Anda di halaman 1dari 19

KONSEP TEORITIS PENJAMINAN MUTU DAN PRAKTEK

KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI (EVIDENCE BASED PRACTICE)

OLEH :
NI PUTU NAYU ARI WIDYA(P07120014084)
NI MADE ERA PIRGO DEWI (P07120014088)
TK. 3.3 DIII KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2017
KONSEP TEORITIS PENJAMINAN MUTU DAN PRAKTEK KEPERAWATAN
BERBASIS BUKTI (EVIDENCE BASED PRACTICE)
A. Konsep Teoritis Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan Penjaminan mutu
pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh
kepuasan. (Suryadi,2009)
1. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu
Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan profesionalisme dalam
pelayanan keperawatan, memberikan masukan kepada pimpinan rumah sakit berkaitan dengan
profesionalisme perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan, menyelesaikan masalah
masalah terkait dengan penerapan disiplin dan etik keperawatan serta meningkatakan mutu
pelayanan keperawatan.
Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut
1) Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan melalui kegitan
terorganisasi.
2) Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi pasien.
3) Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan kewenangannya.
4) Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan moral
perawat.
5) Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
6) Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur keperawatan.
7) Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit.
8) Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide ide baru.
9) Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan hasil kinerja perawat
untuk pengembangan karir.
(Ayun,2014)
2. Kualitas Pelayanan (TQM)
1) Definisi TQM
Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang menjadi titik fokus
setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk meningkatkan kualitas yang diterapkan pada
produk, pelayanan dan manajemen perusahaan. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, lahirlah suatu inovasi yang dikenal dengan TQM. Menurut Tjiptono & Anastasia
(2003) TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungannya.
Dalam kualitas pelayanan yang baik, terdapat beberapa jenis kriteria pelayanan, antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk menunggu selama
transaksi maupun proses pembayaran.
2. Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam pelayanan maupun transaksi.
3. Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan.
4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya sumber daya manusia
untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas pendukung seperti komputer untuk
mencari ketersediaan suatu produk.
5. Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman,
aspek kebersihan, ketersediaan informasi, dan lain sebagainya.
2) Dimensi Kualitas Pelayanan
a. Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk menampilkan yang
terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan bangunan, fasilitas, perlengkapan
teknologi pendukung, hingga penampilan karyawan.
b. Reliability
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan harapan konsumen terkait kecepatan, ketepatan waktu, tidak ada kesalahan, sikap
simpatik, dan lain sebagainya.

c. Responsiveness
Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau responsif serta
diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan mudah dimengerti.
d. Assurance
Assurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari sikap sopan santun
karyawan, komunikasi yang baik, dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga mampu
menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
e. Empati
Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi kepada pelanggan,
hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan konsumen secara akurat dan spesifik.
3) Prinsip - Prinsip TQM
Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu;
Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen. Pendapat lain dikemukakan oleh
Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs.
M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu Terpadu,
mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya, melaksanakan sistem
manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem
nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
a. Kepuasan Pelanggan
Dalam Total Quality Management, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas.
Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas
tersebut ditentukan oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan
dalam segala aspek, termasuk dalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu.
b. Respek terhadap setiap orang.
Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang
memiliki talenta dan kreatifitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan
sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam
organisasi diperlukan dengan baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.

c. Manajemen berdasarkan fakta


Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada fakta, maksudnya bahwa setiap keputusan
selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan. Ada dua konsep pokok yang
berkaitan dengan hal ini: (1) prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa
perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat
keterbatasan sumber daya yang ada; (2) variasi atau variabilitas kinerja manusia,
variasi/variabilitas (keragaman) kinerja/kemampuan dari setiap anggota merupakan
bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Maksudnya, setiap perbedaan yang
terjadi dikaji, kemudian ditetapkan langkah/kebijakan yang paling sesuai untuk
diterapkan. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap
keputusan dan tindakan yang dilakukan.
d. Perbaikan yang berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam
melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah
siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang terdiri dari langkah-langkah
perencanaan, dan melakukan tindakan koreksi terhadap hasil yang diperoleh.
4) Metode Total Quality Management
Pembahasan mengenai metode TQM difokuskan pada tiga pakar utama yang merupakan
pelopor dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W. Edwards Deming, Joseph M. Juran,
dan Philip B. Crosby.
Penjelasan selengkapnya dijelaskan Nasution (2004), sebagai berikut :
a. Metode W. Edwards Deming
Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming mencatat
kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu dengan memperkenalkan
penggunaan teknik pemecahan masalah dan pengendalian proses statistic (statistical
process control = SPC). Deming menganjurkan penggunaan SPC agar perusahaan dapat
membedakan penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Ia
berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi merupakan suatu fakta yang tidak dapat
dihindari dalam kehidupan industri.
Siklus Deming (Deming Cycle), Siklus ini dikembangkan untuk menghubungkan
antara operasi dengan kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua
bagian dalam perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan
sinergi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Ross, 1994: 237). Siklus Deming adalah
model perbaikan berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edward Deming yang
terdiri atas empat komponen utama secara berurutan yang dikenal dengan siklus PDCA
(Plan-Do-Check-Act)

