Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERKEMBANGAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA

INDONESIA

BAB VII
SEJARAH PERKEMBANGAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI
BAHASA INDONESIA
7.1 Tujuan
Setelah mempelajari bab ini diharapkan
mahasiswa dapat:
1. menjelaskan sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
2. menjelaskan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
3. mengidentifikasi upaya menjaga martabat bahasa Indonesia

7.2 Materi
A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Kita semua tahu bahwa bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Melayu. Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, nama Indonesia
resmi digunakan. Pengubahan nama tersebut dilakukan karena bahasa Melayu (BM), dengan
label Melayu tersebut menonjolkan salah satu etnis, sedangkan pada saat perjuangan untuk
mencapai kemerdekaan segala usaha diadakan untuk mencapai suatu persatuan. Pada waktu
itu persatuan bangsa perlu digalang karena hanya dengan persatuan bangsa kita mempunyai
kekuatan untuk mengusir penjajah Belanda (Badudu, 1995:28).
Pengangkatan BM menjadi bahasa Indonesia bukannya tanpa tantangan. Pada
waktu itu terjadi pertarungan dua politik bahasa. Ketika para nasionalis berhasil menjadikan
BM menjadi bahasa persatuan untuk bangsa kita, kaum penjajah beserta para pendukungnya
di kalangan bumi putera terus-menerus melontarkan gagasan bahwa bahasa Indonesia adalah
bahasa yang tidak mempunyai otoritas. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang kacau
(Pabottinggi, 1996:214).
Menanggapi tuduhan tersebut Sutan Takdir Alisjahbana menulis bahwa jika benar
bahasa Indonesia kacau, hal itu adalah kekacauan yang nikmat. Pernyataan tersebut
mengacu pada kenyataan bahwa yang bekerja dalam perkembangan bahasa Indonesia yang
tampaknya liar tidak lain adalah suatu kekuatan kreatif, suatu proses transformasi, yaitu
kekacauan dalam proses menjadi. Tanggapan Takdir tersebut mewakili rasa percaya diri yang
kuat di kalangan para pemuda pelopor kebangkitan nasional kita pada masa itu.
Menurut Pabottinggi (1996), setidak-tidaknya ada enam alasan yang
memungkinkan kuatnya rasa percaya diri para pemuda dan yang kemudian menopang bahasa
Indonesia. Pertama, adanya kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa BM adalah lingua
franca yang hidup dan telah ratusan tahun menjembatani pergaulan dan perdagangan
antarasuku bukan hanya di Nusantara, tetapi juga di kawasan Asia Tenggara Maritim. Hal ini
terbukti dengan adanya beberapa prasasti berikut.
- Prasasti Kedukan Bukit di Palembang (683)
- Prasasti Talang Tuo di Palembang (684)
- Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat (686)
- Prasasti Gandasuli di Bogor (832)
Kedua, penobatan BM menjadi bahasa Indonesia ditopang oleh semangat yang
kuat. Bahkan dapat dikatakan terdapat hubungan simbiosis antara bahasa Indonesia dengan
paham kebangsaan kita. Kesamaan lingua franca antarasuku, yang kemudian menjadi
kesamaan bahasa intrabangsa ikut membidani lahirnya nasionalisme kita, dan sebaliknya,
nasionalisme kita memperkuat posisi lingua franca.
Ketiga, ekslusivisme kebudayaan Belanda seperti tecermin dalam politik bahasa
mereka membuat mayoritas bangsa Indonesia terpaksa harus bereksperimen dengan bahasa
dan/atau kebudayaan sendiri.
Keempat, dari kalangan cerdik pandai kita terdapat tokoh-tokoh serta pejuang-
pejuang yang sepenuh hati mengerahkan tenaga dan perhatian dalam rangka pembinaan
bahasa nasional kita.
Kelima, sifat BM lingua franca itu sendiri sangat istimewa dalam hal watak
demokratis dan kelenturan berlaku dalam berbagai kalangan. BM mempunyai kemampuan
menembus berbagai kalangan serta lapisan masyarakat tanpa merusak watak dasarnya
sendiri.
Keenam, kenyataan bahwa dengan memakai bahasa yang berakar dari bumi dan
kultur sendiri, kita tidak perlu terjebak dalam bahasa Belanda beserta segenap sistem nilai
dan pandangan dunia para pendukung utamanya. Kita tidak perlu mengalami
Uubervremdung, yaitu alienasi dari kosmologi kita sendiri akibat keterpenjaraan pada
kosmologi bahasa dan bangsa Belanda. Keadaan seperti ini banyak dialami oleh kaum
cendikiawan India dan Afrika yang alam pikirannya sudah terpenjara dalam bahasa Inggris
dan Perancis.
Apa yang dikemukakan oleh Pabottinggi dengan menyitir pendapat Takdir di atas,
sejalan dengan pikiran Slametmuljana tentang beberapa faktor yang menjadi alasan pemilihan
BM menjadi bahasa Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah faktor historis, kemudahan
bahasa, psikologis, dan faktor kesanggupan bahasa (Slametmuljana dalam Wiyanto, 1987:12-
13).
Faktor historis berkaitan dengan adanya realitas historis BM sebagai lingua
franca. Faktor kemudahan yang berkaitan dengan BM mencakup (1) kemudahan dalam
melafalkan fonem-fonem bahasa, (2) BM berstruktur sederhana, dan (3) BM tidak tidak
mengenal perbedaan bentuk yang disebabkan oleh perbedaan strata sosial pemakai (tingkat
tutur kultural), seperti undha usuk dalam budaya Jawa. Faktor psikologis berkaitan dengan
adanya keinginan untuk segera menciptakan persatuan di antara berbagai etnis sehingga
perjuangan untuk mencapai cita-cita dapat segera dilanjutkan (Badudu, 1995:28). Sedangkan
faktor kesanggupan berhubungan dengan kesanggupan bahasa tersebut menjadi sarana untuk
mewadahi dan mengungkapkan kebudayaan nasional (Wiyanto, 1987:13).
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa bahasa Indonesia pada awal
pertumbuhannya merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia
dapat menjadi wahana pemersatu etnis di Nusantara dalam rangka menggalang kekuatan
untuk mengusir penjajah.
Bahasa mempunyai hubungan yang sangat erat dengan nasionalisme. Bahasa
bersama-sama dengan kebudayaan, agama, dan sejarah dianggap sebagai unsur nasionalisme
(Fishman dalam Siregar, 1995:4). Dalam nasionalisme, bahasa berperan sebagai pengenal
diri, pembeda, dan pemersatu. Konsep ini merujuk kepada perasaan dari masyarakat suatu
bangsa bahwa mereka bersatu dan merasa sama dengan yang lainnya karena berbahasa sama,
serta berbeda dengan lainnya karena berbahasa yang berbeda. Nasionalisme berkembang dari
nasionalitas, yaitu kesadaran sekelompok masyarakat yang menganggap dirinya sebagai suatu
unit sosiokultural yang berbeda dengan kelompok lain yang berkembang melampaui konsep
lokal dan ikatan kesatuan daerah. Pendapat ini sejalan dengan pandangan Bell (1995:259)
yang menyatakan bahwa nasionalisme merupakan keinginan sebuah bangsa baru untuk
mencari identitas sendiri dalam mengatasi loyalitas lokal, kesukuan, agama, atau loyalitas
lain yang berbenturan dengan loyalitas terhadap negara.
Berkaitan dengan proses sosiokultural bahasa terdapat dua proses yang berbeda
tetapi saling terkait satu dengan yang lain, yaitu proses nasionalisme bahasa dan proses
nasionisme bahasa. Proses nasionalisme bahasa merupakan proses pertumbuhan kesadaran
akan kebangsaan, yang salah satu perwujudannya tergambar melalui pengidentifikasian
kebangsaan tersebut dengan bahasa. Sedangkan proses nasionisme bahasa adalah proses
pemilihan dan pembakuan bahasa sebagai alat administrasi pemerintahan negara (Siregar,
1995:5).
Perubahan BM menjadi bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai bahasa nasional
berdasarkan kesepakatan hasil Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tidak dapat dilepaskan dari
aspek historis pertumbuhan nasionalisme Indonesia. Seperti telah dikemukakan oleh
Pabottinggi di atas, antara bahasa Indonesia dengan nasionalisme Indonesia mempunyai
hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Penggunaan bahasa Indonesia mendorong
lahirnya nasionalisme Indonesia, dan kelahiran nasionalisme Indonesia semakin memperkuat
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Menurut Siregar (1995:7), bahasa Indonesia dalam nasionalisme Indonesia
berperan sebagai pembeda kelompok, sebagai pemersatu, dan sebagai ikatan emosional
dengan sejarah. Peran bahasa Indonesia tersebut dapat kita simak dalam sejarah pergerakan
nasional Indonesia. Misalnya Budi Utomo yang didirikan oleh bangsawan Jawa, tidak
menggunakan bahasa Jawa untuk alat komunikasi antaranggota. Mereka memilih
menggunakan bahasa Indonesia untuk menghilangkan hambatan kultural antaranggotanya.
Demikian juga Ki Hadjar Dewantoro dengan Pendidikan Taman Siswanya. Fakta-fakta
sejarah tersebut membuktikan bagaimana keterkaitan bahasa Indonesia dengan nasionalisme
Indonesia.

