Anda di halaman 1dari 13

KONSEP TEORITIS PENJAMINAN MUTU

Penjaminan mutu adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan. Khusus Pelayanan Kesehatan Penjaminan mutu
pelayanan kesehatan adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan
pelayanan kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders
memperoleh kepuasan. (Suryadi,2009).
1 Peran Komite Keperawatan dalam Pengawasan Mutu
Komite keperawatan memiliki tujuan untuk mewujudkan profesionalisme dalam
pelayanan keperawatan, memberikan masukan kepada pimpinan rumah sakit
berkaitan dengan profesionalisme perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan, menyelesaikan masalah –masalah terkait dengan penerapan disiplin
dan etik keperawatan serta meningkatakan mutu pelayanan keperawatan.
Peran komite keperawatan dalam pengawasan mutu adalah sebagai berikut:
a. Memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan profesi keperawatan melalui
kegitan terorganisasi.
b. Mempertahankan pelayanan keperawatan berkualitas dan aman bagi pasien
c. Menjamin tersedianya perawat yang kompeten, etis sesuai dengan
kewenangannya
d. Menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan disiplin, etik dan
moral perawat.
e. Melakukan kajian berbagai aspek keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan.
f. Menjamin diterapkannya standar praktik, asuhan dan prosedur
keperawatan.
g. Membangun dan membina hubungan kerja tim di dalam rumah sakit.
h. Merancang, mengimplementasikan serta memantau dan menilai ide –ide baru.
i. Mengkomunikasikan, mendidik, negosiasi dan merekomendasikan hasil kinerja
perawat untuk pengembangan karir. (Ayun,2014)
2 Kualitas Pelayanan (TQM)
a. Definisi TQM
Total Quality Management adalah kualitas menjadi hal utama yang menjadi titik
fokus setiap perusahaan. Berbagai hal dilakukan untuk meningkatkan kualitas
yang diterapkan pada produk, pelayanan dan manajemen perusahaan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, lahirlah suatu inovasi
yang dikenal dengan TQM. Menurut Tjiptono & Anastasia (2003) TQM
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.” Dalam kualitas pelayanan
yang baik, terdapat beberapa jenis kriteria pelayanan, antara lain adalah sebagai
berikut :
1) Ketepatan waktu pelayanan, termasuk didalamnya waktu untuk
menunggu selama transaksi maupun proses pembayaran
2) Akurasi pelayanan, yaitu meminimalkan kesalahan dalam pelayanan
maupun transaksi.
3) Sopan santun dan keramahan ketika memberikan pelayanan.
4) Kemudahan mendapatkan pelayanan, yaitu seperti tersedianya sumber
daya manusia untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas
pendukung seperti komputer untuk mencari ketersediaan suatu produk.
5) Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang
tunggu yang nyaman, aspek kebersihan, ketersediaan informasi, dan
lain sebagainya
b. Dimensi Kualitas Pelayanan
1) Tangibles
Tangibles adalah bukti konkret kemampuan suatu perusahaan untuk
menampilkan yang terbaik bagi pelanggan. Baik dari sisi fisik tampilan
bangunan, fasilitas, perlengkapan teknologi pendukung, hingga
penampilan karyawan.
2) Reliability
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan harapan konsumen terkait kecepatan,
ketepatan waktu, tidak ada kesalahan, sikap simpatik, dan lain
sebagainya.
3) Responsiveness
Responsiveness adalah tanggap memberikan pelayanan yang cepat atau
responsif serta diiringi dengan cara penyampaian yang jelas dan
mudah dimengerti.
4) AssuranceAssurance adalah jaminan dan kepastian yang diperoleh dari
sikap sopan santun karyawan, komunikasi yang baik, dan
pengetahuan yang dimiliki,sehingga mampu menumbuhkan rasa
percaya pelanggan.
5) Empati
Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi
kepada pelanggan, hal ini dilakukan untuk mengetahui keinginan
konsumen secara akurat dan spesifik.
c. Prinsip -Prinsip TQM
Prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu;
Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen. Diperlukan
perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada
empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1) Kepuasan Pelanggan Dalam Total Quality Management,
konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak
hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi
kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk dalam
harga, keamanan, dan ketepatan waktu.
2) Respek terhadap setiap orang.