b. Metode Joseph M. Juran


Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok / sesuai untuk digunakan (fitness for
use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa harus dapat memenuhi
apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Satu kontribusi Juran yang paling terkenal
adalah Jurans Three Basic Steps to Progress, diantaranya :
Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang dikombinasikan
dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
Mengadakan program pelatihan secara luas. c.Membentuk komitmen dan
kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
c. Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan. Dalil
manajemen kualitas menurut Crosby adalah sebagai berikut :
Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau kebaikan
(goodness). Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak menerangkan secara
spesifik baik / bagus itu bagaimana. Definisi kualitas menurut Corsby adalah
memenuhi atau sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Kurang
sedikit saja dari persyaratannya maka suatu barang atau jasa dikatakan tidak
berkualitas. Persyaratan tersebut dapat berubah sesuai dengan keinginan
pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi,
serta pasar atau persaingan.
Sistem Kualitas adalah pencegahan
Pada masa lalu, sistem kualitas adalah penilaian (appraisal). Suatu produk dinilai
pada akhir proses. Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila baik,
maka akan diserahkan kepada distributor, sedangkan bila buruk akan
disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan masalah, karena yang
buruk akan selalu ada. Maka dari itu, sebaiknya dilakukan pencegahan dari awal
sehingga output-nya dijamin bagus serta hemat biaya dan waktu. Dalam hal ini
dikenal the law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan suatu kesalahan di awal
proses, biayanya cuma satu rupiah. Akan tetapi, bila ditemukan di proses kedua,
maka biayanya menjadi 10 rupiah. Atas dasar itulah sistem kualitas menurut
Corsby merupakan pencegahan.
Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus digunakan
Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep mendekati (close enough
concept), misalnya efisiensi mesin mendekati 95 persen. Namun, coba dihitung
berapa besarnya inefisiensi 5 persen bila dikalikan dengan penjualan. Bila diukur
dalam rupiah, maka baru disadari besar sekali nilainya. Orang sering terjebak
dengan nilai persentase, sehingga Crosby mengajukan konsep kerusakan nol,
yang menurutnya dapat tercapai bila perusahaan melakukan sesuatu dengan benar
sejak pertama proses dan setiap proses.
3. Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja disebut juga sebagai performance appraisal, performance evaluation,
development review, performance review and development. Penilaian kinerja merupakan kegiatan
untuk menilai keberhasilan atau kegagalan seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh
karena itu, penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuranukuran yang telah disepakati
bersama dalam standar kerja (Usman,2011)
Penilaian kinerja perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai dengan
standar praktik professional dan peraturan yang berlaku. Penilaian kinerja perawat merupakan
suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja
merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber
daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas
dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk
mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier serta memberi
penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam,2008).
Menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja yaitu:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan memberikan
kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka
pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan
mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya
dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf
yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan
trampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan
gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya
tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan
dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.
Nursalam, (2008) standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai
kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan keperawatan yang telah diberikan
pada pasien. Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian dalam
melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Dalam menilai
kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang
merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktek
keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesi) (2000) yang
mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa
keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi.

a. Standar Satu: Pengkajian Keperawatan


Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,
menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan,
meliputi:
a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik
serta dari pemeriksaan penunjang.
b) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam
medis, dan catatan lain.
c) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
- Status kesehatan klien masa lalu
- Status kesehatan klien saat ini
- Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
d) Respon terhadap terapi
e) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f) Resiko-resiko tinggi masalah
b. Standar Dua: Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan dignosa keperawatan. Adapun
kriteria proses:
a) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah klien,
dan perumusan diagnosa keperawatan.
b) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), Penyebab (E), dan tanda atau
gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
c) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan.
d) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.
c. Standar Tiga: Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya, meliputi:
a) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan
keperawatan.
b) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
c) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d) Mendokumentasi rencana keperawatan.
d. Standar Empat: Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan
keperawatan. Kriteria proses, meliputi:
a) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
d) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep keterampilan
asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
e) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan
respon klien.
e. Standar Lima: Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian
tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya:
a) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu dan terus menerus.
b) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukut perkembangan ke
arah pencapaian tujuan.
c) Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat.
d) Bekerja sama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
e) Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