B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Pembahasan tentang kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan
sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Menurut Amran Halim (1984:23), sebagai bahasa
nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang
identitas nasional, (3) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar
belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan
Indonesia, dan (4) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Sedangkan dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan ada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintahan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi (Halim, 1984: 24).
Selanjutnya berkaitan dengan kedudukan dan fungsi bahasa daerah dan bahasa
asing, Wiyanto (1987: 10-11) mengemukakan bahwa bahasa daerah mempunyai fungsi (1)
lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan dalam
keluarga dan masyarakat daerah. Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa
daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di
Sekolah Dasar, di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran
bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat pengembangan serta pendukung
kebudayaan daerah. Sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai (1) alat perhubungan
antarbangsa, (2) alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern,
dan (3) alat pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan
nasional.

C. Ancaman terhadap Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


Seperti telah dikemukakan di atas, ancaman terhadap bahasa Indonesia dapat
berasal dari gejala disintegrasi bangsa, warisan kolonialisme tentang sikap, dan derasnya arus
globlalisasi (imperalisme bahasa dan budaya).
Dalam tulisannya di majalah Verba Vol. 1 Nomor 2 Februari 2000, Badib
mengajak kita berpikir tentang masih relevankah peranan bahasa Indonesia sebagai alat
pemersatu bangsa Indonesia? Pertanyaan tersebut dimunculkan mengingat gejala disintegrasi
bangsa benar-benar mengancam negara kita. Keberhasilan Timor Timur memisahkan diri
dari Indonesia secara otomatis berdampak langsung terhadap bahasa Indonesia. Demikian
juga halnya jika Aceh, Irian Jaya, Riau, Maluku, Sulawesi Selatan berhasil memisahkan diri
tentu kita semua berharap hal ini tidak dari Indonesia, hal tersebut akan berdampak sangat
luar biasa terhadap keberlangsungan hidup bahasa Indonesia di daerah tersebut. Nasionisme
tentu akan berlangsung pula di negara-negara baru itu.
Menurut Badib, setelah kemerdekaan bahasa Indonesia mengalami transformasi.
Bahasa Indonesia bukan saja berfungsi sebagai alat pemersatu tetapi juga berfungsi sebagai
alat sosial, ekonomi, dan politik. Bahasa tidak dapat dipandang sebagai satu-satunya penentu
kesatuan dan persatuan bangsa. Masih banyak faktor lain, misalnya agama, ideologi,
geografis, kebudayaan, etnis, dan ekonomi.
Ancaman kedua yang juga sangat membahayakan bahasa Indonesia adalah sikap
negatif terhadap bahasa Indonesia. Chaer dan Leonie Agustina (1995:198) menyatakan:
sikap merupakan fenomena kejiwaan yang biasanya termanifestasikan dalam bentuk
tindakan atau perilaku. Lebih lanjut Garvin dan Mathiot (dalam Suwito, 1983: 91)
menjelaskan bahwa sikap bahasa mengandung tiga ciri pokok, yaitu kesetiaan bahasa
(language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride), dan kesadaran akan adanya norma
bahasa (awareness of the norm).
Sikap negatif terhadap bahasa Indonesia tersebut dapat disebabkan oleh warisan
kolonialisme yang berhasil menanamkan bahwa segala sesuatu yang berasal dari luar/asing
itu yang paling baik. Hal itu terwujud dalam sikap penutur bahasa Indonesia yang lebih
membanggakan bahasa asing daripada bahasa nasionalnya. Warisan lain adalah keberhasilan
melakukan politik devide et impera sehingga menimbulkan pandangan bahasa Indonesia
adalah penjajah bahasa daerah. Pandangan lain yang juga mencemaskan adalah adanya
anggapan telah dilakukannya Jawanisasi bahasa Indonesia (simak tulisan Pabottinggi dan
Benedict R. OG. Anderson dalam Bahasa dan Kekuasaan) dan pandangan yang negatif
terhadap keberadaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang dianggap sebagai
Polkam-nya bahasa (lihat tulisan-tulisan Ariel Heryanto dalam Bahasa dan Kekuasaan).
Sikap negatif terhadap bahasa Indonesia tersebut terjadi karena selama pemerintahan Orde
Baru, bahasa Indonesia bersama-sama dengan lembaga pembinanya telah dijadikan sebagai
alat politik penguasa.
Ancaman ketiga yaitu bahasa Indonesia yang terkepung oleh arus globlalisasi
(imperalisme bahasa dan budaya). Kekhawatiran terhadap ancaman yang ketiga ini dapat kita
simak dari tulisan Harimurti Kridalaksana (1982) Haruskah Kita Mengorbankan Bahasa
Nasional Kita untuk Melayani Turis Asing dan Perusahaan Asing?; Chaedar Alwasilah
(1997) Imperalisme Budaya dan Budaya; Djoko Soeloeh Marhaen (1985) Konflik-konflik
Kebahasaan dalam Konteks Multilingual; dan Taufik Abdullah (1996) Situasi Kebahasaan
Masa Kini: Kepungan Eksternal dalam Perkembangan Bahasa dan Wacana di Indonesia.
Menurut Alwasilah (1997:6), bahasa Indonesia yang merupakan jati diri bangsa
