bayi dirawat oleh Nyi Ageng Pinatih di Gresik. Setelah beranjak besar dibawa ke Sunan Ampel
di Surabaya (dulu Ujung Galuh) untuk belajar ilmu agama. Selama berguru di Ampeldenta Joko
Samudro berteman akrab dengan Makdum Ibrahim tak lain adalah putra dari Sunan Ampel yang
nantinya bergelar Sunan Bonang.16 Joko Samudro saat di Ampeldenta diberi nama oleh Sunan
Ampel atas permintaan dari Maulana Ishak yakni Raden Paku. Sunan Ampel sendiri memberi
julukan kepada Joko Samudra dengan nama M. Ainul Yaqin karena kejujuran serta ketaatannya
dengan sang Guru yakni Sunan Ampel sendiri. Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, Raden
Paku dan Raden Makdum Ibrahim akan pergi ke Mekkah untuk naik haji sekaligus menuntut
ilmu. Setelah sampai di Malaka dan singgah disana mereka bertemu dengan Maulana Ishak yang
merupakan ayah kandung Raden Paku. Mereka kemudian diberi ilmu keislaman termasuk ilmu
tasawuf. Menurut cacatan pada silsilah Bupati Gresik pertama yakni Kyai Tumenggung
Poesponegoro, bahwa disana disebutkan Maulana Ishak dan Sunan Giri adalah guru Tarekat
Sayathariyah. Maka bisa dikatakan aliran tasawuf dari Sunan Giri adalah aliran Tasawuf Tarekat
Sayathariyah.17

14
Ibid,. hlm 174-176
15
Menurut Hosein Djajadiningrat dalam Sejarah Banten(1983), Nyai Pinatih adalah seorang janda kaya di Gresik.
Nyai Pinatih memiliki suami bernama Koja Mahdum Syahbandar, yang merupakan seorang asing di Majapahit.
16
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel dari pernikahan dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja Bupati
Tuban. Sunan Bonang dikenal tokoh walisongo yang ulung dalam berdakwah dan menguassi ilmu fiqih, ushuludin,
tasawuf, seni, sastra, arsitektur dan berbagai ilmu lainnya. Sunan Bonang menfokuskan dakwahnya di Tuban, Lasem
dan daerah pantai utara antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
17
Ibid., hlm 174. Tarikat Syattariyah adalah aliran tarikat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15.
Tarikat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopularkan dan berjasa mengembangkannya, yaitu Abdullah asy-
Syattar dari Samarkand (Asia Tengah). Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah)
Menurut Babad Tanah Jawi , Raden Paku dan Raden Mahdum Ibrahim membatalkan
perjalannya untuk ke Mekkah dan kemudian berputar haluan pergi ke Jawa. Tindakan itu diambil
karena Jawa yang lebih membutuhkan dakwah islam. Sebelumnya Raden Paku dibekali
segumpak tanah oleh Maulana Ishak dan dua orang abdi bernama Syaikh Koja dan Syaikh
Grigis. Raden Paku setelah sampai di Jawa mencocokan tanah yang didapatkan dari ayahnya.
Sampailah Raden Paku di atas bukit yang tanahnya sama dengan tanah yang dibawanya dari
Maulana Ishak. Bukit tersebut disebut Giri. Kemudian Raden Paku membangun masjid dan
berdakwah untuk menyebarkan ajaran islam disana nantinya bangunan itu disebut dengan Giri
Kedaton. Maka dari itu Raden Paku disebut Sunan Giri (Guru Suci di perbukitan Giri).

Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari penjuru Nusantara, mulai dari Maluku, Madura,
Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Hitu dan Kepulauan Maluku. Bukan hanya dari rakyat kecil,
murid Sunan Giri juga barasal dari golongan ningrat seperti para pangeran. Setelah para
pangeran kembali ketempatnya kemudian mambawa semangat baru untuk lepas dari kerajaan
Majapahit. Karena majapahit hancur ditandai dengan candrasengkala sirna ilang kertaning bumi
yakni 1400 saka atau 1478 Masehi, sedangkan kelahiran Sunan Giri yakni 1443 M maka pada
saat itu sebelum Majapahit Runtuh Sunan Giri telah lahir kemudian membangun pesantren pada
usia muda sebelum beliau menikah.

Selian sebagai Rohaniawan, Sunan Giri juga sebagai Raja diwilayah tersebut. Hal ini tercermin
pada nama lainnya yakni Prabu Satmata. Sunan Giri juga disebut sebagai pengganti kedudukan
Sunan Ampel menjadi ketua penasihat Kerajaan Demak ketika Sunan Ampel meninggal dunia.
Maka dari itu Sunan Giri disebut dengan Prabu Satmata. Nama dari Sunan Giri yang lain yakni
Sultan Faqih yang menurut berbagai sumber bahwa nama itu disandang oleh Sunan Giri lantaran
Sunan Giri lah yang memutuskan Syeikh Siti Jenar dihukum.

Dakwah Sunan Giri banyak melalui berbagai metode. Mulai dari pendidikan, budaya, serta
politik. Dalam bidang pendidikan Sunan Giri tidak hanya didatangi oleh para santrinya dari
berbagai daerah melainkan juga Sunan Giri tidak segan-segan untuk mendatangi masyarakat dan
menyampaikan ajaran islam dengan empat mata. Setelah keadaan memungkinkan masyarakat
dikumpulkan dengan acara-acara selametan, upacara dln, yang kemudian ajaran agama islam
disisispkan lambat laun masyarakat mulai melunak dan mengikuti ajaran islam.18

Dalam bidang budaya Sunan Giri mengembangkan dakwah islam juga dengan mamanfaatkan
seni pertunjukan yang menarik minat masyarakat. Sunan Giri juga dikenal pencipta tembang
Asmaradhana dan Pucung kemudian Padang Bulan, Jor, Gula Ganti, dan permainan anak-anak
Cublak-cublak suweng. Selain itu Sunan Giri juga dikenal sebagai seorang raja, yang
memungkinkan lebih leluasa dalam usaha dakwahnya menyebarkan ajaran islam.

dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Bisa dianalisis bahwa
mengapa Sunan Giri mendapatkan aliran Sayathariyah yakni dari ayahnya Maulana Ishak yang mendapatkan ilmu
serupa dari tempat kelahirannya.
18
R. Pitoyo, Tentang Sistim Pendidikan di Pulau Djawa XVII-XVIII (1962)
Maka dari itu bisa disimpulkan usaha-usaha yang dilakukan oleh para walisongo terutama juga
Sunan Giri telah mencoba membaur dengan kebiasaan masyarakat setempat. Oleh karena islam
dahulu telah masuk tetapi sulit untuk diterima oleh masyarakat secara masif maka ada inovasi
yang dilakukan para walisongo. Maka menurut Ahmad Sobirin, juru kunci makam Sunan Giri,
para walisongo dalam dakwahnya lebih mementingkan akhlak daripada fiqih. Maka dari itu
proses islamisasi yang dilakukan walisongo hampir tidak ada pertumpahan darah.

DAFTAR PUSTAKA

Fatimi, S.Q. 1963. Islam Comes to Malaysia. Singapore : Malaysian Sosiological Research
Institute.

Kasdi, Aminuddin. 2005. Kepurbakalaan Sunan Giri. Surabaya: Unesa University Press.

Mulyana, Slamet.2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha dan Timbulnya Negara-negara Islam


Nusantara. Yogjakarta: LKIS.

Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta :Serambi

Sunyoto, Agus. 2012. Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai
Fakta Sejarah. Depok: Pustaka Iman.

Anda mungkin juga menyukai