B. Konsep Teoritis Praktek Keperawatan Berbasis Bukti (Evidence Based Practice)


1. Konsep POA (Plan Of Action)
Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan dilakukan pada
menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan jembatan antara dimana kita
sekarang dengan dimana kita saat yang akan datang. Perencanaan merupakan proses intelektual
yang didasarkan pada fakta dan informasi, bukan emosi dan harapan (Douglas, 1992; Gillies,
1994).
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah
suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah,
mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu
melakukan plan of action.
Planning of Action (POA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan
sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan dapat
memiliki beberapa bentuk, antara lain:
1. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek,
2. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif pemecahan masalah
3. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya yang
spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang dipertimbangkan
sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan memperhatikan kemampuan sumber
daya organisasi atau komponen masukan (input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme,
Teknologi atau cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
1) Tujuan planning of action
1. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
2. Menguji dan membuktikan bahwa:
a. Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
b. Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
c. Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
d. Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh
e. Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan
3. Berperan sebagai media komunikasi
a. Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi memiliki peran
yang berbeda dalam pencapaian
b. Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.

2) Kriteria Planning of Action (POA) yang Baik


Dalam penerapannya, Plan of Acton (POA) harus baik dan efektif agar kegiatan program
yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini beberapa kriteria Plan
of Acton (POA) dikatakan baik, antara lain:
1. Spesific (Spesifik)
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang ingin dirubah.
Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya Manusia (SDM)
yang dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan kapan mengkomunikasikannya.
2. Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah dicapai.
3. Attainable/achievable (dapat dicapai)
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini berarti bahwa
rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan anggaran
yang besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan juga harus yang sesuai untuk
bisa dilakukan.
4. Relevant (sesuai)
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi atau di suatu
wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai atau masyarakat di
wilayah tersebut.
5. Timely (sesuai waktu)
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang atau sesuatu yang
segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat diperlukan dalam rencana kegiatan
agar kegiatan dapat berjalan efektif.
3) Langkah Planning of Action (POA)
1. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata: What, Who,
When, Where, Why, How), sebagai berikut:
a. Masalah apa yang terjadi?
b. Dimana masalah tersebut terjadi?
c. Kapan masalah tersebut terjadi?
d. Siapa yang mengalami masalah tersebut?
e. Mengepa msalah tersebut terjadi?
f. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
2. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.
3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan Kegiatan (RUK), antara lain:
a. Pembahasan Ulang Masalah
Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah, dapat
dilihat keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba menggambarkan
keadaan tersebut nantinya sesuai dengan yang diharapkan.
b. Perumusan Tujuan Umum
Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang diharapkan
nantinya dan juga atas dasar tujan umum pembangunan kesehatan, maka dapat
dirumuskan tujuan umum program atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang bersifat umum dan luas yang
menggambarkan hasil akhir (outcome atau dampak) yang diharapkan.
c. Perumusan Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat diukur
(kuantitatif) dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai tujuan umum. Bentuk
pernyataan dalam tujuan khusus sifatnya positif, merupakan keadaan yang
diinginkan. Penentuan indikator tujuan khusus program dapat menggunakan kriteria
SMARTS (Smart, Measurable, Attainable, Realistic, Time-bound, Sustainable)
d. Penentuan Kriteria Keberhasilan
Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan dari suatu
rencana kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu seberapa jauh program atau
kegiatan yang direncanakan tersebut berhasil atau tercapai. Menentukan kriteria
atau indikator keberhasilan disesuaikan dengan tujuan khusus yang telah
ditentukan.
Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H, yaitu:
a. Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan rencana kegiatan?
b. What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan
c. How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang spesifik?
d. Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?
e. Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program dilaksanakan?
f. When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?
Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dalam bentuk matriks (Gantt Chart) yang
berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, target, waktu, besaran kegiatan (volume), dan
hasil yang diharapkan. Berikut ini bentuk matriks Gantt Chart Rencana Usulan Kegiatan
(RUK):
No Uraian Tujuan Sasaran Metode Medi Dana Waktu Pj
kegiatan a

4. Langkah keempat, Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan menguji dan


melakukan validasi rencana kegiatan untuk mendapatkan kesepakatan dan dukungan.
(Yuan,2016)
2. Konsep Evidence Based Practice
Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas,
tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien.
Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris, sesuai
keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
1) Model Evidence Based Practice
a. Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun 1994
dan revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence
Base Practice Nursing.
- Tahap persiapan.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul, kemudian
menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang kuat.
- Tahap validasi.
Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti
empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level setiap
bukti menggunakan table level of evidence. Tahapan bisa berhenti di sini
apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.
- Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.
Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan bukti yang
bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan penelitian
sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
- Tahap translasi atau aplikasi.
Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian (individu,
kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian, menentukan strategi
untuk melakukan diseminasi formal dan memulai melakukan pilot projek.
- Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri atas
evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi biaya.
b. Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa
knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi,
maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain
yang tertarik dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-
bukti yang ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba
dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan.
c. Model konseptual Rosswurm & Larrabee
Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang
terdiri dari 6 langkah yaitu :
Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
Tahap 3 : kritikal analisis evidence
Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perunbahan
Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan
paktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan
kereliabilitasan metode yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar.