mengalami ancaman, terutama akibat makin tidak terkendalinya pemakaian kata dan istilah
bahasa asing. Menyitir hasil penelitian Gunarwan, Alwasilah menyatakan bahwa bahasa
Inggris berpotensi menjadi kendala penanaman sikap positf dan rasa cinta kepada bahasa
Indonesia. Bahasa Inggris cenderung dinilai lebih tinggi (bergengsi) daripada bahasa
Indonesia. Kecenderungan ini patut kita waspadi sebagai tanda zaman dan cairnya
semangat Sumpah Pemuda 1928.
Secara rinci Pabottinggi (1996:216) menyatakan bahwa akhir-akhir ini bahasa
nasional kita tumbuh secara memprihatinkan. Terdapat tujuh butir yang dapat dikemukakan
sehubungan dengan perkembangan bahasa Indonesia.
1. Penggunaan bahasa Inggris secara berlebihan atau secara salah kaprah. Ini berlaku pada
nama-nama toko dan bioskup, gedung-gedung tinggi, kompleks-kompleks perumahan
mewah, pusat-pusat hiburan, hingga nama usaha-usaha di perkampungan yang tidak ada
orang asingnya sekalipun, atau ceplas-ceplos dengan kata-kata Inggris di sela-sela
pembicaraan para pejabat. Misalnya: Golden Truly, The Big Family Moslem, Allah Is Our
Aim (Pabottinggi, 1996); full stereo, full video, full AC, full air mata, full asap, University of
Airlangga (Marhaen, 1985).
2. Pelanggaran kaidah-kaidah bahasa Indonesia di media massa maupun di tempat umum. Yang
paling lazim ialah ketidakmampuan membedakan cara menulis awalan di dengan kata depan
di atau bergandanya kata walaupun dan namun dalam satu kalimat.
3. Masuknya struktur kalimat bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia yang sifatnya tidak pas
dan merusak bahasa Indonesia. Misalnya: Segar Rasa Buahnya, Enak Dikunyahnya; Nanti
tak undang, ya?; Semuanya tak bereskan minggu depan.
4. Gejala kemalasan berpikir yang mulai parah tampak dalam kebiasaan membuat predikat
kalimat menurut subjeknya. Misalnya: Pengumunan itu akan diumumkan ....;
Pelaksanaan proyek itu akan dilaksanakan ....
5. Meluasnya kecenderungan akronim secara sewenang-wenang dan membingungkan khalayak,
bahkan menyalahi prinsip akronim yang didasarkan pada pemakaian suku-suku kata yang
nyata ada dalam kata-kata yang hendak diakronimkan. Misalnya: Kloter.
6. Pelecehan terhadap bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Misalnya even untuk event;
brenghsex.
7. Pelecehan bahasa Indonesia oleh ideologi pendidikan kita yang cenderung menomorduakan
ilmu-ilmu noneksakta.
Selain apa yang dikemukakan oleh Pabottinggi di atas, hal lain yang dapat ditambahkan
berkaitan dengan pertumbuhan bahasa Indonesia yang memprihatinkan adalah:
8. Pemerkosaan terhadap aspek semantis kosakata. Hal ini dapat dilihat pada munculnya
penggunaan kosakata seperti: anak bangsa, atas nama rakyat, sebatas wacana,
sebagian besar masyarakat yang tidak jelas rujukannya.
9. Distorsi perkembangan bahasa dengan penggunaan kosakata yang cenderung menonjolkan
perilaku sadis dan brutal dalam surat kabar. Misalnya kata diperkosa, dikepruk, dibantai,
dihabisi, dibacok, dibakar dan lain-lain.

D. Upaya Menjaga Martabat Bahasa Indonesia


Menjaga martabat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional merupakan suatu
usaha yang sangat berat. Hal ini disebabkan oleh beratnya beban yang harus ditanggung oleh
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Badib (2000: 141) mengusulkan agar disusun
konsep reorientasi, refungsionalisasi, dan revitalisasi bahasa Indonesia. Usaha tersebut tidak
bisa dilepaskan dari faktor-faktor pendukung kesatuan dan persatuan bangsa yang meliputi
agama, ideologi, kebudayaan, etnis, ekonomi, dan politik.
Sejalan dengan pendapat Badib, Pabottinggi mengajukan konsep otosentrisitas.
Menurut Pabottinggi (1996:219), agar bahasa Indonesia mempunyai otoritas, yang perlu
dilakukan bukan suatu politik bahasa, melainkan pelaksanaan kebijakan otosentrisitas, yaitu
kesadaran bahwa apa pun yang kita lakukan dalam keseluruhan dinamika ekonomi, politik,
dan kultural kita, yang diutamakan adalah pembangunan jiwa dan raga bangsa kita.
Dengan prinsip ini, bangsa kita tidak menjadi kuli di negerinya sendiri, agar merekalah yang
sungguh-sungguh menjadi pemilik dari tanah dan airnya, dan agar bahasanyalah yang
menduduki tempat paling terhormat dalam seluruh kegiatan komunikasi nasional maupun
lokal di negerinya.
Alwasilah (1997:6) menyatakan bahwa untuk menanamkan rasa cinta terhadap
bahasa Indonesia adalah dengan resep strategi kesejahteraan secara ekonomi dan politik. Jika
rakyat hidupnya sejahtera, nalarnya tinggi, dan menikmati kebebasan berekspresi dan
berkreasi dengan bahasa Indonesia sebagai wujud seni, kecendikiaan, atau kritik sosial, maka
kebangsaan dan kebahasaan Indonesia dengan sendirinya akan semakin membanggakan.
Penulis setuju dengan pendapat di atas. Selama bangsa kita menjadi bangsa
peminta-minta, tidak mempunyai kekuatan ekonomi yang mapan akan sulit menumbuhkan
rasa bangga kepada bahasa Indonesia. Kalau bangsa kita mempunyai tingkat pendidikan yang
tinggi sehingga menguasai bidang IPTEK dan seni yang berdampak pada kemapanan
dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya, hal tersebut secara langsung akan dapat
mengangkat derajat dan martabat bangsa dan bahasa Indonesia.