Dalam perusahaan berkualitas, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreatifitas yang khas. Dengan
demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling
bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi
diperlukan dengan baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3) Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas berkualitas berorientasi pada fakta, maksudnya bahwa
setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada
perasaan. Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini:
a) prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan
tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang
bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada;
b) variasi atau variabilitas kinerja manusia, variasi/variabilitas
(keragaman) kinerja/kemampuan dari setiap anggota merupakan
bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Maksudnya,
setiap perbedaan yang terjadi dikaji, kemudian ditetapkan
langkah/kebijakan yang paling sesuai untuk diterapkan. Dengan
demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap
keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4) Perbaikan yang berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis
dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang
berlaku disini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze), yang
terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan
koreksi terhadap hasil yang diperoleh.
d. Metode Total Quality Management
Pembahasan mengenai metode TQM difokuskan pada tiga pakar utama yang
merupakan pelopor dalam pengembangan TQM. Mereka adalah W. Edwards
Deming, Joseph M. Juran, dan Philip B. Crosby.Penjelasan selengkapnya
dijelaskan Nasution (2004), sebagai berikut :
1) Metode W. Edwards Deming
Selama ini Deming dikenal sebagai Bapak gerakan TQM. Deming
mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang, yaitu
dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah
dan pengendalian proses statistic (statistical process control = SPC).
Deming menganjurkan penggunaan SPC agar perusahaan dapat
membedakan penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam
menangani kualitas. Ia berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi
merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
industri.Siklus Deming (Deming Cycle), Siklus ini
dikembangkan untuk menghubungkan antara operasi dengan
kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua
bagian dalam perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran)
secara terpadu dan sinergi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
(Ross, 1994: 237). Siklus Deming adalah model perbaikan
berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edward Deming yang
terdiri atas empat komponen utama secara berurutan yang dikenal
dengan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act)
2) Metode Joseph M. Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok / sesuai untuk
digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa
suatu barang atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh
para pemakainya. Satu kontribusi Juran yang paling terkenal adalah
Juran’s Three Basic Steps to Progress,diantaranya :
a) Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang
dikombinasikan dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
b) Mengadakan program pelatihan secara luas.
c) Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat
manajemen yang lebih tinggi.
3) Metode Philip B. Crosby
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan
pencegahan. Dalil manajemen kualitas menurut Crosby adalah
sebagai berikut :
a) Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan.
Pada awalnya kualitas diterjemahkan sebagai tingkat
kebagusan atau kebaikan (goodness). Definisi ini memiliki
kelemahan, yaitu tidak menerangkan secara spesifik baik /
bagus itu bagaimana. Definisi kualitas menurut Corsby
adalah memenuhi atau sama dengan persyaratan
(conformance to requirements). Kurang sedikit saja dari
persyaratannya maka suatu barang atau jasa dikatakan
tidak berkualitas. Persyaratan tersebut dapat berubah sesuai
dengan keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok
dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau persaingan.
b) Sistem Kualitas adalah pencegahan
Pada masa lalu, sistem kualitas adalah penilaian
(appraisal). Suatu produk dinilai pada akhir proses.
Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila baik,
maka akan diserahkan kepada distributor, sedangkan bila buruk
akan disingkirkan. Penilaian seperti ini tidak menyelesaikan
masalah, karena yang buruk akan selalu ada. Maka dari itu,
sebaiknya dilakukan pencegahan dari awal sehingga output-
nya dijamin bagus serta hemat biaya dan waktu. Dalam hal ini
dikenal the law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan
suatu kesalahan di awal proses, biayanya cuma satu rupiah.
Akan tetapi, bila ditemukan di proses kedua, maka biayanya
menjadi 10 rupiah. Atas dasar itulah sistem kualitas
menurut Corsby merupakan pencegahan.
c) Kerusakan Nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang
harus digunakan
Konsep yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep mendekati (close
enough concept), misalnya efisiensi mesin mendekati 95
persen. Namun, coba dihitung berapa besarnya inefisiensi 5 persen
bila dikalikan dengan penjualan. Bila diukur dalam rupiah, maka
baru disadari besar sekali nilainya. Orang sering terjebak
dengan nilai persentase, sehingga Crosby mengajukan konsep
kerusakan nol, yang menurutnya dapat tercapai bila perusahaan
melakukan sesuatu dengan benar sejak pertama proses dan setiap
proses.
3 Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja merupakan kegiatan untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu,
penilaian kinerja harus berpedoman pada ukuran–ukuran yang telah
disepakati bersama dalam standar kerja (Usman,2011). Penilaian kinerja
perawat merupakan mengevaluasi kinerja perawat sesuai dengan standar praktik
professional dan peraturan yang berlaku.
Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya
standar praktek keperawatan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat
dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan
produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam
mengarahkan perilaku pegawai, dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam
kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses
operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih,
membimbing perencanaan karier serta memberi penghargaan kepada perawat yang
berkompeten (Nursalam,2008). Menurut Nursalam (2008) manfaat dari penilaian kerja
yaitu:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi
diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan di rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya
akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara
keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik
kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan staf yang lebih tepat guna, sehingga rumah sakit akan mempunyai
tenaga yang cakap dan trampil untuk pengembangan pelayanan
keperawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan
meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui
jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara
atasan dan bawahan.

KONSEP EVIDENCE BASED PRACTICE

Evidence Based Practice (EBP) adalah proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas,
tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu
pasien. Dalam penerapan EBP harus memenuhi tiga kriteria yaitu berdasar bukti empiris,
sesuai keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi.
a) Model Evidence Based Practice
1) Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian
diperbaiki tahun 1994 dan revisi terakhir 2001. Modelini terdiri dari 5
tahapan dalam menerapkan Evidence Base Practice Nursing.
Tahap persiapan.
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah atau isu yang muncul,
kemudian menvalidasi masalah dengan bukti atau landasan alasan yang
kuat.
Tahap validasi.
Tahap ini dimulai dengan mengkritisi bukti atau jurnal yang ada (baik bukti
empiris, non empiris, sistematik review), kemudian diidentifikasi level
setiap bukti menggunakan table “level of evidence”. Tahapan bisa berhenti
di sini apabila tidak ada bukti atau bukti yang ada tidak mendukung.
Tahap evaluasi perbandingan/ pengambilan keputusan.
Pada tahap ini dilakukan sintesis temuan yang ada dan pengambilan
bukti yang bisa dipakai. Pada tahap ini bisa muncul keputusan untuk melakukan
penelitian sendiri apabila bukti yang ada tidak bisa dipakai.
Tahap translasi atau aplikasi.
Tahap ini memutuskan pada level apa kita akan melakukan penelitian
(individu, kelompok,organisasi). Membuat proposal untuk penelitian,
menentukan strategi untuk melakukan diseminasi formaldan memulai
melakukan pilot projek.
Tahap evaluasi.
Tahap evaluasi bisa dikerjakan secara formal maupun non formal, terdiri
atas evaluasi formatif dan sumatif, yang di dalamnya termasuk evaluasi
biaya.
2) Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa
berupa knowledge focus atau problem focus. Jika masalah yang ada
menjadi prioritas organisasi, maka baru dibentuklah tim. Tim terdiri
atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan paham
dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba
dan hasilnya harus dievaluasi dan didiseminasikan.
3) Model konseptual Rosswurm & Larrabee
Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change
yang terdiri dari 6 langkah yaitu :
Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis
Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik
Tahap 3 : kritikal analisis evidence
Tahap 4 : design perubahan dalam praktek
Tahap 5 :implementasi dan evaluasi perunbahan
Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek
Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan
paktek harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, kevalidan dan
kereliabilitasan metode yang digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang
standar.
b) Manfaat Evidence Based Practice
1) Manfaat EBP penting untuk praktik keperawatan :
2) Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien
3) Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan
4) Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan
5) Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan
6) Mendukung kebijakan dan prosedur saat ini dan termasuk menjadi
penelitian terbaru
7) Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk
meningkatkan kualitas perawatan pada pasien.
c) Langkah-langkah dalam EBP
Langkah 1: Kembangkan semangat penelitian.
Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan
semangat dalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman dan tertarik mengenai
pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan pasien
Langkah 2: Ajukan pertanyaan klinis dalam format PICOT.
Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik dan
relevan. Populasi pasien (P), Intervensi (I), Perbandingan intervensi atau kelompok (C),
Hasil / Outcome (O), dan Waktu / Time (T).
Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencari database
elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel-artikel yang relevan dengan
pertanyaan klinis. Menggunakan skenario kasus pada waktu respon cepat sebagai
contoh, cara untuk membingkai pertanyaan tentang apakah penggunaan waktu tersebut
akan menghasilkan hasil yang positif akan menjadi: "Di rumah sakit perawatan akut
(populasi pasien), bagaimana memiliki time respon cepat (intervensi) dibandingkan
dengan tidak memiliki time respon cepat (perbandingan) mempengaruhi jumlah
serangan jantung (hasil) selama periode tiga bulan (waktu)? "
Langkah 3: Cari bukti terbaik.