2) Pentingnya Evidence Based Practice


Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
a. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
b. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
c. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
d. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
e. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru
f. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas perawatan pada pasien.
SOAL & JAWABAN

SOAL
1. Proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang berkepentingan
memperoleh kepuasan merupakan definisi dari...
a. Pengawasan mutu
b. Pemberdayaan mutu
c. Penjaminan mutu
d. Pengelolaan mutu
e. Pemeriksaan mutu
2. Dibawah ini yang merupakan tujuan komite keperawatan ialah...
a. Mewujudkan kepentingan individu dalam pelayanan keperawatan
b. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
c. Menyelesaikan masalah yang tidak berkaitan dengan penerapan disiplin
d. Memberikan pelatihan kepada pimpinan rumah sakit berkaitan dengan profesionalisme
perawat dalam pelayanan keperawatan
e. Memberikan kritikan secara terus menerus kepada pimpinan rumah sakit dalam
meningkatkan mutu pelayanan
3. Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut, kecuali...
a. Membatasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan melalui
kegitan terorganisasi.
b. Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi pasien.
c. Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan kewenangannya.
d. Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan moral
perawat.
e. Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
4. Salah satu dimensi kualitas pelayanan adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan
untuk menampilkan yang terbaik bagi pelanggan. Pernyataan tersebut merupakan dimensi...
a. Tangibles
b. Reliability
c. Responsiverness
d. Assurance
e. Empathy
5. Tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau responsif serta diiringi dengan cara
penyampaian yang jelas dan mudah dimengerti merupakan dimensi..
a. Tangibles
b. Reliability
c. Responsiverness
d. Assurance
e. Empathy
6. Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi kepada pelanggan, hal ini dilakukan
untuk mengetahui keinginan konsumen secara akurat dan spesifik. Pernyataan ini termasuk
dimensi kualitas pelayanan yaitu...
a. Tangibles
b. Reliability
c. Responsiverness
d. Assurance
e. Empathy
7. Dibawah ini yang bukan merupakan prinsip total quality management (TQM) adalah...
a. Kepuasan pelanggan
b. Respek terhadap setiap orang
c. Manajemen berdasarkan fakta
d. Perbaikan yang berkesinambungan
e. Perbaikan kualitas
8. Manfaat penilaian kerja adalah sebagai berikut, kecuali....
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan memberikan
kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka
pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.
b. Membatasi staf atau pegawai dalam memberikan aspirasi yang mempengaruhi
atau mendorong sumber daya manusia secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil
karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang
prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan
staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap
dan trampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan
meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
9. Kriteria Planning of Action (POA) yang baik, antara lain...
a. Spesific, measurable, relevant, attainable dan timely
b. Spesific, measurable, newest, attainable dan timely
c. Spesific, measurable, relevant, place dan timely
d. Constant, measurable, relevant, place dan timely
e. Constan, measurable, newest, attainable dan timely
10. Mengapa evidence based practice penting untuk praktik keperawatan...
a. Memberikan kontribusi perkembangan teknologi keperawatan
b. Meningkatkan kepercayaan diri dalam memenuhi keinginan pasien
c. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
d. Mendukung kebijakan dan prosedur lama dan termasuk menjadi penelitian terdahulu
e. Mengurangi integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan
KUNCI JAWABAN
1. C 6. E
2. B 7. E
3. A 8. B
4. A 9. A
5. C 10. C
11.
12. DAFTAR PUSTAKA
13.
14. Ayun, Q., 2014. Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu dan Audit
Keperawatan. SlideShare, p.24. Available at:
http://www.slideshare.net/ayunannaim/audit-mutu [Accessed January 12, 2017].
15.
16. Nasution, M., 2004. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta:
Ghalia Indonesia. Available at: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-
quality-management-tqm.html.
17.
18. Suryadi, T., 2009. Pengertian dan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.
Scribd. Available at: https://www.scribd.com/doc/17381263/Pengertian-Dan-
Pelaksanaan-Mutu-Pelayanan-Kesehatan [Accessed January 12, 2017].
19.
20. Tjiptono, F. & Anastasia, D., 2003. Total Quality Management Edisi Kedu., Yogyakarta:
Andi Offset. Available at: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-total-
quality-management-tqm.html.
21.
22. Utami, P., 2012. Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang
Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang
Rawat Inap RSUD Kota Semarang. UNIMUS. Available at:
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-
pujiutamin-6602.
23.
24. Yuan, H., 2016. Planning Of Action (POA) & Implementasi Manajemen Keperawatan.
Scribd. Available at: https://id.scribd.com/document/330652316/Makalah-Plan-of-Action-
Manajemen [Accessed January 13, 2017].
25.

Anda mungkin juga menyukai