7.3 Rangkuman
Perubahan bahasa Melayu menjadi
bahasa Nasional merupakan suatu kebanggaan
bagi bangsa kita karena tidak banyak bangsa yang
mampu melakukan pemilihan bahasa nasionalnya
seperti bangsa kita. Bahasa nasional kita tersebut
patut dibanggakan karena mampu menyatukan
tekad, semangat, dan cita-cita seluruh etnis dalam rangka membentuk nasionalitas dan
nasionalisme Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara
mempunyai fungsi tersendiri. Demikian pula dengan bahasa daerah dan bahasa asing.
Namun demikian, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional perlu dijaga dari
berbagai ancaman. Ancaman tersebut dapat berupa gejala disintegrasi bangsa, perwujudan
sikap negatif sebagai warisan kolonialisme, dan kepungan arus globlalisasi. Upaya yang
perlu dilakukan untuk menjaga martabat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah
dengan melakukan reorientasi, refungsionalisasi, dan revitalisasi bahasa Indonesia. Usaha ini
bisa ditempuh dengan kebijakan pembangunan yang bersifat otosentrisitas, yaitu
keberpihakan dan pengutamaan bangsa sendiri. Keberhasilan pembangunan dalam bidang
politik, ekonomi, dan budaya akan menyejahterakan rakyat Indonesia. Hal ini dengan
sendirinya akan membuat kebangsaan dan kebahasaan Indonesia semakin membanggakan.

7.4 Soal Latihan


Perintah: Diskusikan dengan teman Saudara latihan berikut
kemudian presentasikanlah di depan kelas!
1. Benarkah bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang
telah lama berfungsi sebagai lingua franca? Berikan argumentasi
dan bukti!
2. Jelaskan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional!
Menurut Saudara apakah fungsi tersebut sudah berjalan dengan
baik? Jelaskan!
3. Jelaskan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara! Jelaskan!
4. Bagaimanakah tanggapan Saudara terhadap pemakaian bahasa Indonesia di kalangan
kelompok tertentu yang cenderung mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa
Inggris?
5. Apakah saran Saudara agar bahasa Indonesia dapat semakin kokoh dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara dan bahasa nasional? Berikan argumentasi!

PENTINGNYA PENERAPAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR


Amir Kusno

(Amirkusno@rocketmail.com)

A. Pentingnya Penerapan Bahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar


Seperti yang kita ketahui, negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai
suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai perbedaan dalam bahasa dan kebudayaannya.
Maka diperlukan sebuah alat yang mampu mempersatukan perbedaan yang ada. Salah
satunya adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia
dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia bagi kita merupakan suatu karunia
Tuhan, karena adanya bahasa itu sekaligus telah melenyapkan persoalan bahasa nasional,
yang sangat pelik dan gampang menimbulkan masalah kedaerahan (Samsuri, 1981:27).
Ditegaskan dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928 yang menyatakan kami putra dan
putri indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri
Indonesia berbangsa satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sumpah ini membuktikan bahwa pengakuan
bertanah air satu, berbangsa satu Indonesia dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
indonesia, memiliki fungsi yang luar biasa dalam mempersatukan dan mengembangkan
kepribadian bangsa.
Fungsi tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia senantiasa
berkepribadian, berperilaku, dan berbudi bahasa khas Indonesia. Dampaknya, persatuan para
pemuda yang terpisah-pisah dalam suatu organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan
menyatakan tekatnya yang bulat untuk bersatu sebagai pemuda Indonesia dan menggunakan
bahasa Indonesia dalam setiap komunikasi nasional (Setyawati 2010:2).
Bagaimana agar penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan menjadi
sangat efektif. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat menjadi batu duga
sifat kecendekiawannya. Seseorang yang berbicara dengan baik dan cermat, dengan
memperhatikan struktur kalimat yang bagus, akan dipandang sebagai seseorang yang
berwawasan luas. Dan bagi seorang mahasiswa atau pengajar yang berbahasa dengan cukup
cermat, ternyata dari struktur kalimat yang rapi, pilihan kata yang tepat, serta pilihan ragam
bahasa yang tepat, serta pilihan ragam bahasa yang sesuai konteks bicara, akan di pandang
sebagai seorang yang cendekiawan. Selain itu dia juga berwawasan yang luas tentang
kehidupan. Karena itu, dia dapat menempatkan diri lewat bahasa dan tingkah laku berbahasa
(Widjono Hs, 2012: 2).
Penerapan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangatlah penting. Dewasa ini
masalah terbesar yang berkenaan dengan kemajuan bahasa Indonesia ialah menjadikannya
sebagai bahasa yang dapat dipakai dan dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia dari semua
pelosok negeri dan semua lapisan sosial (Elieva, 1991:10). Pada kenyataannya, penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar pada jaman sekarang telah mengalami banyak
penurunan. Contoh yang paling sederhana, yaitu : Banyaknya generasi muda bangsa yang
terbiasa mengetik status atau sms seperti, met maem atau aq gie cibuk seharusnya tulisan
yang benar, yaitu : selamat makan dan aku lagi sibuk. Padahal tidak semua orang
mengerti tulisan singkatan seperti itu. Berikut adalah contoh bahasa tulis yang sedang
menjadi tren pada remaja Indonesia.

1. Menggunakan angka untuk menggantikan huruf. Contoh: 4ku ciNT4 5 K4moe (Aku cinta
kamu).
2. Kapitalisasi yang sangat berantakan. Contoh: IH kAmOE JaHAddd (ih kamu jahat).
3. Menambahkan x atau z pada akhiran kata atau mengganti beberapa huruf seperti s
dengan dua huruf tersebut dan menyelipkan huruf-huruf yang tidak perlu serta merusak EYD
atau setidaknya bahasa yang masih bisa dibaca. Mengganti huruf s dengan c sehingga
seperti balita berbicara. Contoh:, xory ya, becok aQ gx bica ikut.
4. menggunakan singkatan-singkata kata : semangka (semangat kaka), stw (santai wae),
otw ( on the way).
5. mengubah huruf vokal atau konsonan menjadi kata yang bernada lebih rendah : semangat
cemungud.
6. Menganti huruf dengan angka maupun tanda-tanda dalam bacaan. Contoh huruf
i diganti !/1 (pap!).