Mencari bukti untuk menginformasikan praktek klinis adalah sangat efisien
ketika pertanyaan diminta dalam format PICOT. Jika perawat dalam skenario
respon cepat itu hanya mengetik "Apa dampak dari memiliki time respon cepat?" ke
dalam kolom pencarian dari database, hasilnya akan menjadi ratusan abstrak, sebagian
besar dari mereka tidak relevan. Menggunakan format PICOT membantu untuk
mengidentifikasi kata kunci atau frase yang ketika masuk berturut-turut dan
kemudian digabungkan, memperlancar lokasi artikel yang relevan dalam database
penelitian besar seperti MEDLINE atau CINAHL.
Langkah 4: Kritis menilai bukti.
Setelah artikel yang dipilih untuk review, mereka harus cepat dinilai untuk
menentukan yang paling relevan, valid, terpercaya, dan berlaku untuk pertanyaan klinis.
Studi-studi ini adalah "studi kiper." Salah satu alasan perawat khawatir bahwa
mereka tidak punya waktu untuk menerapkan EBP adalah bahwa banyak telah
diajarkan proses mengkritisi melelahkan, termasuk penggunaan berbagai
pertanyaan yang dirancang untuk mengungkapkan setiap elemen dari sebuah
penelitian. Penilaian kritis yang cepat menggunakan tiga pertanyaan penting
untuk mengevaluasi sebuah studi
a. Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi berpusat pada
apakah metode penelitian yang cukup ketat untuk membuat temuan sedekat
mungkin dengan kebenaran. Sebagai contoh, apakah para peneliti secara acak
menetapkan mata pelajaran untuk pengobatan atau kelompok kontrol
dan memastikan bahwa mereka merupakan kunci karakteristik sebelum
perawatan? Apakah instrumen yang valid dan reliabel digunakan untuk
mengukur hasil kunci?
b. Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaan ini
keandalan studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknya pada hasil,
dan kemungkinan memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan praktek dokter
sendiri. Untuk studi kualitatif, ini meliputi penilaian apakah pendekatan penelitian
sesuai dengan tujuan penelitian, bersama dengan mengevaluasi aspek-aspek lain
dari penelitian ini seperti apakah hasilnya bisa dikonfirmasi
c. Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaan
penelitian penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakah subyek
dalam penelitian ini mirip dengan pasien sendiri, apakah manfaat lebih besar
daripada risiko, kelayakan dan efektivitas biaya, dan nilai-nilai dan preferensi
pasien. Setelah menilai studi masing-masing, langkah berikutnya adalah untuk
mensintesis studi untuk menentukan apakah mereka datang ke kesimpulan
yang sama, sehingga mendukung keputusan EBP atau perubahan.
Langkah 5: Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan preferensi
pasien dan nilai-nilai.
Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan dalam praktek.
Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data laboratorium, dan data dari
program manajemen hasil, serta preferensi dan nilai-nilai pasien adalah komponen
penting dari EBP. Tidak ada formula ajaib untuk bagaimana untuk menimbang
masing-masing elemen; pelaksanaan EBP sangat dipengaruhi oleh variabel
kelembagaan dan klinis. Misalnya, ada tubuh yang kuat dari bukti yang
menunjukkan penurunan kejadian depresi pada pasien luka bakar jika mereka
menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku sebelum dikeluarkan dari rumah sakit.
Langkah 6: Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan berdasarkan
bukti.
Setelah menerapkan EBP, penting untuk memantau dan mengevaluasi setiap
perubahan hasil sehingga efek positif dapat didukung dan yang negatif diperbaiki.
Hanya karena intervensi efektif dalam uji ketat dikendalikan tidak berarti ia akan
bekerja dengan cara yang sama dalam pengaturan klinis. Pemantauan efek
perubahan EBP pada kualitas perawatan kesehatan dan hasil dapat membantu
dokter melihat kekurangan dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi lebih tepat
pasien mana yang paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan. Ketika hasil
berbeda dari yang dilaporkan dalam literatur penelitian, pemantauan dapat membantu
menentukan.
Langkah 7: Menyebarluaskan hasil EBP.
Perawat dapat mencapai hasil yang indah bagi pasien mereka melalui EBP, tetapi
mereka sering gagal untuk berbagi pengalaman dengan rekan-rekan dan organisasi
perawatan kesehatan mereka sendiri atau lainnya.

Anda mungkin juga menyukai