Generasi muda zaman sekarang seolah sudah tidak berminat lagi untuk menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, yang mana pada dasarnya adalah bahasa nasional
Negara Indonesia. Mereka malah lebih menyukai bahasa asing yang sebenarnya hanyalah
tamu di negara tercinta kita ini. Rasa nasionalis harus kita terapkan sedini mungkin terhadap
generasi kita, hal ini bisa kita berikan melalui pembelajaran di sekolah.
Melalui pembelajaran, penguasaan bahasa Indonesia diharapkan dapat mengembangkan
berbagai kecerdasan, karakter, dan kepribadian. Orang yang menguasai bahasa Indonesia
secara aktif dan pasif akan dapat mengekspresikan pemahaman dan kemampuan dirinya
secara runtut, sistematis, logis, dan lugas. Hal ini dapat menandai kemampuan
mengorganisasi karakter dirinya yang terkait dengan potensi daya pikir, emosi, keinginan,
dan harapannya, yang kemudian diekspresikannya dalam berbagai bentuk: artikel, proposal
proyek, penulis laporan, lamaran pekerjaan, dan sebagainya (Rahardi, 2006:3). Terutama
dalam masalah bahasa, karena belakangan banyak bahasa-bahasa yang dibuat-buat yang tidak
jelas apa tujuannya. Contoh kecilnya yang lagi marak sekarang adalah bahasa-bahasa alay.
Sebenarnya pada dasarnya bahasa alay adalah bahasa Indonesia, namun banyak yang
dirubah baik dari segi pengucapan dan tulisannya. Belum adanya peraturan yang khusus
dalam penggunaan bahasa Indonesia, membuat bahasa alay semakin berkembang. Bahasa
alay pada umumnya digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya
selama kurun tertentu. Hal ini dikarenakan, remaja memiliki bahasa tersendiri dalam
mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk
menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain
tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik
antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa
mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan
bahasa rahasia. Oleh karena itu, kita harus bisa mempertahankan bahasa Indonesia sebagai
bahasa komunikasi, Agar tidak tergeser oleh bahasa alay dan bahasa modern yang lain. Kita
harus bisa membuat bahasa Indonesia menjadi lebih menarik dan mudah untuk dipelajari,
agar para remaja ini lebih tertarik mempelajarinya.
Anggapan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang kurang menarik dipelajari dan
sukar untuk dipelajari membuat masyarakat sekarang kini lebih sering menggunakan bahasa
daerah, asing atau bahasa populer dalam kehidupannya, bahkan ironisnya, ada anggapan
bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang mudah untuk dipelajari sehingga mereka tidak
mau mendalami tentang bagaimana menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Mereka beranggapan kalau yang terpenting dalam berbahasa, adalah asal lawan bicaranya
mengerti, seperti yang dinyatakan Sugono (2009:21), bahasa bukan sekadar alat komunikasi,
bahasa itu alat pikir dan alat ekspresi maka bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa
bukan sekadar berkomunikasi (asal mengerti/pokoknya mengerti); berbahasa perlu menaati
kaidah atau aturan bahasa yang berlaku. Namun, dalam kenyataannya, masih banyak
masyarakat Indonesia yang masih belum bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Yang dimaksud pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah penggunaan
sesuai dengan fungsi dan situasinya. Seperti yang kita ketahui, bahasa Indonesia mempunyai
banyak ragam. Jika digunakan ragam resmi dalam suasana non resmi mungkin bahasa yang
digunakan menurut tata bahasa baik, tetapi ragam tidak tepat. Begitu juga, misalnya jika
dipakai ragam lisan dalam laporan resmi, berkesan janggal. Jadi, bahasa yang baik dan benar
adalah bahasa yang baik menurut ragamnya dan benar menurut tata bahasanya. Dan yang
dimaksud dengan menguasai bahasa adalah dapat menggunakan ragam bahasa sesuai dengan
fungsi dan situasinya (Sugihastuti, 2000:17).
kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia harus mampu menguasai bahasa sendiri
dengan baik dan benar. Jangan sampai pemakaian dan pemahaman kita terhadap bahasa
sendiri, kalah dengan pemakaian dan pemahaman kita terhadap bahasa asing yang masuk ke
negara tercinta Indonesia, kita juga harus bisa melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan nasional..

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa rumusan
masalah, yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana Menerapkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Yang Baik dan Benar


Pada Siswa?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita diharuskan untuk mampu menjalin hubungan dengan
orang-orang disekitar kita. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan untuk berkomunikasi
dengan baik dan benar. Ada beragam alat komunikasi yang digunakan untuk berkomunikasi.
Menurut Wahyono (2013:19), apabila dilihat dari media (sarana) yang digunakan untuk
menghasilkan bahasa, pemakaian bahasa dapat dibedakan ke dalam dua macam ragam
bahasa, yaitu (1) ragam bahasa lisan dan (2) ragam bahasa tulis. Dan salah satu alat yang
paling efektif untuk berkomunikasi adalah berbicara. Dengan berbicara, orang akan lebih
mudah dalam berkomunikasi dan mengutarakan keinginannya. Menurut Rahardi (2006: 14),
sosok bahasa memiliki salah satu peran dan fungsi yang mendasar, yakni sebagai medium
penyampai maksud atau tujuan, sebagai saluran atau lorong penyampai pikiran, gagasan, ide,
dan keinginan.
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak
akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan
komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek
moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita. Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita
dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai
macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Keraf,
1997 : 4).
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara merupakan sesuatu yang
penting. Apalagi bagi seorang siswa, berbicara bukan hanya sebagai alat komunikasi,
melainkan juga sebagai alat untuk mencapai tujuan. Keterampilan berbicara ini tidaklah
mudah untuk didapatkan. Untuk mendapatkan keterampilan berbahasa yang baik dan benar,
para siswa harus belajar untuk menggunakannya setiap hari. Mereka harus terus melatih
keterampilan berbicara mereka hingga mereka tidak perlu lagi membuka kamus untuk
mengetahui benar tidaknya yang mereka ucapkan. Sebenarnya, setiap penutur bahasa
mempunyai kemampuan menggunakan bahasa. Namun, keterampilan menggunakan bahasa
bukan merupakan warisan, melainkan dapat diperoleh melalui proses belajar, baik melalui
pelatihan maupun pengalaman (Sugono, 2009:14). Akan tetapi, hal ini tidaklah didukung oleh
lingkungan tempat para siswa ini belajar.
Kebanyakan siswa di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia hanya pada waktu
proses belajar mengajar terjadi. Namun, ada juga guru yang membiarkan siswa mereka untuk
menggunakan bahasa daerah mereka sebagai bahasa komunikasi pada waktu proses belajar
mengajar terjadi, bukan bahasa Indonesia. Padahal, bahasa resmi yang digunakan dalam
proses belajar mengajar adalah bahasa Indonesia. Sikap acuh tak acuh guru inilah yang malah
akan membuat kedudukan bahasa Indonesia tergeser. Oleh karena itu, peran pemerintah
sangatlah penting dalam melestarikan bahasa Indonesia.
Pemerintah harus mulai lebih tegas dalam hal pemakaian bahasa Indonesia. Mereka
harus mampu bekerja sama dengan pihak sekolah dan masyarakat dalam upaya pelestarian
bahasa Indonesia. Paling tidak, pemerintah bekerja sama dengan para guru untuk membuat
pemakaian bahasa Indonesia ini menjadi sesuatu yang bernilai, penting, dan wajib di mata
para siswa. Sehingga para siswa menjadi lebih bersemangat dan tertarik dalam menggunakan
bahasa indonesia.
Sungguh ironis bila hal ini tidak segera diatasi. Siswa akan melupakan fungsi penting
dari bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa persatuan. Untuk itu, penerapan bahasa Indonesia
sejak dini harus mulai ditanamkan pada diri siswa agar tercipta generasi masa depan yang
berjiwa nasionalisme dan cinta tanah air. Karena bagaimanapun juga, bahasa Indonesia
merupakan bahasa resmi Republik Indonesia yang harus kita jaga dan lestarikan agar tidak
kalah dengan bahasa asing.

2. Bagaimana Membuat Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Yang Menarik Untuk


Dipelajari?
Dalam upaya untuk melestarikan bahasa Indonesia, tentunya dibutuhkan strategy yang
matang agar bahasa Indonesia terlihat menarik untuk dipelajari dan digunakan. Disini peran
guru sangatlah penting dalam pengajaran bahasa Indonesia, agar bahasa Indonesia lebih
menarik untuk dipelajari. Guru harus mampu menghilangkan pikiran negatif tentang bahasa
Indonesia, yang dapat menghambat minat siswa untuk mendalami bahasa Indonesia. Adapun
uraian mengenai pikiran yang negatif seperti berikut.

a. Bahasa Indonesia sulit untuk dipelajari


Tentunya, kita tahu kalau setiap individu itu mempunyai kemampuan yang berbeda
dalam mengerti sesuatu. Dalam kasus ini, kita tidak bisa hanya menyalahkan kapasitas siswa
itu sendiri. Metode yang baik dan benar adalah salah satu hal yang harus kita perhatikan.
Pendidik disini mempunyai peran yang sangat penting. Mereka harus bisa menciptakan
metode yang tepat, agar bahasa Indonesia menjadi lebih mudah untuk dipelajari.
Bahasa merupakan keterampilan. Belajar berbahasa dilakukan dengan berbahasa. Oleh
karena itu, mekanisme pembelajaran yang tepat harus mengaktifkan mahasiswa untuk
berbahasa: memahami, mengaplikasi, menganalisis materi ajar, dan mengevaluasi hasil
pembelajaran. Pemahaman ini harus diekspresikan kembali, dan tidak ada pemahaman jika
siswa tidak mampu mengungkapkannya kembali (Widjono, 2007:7). Oleh karena itu,
pendidik harus mampu membuat strategi pembelajaran, khususnya bahasa Indonesia agar
menarik bagi siswa.
Dalam hal membuat strategi pembelajaran, pendidik perlu mempertimbangkan
beberapa hal, antara lain bagaimana cara mengaktifkan siswa, melakukan stimulus dengan
mengajukan pertanyaan,mencari informasi dari berbagai media, membandingkan dan
mensintesiskan informasi, serta mengamati (mengawasi) kerja siswa secara aktif, melakukan
praktik. Sehingga suasana di kelas menjadi lebih menyenangkan dan siswa menjadi lebih
faham.
Pendidik juga harus mampu menjadi motivator bagi siswanya. Ada kalanya siswa akan
menemui kesulitan dalam percobaannya menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar.
Banyak kesalahan akan mereka hadapi, menurut Corder dalam ardian (1990:62), semua orang
yang belajar bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Disinilah peran penting pendidik,
bagaimana mereka bisa menyemangati anak didiknya agar mereka terus-menerus berlatih.
Menurut Lowie dalam Samarin (1988:89), berdasarkan pengalaman saya, saya tak yakin
bahwa seseorang, bahkan yang berbakat luar biasa sekalipun, akan dapat mencapai hasil
sepenuhnya dalam waktu lebih kurang dari satu tahun. Ini bearti kalau tidak ada sesuatu yang
bisa dengan mudah didapatkan. Paling tidak, dengan melakukan hal-hal tersebut, pikiran
negatif ini bisa dikurangi.

b. Bahasa Indonesia tidak menarik


Dalam era globalisasi ini, kita harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan
yang ada. Akan tetapi, bila kita tidak bisa memilahnya, tentunya dampak negatiflah yang
akan kita dapatkan. Begitu juga dengan bahasa, bahasa asing yang masuk tanpa terfilter
dengan baik akan membuat kedudukan bahasa Indonesia tergeser dengan sendirinya.
Sebenarnya, secara nasional kedudukan bahasa Indonesia adalah pada tingkat pertama,
bahasa daerah adalah tingkat kedua, dan bahasa asing pada tingkat ketiga. Menurut chaer
(2004:240), bagi sebagian besar orang indonesia dilihat dari segi emosional, keakraban, dan
perolehan, bahasa daerah menduduki tingkat pertama, bahasa Indonesia menduduki tempat
kedua, dan bahasa asing ada pada tingkat ketiga. Jadi, sikap kebanyakan masyarakat
Indonesia terhadap bahasa Indonesia, adalah berdasarkan segi emosional, keakraban, dan
perolehan. Inilah yang membuat bahasa Indonesia jarang digunakan dalam kehidupan sehari-
hari.
Banyak masyarakat yang mulai acuh tak acuh dengan bahasa Indonesia dan lebih
memilih untuk menggunakan bahasa asing yang mereka anggap lebih gaul dan modern. Oleh
karena itu, guru dan para orang tua harus mampu untuk menerangkan tentang arti penting
bahasa Indonesia bagi negara Indonesia. Mereka harus mampu menanamkan rasa cinta pada
tanah air dan nasionalisme ke dalam pribadi anak-anak. Mereka harus bisa menciptakan suatu
metode yang membuat bahasa Indonesia menyenangkan untuk dipelajari, agar mereka lebih
tertarik mempelajari bahasa Indonesia. Sehingga, bahasa gaul dan modern tidak bisa
menggeser bahasa Indonesia.

3. Hambatan Dalam Mempelajari Bahasa Indonesia


Tentunya dalam setiap usaha pasti akan ada hambatan yang menghadang, begitu pula
dalam upaya pelestarian bahasa Indonesia. Berikut beberapa hambatan yang ada, antara lain
seperti di bawah ini :
a. Banyak guru di sekolah yang beranggapan kalau bahasa Indonesia itu tidak lazim digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Terutama bila sekolah itu terletak di daerah terpencil.
b. Tidak adanya penilaian khusus dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal
ini mengakibatkan siswa enggan untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan
sehari-hari mereka. Tidak adanya penilaian dan pengawasan yang nyata dari guru didalam
maupun diluar kelas mengakibatkan sikap acuh tak acuh dalam penggunaan bahasa
Indonesia. Disini penggunaan hadiah serta penilaian yang nyata bisa digunakan untuk
menambah semangat para siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia.
c. Belum adanya peraturan ketat tentang penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-
hari.
d. Bahasa daerah masih menjadi bahasa yang paling digemari karena bahasa daerah lebih
mudah untuk digunakan.
e. Masuknya budaya asing yang dianggap lebih gaul dan modern.

4. Bagaimana Melestarikan Bahasa Indonesia?


Salah satu cara melestarikan bahasa Indonesia, adalah melalui pembelajaran. Melalui
pembelajaran, penguasaan bahasa Indonesia diharapkan dapat mengembangkan berbagai
kecerdasan, karakter, dan kepribadian. Orang yang menguasai bahasa Indonesia secara aktif
dan pasif akan dapat mengekspresikan pemahaman dan kemampuan dirinya secara runtut,
sistematis, logis, dan lugas. Hal ini dapat menandai kemampuan mengorganisasi karakter
dirinya yang terkait dengan potensi daya pikir, emosi, keinginan, dan harapannya, yang
kemudian diekspresikannya dalam berbagai bentuk: artikel, proposal proyek, , lamaran
pekerjaan, dan sebagainya (Widjono, 2007:3).
Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama. Karena
tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari proses pembelajaran
tersebut. Berbagai mata pelajaran diajarkan di sekolah, salah satunya adalah pelajaran Bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas Bangsa Indonesia. Karena itu
mata pelajaran Bahasa Indonesia sangatlah penting untuk diajarkan.
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan bangsa
dan negara, Indonesia. Pentingnya peranan bahasa itu bersumber pada kedudukan bahasa,
Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa resmi negara. Hal ini mempunyai
fungsi sebagai alat untuk menjalankan admistrasi negara, sebagai alat pemersatu berbagai
masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya.
Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tentunya bukan hanya siswa lulus dalam
ujian, melainkan mereka harus mampu berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Mereka dibimbing dalam keterampilan berbahasa agar
mampu memahami bahasa yang dapat menambah pengetahuan dan pengalaman, agar mampu
berkomunikasi dengan baik dan benar.

C. Tujuan Makalah
Seperti yang kita tahu, pembelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu materi yang
diajarkan di sekolah. Penting bagi seorang murid untuk memahami bahasa dan menguasai
bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena penerapan bahasa Indonesia yang baik dan
benar dapat mengembangkan potensi para siswa dalam perkembangan intelektual dan
emosional siswa serta penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua mata pelajaran.
Peserta didik diharapkan bisa berkomunikasi secara lebih efektif dengan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar. Mereka juga diharapkan bisa semakin menghargai bahasa
Indonesia dan bangga terhadap bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sangatlah penting bagi
para pendidik dan para petinggi negara ini untuk bisa mencontohkan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, agar para siswa atau para remaja terbiasa dengan penggunaan
bahasa Indonesia.
D. PEMBAHASAN
Bahasa merupakan komunikasi antara seseorang dengan orang lain sehingga
membentuk sebuah interaksi melahirkan pemahaman antara keduanya. Bahasa juga dapat
diibaratkan sebagai sebuah remote control yang dapat menyetel manusia tertawa, sedih,
menangis, semangat dsb. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukkan gagasan -gagasan
ke dalam pikiran manusia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang dipakai Indonesia.
Sebagai warga Negara Indonesia, kita pasti tahu, betapa pentingnya bahasa Indonesia
dan betapa pentingnya sebuah bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Lain daerah maka lain
pula bahasanya.
Orang Sumatera memiliki bahasa sendiri, orang Jawa memiliki bahasa sendiri, orang
Kalimantan memiliki bahasa sendiri. Dan ragam bahasa itu menjadi kebanggaan kita sebagai
warga Negara Indonesia. Karena itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
sangatlah penting untuk mempersatukan perbedaan yang ada. Namun, pada kenyataannya
penerapan bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak diperhatikan sama sekali oleh para
generasi bangsa. Terutama para siswa, kita tidak boleh membiarkan siswa kita melupakan
fungsi penting dari bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa persatuan. Untuk itu, penerapan
bahasa Indonesia sejak dini harus mulai ditanamkan pada diri siswa agar tercipta generasi
masa depan yang berjiwa nasionalisme dan cinta tanah air. Karena bagaimanapun juga,
bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia yang harus kita jaga dan
lestarikan agar tidak kalah dengan bahasa asing.
Sebagai generasi penerus bangsa, para siswa hendaknya diberi pengertian akan
pentingnya bahasa Indonesia. Kita tidak boleh membiarkan bahasa asing yang masuk ke
Negara Indonesia menggeser kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Akan
menjadi aneh kalau orang Indonesia bahasa asingnya baik dan struktur bahasanya bagus, tapi
bila untuk menulis dalam bahasa Indonesia, mereka tidak bisa menerapkan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Karena itu, pondasi awal untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik
dan benar, adalah melalui pendidikan.
Penting bagi generasi penerus bangsa ini, untuk lebih mengerti tentang pentingnya
pendidikan bahasa Indonesia. Selanjutnya, pemerintah harus terus berusaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan terutama di bidang bahasa Indonesia. Apabila metode yang
digunakan masih menggunakan metode yang lama, maka hasil yang didapatkan tidak akan
maksimal. Agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang bagus, maka
dibutuhkan metode baru dan variasi dalam pengajaran bahasa Indonesia.
Dengan penggunaan metode dan tehnik pengajaran yang variatif, minat siswa untuk
mempelajari bahasa Indonesia semakin meningkat. Selain itu, guru hendaknya mulai
menggunakan penilaian khusus untuk pemakaian bahasa Indonesia di kelas maupun di luar
kelas, agar siswa lebih bersemangat dalam berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Selanjutnya, perlu adanya kerja sama antara guru bahasa Indonesia dengan guru dari mapel
lain dan para orang tua peserta didik, agar bisa bersama-sama membimbing dan mengawasi
perkembangan bahasa para siswa. Di samping itu, penyediaan buku-buku bahasa Indonesia
yang baru juga sangat penting. Karena dengan membaca, siswa akan mempunyai
perbendaharaan kosakata yang berlimpah, serta mereka akan dapat mengembangkan
kemampuan berbahasa, menulis, dan minat mereka dalam bidang bahasa Indonesia. Dan
tidak kalah pentingnya, adalah membuat pembelajaran bahasa Indonesia menjadi lebih
menarik dan menyenangkan.
Guru perlu mengembangkan berbagai variasi dalam pembelajaran. Bukan saja variasi
dalam penggunaan metode pembelajaran misalnya, namun guru juga dapat mengembangkan
variasi dalam penggunaan sumber belajar dan praktik berbahasa dalam pembelajaran.
Pembelajaran bahasa Indonesia dianggap gagal bila pendidik lebih mementingkan teori
daripada praktik berbahasa. Pembelajaran bahasa Indonesia juga belum banyak
memanfaatkan lingkungan, baik lingkungan di dalam maupun di luar kelas. Padahal,
lingkungan dapat dijadikan sebagai sumber belajar sehingga siswa dapat aktif memanipulasi
dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain, lingkungan belajar siswa
dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang variatif, inovatif, dan menarik bagi siswa.
Lingkungan belajar siswa di luar kelas, adalah saat mereka berada di lingkungan social.
Di Negara ini, masyarakat kita terkenal sebagai masyarakat feodal, suatu masyarakat yang
menekankan komunikasi sepihak saja dan tidak ada terjadi dialogia yang wajar. Di rumah, di
dalam keluarga, para ibu-bapak berbicara, sedangkan putera puterinya diharapkan
mendengar saja barang kata orang tua yang telah makan banyak garam. Di sekolah para
ibu-bapak guru yang terus-menerus berbicara, sedangkan murid-murid mestilah
mendengarkan saja pepatah dan petitih ibu-bapak guru. Demikian pula di dalam
masyarakat ibu-bapak penguasalah yang menentukan segalanya, yang memberikan
instruksi, sedangkan rakyat (termasuk dosen dan mahasiswa) mestilah mendengarkan saja
dan melakukan semua yang di-instruksi-kan tanpa bantahan, biarpun bertentangan dengan
pikiran, perasaan, keinginan, dan kepentingannya (Samsuri, 1981:38-39). Kalau seperti ini,
maka akan terjadi kesulitan dalam pengembangan bahasa kita. Karena itu, penerapan bahasa
Indonesia yang baik dan benar haruslah dimulai dari diri kita dulu. Peran orang tua dan guru
disini sangatlah penting untuk meningkatkan hasrat anak dalam mempelajari bahasa
Indonesia, bagaimana mereka bisa membuat bahasa Indonesia menjadi lebih menarik dan
lebih mudah untuk dipelajari
Tidak kalah pentingnya peranan dari masyarakat sekitar dan juga para petinggi negeri
ini, mereka hendaknya mampu untuk menjadi teladan dalam penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Bagaimanapun juga, anak itu belajar dari apa yang mereka lihat,
dengar, dan rasakan. Disini, pendidikan merupakan cara terbaik untuk melestarikan bahasa
Indonesia agar menjadi bahasa yang benarbenar digunakan sesuai peraturan dan fungsinya.
Melalui pendidikan, anak akan belajar tentang pentingnya bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan pentingnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Mudah-mudahan para generasi muda kita sekarang sadar akan semua itu, kalau bukan
para generasi muda yang menerapkan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, lalu kepada
siapa kita berharap, maka dari itu, generasi muda harus menanamkan rasa nasionalisme
dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar yang harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, sebagai contoh untuk para adik-adik kita yang masih TK, SD, SMP
bahkan dikalangan orang- orang dewasa sekalipun. Jangan sampai kita menjadi tamu di
negeri sendiri.

E. Kesimpulan
Bahasa Indonesia, merupakan warisan bangsa yang perlu diperhatikan dan dilestarikan
agar tidak punah di negaranya sendiri. Dengan adanya arus globalisasi hendaknya tidak
menjadikan bahasa Indonesia terpojok dengan masuknya berbagai bahasa asing di negara
kita, melainkan mampu menjadi sebuah media bagi kita masyarakat Indonesia untuk
melestarikan dan mengembangkan bahasa Indonesia serta dapat diteruskan kepada generasi
penerus.
Pendidikan bahasa Indonesia menjadi aspek penting yang harus diajarkan kepada para
siswa, Oleh karena itu, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangatlah penting.
Dalam proses belajar mengajar, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar masih
kurang diperhatikan. Ini dikarenakan para siswa masih belum mempunyai kesadaran tentang
pentingnya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan dan identitas bangsa yang
harus dilestarikan, dan dalam kenyataannya, penggunaan bahasa Indonesia masihlah kalah
dengan bahasa daerah, popular, dan asing.
Untuk membiasakan penggunaan bahasa Indonesia, diperlukan dukungan dari berbagai
pihak, baik dari pemerintah, pendidik, orang tua, dan peserta didik itu sendiri. Salah satunya
melalui dukungan materil dari pemerintah dan peraturan yang jelas tentang penggunaan
bahasa Indonesia, penggunaan metode pengajaran yang lebih menarik dan menyenangkan
dari pendidik, pengawasan dan pembinaan akan pentingnya bahasa Indonesia dari orang tua,
dan tekad untuk menjadi lebih baik dari peserta didik itu sendiri.

F. Saran
Sebaiknya pembelajaran bahasa Indonesia lebih menitik beratkan pada praktiknya,
bukan teorinya. Selain itu, penerapan berbahasa Indonesia yang baik dan benar di sekolah
terlebih dahulu harus dimulai dari para pendidik atau petinggi sekolah. Selain itu, pemakaian
bahasa Indonesia yang baik dan benar sebaiknya bukan hanya di dalam kelas, tapi juga di luar
kelas. Sehingga ini akan membuat para siswa terbiasa berbahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Serta pemberian hukuman atau hadiah sebagai motivator bagi siswa agar berbahasa
dengan baik dan benar . pemerintah juga harus tegas dalam hal ini. Mereka harus bisa
menyediakan fasilitas yang dapat mendukung pembelajaran bahasa Indonesia lebih efektif.
Dan tidak kalah pentingnya, adalah sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya bahasa
Indonesia. Dengan ini, paling tidak masyarakat akan lebih tahu tentang pentingnya berbahasa
Indonesia yang baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai