Anda di halaman 1dari 43

Fokus Penelitian : II

Kode output/Komoditas strategis : D.3. 2.

KAJIAN PEMANFAATAN VARIETAS UNGGUL


AMFIBI DAN INOVASI TEKNOLOGI
PEMUPUKAN UNTUK MENINGKATKAN
INDEKS PERTANAMAN
(IP) DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI BALI

NAMA PENELITI UTAMA : IDA BAGUS ARIBAWA


JENIS PENELITIAN : LAPANGAN
STATUS TKT TEK. INPUT : 5 (VALIDASI
KOMPONEN)
STATUS TKT TEK YANG DIHASILKAN : 6 (DEMONSTRASI MODEL)
BIDANG PRIORITAS : PADI LAHAN SUB
OPTIMAL

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) BALI


BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN
PERTANIAN

1
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2017
KAJIAN PEMANFAATAN VARIETAS UNGGUL AMFIBI DAN INOVASI
TEKNOLOGI PEMUPUKAN UNTUK MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN
(IP) DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI BALI

Peneliti Utama : Ir. Ida Bagus Aribawa, MP.


NIP : 19580316 198703 1 001
Nama Institusi Pengusul : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Bali, Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian.
Nama Institusi/Mitra yang Terlibat : Dinas Pertaniaan Tanaman Pangan,
Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
Nama Peneliti dari Institusi Mitra : -
Jenis kegiatan : Pengkajian
TKT yang dijadikan input : 5 (Validasi Komponen)
TKT yang dihasilkan : 6 (Demonstrasi Model)
Bidang prioritas : D.3.2. Padi Lahan Sub optimal
Proposal : Baru

2
Lembar Pengesahan
1. Judul Kegiatan : Kajian Pemanfaatan Varietas Unggul
Amfibi dan Inovasi Teknologi Pemupukan
Untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman
(IP) di Lahan Sawah Tadah Hujan di Bali
2. Nama Institusi Pengusul : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Bali. Badan Litbang Pertanian.
Kementerian Pertanian
3. Alamat Jl. By Pass Ngurah Rai, Denpasar, Bali
4. Diusulkan Melalui Badan Litbang Pertanian
5. Sifat Usulan Kegiatan Baru
6. Nama Penanggung Jawab Ir. Ida Bagus Aribawa, MP.
7. Personalia
Peneliti : 1 (satu) orang
Asisten Peneliti : 4 (empat) orang
Teknisi : 2 (dua) orang

8. Tahun Dimulai Kegiatan : 2017


9. Biaya Kegiatan TA 2017
- Sumber Balitbangtan : Rp.95.000.000,- (Sembilan Puluh Lima
Juta Rupiah)
- Sumber Mitra : -
(khusus mitra
internasional)
10 Jangka Waktu Pelaksanaan : 2 (dua) tahun
. Mulai dilaksanakan : 2017
Berakhir
: 2018

Kepala Balai, Penanggungjawab


kegiatan,

Ir. A. A. N. Bagus Kamandalu, M.Si Ir. Ida Bagus Aribawa, MP.


NIP 19591013 198703 1 002 NIP. 19580316 198703
1 001

Kepala Balai,

Ir. A. A. N. Bagus Kamandalu, M.Si


NIP 19591013 198703 1 002

3
SUMMARY
1. Title : The Assesment of Utilization Amphibians
Varieties and Innovation Fertilization
Technology to Increase Farming Index (IP) in
the Wetland Rainfed in Bali

2. Implemanting Unit : Institute for Agricultural Technology (BPTP)


Bali, Agricultural Research and Development
Agency, Ministry of Agriculture
3. Location : Wetland Rainfed, District East Selemadeg,
Tabanan, Bali
4. Objectives
a. Immediate objectives : Introduction to the farmer some new
varieties (VUB) rice Inpago and Inpari
rainfed amphibious in the rainfed
areas.
To assess the adaptability of some
new varieties (VUB) rice amphibious
and technology innovation
fertilization recommendation of an
integrated information system of
modern crop calendars (SI Katam) in
the rainfed areas
To select two till three a new rice
varieties (VUB) amphibious preferred
rice farmers to be developed in the
next planting season.
b. Long-term objective : Provide a package technology of new
varieties of rice amphibious with technology
innovation specific fertilization for the
rainfed areas and increase farmers' income
and welfare.
5. Description of Project : Conversion of agricultural land to non-
agricultural rice fields that commonly occur
in the upper caused a lot of irrigation
channels are disconnected, so that the
irrigated land located at the downstream
turns into rain-fed land. Rice cultivation in
rainfed areas are particularly vulnerable to
climate change. In anticipation of the
growing season in 2017, can be done
through the selection of varieties. IAARD in
this case mengantisifasinya by providing
rice seed varieties of amphibians. High
yielding varieties of amphibians can survive
on two conditions, namely climatic
conditions of drought and waterlogged.
There are 12 rice varieties of amphibians,
namely Limboto, Batutegi, Towuti, Situ
Patengganng, Bagendit, Inpari 10 Laeya,
Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 7,
Inpago 8, 9. If Inpago of this study was
obtained from two to four amphibian

4
varieties adapt well in rainfed specific and
preferred by the public, then the
phenomenon of drought and inundation due
to climate anomalies can be overcome.
6. Methodology : The assessment will be carried out in the
district of East Selemadeg, Tabanan, Bali
planting season MK-2, measuring 1.0-2.0
hectares, with the involvement of local
farmer groups. Its activities began with the
socialization of farmer groups. The next
stage, assistance to farmers, starting from
land preparation, seedlings, fertilization,
planting, maintenance, harvesting and post-
harvest. Technological innovations
introduced is the approach of integrated
crop management. Materials used are
fertilizers, pesticides, eight varieties
amphibious. The design used was a
randomized block design (RAK) factorial of
two factors. The first factor is, five
amphibious rice varieties such as Bagendit,
Inpago 7, Inpago 8, Inapri 38, and Inpari 41.
The second factor is the innovation of
fertilizer as fertilization based on
recommendations katam integrated
information systems and recommendation
of the Department of Agriculture. Each
treatment was repeated three times.
Observations were made on plant height
before harvest, number of tillers, number of
panicles, number of grains per panicle and
empty the contents and the potential yield
per hectare, as well as the nutrient status of
the soil before planting and after harvest.
The data obtained were analyzed
statistically and significantly when
treatment was continued with DMRT at 5%
level. For the calculation of income is used
analysis of B / C ratio.
7. Expected output of the : The availability of the technology package
rice varieties specific amphibians rainfed
year
areas and increase farmers' income and
welfare.
8. Duration : Two years
9. Proposed Budget 2017 : Rp.95.000.000, - (Ninety Five Million Rupiah)

5
RINGKASAN

1. Judul : Kajian Pemanfaatan Varietas Unggul Amfibi


dan Inovasi Teknologi Pemupukan Untuk
Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di
Lahan Sawah Tadah Hujan di Bali
2. Institusi Pengusul : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Bali, Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian
3. Nama Peneliti Utama : Ir. Ida Bagus Aribawa, MP.
4. Lokasi : Lahan Sawah Tadah Hujan, Kecamatan
Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Bali.
5 Tujuan
a. Jangka pendek- : Memperkenalkan ke petani beberapa
menengah varietas unggul padi amfibi di lahan
sawah tadah hujan
Mengkaji daya adaptasi beberapa
varietas unggul padi amfibi di lahan
sawah tadah hujan
Memilih dua sampai tiga varietas
unggul padi amfibi yang disukai petani
untuk dikembangkan di musim tanam
berikutnya.
b. Jangka Panjang : Menyediakan paket teknologi varietas unggul
padi amfibi spesifik lokasi lahan sawah tadah
hujan dan meningkatkan pendapatan serta
kesejahteraan petani.
6. Deskripsi Penelitian : Lahan tadah hujan mempunyai peran penting
dalam mendukung ketersediaan pangan.
Lahan ini umumnya ditanami padi sekali di
musim hujan setelah itu bera. Untuk itu
diperlukan inovasi dalam penyediaan benih
yang unggul, umur genjah, potensi hasil
tinggi dan bisa ditanam di lahan tadah hujan
di musim kemarau, seprti varietas Inpago
dan Inpari tadah hujan. Inovasi varietas ini
dan inovasi lain seperti rekomendasi
pemupukan berdasarkan rekomendasi katam
terpadu modern perlu dilakukan. Badan
Litbang Pertanian dalam hal ini
mengantisifasinya dengan menyediakan
benih varietas unggul padi bersifat amfibi.
Varietas unggul amfibi ini dapat bertahan
pada dua kondisi iklim yaitu kondisi
kekeringan dan tergenang. Apabila dari

6
kajian ini diperoleh dua sampai empat
varietas unggul amfibi beradaptasi dengan
baik di lahan tadah hujan yang spesifik dan
disukai oleh masyarakat, maka fenomena
kekeringan dan genangan karena anomali
iklim dapat diatasi.
7. Metodologi : Kajian akan dilaksanakan di Kecamatan
Selemadeg Timur, Tabanan, Bali pada musim
tanam yang berbeda, yaitu MK-2 seluas 1,0-
2,0 hektar, dengan melibatkan kelompok tani
setempat. Kegiatannya dimulai dengan
sosialisasi terhadap kelompok tani. Tahapan
berikutnya, pendampingan terhadap petani,
yang dimulai dari pengolahan lahan,
persemaian, pemupukan, penanaman bibit,
pemeliharaan, panen dan pasca panen.
Inovasi teknologi yang diterapkan adalah
pendekatan pengelolaan tanaman terpadu.
Bahan yang digunakan adalah pupuk,
pestisida, delapan varietas unggul bersifat
amfibi.. Rancangan yang digunakan adalah
rancangan acak kelompok (RAK) pola
faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah,
lima varietas unggul padi bersifat amfibi
seperti Situ Bagendit, Inpago 7, Inpago 8,
Inapri 38, dan Inpari 41. Faktor ke dua adalah
inovasi pemupukan seperti pemupukan
berdasarkan rekomendasi sistem informasi
katam terpadu dan rekomendasi dari Dinas
Pertanian setempat. Masing-masing
perlakuan diulang tiga kali. Pengamatan
dilakukan terhadap tinggi tanaman sebelum
panen, jumlah anakan, jumlah malai, jumlah
gabah isi dan hampa per malai dan potensi
hasil per hektar, serta status hara tanah
sebelum tanam dan sesudah panen. Data
yang didapat dianalisis secara statistik dan
apabila perlakuan berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5 %.
Untuk perhitungan pendapatan digunakan
analisis B/C ratio.
8. Output yang diharapkan : Paket teknologi varietas unggul padi amfibi
spesifik lokasi lahan sawah tadah hujan dan
meningkatnya pendapatan serta
kesejahteraan petani.
9. Jangka waktu penelitian : 2 (dua) tahun
10 Biaya kegiatan 2017 : Rp. 95.000.000,- (Sembilan Puluh Lima Juta
. Rupiah).

7
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahan sawah tadah hujan mempunyai peran yang penting dalam
memenuhi kebutuhan pangan, terutama beras secara nasional. Luas lahan
sawah tadah hujan sekitar 3,71 juta ha yang tersebar di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Bali (BPS 2013). Luas lahan sawah
tadah hujan di Provinsi Bali secara spesifik tidak tercantum di Publikasi Provinsi
Bali dalam Angka (BPS, 2016). Meskipun demikian, fakta di lapangan
menunjukkan adanya alih fungsi lahan sawah irigasi ke non pertanian
menyebabkan banyak saluran-saluran irigasi yang terputus, sehingga lahan
sawah irigasi yang ada tidak mendapatkan air dari saluran irigasi dan petani
bercocok tanam hanya dengan air yang bergantung pada hujan. Lahan sawah
yang awalnya berpengairan irigasi setengah teknis berubah menjadi lahan
sawah tadah hujan.
Lahan sawah tadah hujan dapat menampung air hujan karena lahan
tersebut datar dan dikelilingi oleh galengan, dimana pola tanam umumnya padi
satu kali pada musim hujan dengan sistem tapin kemudian bera (Johari, 2002).
Sebagai lahan sub-optimal, lahan sawah tadah hujan dihadapkan pada berbagai
masalah, antara lain kesuburan tanah rendah (N-total dan K sangat rendah, P
tersedia sedang, dan KTK rendah), curah hujan tidak menentu, cekaman
kekeringan, dan pertumbuhan gulma yang pesat (Tedjasarwana dan Permadi,
1991; Wihardjaka dan Sarwoto, 2014). Curah hujan merupakan faktor pembatas
yang menentukan keberhasilan padi sawah tadah hujan. Kekurangan air,
menyebabkan tanaman padi menderita kekeringan dan produksi padi menjadi
sangat rendah (Fagi et al., 1986). Saat iklim ekstrim kering (El-Nino) yang terjadi

8
pada MT. 2015 menyebabkan sekitar 800 hektar sawah dari luas tanam seluas
3.032 Ha di Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Bali mengalami
kekeringan dan dikhawatirkan gagal panen (Putra, 2015).
Ketidakpastian intensitas dan distribusi hujan yang sering terjadi perlu
diantisipasi melalui perbaikan teknologi budidaya padi di lahan sawah tadah
hujan, melalui introduksi varietas yang adaptif, berumur genjah, berpotensi hasil
tinggi dan disukai petani. Badan Litbang Pertanian dalam hal ini sudah
melakukan antisipasi terhadap anomali iklim. Salah satu strateginyanya adalah
dengan menyediakan benih varietas unggul padi yang dapat ditanam pada dua
kondisi berbeda, yaitu kondisi kekeringan sebagaimana halnya padi gogo
(ladang) dan tergenang sebagai padi sawah (varietas padi amfibi).
Pada lahan sawah tadah hujan petani umumnya melakukan satu kali
tanam padi (IP-100) yaitu tanam di musim hujan (MH) dimana air yang ada
mencukupi untuk pertumbuhan tanaman padi setelah itu bera. Namun demikian,
dengan adanya varietas unggul baru padi Inpago (inhibrida padi gogo) dan padi
varietas unggul baru padi Inpari (Inhibrida tadah hujan) yang toleran ditanam di
lahan dengan kondisi air yang terbatas di musim kemarau, indeks pertanaman
dapat ditingkatkan menjadi dua kali padi (IP-200), yaitu padi sawah pada musim
hujan dan padi gogo/padi tadah hujan pada musim kemarau. Selain itu, terdapat
kelebihan dari beberapa varietas unggul Inpago dan Inpari tadah hujan yang
ada, yaitu selain toleran kekeringan juga bisa tumbuh baik dalam kedaan
tergenang (amfibi), dengan potensi hasil tinggi dan rasa nasi pulen (BB Padi,
2017).
Beberapa penelitian menunjukkan produktivitas padi lahan tadah hujan di
tingkat petani masih rendah, baru mencapai 2,9 t/ha gabah kering giling (Lande,
1991), sedangkan Fagi dan Syamsiah (1991) menyatakan hasil padi berkisar
antara 2,0 2,5 t/ha dan 3,0 3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Suprihatno,
1996). Selanjutnya Pane et al. (2009) dan Fagi dan Kartaatmadja (2002)
menyebutkan produktivitas padi tadah hujan berkisar antara 1,8 3,1 t GKP ha -
1
; sekitar 2,0 3,5 t ha-1 (Widyantoro dan Toha 2010), kurang dari 2 t ha-1
(Mandac and Flinn 1985). Sementara di tingkat penelitian dapat mencapai 5,2
t/ha (Galib, 1996), atau mencapai 4,0 - 6,1 t GKP ha -1 dengan menggunakan
inovasi teknologi pemupukan hara spesifik lokasi (PHSL) (Andrias et al., 2016).
Rendahnya produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan disebabkan karena
petani umumnya menggunakan varietas yang kurang adaptif dan budidaya
tanaman seperti pemupukan yang belum sesuai dengan status hara dalam tanah

9
dan kebutuhan tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Peningkatan
produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan dapat dilakukan melalui beberapa
alternatif diantaranya dengan pemberian bahan organik untuk perbaikan sifat
fisik tanah, introduksi varietas padi unggul yang adaptif, berumur genjah dan
berpotensi hasil tinggi, pemupukan, pengelolaan hama, penyakit dan gulma.
Salah satu inovasi teknologi pemupukan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas padi adalah inovasi teknologi pemupukan
berdasarkan rekomendasi sistem informasi kalender tanam terpadu modern (SI
Katam). Rekomendasi pemupukan katam terpadu modern (SI Katam)
mengintegrasikan penggunaan pupuk an-organik dengan pupuk organik
berbahan baku jerami, kotoran hewan atau bahan baku lainnya dalam upaya
memperbaiki tingkat kesuburan tanah sawah serta meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk an-organik. Penentuan dosis pupuk mengacu pada konsep
pemupukan berimbang yaitu pemberian pupuk untuk mencapai ketersediaan
hara-hara esensial yang seimbang dan optimum ke dalam tanah. Rekomendasi
inovasi teknologi pemupukan ini tersedia sampai di tingkat kecamatan di seluruh
Indonesia (Anon, 2016). Hasil kajian penggunaan rekomendasi pemupukan SI
Katam di lahan sawah dataran tinggi menunjukkan produktivitas padi yang
dihasilkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara petani (Budiana dan
Aribawa, 2016).

Apabila dari kajian ini diperoleh dua sampai tiga varietas unggul padi
amfibi baik dari VUB Inpago maupun VUB Inpari tadah hujan, beradaptasi
dengan baik di lahan tadah hujan yang spesifik seperti di Selemadeg Timur, dan
inovasi teknologi pemupukan yang efektif dan efisien dalam meningkatkan
produktivitas padi di lahan tadah hujan diketahui, maka kegagalan panen akibat
fenomena kekeringan dan genangan dapat diatasi. Disamping itu, pertanaman
padi di musim kemarau dapat diperluas dan indeks pertanaman padi dapat
ditingkatkan dari IP-100 menjadi IP-200, sehingga optimalisasi penggunaan lahan
tadah hujan yang cocok untuk budidaya padi varietas unggul padi bersifat amfibi
dapat tercapai. Sehingga dengan demikian total produksi padi tadah hujan
meningkat, kontribusi penyediaan beras dari lahan sawah tadah hujan
meningkat. Perekonomian dan pendapatan petani padi meningkat dari
sebelumnya, membuka lapangan pekerjan yang menguntungkan di pedesaan,
serta dalam jangka menengah dan panjang kebutuhan yang berkaitan dengan
komoditas padi, terutama benih dan faktor lain yang mendukungnya untuk

10
kebutuhan pengguna (stake holder) dapat dipenuhi sendiri oleh petani padi
setempat.
1.2. Dasar Pertimbangan
Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan paling rentan terhadap
perubahan iklim. Hal ini karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman
semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman, terutama kelebihan dan
kekurangan air. Secara teknis, kerentanan berhubungan dengan sistem
penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air,
dan tanaman serta varietas tanaman (Las et al. 2008).
Dalam rangka mengantisipasi dampak perubahan iklim, maka diperlukan
adanya strategi antisipasi, diantaranya strategi adaptasi. Teknologi adaptasi
meliputi penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul padi yang
tahan kekeringan dan rendaman, toleran terhadap salinitas serta pengembangan
teknologi pengelolaan air. Badan Litbang Pertanian dalam hal ini sudah
melakukan berbagai strategi untuk antisipasi dampak perubahan iklim. Salah
satunya adalah dengan menyediakan benih varietas unggul padi bersifat amfibi,
baik VUB Inpago maupun Inpari tadah hujan yang dapat ditanam di musim
kemarau. Varietas unggul padi bersifat amfibi ini dapat bertahan pada dua
kondisi iklim atau dapat bertahan dalam dua kondisi berbeda, yaitu kondisi
kekeringan sebagaimana halnya padi gogo (ladang) dan tergenang sebagai padi
sawah. Terdapat 12 varietas unggul padi yang toleran kekeringan dan genangan,
yaitu Limboto, Batutegi, Towuti, Situ Patengganng, Situ Bagendit, Inpari 10
Laeya, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 7, Inpago 8, Inpago 9. Ke-12 varietas
unggul amfibi ini sudah disebarkan ke petani sejak tahun 2009.
Musim kemarau berkepanjangan pada tahun 2015 yang lalu membuat
perkembangan sektor pertanian tersendat. Bahkan akibat kekeringan, panen pun
tidak bisa diharapkan. Di Tabanan, kondisi ini terjadi diantaranya di Kecamatan
Selemadeg Timur tepatnya di areal pertanian terutama di Kecamatan Selemadeg
Timur. Menyiasati musim kemarau yang berkepanjangan ini para petani mencari
jalan keluar dengan menanam palawija seperti jagung dan kacang merah
dengan harapan lahan tetap produktif sehingga ketersediaan bahan pangan
cukup di musim kemarau. Penanaman tanaman jagung dan kacang merah
dilakukan karena jenis tanaman tersebut tidak memerlukan air yang banyak.
Jenis jagung yang ditanam adalah jagung hibrida bantuan pemerintah,
yaitu bisi dua. Dengan budidaya cara petani terhadap varietas jagung hibrida,
menyebabkan produktivitas jagung yang dihasilkan jauh lebih rendah bila

11
dibandingkan dengan potensi hasil jagung hibrida BISI-2 mencapai 13,0 ton per
hektar pipilan kering (Anon, 2016). Disamping produktivitas jagung yang rendah,
pemasaran jagung juga terkendala, jauh lebih mudah menjual padi dibandingkan
dengan menjual biji jagung. Hal ini menujukkan bahwa introduksi varietas unggul
baru (VUB) Inpago dan varietas unggul baru (VUB) Inpari tadah hujan yang
toleran di lahan kering, berpotensi hasil tinggi dan beberapa diantaranya
bertekstur pulen yang biasanya disukai petani, belum sampai ke tingkat
lapang/petani.
Kajian ini perlu dilakukan untuk mengenalkan ke petani bahwa ada
beberapa varietas unggul baru padi yang toleran ditanam di musim kemarau,
sehingga petani yang biasanya tanam sekali di musim hujan kemudian bera (IP-
100), dapat ditingkatkan indeks pertanamannya menjadi IP-200 dengan memilih
salah satu dari varietas unggul baru yang dikaji. Varietas-varietas yang dikaji
mempunyai keunggulan lain yaitu bila terjadi anomali iklim, dimana biasanya di
musim kemarau curah hujannya rendah, berubah menjadi musim kemarau
dimana curah hujannya cukup tinggi (kemarau basah) varietas-varietas yang
dikaji mampu tumbuh dan berkembang dengan baik dalam keadaan lahan sawah
tergenang, karena varietas-varietas yang dikaji bersifat amfibi.
Selain kendala anomali iklim, kendala lain yang muncul di Kabupaten
Tabanan adalah adanya konversi lahan sawah subur ke non pertanian. Data
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan menunjukkan berdasarkan
luas bahan baku lahan menurut jenis lahan, lahan sawah dalam lima tahun
terakhir (2010-2015) mengalami penyusutan rata-rata 185, 25 hektar per tahun
atau sekitar 0,82 persen. Jika dilihat dari 2014 ke 2015 terjadi penyusutan lahan
sawah seluas 248 hektar (BPS, 2016). Kendala lain yang muncul adalah adanya
penurunan produksi padi di Tabanan, akibat penurunan luas tanam. Kabupaten
Tabanan menyumbang penurunan luas tanam terluas di tahun 2015, yaitu seluas
4.518 hektar (12,25 persen). Penurunan luas tanam di Kabupaten Tabanan,
diantaranya disebabkan oleh : (1) Adanya pergeseran atau tunda tanam di
beberapa lokasi seperti di Kabupaten Jembrana, Tabanan, Gianyar dan Buleleng
karena perbaikan jaringan irigasi dan musim, terutama yang terjadi di akhir
tahun 2014 lalu, (2) Kemarau yang panjang sebagai akibat dari terjadinya El-
Nino (BPS, 2016).
Konversi lahan sawah, penurunan luas panen dan produktivitas padi di
Kabupaten Tabanan yang masih cukup rendah, yaitu tahun 2015 hanya
mencapai 59,96 kwintal per hektar (BPS, 2016) berdampak terhadap penyediaan

12
beras penduduk yang jumlahnya semakin meningkat, yaitu mencapai 435.900
jiwa dengan laju pertumbuhan alaminya sebesar 0,728 dari tahun 2010 (BPS,
2016). Untuk mengantisipasi masalah ini, maka peningkatan produksi padi,
melalui peningkatan indeks petanaman padi di lahan tadah hujan dari IP-100
menjadi IP-200 dengan memanfaatkan varietas unggul padi baik Inpago, maupun
Inpari tadah hujan yang berdaya hasil tinggi, umur genjah dan adaptif serta
disukai petani di lahan sawah tadah hujan yang bersifat amfibi untuk menyiasati
anomali iklim perlu dilakukan.
Lahan sawah tadah hujan umumnya mempunyai produktivitas lahan dan
tanaman rendah akibat rendahnya tingkat kesuburan tanah dan curah hujan
tidak menentu. Hasil evaluasi lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Tapanuli
Utara menunjukkan klas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah tadah
hujan dari tidak sesuai N(rc) dengan faktor pembatas tekstur sampai sesuai
marginal S3 (tc, nr) dan S3 (tc, rc, nr, eh) (Sinaga et al., 2014). Hasil kajian
Triharto et al. (2014) di lahan sawah tadah hujan Kabupaten Deli Serdang
menunjukkan status N, P, dan K bervariasi, N-total dari status rendah sampai
sedang, P-potensial satus sangat rendah dan K-dd dari status rendah sampai
tinggi dengan pH agak masam. Perbaikan sifat fisik, kimia, dan hayati tanah
sawah tadah hujan dapat dilakukan dengan pemberian pembenah oganik seperti
jerami padi.
Rendahnya produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan disebabkan
karena petani umumnya menggunakan varietas yang kurang adaptif dengan
budidaya tanaman seperti pemupukan yang belum sesuai dengan status hara
dalam tanah dan kebutuhan tanaman. Petani di lahan sawah tadah hujan
umumnya memberikan pupuk tunggal, yaitu pupuk urea secara berlebihan,
sampai 400 kg urea/ha disetiap musim tanam. Sehingga pemberian urea secara
berlebihan dan berkelanjutan tanpa diimbangi dengan hara lain dan pupuk
organik, dapat merusak sifat tanah. Untuk menanggulangi hal ini, maka
diperlukan suatu inovasi teknologi pemupukan. Salah satu inovasi teknologi
pemupukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas padi
adalah inovasi teknologi pemupukan berdasarkan rekomendasi sistem informasi
kalender tanam terpadu modern (SI Katam).
Rekomendasi pemupukan katam terpadu modern (SI Katam)
mengintegrasikan penggunaan pupuk an-organik dengan pupuk organik
berbahan baku jerami, kotoran hewan atau bahan baku lainnya dalam upaya
memperbaiki tingkat kesuburan tanah sawah serta meningkatkan efisiensi

13
penggunaan pupuk an-organik. Penentuan dosis pupuk mengacu pada konsep
pemupukan berimbang yaitu pemberian pupuk untuk mencapai ketersediaan
hara-hara esensial yang seimbang dan optimum ke dalam tanah. Masalah-
masalah yang terdapat di lahan tadah hujan, baik varietas yang dapat
menunjang peningkatan IP-100 menjadi IP-200 dan inovasi teknologi pemupukan
yang efektip dan efisien dalam meningkatkan produktivitas lahan tadah hujan
tersebut perlu diatasi secara holistik karena penanganan masalah produksi
pertanian tanaman pangan tidak dapat dilakukan secara parsial. Ini berarti
bahwa dalam penerapan suatu teknologi perlu memperhatikan keterkaitan
dengan teknologi lain dan kesesuaian dengan masalah setempat (Johari, 2002).
Penyiapan lahan untuk pertanaman padi di musim hujan dan di musim
kemarau umumnya cukup baik, yaitu dengan pengolahan tanah sempurna yang
sekaligus mencampurkan bahan organik (pupuk kandang) ke dalam tanah.
Dilakukannya pengolahan tanah dan penambahan pupuk organik di beberapa
tempat di lahan sawah tadah hujan akan membawa permasalahan baru yaitu
meningkatnya infestasi gulma. Tidak tersedianya air pada awal pertumbuhan
tanaman padi gogo sangat kondusif bagi pertumbuhan gulma. Populasi gulma
yang tinggi merupakan kendala dalam usahatani padi. Kalau gulma tidak
dikendalikan, terutama di awal pertumbuhan, maka tanaman padi tumbuh kerdil
dan sering gagal berproduksi (Djakamihardja et al, 1981). Selanjutnya Noor et
al., (2002) mengatakan bahwa pertanaman padi yang dibiarkan tumbuh bersaing
dengan gulma akan kehilangan hasil lebih dari 90%.
1.3. Tujuan Jangka Panjang
Menyediakan paket teknologi varietas unggul baru padi bersifat amfibi
dengan inovasi teknologi pemupukan spesifik lokasi untuk lahan sawah
tadah hujan dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani.
Tujuan Tahun 2017
Memperkenalkan ke petani beberapa varietas unggul baru (VUB) padi
Inpago dan Inpari tadah hujan yang bersifat amfibi di lahan sawah tadah
hujan.
Mengkajii daya adaptasi beberapa varietas unggul baru (VUB) padi
bersifat amfibi dengan inovasi teknologi pemupukan rekomendasi dari
sistem informasi kalender tanam terpadu modern (SI Katam) di lahan
sawah tadah hujan

14
Memilih dua sampai tiga varietas unggul padi baru (VUB) padi bersifat
amfibi yang disukai petani untuk dikembangkan di musim tanam
berikutnya.
1.4. Luaran Jangka Panjang
Paket teknologi varietas unggul baru (VUB) padi bersifat amfibi spesifik
lokasi untuk lahan sawah tadah hujan dan meningkatnya pendapatan
serta kesejahteraan petani.
Luaran Tahun 2017
Petani mengenal beberapa varietas unggul baru (VUB) padi Inpago dan
Inpari tadah hujan yang bersifat amfibi di lahan sawah tadah hujan.
Data dan informasi daya adaptasi beberapa varietas unggul baru (VUB)
padi bersifat amfibi dengan inovasi teknologi pemupukan rekomendasi
dari sistem informasi kalender tanam terpadu modern (SI Katam) di lahan
sawah tadah hujan.
Petani bisa memilih dua sampai tiga varietas unggul padi baru (VUB) padi
bersifat amfibi yang disukainya untuk dikembangkan di musim tanam
berikutnya.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Diperolehnya komponen paket teknologi berupa varietas unggul baru
(VUB) padi berisfat amfibi yang mempunyai daya adaptasi yang baik dan
disukai petani.
Diperolehnya komponen paket teknologi berupa inovasi teknologi
pemupukan yang efektif dan efisien di lahan sawah tadah hujan.
Mendukung program pemerintah untuk peningkatan IP di 4,0 juta ha
lahan, disamping itu terdapat perluasan pertanaman padi, peningkatan
indeks pertanaman padi dari IP-100 menjadi IP-200, penurunan resiko
kegagalan panen, sehingga optimalisasi penggunaan lahan sawah tadah
hujan yang cocok untuk budidaya padi dapat tercapai.
Total produksi padi di lahan sawah tadah hujan meningkat, sehingga
dengan demikian kontribusi penyediaan beras dari lahan sawah tadah
hujan meningkat
Pendapatan dan perekonomian petani/masyarakat padi di lahan sawah
tadah hujan meningkat, membuka lapangan pekerjaan, dan dalam jangka
menengah dan panjang kebutuhan benih padi untuk petani dapat dipenuhi
sendiri.

15
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber airnya tergantung atau
berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi permanen.
Sawah tadah hujan umumnya terdapat pada wilayah yang posisinya lebih tinggi
dari sawah irigasi atau sawah lainnya, sehingga tidak memungkinkan terjangkau
oleh pengairan. Sedangkan waktu tanam padi sangat tergantung pada
datangnya musim hujan.
Potensi sawah tadah hujan di Indonesia cukup luas tersebar di propinsi
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, NTB, dan Bali
(BPS, 2013). Lahan sawah tadah hujan pasokan airnya hanya tergantung dari
curah hujan. Varietas unggul yang biasa ditanam pada sawah tadah hujan antara
lain Ciherang, Cibogo, Cigeulis, Way Apo Buru, Mengkongga, dan Widas, selain
itu saat ini terdapat 12 varietas unggul padi amfibi yang dianjurkan untuk
dibudidayakan di lahan sawah tadah hujan, diantaranya adalah : Limboto,
Batutegi, Towuti, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Inpari 10 Laeya, Inpago 4,
Inpago 5, Inpago 6, Inpago7, Inpago 8, dan Inpago 9. Ke duabelas varietas
unggul amfibi ini dapat menghasilkan beras 6 - 8,5 ton per hektare. Hampir
semua varietas unggul ini cocok ditanam pada lahan sawah tadah hujan. Namun
demikian, di tingkat petani produktivitas padi cukup rendah. Hal ini disebabkan
karena budidaya padi di tingkat petani belum optimal, terutama masalah
pemupukan yang belum berimbang. Untuk itu diperlukan suatu inovasi teknologi
pemupukan yang efektif dan efisien di lahan tadah hujan. Salah satu diantara
inovasi teknologi pemupukan tersebut adalah inovasi pemupukan berdasarkan
rekomendasi sistem informasi kalender tanam terpadu modern (SI Katam).
Penanaman varietas-varietas tersebut dengan menerapkan model PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu) mempunyai peluang yang baik untuk menunjang
peningkatan produksi padi secara nasional yang terdampak oleh anomali
perubahan iklim dimana curah hujan dengan intensitas yang tinggi dalam waktu
yang pendek yang diikuti oleh musim kemarau yang panjang yang menyebabkan
lahan sawah mengalami kekeringan. Fenomena kekeringan pada pertanaman
padi yang terjadi belakangan ini berpotensi menurunkan produksi padi petani.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Badan Litbang Kementerian Pertanian telah
menyiapkan strategi, yaitu menyediakan varietas unggul padi yang toleran
kekeringan, bahkan toleran terhadap genangan. Varietas tersebut dinamakan
varietas unggul padi Amfibi. Sejak 2009-2014, setidaknya ada 11 varietas unggul

16
padi amfibi telah diadopsi oleh petani. Varietas ini sudah teruji di lapangan,
tahan terhadap kondisi kering maupun kondisi genangan.Potensi hasil padi
masing-masing varietas unggul Amfibi pun tidak sama. Contohnya, potensi hasil
padi varietas Situ Bagendit adalah 5 ton per hektar. Berbeda dengan varietas
Inpago 8 yang dapat mencapai 8,1 ton per hektar. Badan Litbang, Kementerian
Pertanian menawarkan keragaman pilihan varietas. Semakin banyak ragam
pilihan varietas, maka ekosistem lahan sawah itu akan semakin kaya.
Varietas unggul amfibi dapat menjadi pilihan untuk daerah-daerah yang
berpotensi mengalami kekeringan. Berdasarkan data Badan Litbang Pertanian,
hingga pertengahan 2015, benih sumber varietas toleran kekeringan yang telah
didistribusikan sebesar 526,2 ton. Daerah yang telah menerima benih tersebut
terutama adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan.
Disamping itu disebarkan juga bagi daerah yang memiliki kondisi iklim tidak
menentu, dimana varietas unggul padi amfibi menjadi salah satu alternatif
solusinya. Penyediaan kebutuhan benih varietas unggul padi amfibi ini dilakukan
Balitbangan secara rutin yang meliputi kelas benih pejenis (BS), Benih Dasar
(BD), dan benih Pokok (BP). Sedangkan pendistribusiannya sendiri hingga
pertengahan tahun 2015 telah penyebaran benaih sumber varietas toleran
kekeringan mencapai 526,2 ton terutaman ke Jabar, Jatim, dan Jateng (Anon,
2015).
2.2. Peluang Pemanfaatan Lahan Sawah Tadah Hujan
Sawah tadah hujan merupakan sumber daya fisik yang potensial untuk
pengembangan pertanian, seperti padi. Lahan sawah tadah hujan memiliki
kemampuan potensial menahan air hujan dan aliran permukaan yang hampir
sama dengan lahan sawah irigasi. Kendala utama pada lahan sawah tadah hujan
adalah ketersediaan air yang sangat tergantung kepada curah hujan, sehingga
lahan mengalami kekeringan pada musim kemarau. Produksi padi sawah di lahan
sawah tadah hujan akan dapat meningkat apabila dlakukan dengan strategi yang
tepat seperti pemberian input yang tepat, pemanfaatan potensi genetik/varietas
unggul baru yang sesuai dengan kondisi lahan dan pemanfaatan teknologi
secara optimal. Upaya peningkatan produksi padi pada lahan sawah tadah hujan
dapat dilakukan diantaranya melalui peningkatan diversitas penggunaan varietas
yang unggul dan cocok dengan berbagai kondisi lingkungan, disamping itu
pemanfaatan inovasi teknologi pemupukan yang efektif dan efisien dalam
meningkatkan produktivitas lahan.

17
Peningkatan produktivitas lahan diantaranya dapat dilakukan melalui
penerapan teknologi spesifik lokasi berdasarkan potensi sumberdaya lokal
dengan memperhatikan aspek lingkungan. Peningkatan produktivitas di lahan
sawah tadah hujan dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas per satuan
luas dan peningkatan intensitas pertanaman, melalui peningkatan indeks
pertanaman dari IP-100 menjadi IP-200. Rendahnya produktivitas dan intensitas
pertanaman di lahan sawah tadah hujan disebabkan karena sumber air hanya
tergantung pada curah hujan. Dengan demikian, pada lahan sawah tadah hujan
yang memiliki curah hujan yang pendek maka penanaman padi hanya dapat
dilakukan satu kali dalam setahun, selanjutnya lahan dibiarkan bera.
Permasalahan yang terjadi pada lahan sawah tadah hujan yaitu curah
hujan yang tidak menentu pada awal musim hujan dan awal tanam padi
menyebabkan petani mengalami keterlambatan tanam pada musim tanam
pertama (MT-I) karena debit air yang belum cukup untuk penanaman padi. Pada
musim tanam di musim hujan (MH) dimana curah hujan sudah stabil dan normal,
petani di lahan sawah tadah hujan menanam padi, karena kebutuhan air
menucukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi, selanjutnya
pada MT-II (MK-1), petani mulai melihat ketersediaan air di saluran dan di lahan
sawahnya serta memprediksi kebiasaan hujan berdasarkan pengalaman-
pengalaman petani sebelumnya. Umumnya petani yang berani mengambil resiko
akan menanam padi, sedangkan petani yang ragu-ragu akan menanam palawija
atau membiarkan lahan sawahnya dalam kedaan bera.
Apabila curah hujan pada musim tanam bersangkutan dalam keadaan
normal berdasarkan prediksi/ramalan BMKG dan petani mengetahui bahwa ada
beberapa varietas unggul baru padi yang toleran ditanam di musim kemarau,
dimana curah hujan terbatas seperti Inpago dan Inpari tadah hujan, dan
beberapa diantaranya bertekstur pulen sesuai dengan preferensi petani, maka
peluang meningkatkan indeks pertanaman padi dari IP-100 menjadi IP-200,
bahkan IP-300 akan tercapai. Pendampingan terhadap inovasi teknologi baik
inovasi teknologi varietas unggul baru (VUB) padi dan pemupukan yang
dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian di tingkat petani perlu terus
diintensifkan. Petani di lahan sawah tadah hujan umumnya memupuk tanaman
padi dengan pupuk tunggal seperti pupuk urea dengan dosis yang tinggi, sampai
400 kg/ha di setiap musim tanam. Pemupukan dengan pupuk tunggal tanpa
diimbangi dengan hara yang lain, menyebabkan lahan sawah menjadi rusak.

18
Untuk itu, pengenalan inovasi teknologi pemupukan berdasarkan rekomendasi SI
Katam di kecamatan bersangkutan perlu terus diintensifkan.
2.3. Hasil-Hasil Penelitian Padi di Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan merupakan salah satu lahan sub optimal yang
diharapkan dapat menggantikan sebagian lahan sawah irigasi subur yang telah
berubah fungsi. Lahan sawah tadah hujan adalah lahan yang dalam setahunnya
minimal ditanami satu kali padi sawah (lahan tergenang dan petakan
berpematang) dengan air pengairan bergantung pada hujan, dimana pola tanam
umumnya padi satu kali pada musim hujan dengan sistem tapin kemudian bera
(Johari, 2002). Luas lahan sawah tadah hujan sekitar 3,71 juta ha atau 45,7%
total luas lahan sawah, yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Bali dan Nusa Tenggara (BPS 2013).
Rata-rata produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan ini masih rendah,
berkisar antara 1,8-3,5 ton ha-1 (Widyantoro dan Toha 2010), kurang dari 2 t ha -1
(Mandac and Flinn 1985). Sementara itu, di tingkat penelitian dapat mencapai
4,0 6,1 t/ha (Galib, 1996; Andrias et al., 2016). Hasil penelitian Pirngadi dan
Makarim (2006) menunjukkan penerapan inovasi teknologi dengan pendekatan
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) seperti, (1) penggunaan varietas introduksi
VUB, (2) jarak tanam legowo 2:1, (3) pupuk organik 2 t/ha, dan (4) pemberian
pupuk N berdasarkan BWD di lahan sawah tadah hujan dapat menaikkan hasil
padi dan peningkatan pendapatan. Hasil penelitian Murniati et al. (2014)
menunjukkan penggunaan pupuk organik cair dan penggunaan pupuk kandang
berpengaruh terhadap produktivitas padi, produktivitas meningkat sebesar
16,39 % apabila diikuti juga dengan peningkatan penerapan manajemen yang
baik.
Wiharjaka (2015) menyatakan lahan sawah tadah hujan umumnya
mempunyai kesuburan rendah dan kahat hara seperti kalium (K) dalam tanah
yang disebabkan oleh pola tanam yang intensif dan penggunaan varietas
dengan hasil tinggi. Untuk menanggulanginya diperlukan pupuk K dan jerami.
Hasil penelitian menunjukkan interaksi jerami dan kalium nyata meningkatkan
hasil gabah dan pemberian jerami padi dapat mengurangi kehilangan K akibat
pencucian. Selain itu, pengelolaan pupuk NPK maupun kombinasinya dengan
Organofosfat maupun jerami berpengaruh nyata-sangat nyata terhadap tinggi
tanaman, terhadap jumlah malai per rumpun panjang malai jumlah bulir di
beberapa lahan sawah tadah hujan di Jawa Tengah dan Jawa Barat (Andrias et al.,
2016; Kasno et al., 2016).

19
Selain itu, peningkatan produktivitas padi sawah tadah hujan dapat
dilakukan melalui beberapa alternatif diantaranya dengan pemberian bahan
organik untuk perbaikan sifat fisik tanah, introduksi varietas/galur padi unggul
yang berpotensi hasil tinggi, pemupukan, pengelolaan hama, penyakit dan
gulma. Pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, biologis dan kimia tanah
(Coleman et al., 1989 dan Russel, 1973), meningkatkan ketersediaan kalium,
fosfat dan unsur mikro serta memperbaiki pertumbuhan akar tanaman lebih baik
(Duxburty et al., 1989 dan Russel, 1973). Pengembalian jerami kedalam tanah
tiap musim dapat memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk N dan P (Adiningsih, 1998).
Sementara kajian keragaan galur-galur padi dari China yang diuji di lahan
tadah hujan menunjukkan produktivitas bervariasi antara 4,3 5,1 t/ha. Galur
ZX788 (84 HSS), 08FAN4 (89 HSS) dan D100 (91 HSS) memiliki umur masak lebih
genjah dari cek tergenjah Silugonggo (95 HSS) (Susanto dan Umi Barokah,
2016). Varietas padi unggul tipe baru Inpari 17 dan Inpari 18 yang dibudidayakan
di ekosistem sawah tadah hujan menghasilkan gabah dan indeks panen
tertinggi. Sedangkan untuk kajian terhadap lingkungan, terutama hubungannya
terhadap sumbangan gas rumah kaca (GRK) menunjukkan VUB Inpari 17 dan 18
merupakan kultivar padi dengan potensi hasil tinggi dan tingkat emisi metana
paling rendah daripada varietas inbrida lain yang diuji (Wihardjaka dan Sarwoto,
2015).
III. METODOLOGI/PROSEDUR
3.1. Kerangka Pemikiran
Peningkatan produktivitas lahan sawah tadah hujan diantaranya dapat
dilakukan melalui penerapan teknologi spesifik lokasi berdasarkan potensi
sumber daya lokal yang ada dengan memperhatikan aspek lingkungan.
Peningkatan produktivitas di lahan sawah tadah hujan dapat dilakukan melalui
peningkatan produktivitas per satuan luas dan peningkatan intensitas
pertanaman dengan memanfaatkan varietas unggul baru yang adaptif,
berpotensi hasil tinggi dan disukai petani. Rendahnya produktivitas dan
intensitas pertanaman di lahan sawah tadah hujan disebabkan karena sumber air
hanya bergantung pada curah hujan.
Dengan demikian, pada lahan sawah tadah hujan yang memiliki curah
hujan yang pendek maka pertanaman padi umumnya hanya dapat dilakukan
satu kali dalam setahun, selanjutnya lahan dibiarkan bera. Curah hujan
merupakan faktor pembatas yang menentukan keberhasilan budidaya padi

20
sawah tadah hujan. Untuk mengantisipasi permasalahan ini, maka pemanfaatan
varietas unggul padi adaptif berumur genjah dan berpotensi hasil tinggi di
musim tanam pertama, seperti varietas unggul padi Silugonggo, varietas unggul
Inpari 10 Laeya, VUB Inpago, dan Inpari Tadah Hujan perlu dilakukan. Untuk
menanggulangi lahan yang bera setelah panen musim tanam pertama, karena
terbatasnya hujan yang turun (kekeringan) maka penggunaan varietas yang
toleran di lahan kering seperti varietas unggul Situ Bagendit, Inpago 8 dan
Inpago 9 serta varietas unggul Inpari 38 yang direkomendaskan untuk lahan
tadah hujan perlu dilakukan.
Kegiatan kajian adaptasi varietas unggul padi amfibi ini apabila bisa
diterapkan di lahan sawah tadah hujan maka peningkatan produksi padi, melalui
peningkatan indeks pertanaman padi dari IP-100 menjadi IP-200 dapat tercapai.
Petani, pendapatan dan kesejateraannya meningkat, disamping itu ketahanan
pangan, terutama ketersediaan beras sebagai makanan pokok di tingkat lapang
tercapai. Sehingga dengan demikian, ketidakpastian intensitas dan distribusi
hujan yang sering terjadi, dapat diantisipasi melalui pengembangan teknologi
budidaya padi unggul bersifat amfibi dilahan sawah tadah hujan melalui pola
tanam padi sistem sawah yang ditanam saat musim hujan, dan dapat dipanen
lebih awal, sehingga memungkinkan musim berikutnya untuk ditanami padi di
musim ke dua dengan varietas berumur pendek, adaptif, berpotensi hasil tinggi
dan disukai petani.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Introduksi varietas unggul baru (VUB) Inpago dan Inpari tadah
hujan
Dalam kajian ini akan digunakan beberapa varietas unggul baru (VUB)
Inpago dan Inpari tadah hujan yang bersifat amfibi artinya bisa tumbuh baik saat
kering mauoun tergenang. Untuk mengetahui varietas-varietas tersebut
dilakukan dengan mengakses web BB Padi. Beberapa VUB Inpago telah dilepas
oleh BB Padi dan beberapa diantaranya berumur genjah dan bertekstur nasi
pulen yang umumnya disukai petani seperti Inpago 7 dan 8 dengan potensi hasil
antara 4,6 8,1 ton/ha. Sedangkan untuk VUB Inpari tadah hujan, tersedia juga
Inpari tadah hujan yang berumur genjah dengan tekstur nasi pulen yang disukai
petani seperti Inpari tadah hujan 38 dan 41. Inpari tadah hujan ini potensi
hasilnya antara 5,57 8,16 ton/ha (BB Padi, 2017). Varietas unggul baru (VUB)
tersebut di atas akan di introduksikan ke patani melalui sosialisasi dan kajian

21
langsung din lapangan, dengan varietas unggul Situ Bagendit sebagai varietas
pembanding.
Introduksi inovasi teknologi pemupukan berdasarkan SI Katam
Inovasi teknologi pemupukan berdasarkan SI Katam sudah sering
disosialisasikan, tapi belum sampai ke tingkat petani, tapi umumnya PPL di
tingkat BPP sudah paham untuk mencari dan mendapatkan informasi ini, baik
melalui web info katam, maupun lewat HP. Rekomendasi pemupukan SI
Katam di musim kemarau 2017 akan digunakan untuk tanaman padi di lahan
sawah tadah hujan di wilayah Selemadeg Timur, hasil ini diperoleh melalui HP.
Inroduksi rekomnedasi pemupukan SI Katam ini akan disosialisasikan di
tingkat petani di kajian ini.
Penentuan Lokasi dan petani koperator
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja yaitu di Kecamatan Selemadeg
Timur, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kecamatan Selemadeg Timur,
Kabupaten Tabanan luas lahan sawahnya adalah 3.032 hektar di tahun 2015,
dengan 800 hektar diantaranya mengalami kekeringan (BPS, 2016).
Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan
menumbuhkan suatu proses pemahaman interdisipliner dan interinstitusi
terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Sosialisai diperlukan untuk
menghindari dan mengurangi kesalahpahaman antar pelaksana, stakeholder dan
fihak-fihak lain yang terlibat sehingga kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan
tujuan dimaksud. Sosialisasi dilakukan dengan secara formal dan informal
terhadap semua pelaksana, instansi terkait serta kelompok tani. Melalui
sosialisasi diberikan penjelasan kegiatan yang akan dilakukan baik secara teknis
maupun non teknis sehingga terbentuk suatu koordinasi selanjutnya tujuan
kegiatan dapat tercapai.
- Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi Meliputi :
a) Menginventarisasi data dasar meliputi : potensi sumberdaya manusia,
sumberdaya lokal potensial, lahan pertanian, dan pola pengembangan,
serta existing teknologi budidaya padi (varietas, pemupukan dan lainnya)
di lokasi pengkajian.
a) Selanjutnya dilakukan bimbingan teknis maupun inovasi kelembagaan
untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani dalam
penerapan perbaikan sistem budidaya tanaman padi. Inovasi teknis

22
dilakukan langsung bersama-sama petani dan petugas lapang sesuai
dengan materi yang akan diintroduksikan.
Temu Lapang
Temu Lapang dilakukan bersama dengan kelompok tani kooperator dan
instansi terkait untuk : (i) memberikan kesempatan kepada pihak terkait guna
menyaksikan dan membahas keunggulan teknologi di lapangan serta
kemungkinan penerapan selanjutnya,(ii) menggali umpan balik tentang teknologi
yang didemplotkan dari petani, penyuluh dan pihak terkait lainnya dan (iii)
mengupayakan alih pengalaman dan pengetahuan tentang penerapan teknologi
dari petani kooperator ke petani lainnya.
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Pengkajian
3.3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan
Kajian ini akan dilaksanakan di salah satu subak di Kec. Selemadeg Timur,
Kab. Tabanan, Bali pada tahun anggaran (TA) 2017 ini. Beberapa petani maju dan
aktif di anggota subak yang menjadi anggota subak akan dilibatkan dalam kajian
ini. Luas lahan sawah yang akan digunakan untuk kajian ini adalah minimal 1,0-
2,0 hektar selama dua musim tanam. Sehingga dengan demikian akan
melibatkan 4 5 petani maju pemilik lahan sawah, mengingat kepemilikan lahan
sawah di tingkat petani bervariasi, umumnya adalah berkisar antara 20,0-25,0
are.
3.3.2. Bahan dan Alat Kegiatan
Bahan yang diperlukan dalam kegiatan pengkajian ini adalah benih padi
varietas unggul amfibi dan varietas unggul yang umumnya ditanam petani
sebagai pembanding, pupuk organik padat (kompos) dan pupuk anorganik (urea
dan phonska), pestisida, dan bahan lainnya, sedangkan alat yang diperlukan
yaitu, cangkul, sabit, gunting, meteran, timbangan dan alat-alat bercocok tanam
lainnya.
3.3.3. Metode Kegiatan
Kegiatan kajian uji adaptasi varietas unggul baru (VUB) padi bersifat
amfibi di lahan sawah tadah hujan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) pola faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah lima varietas unggul baru
(VUB) padi bersifat amfibi, yaitu : (1) varietas unggul Situ Bagendit, sebagai
pembanding (v1); (2) varietas unggul baru padi Inpago 7 (v 2); (3) varietas unggul
baru padi Inpago 8 (v3); (4) varietas unggul baru padi Inpari 38 tadah hujan (v 4);
dan (5) varietas unggul baru padi Inpari 41 tadah hujan (v 5). Faktor ke dua
adalah pemupukan, yaitu : (1) inovasi teknologi pemupukan berdasarkan

23
rekomendasi sistem informasi kalender tanam terpadu modern (SI Katam)
Kecamatan Selemadeg Timur di musim kemarau 2017, yaitu 200 kg urea/ha +
100 kg Phonska/ha + 2,0 ton pupuk organik/ha (p 1); (2) pemupukan berdasarkan
rekomendasi Dinas Pertanian setempat (RDKK), yaitu 200 kg urea/ha + 300 kg
Phonska/ha + 500 kg pupuk organik/ha (p 2). Masing-masing perlakuan diulang
tiga kali, sehingga terdapat 30 satuan percobaan.
Masing-masing varietas unggul baru (VUB) yang dikombinasikan dengan
pemupukan ditanam pada petakan lahan alami petani minimal seluas 3,0-5,0
(lima) are menyesuaikan dengan luasan petak alami petani, sehingga dengan
demikian akan diperlukan 1,0-2,0 hektar lahan sawah. Denah perlakuan disajikan
pada Gambar 1 di bawah ini. Kegiatan pengkajian ini dilakukan satu musim
tanam, yaitu musim tanam ke 3 (MK-2). Sehingga dengan demikian petani,
pengkaji dan stake holder yang lain secara bersama-sama bisa memilih dua
sampai tiga varietas yang disukai untuk dapat dikembangkan di musim-musim
tanam selanjutnya.
3.3.4. Pelaksanaan Kegiatan
Pengolahan tanah
Olah tanah dilakukan 2 kali yaitu: (1) pada saat musim kemarau
atau setelah terjadinya hujan; (2) saat menjelang tanam. Olah tanah
dengan traktor dengan cara singkal, setelah hujan turun olah lahan untuk
menghaluskan tanah kemudian ratakan. Sambil menunggu curah hujan
yang cukup, pada setiap petak sawah perlu dibuat saluran keliling. Saluran
ini sangat diperlukan untuk membuang kelebihan air atau akan berfungsi
sebagai saluran drainase. Hasil kajian di lahan sawah tadah hujan
Indramayu, menujukkan cara pengolahan tanah basah yang
dikombinasikan dengan pemberian pupu kandang dan pupukl K2O nyata
menekan perkembangan penyakit busuk batang dan hawar pelepah padi,
menekan intensitas penyakit busuk batang dan bercak daun Cercopora
(Sudir et al., 2002).
Ulangan I Ulangan II

v2p2 v3p2 v5v2 v5p1

v1p2 v2p2 v4p1 v1p1

24
v1p1 v3p1 v1p2 v4p2

v5p1 v5v2 v3p1 v2p2

v4p2 v4p1 v2v1 v3p2

Ulangan III

v4p1 v2p2

v3p1 v3p2

v1p1 v2v1

v5p1 v5v2

v4p2 v1p2

Gambar 1. Denah tentatif perlakuan varietas unggul padi bersifat amfibi di lahan
tadah hujan

Varietas
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, telah
mengeluarkan varietas unggul dengan tingkat produksi yang tinggi yang
adaptif di lahan sawah tadah hujan seperti Situ Bagendit, Inpari 10 Laeya,
Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago7, Inpago 8, Inpago 9 dan Inpago
dengan nomor di atasnya serta Inpari tadah hujan.
Penanaman
Kegiatan tanam dilakukan bila curah hujan sudah cukup stabil atau
mencapai sekitar 60 mm/dekade (10 hari). Penanaman menggunakan
sistem tanam pindah 20 cm x 20 cm dengan 2-3 bibit per lubang.
Pelaksanaan penanaman dibantu dengan alat semacam caplakan untuk

25
padi sawah. titik paku yang berjarak 15 cm atau 20 cm dari titik/mata
caplakan paling pinggir.
Pemupukan
Lahan sawah tadah hujan umumnya memiliki unsur hara dengan
status yang rendah. Lahan sawah ini membutuhkan pemupukan yang
tepat dan berimbang. Selain itu, waktu pemupukan juga perlu mendapat
perhatian, dimana bila lahan dalam kondisi kering pemupukan tidak dapat
dilakukan harus menunggu sampai kondisi lahan menjadi lembab. Aplikasi
pupuk organik dan anorganik disesuaikan dengan perlakuan. Pada
pemupukan I dilakukan pada umur (10-15) HST. Pemupukan susulan I 35-
40 HST. Pemupukan susulan II yaitu : pada saat primordia.
Pengendalian hama dan penyakit
Pada saat pertumbuhan vegetatif, hama yang sering menyerang
adalah lalat bibit dan penggerek batang. Pada pertumbuhan lanjut, hama
penggerek batang, pemakan dan penggullung daun juga sering
menyerang. Pada beberapa lokasi juga ada kemungkinan hama wereng
coklat dan wereng hijau penular penyakit tungro menyerang pertanaman.
Bila tanaman sudah keluar malai, hama kepik hijau dan walang sangit juga
sering menyerang.
Selain adanya serangan hama, penyakit utama usahatani ini adalah
penyakit blas yang disebabkan oleh jamur Pycularia grisea dan penyakit
bercak daun coklat Helminthosporium oryzae dan bercak daun bergaris
Cercospora orizae. Sistem tanam multi varietas atau mozaik varietas juga
bisa ditempuh untuk mengurangi penyebaran penyakit dalam waktu
singkat.
Gangguan lain yang sering muncul di lapangan adalah adanya
kompetisi dengan tumbuhan pengganggu atau gulma. Bila pertumbuhan
gulma padat, tanaman pokok padi akan sangat menderita karena kalah
bersaing dalam mendapatkan air dan hara. Pengendalian gulma sebaiknya
dilakukan lebih awal. Penyiangan pertama gan kedua dilakukan pada umur
30-45 hari setelah tumbuh.
Prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) digunakan dalam
pengendalian OPT, yaitu: pengendalian dilakukan secara fisik, mekanis
atau kimiawi. Penggunaan secara kimiawi dapat dilakukan apabila
populasi organisme penggangu tanaman (OPT) sudah melebihi ambang

26
batas >5 dalam satu rumpun tanaman (OPT) sudah melebihi ambang
batas >5 dalam satu rumpun.
3.3.5. Data dan Analisis
Untuk mengetahui daya adaptasi dari masing-masing perlakuan
dalam hal ini varietas, maka dilakukan pengamatan terhadap komponen
pertumbuhan, komponen hasil dan hasil dari masing-masing varietas yang
dikaji. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman saat panen, jumlah
anakan, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah isi dan hampa per
malai, bobot 1000 biji dan potensi hasil gabah kering panen per hektar
yang didapat dari konversi hasil ubinan. Disamping itu dilakukan juga
pengamatan terhadap tingkat serangan hama dan penyakit tanaman dan
tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha tani ini dengan B/C ratio
dari masing-masing varietas. Disamping itu dianalisis juga tingkat/status
kesuburan lahan sawah tadah hujan sebelum tanam dan setelah panen,
dengan mengambil contoh tanah secara komposit.
Data pengamatan yang didapat ditabulasi dan dianalisis dengan
sidik ragam, jika perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05), maka dilanjutkan
dengan uji BNT taraf 5% (Gomez dan Gomez 1984). Sedangkan untuk
perhitungan pendapatan digunakan analisis B/C ratio.
IV. ANALISIS RESIKO
Kebutuhan terhadap beras di Bali dari tahun ke tahun cenderung terus
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk baik untuk konsumsi,
industri bahan makanan maupun untuk keperluan upacara agama. Peningkatan
jumlah konsumsi tidak seimbang dengan peningkatan jumlah produksi yang
dihasilkan. Usaha untuk mewujudkan ketahanan pangan khususnya beras di Bali,
menghadapi berbagai kendala dan permasalahan, seperti :
1. Alih fungsi lahan sawah ke bukan sawah yang juga berdampak pada
terganggunya atau rusak/hilangnya infrastruktur yang ada.
2. Relatif sempitnya lahan yang dikelola masing-masing petani yang rata-
rata hanya 0,20-0,30 Ha, bahkan hampir sebagian merupakan petani
penggarap (bukan pemilik lahan).
3. Terjadinya kompetisi pemanfaatan sumberdaya air antara untuk pertanian
dan non pertanian (konsumsi rumah tangga, bisnis).
4. Kondisi iklim yang sering ekstrim dan berubah-ubah berpengaruh
terhadap perkembangan Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT) dan
penurunan tingkat produktivitas.

27
5. Rendahnya SDM petani ditambah lagi bahwa sebagian besar petani
merupakan penduduk kelompok umur > 50 tahun dengan produktivitas
yang sudah mulai menunjukkan penurunan.
6. Kurangnya minat generasi untuk menggeluti usaha di sektor pertanian,
karena terkesan kumuh/kotor serta dianggap kurang menjanjikan
dibandingkan dengan bekerja di sektor jasa lainnya.
7. Kendala-kendala lainya seperti; keterbatasan modal usahatani, harga-
harga sarana dan peralatan produksi yang masih dirasakan mahal dilain
pihak harga jual produk yang biasanya jatuh pada saat panen raya.
Permasalahan tersebut berpengaruh terhadap adopsi teknologi PTT,
seperti terlihat pada Tabel 1. di bawah ini,
Tabel 1. Daftar risiko di lokasi kajian
No Uraian Penyebab Penanganan Resiko
Resiko
A Adopsi Alih fungsi lahan Secara berkelanjutan
inovasi pertanian, lahan petani melakukan
teknologi sempit, kompetisi pendampingan
rendah sumberdaya air, terhadap petani
perubahan iklim. subak agar inovasi
Rendahnya kualitas teknologi yang
sumber daya manusia, dianjurkan dapat
kurangnya minat diterapkan.
generasi muda ke sektor Melakukan
pertanian, keterbatasan pengendalian hama
modal usahatani, harga- terpadu (PHT) dengan
harga sarana dan mengatur pola tanam,
peralatan produksi cara tanam,
mahal, harga jual produk pemupukan
rendah pada saat panen berimbang dengan
raya. pupuk organik
Meningkatnya serangan
OPT akibat perubahan
iklim, alih fungsi lahan
pertanian, lahan petani
sempit, kompetisi
sumberdaya air
B Peningkatan Penggunaan beberapa Pemupukan
Emisi Gas varietas unggul baru berimbang untuk
Rumah amfibi yang belum mengurangi efek gas
Kaca diketahui tingkat emisi rumah kaca
gas rumah kacanya

V. JADWAL PALANG DAN INDIKATOR KINERJA


5.1. Jadwal Palang

28
Jadual pelaksanaan (jadwal palang) kegiatan ini pada tahun anggaran
2017 disajikan pada Tabel 2, di bawah ini,
Tabel 2. Jadual kerja kegiatan pengkajian TA. 2017
N Kegiatan Waktu pelaksanaan (Bulan ke-)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
o
1 Persiapan
2 Sosialisasi
3 Pelaksanaan kegiatan
Pengambilan
contoh tanah awal
Pengolahan tanah
Pemupukan
dengan pupuk
organik
Persemaian
Penanamam
Pemeliharaan
tanaman
Pengamatan
Pengambilan
contoh tanah
setelah panen
Panen
4 Laporan tengah tahun
5 Temu lapang
6 Seminar hasil
7 Laporan akhir tahun

5.2. Indikator Kinerja


Indikator kinerja yang menjadi acuan dalam kegiatan ini disajikan pada
Tabel 3 di bawah ini,
Tabel 3. Indikator kinerja kegiatan
No Tahapan Kegiatan Variabel Target Waktu
Indikator minimal pencapaian
capaian
1 Persiapan Sosialisasi Dinas Maret
dan Pertanian
koordinasi terkait dan
Perguruan
Tinggi
2 Pelaksanaan Implementasi Teradopsinya Maret
inovasi inovasi September
teknologi teknologi PTT
Padi Jarwo
Super
3 Monitoring, evaluasi dan Terlaksananya >80% sudah Desember
pelaporan pengkajian sesuai
sesuai rencana
rencana pengkajian
seperti

29
tertuang
dalam
proposal

VI. PERSONALIA
Tenaga dan organisasi pelaksanaan kegiatan di kantor dan di lapangan
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
No. Nama Pend Gol/ Jabatan Bidang Posisi Alokasi
idika Pangkat Fungsio Keahlian dalam waktu
n nal Tim (jam
Peneliti /mingu)
1. Ir. Ida S2 IVb / Peneliti Budiday Penangg 8
Bagus Pembina Madya a ung
Aribawa, TK I Tanama Jawab
MP n
2. Drs. Ida S2 IVb / Peneliti Hama Anggota 4
Bagus Pembina Madya dan Peneliti
Kade TK I Penyakit
Suastika,
M.Si
3. Ni Putu S2 IIIc / Peneliti Sistem Anggota 6
Sutami, Penata Muda Usaha Peneliti
SP, MP Pertania
n
4. I Gusti S3 IV Peneliti Kesubur Anggota 2
Putu b/Pembin Madya an Peneliti
Wigena a TK I Tanah
5. Ir. I Wayan S1 IVa/ Peneliti Budiday Anggota 2
Suandra Pembina Madya a Peneliti
Tanama
n
6. I Made SMA IIIa / Litkayas Budiday Teknisi 6
Sukarja Penata a a
Muda Tanama
n
7. I Nengah S1 III/b Penyulu - Teknisi 6
Duwijana Penata h
TK. I
8. I Nyoman SMA III a / - PUMK Adminis 4
Parwata Penata trasi
Muda

VII. PEMBIAYAAN
7.1. Rincian Anggaran

Penggunaan biaya dalam pengkajian ini, akan digunakan untuk : gaji dan
upah, belanja bahan , belanja barang untuk persediaan barang konsumsi dan
belanja perjalanan seperti terlihat pada petunjuk operasional di bawah ini.
Rincian Anggaran

30
A. Belanja Gaji Upah
A.1 Honorarium ( untuk pelaksanan kegiatan)
N Jumlah
O Pelaksanaan Pelaksanaan Jumah OB Honor/OB Biaya
Koordinator
1 Peneliti 1 9 400.000 3.600.000
Administrasi
2 Peneliti 1 9 300.000 2.700.000
6.300.00
Jumlah Biaya 0
Jumlah Jumah Jumlah Honor/Ja
Pelaksanaan Pelaksanaan Jam/Mgg Minggu m Biaya
8.000.00
3 Pembanu Peneliti 5 4 16 25.000 0

A.2. Honorarium tidak tetap (untuk petugas lapang jika ada)


N Jumlah Jml Jml
O Pelaksanaan Pelaksanaan Jam/Mgg Minggu Honor/Jam Biaya
Petugas 3.240.00
1 Lapang 1 6 18 30.000 0

A.3 Petugas Survey


Jmlh
N Jumlah Responde Honor/Responde
O Pelaksanaan Pelaksanaan n n Jumlah
Petugas
1 Survey 5 30 50.000 7.500.000

A.4. Pengolah data


N Jumlah
O Pelaksanaan Pelaksanaan Upah/Penelitian Jumlah
1 Pengolah Data 1 1.540.000 1.540.000
B. Bahan
Biaya
No Nama Bahan Volume Satuan Satuan Biaya
Bahan Sarana Penelitian
1 Benih 120 kg 15.000 1.800.000
2 Pupuk Urea 600 kg 2.500 1.500.000
3 Phonska 900 kg 3.500 3.150.000
4 Pupuk Kandang 6000 kg 1.500 9.000.000
5 Insektisida 6 liter/kg 975.000 5.850.000
Kantong plastik/karung
6 panen 2 kg 179.500 359.000
7 Tali rafia 2 gulung 25.000 50.000
8 Jaring Penghalau Burung 50 meter 100.000 5.000.000
9 Topi lapangan 10 buah 50.000 500.000
10 Sabit 10 buah 50.000 500.000
11 Terpal 6 buah 200.000 1.200.000
12 Nyiru 25 buah 25.000 625.000
13 Biospestisida 5 buah 40.000 200.000
14 Seng untuk plang papan 3 lembar 150.000 450.000
15 Cat untuk plang papan 1 kaleng 100.000 100.000

31
Ember Untuk Seed
16 treatmen 5 buah 40.000 200.000
17 Masker 20 buah 27.800 556.000

ATK, porto dan komputer


supplies
1 Kertas HVS A4 80 gr 5 rim 45.000 225.000
2 Kertas HVS F4 80 gr 3 rim 50.000 150.000
3 Tinta Canon IP 2779 black 3 buah 200.000 600.000
4 Tinta Canon IP 2779 colour 3 buah 225.000 675.000
5 Pulpen 1 lusin 45.000 45.000
6 Spidol permanen 4 buah 20.000 80.000
7 Pensil 2 lusin 30.000 60.000
8 Penghapus 4 lusin 18.000 72.000
9 Box File 5 buah 35.000 175.000
10 Map buffalo 2 lusin 36.000 72.000
11 Kwitansi 2 buah 15.000 30.000
12 Amplop coklat besar 2 lusin 48.000 96.000
13 Amplop putih 2 doz 60.000 120.000
14 Staples 4 buah 30.000 120.000
15 Flash Disk 32 G 2 buah 226.250 452.500
16 Isi staples 3 kotak 52.500 157.500
34.170.00
Jumlah Rp.,_ 0
C. Perjalanan
N Volum Satua Harga Jml Biaya
o Kegiatan e n Satuan (Rp)
Perjalanan dinas daerah dalam
rangka persiapan dan
1 pelaksanaan kegiatan 45 OH 250.000 11.250.000
Perjalanan dinas antar provinsi
dalam rangka workshop,
2 evaluasi dll

Lumpsum 12 OH 450.000 5.400.000

Transport 6 kali 725.000 4.350.000

Penginapan 10 kali 400.000 4.000.000

25.000.00
Jumlah Rp., 0
D1. Belanja Barang Operasional
Lainnya
N Volum Satua Biaya
o Uraian Kegiatan e n Satuan Biaya (Rp)

1 Konsumsi sosialisasi 30 orkal 50.000 1.500.000

2 Konsumsi Bimtek 60 orkal 50.000 3.000.000

32
3 Konsumsi temu lapang 40 orkal 50.000 2.000.000

6.500.000
D2. Analisis contoh tanah
N Volum Satua Harga Jml Biaya
o Kegiatan e n Satuan (Rp)
conto
Upah analisis tanah 11 h 250.000 2.750.000
Jumlah Rp,- 2.750.000

VI. DAFTAR PUSTAKA


Adiningsih, 1989. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan
Swasembada Pangan dalam Inovasi Teknologi Pertanian. Seperempat Abad
Badan Litbang Pertanian (buku I). Jakarta, 151-162.
Andrias, Suprihati, dan Diah Setyorini. 2016. Perakitan teknologi pengelolaan
hara spesifik lokasi padi sistem gogo rancah di Desa Semawung,
Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Agric. Jurnal Ilmu Pertanian. ISSN
0854-9028. Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya
Wacana. Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212.
Anon. 2015. Ini Dia Varietas Padi Amfibi, Pilihan Jitu Segala Kondisi.
http://www.jitunews.com/read/17353/ini-dia-varietas-padi-amfibi-pilihan-
jitu-segala-kondisi. Diakses tanggal 9 Januari 2017.
Anon. 2016. Alih Fungsi Lahan Ancam Eksistensi Subak di Tabanan.
http://balipost.com/read/pertanian/2016/10/08/61546/alih-fungsi-lahan-
ancam-eksistensi-subak-di-tabanan.html. Diakses tanggal 9 Januari 2017.
Diakses tanggal 9 Januari 2017.

33
Anon. 2016. BISI-2 Super. http://jagungbisi.com/bisi-2/. PT. BISI International, Tbk.
Jakarta.
Anonimus. 2016. Yuk Lihat Kalender Tanam Terpadu 2016.February 1, 20163392
http://www.pertanianku.com/yuk-lihat-kalender-tanam-terpadu-2016/.
Diakses, 12 Oktober 2016
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia 2013. Badan Pusat Statistik.
Jakarta. Hal. 632.
Balitbangtan. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Tadah
Hujan. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
BPS. 2014. Kabupaten Tabanan dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi
Bali. Bali.
BPS. 2015. Kabupaten Tabanan dalam Angka 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi
Bali. Bali.
BPS. 2016. Kabupaten Tabanan dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi
Bali. Bali
BPS. 2016. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai. (Angka Tetap tahun 2015)). Berita
Resmi Statistik Provinsi Bali No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016.
https://bali.bps.go.id/webbeta/website/brs_ind/brsInd-
20160701145314.pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2017.
BPS. 2016. Provinsi Bali dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.
Bali
Budiana, IN., dan IB. Aribawa. 2016. Introduksi inovasi teknologi sistem informasi
kalender tanam terpadu pada tanaman padi di lahan sawah dataran tinggi
iklim basah di Bali. In press
Djakamihardja, S., H. Djajasukanta, G. Suryatmana dan S. Oteng, 1981. Gogo
rancah suatu pola tanam di sawah tadah hujan dan sawah pengairan yang
sering mendapat pengairan terlambat. Makalah Konferensi Nasional
Agronomi pada Kongres II Peragi. Buku II. Jakarta. Hal.220-230.
Duxbury, Smith and Doran, 1989. Soil Organic Matter as a Sourse and Sink of
Plant Nutrient in Dynamic of Soil Organic Matter in Tropical Ecosystem.
Dep. of Agronomy and Soil Sci. Univ of Hawaii, p. 33-67.
Fagi, A.M. and Syamsiah, 1991. Prospect of on farm reservoir to support
sustainability and productivity of rainfed lowland. Paper Presented at the
Scond Congress of PERHIMPI, Malang, August 20-22, 1991.
Fagi, A.M., 1995. Strategies for improving rain-fed lowland rice production
systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice. Agricultural
Research for High-Risk Environments. IRRI. Philippines.
Fagi, A.M., A.K. Makarim dan M.O. Adnyana. 1986. Efisiensi pupuk pada tanaman
pangan. Penelitian Efisiensi Penggunaan Pupuk di Lahan Sawah. Prosiding
Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Badan Litbang
Pertanian. Deptan. Jakarta. hal. 145-155.
Galib, R.,1996. Tingkat curahan tenaga kerja dalam usahatani padi lahan tadah
hujan. Aspek-aspek Sosial Ekonomi Usahatani Lahan Marjinal di
Kalimantan. Badan Litbang Pertanian. Puslitbangtan. Balittra. Banjarbaru.
Hal : 173 193.
Gomez and Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research.
Second Edition. An International Rice Research Instute Book. A Wiley
Interscience Publ. John Wiley and Sons. New York. 680 p.
Johari Sasa. 2002. Alternatif teknologi produksi tanaman pangan berwawasan
lingkungan di lahan sawah tadah hujan. Prosiding Seminar Nasional
Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan.
Puslitbang Tanaman Pangan. Agustus 2002. Bogor, 43 57.

34
Kasno, A., Tia Rostaman, dan Diah Setyorini. 2016. Peningkatan produktivitas
lahan sawah tadah hujan dengan pemupukan hara N, P, dan K dan
penggunaan padi varietas unggul. Jurnal Tanah dan Iklim Vol. 40 No. 2 Hal.
147-157. Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16124
Jawa Barat.
Lande, M., 1991. Penelitian Mendukung Swasembada Beras Terlanjutkan.
Rencana Penelitian Tingkat Peneliti. Proyek Penelitian Tanaman Pangan.
Balittan Banjarbaru. Hal 3.
Las, I., H. Syahbuddin, E. Surmaini, dan A.M. Fagi. 2008. Iklim dan tanaman padi:
Tantangan dan Peluang. Dalam Buku Padi: Inovasi Teknologi dan
Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Murniati, Ketut., Jangkung Handoyo Mulyo, Irham, dan Slamet Hartono. 2014.
Efisiensi teknis usaha tani padi organik lahan sawah tadah hujan di
Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian
Terapan Vol. 14 (1):31-38 ISSN 1410-5020.
Noor, M., Sutisna dan H. Pane, 2002. Pengelolaan gulma pada sistem usahatani
berbasis padi di lahan sawah tadah hujan. Prosiding Seminar Nasional
Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan.
Puslitbang Tanaman Pangan. Agustus 2002. Bogor, 321 335.
Pane, H., A. Wihardjaka, dan Achmad M. Fagi. 2009. Menggali potensi produksi
padi sawah tanah hujan. bbpadi_2009_itp_07.pdf. Hal. 201-221
Pirngadi, K., dan A. Karim Makarim. 2006. Peningkatan produktivitas padi pada
lahan sawah tadah hujan melalui pengelolaan tanaman terpadu. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan Vol. 25 No. (2) 2006. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi Jl Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat.
Pramono, J., S Basuki dan Widarto. 2005. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi
Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya
Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah.
Putra, Erik Purnama. 2015. Ratusan Hektare Sawah Kekeringan, Petani Bingung
Cari Pekerja an. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah /
15/08/10/ suqym334-ratusan-hektare-sawah-kekeringan-petani-bingung-
cari-pekerjaan. Diakses, 9 Januari 2017.
Russel, E.W., 1973. Soil Condition and Plant Growth, Longman, 10th Ed. London,
p. 115-128.
Setiobudi, D. and B. Suprihatno, 1996. Response of flooding in gogorancah rice
and moisture stress effect at repro-ductive stage in walik jerami rice. p.:
80-90 In Physiology of Stress Tolerance in Rice (V.P. Singh, R.K. Singh, B.B.
Sing and R.S. Zeigler, eds.). NDUAT, India IRRI, Philippines.
Sinaga, Yopie Priest Aulia., Razali, Mariani Sembiring. 2014. Evaluasi kesesuaian
lahan untuk padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) di Kecamatan
Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No.
2337- 6597. Vol.2, No.3 : 1042 - 1048, Juni 2014
Sudir, Suprihanto, dan K. Pirngadi. 2002. Pengaruh cara pengolahan tanah dan
pemupukan terhadap intensitas penyakit dan hasil padi di lahan sawah
tadah hujan.Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 21. No. 2
Susanto, Untung dan Umi Barokah. 2016. Keragaan agronomis galur-galur padi
sawah tadah hujan Green Super Rice (GSR) di Indonesia. Agrin Vol. 20, No.
1, April 2016. ISSN: 1410-0029. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jalan
Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat
Triharto, Sukma., Lahuddin Musa, Gantar Sitanggang. 2014.Survei dan pemetaan
unsur hara N, P, K, dan pH tanah pada lahan sawah tadah hujan di Desa
Durian, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

35
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597. Vol.2, No.3 : 1195 -
1204 , Juni 2014
Widyantoro and H.M. Toha. 2010. Optimalisasi pengelolaan padi sawah tadah
hujan melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu. Pros. Pekan
Serealia Nasional. Hal 648 657.
Wihardjaka, A. 2015. Peranan jerami padi dalam memperbaiki hasil gabah dan
serapan kalium di lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Pati, Jawa
Tengah. Agric. Jurnal Ilmu Pertanian. ISSN 0854-9028.Fakultas Pertanian
dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Jl. Diponegoro 52-60
SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212.
Wihardjaka, A., dan Sarwoto. 2015. Emisi gas rumah kaca dan hasil gabah dari
beberapa varietas padi unggul tipe baru di lahan sawah tadah hujan di
Jawa Tengah. Jurnal Ecolab Vol. 9 No. 1 Januari 2015 : 01 46 (9-16).

PERNYATAAN KESEDIAAN SEBAGAI PENELITI KP4S

Yang bertanda tangan di bawah ini,


1. Nama Lengkap : Ir. Ida Bagus Aribawa, MP
2. Tempat/Tanggal Lahir : Tabanan, 16 Maret 1958
3. NIP : 19580316 198703 1 001
4. Pangkat/Golongan : Pembina TK. I/(IV b)
5. Lembaga/Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP),
badan Litbang Pertanian Bali
6. Pendidikan Terakhir : Pasca Sarjana
7. Bidang Kepakaran : Budidaya Tanaman
8. Alamat Kantor : Jl. By Pass Ngurah Rai, Denpasar Bali. Telp.

36
0361-720498.
9. Alamat Rumah : Jl. Kenanga No. 24 Tabanan Bali. No. HP. : 085
237 023 653. E-mail. :
idabagusaribawa@yahoo.co.id
10 Tugas dalam : Penaggungjawab Kegiatan
. Penelitian

Menyatakan bersedia melaksanakan tugas sebagai Peneliti selama 10


jam/minggu sesuai jadwal/program penelitian yang berjudul : Kajian
Pemanfaatan Varietas Unggul Amfibi dan Inovasi Teknologi Pemupukan
Untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di Lahan Sawah Tadah
Hujan di Bali, dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Pada tanggal : 17 Februari 2017

Penanggung jawab Yang Membuat Pernyataan

Ir. Ida Bagus Aribawa, MP. Ir. Ida Bagus Aribawa, MP.
NIP. 19580316 187603 1 001 NIP. 19580316 187603
1 001

Mengetahui,
Kepala Balai

Ir. A.A.N. Bagus Kamandalu, M.Si


NIP. 19591013 198703 1 002

PERNYATAAN KESEDIAAN SEBAGAI PENELITI KP4S

Yang bertanda tangan di bawah ini,


1. Nama Lengkap : Drs. Ida Bagus Kade Suastika, M.Si.
2. Tempat/Tanggal Lahir : Tabanan, 31 Desember 1962
3. NIP : 19621231 199203 1 006
4. Pangkat/Golongan : Pembina TK I/IVb
5. Lembaga/Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP),
Badan Litbang Pertanian Bali
6. Pendidikan Terakhir : Pasca Sarjana
7. Bidang Kepakaran : Hama dan Penyakit Tanaman
8. Alamat Kantor : Jl. By Pass Ngurah Rai, Denpasar Bali. Telp.
0361-720498.
9. Alamat Rumah : Desa Tuakilang, Kec. Tabanan, Tabanan, Bali
10 Tugas dalam : Asisten Peneliti
. Penelitian

37
Menyatakan bersedia melaksanakan tugas sebagai Peneliti selama 10
jam/minggu sesuai jadwal/program penelitian yang berjudul : Kajian
Pemanfaatan Varietas Unggul Amfibi dan Inovasi Teknologi Pemupukan
Untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di Lahan Sawah Tadah
Hujan di Bali, dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Pada tanggal : 17 Februari 2017

Penanggung jawab Yang Membuat Pernyataan

Ir. Ida Bagus Aribawa, MP. Drs. Ida Bagus Kade Suastika, M.Si
NIP. 19580316 187603 1 001 NIP. 19621231 199203 1 006

Mengetahui,
Kepala Balai

Ir. A.A.N. Bagus Kamandalu, M.Si


NIP. 19591013 198703 1 002

PERNYATAAN KESEDIAAN SEBAGAI PENELITI KP4S

Yang bertanda tangan di bawah ini,


1. Nama Lengkap : Ni Putu Sutami, SP. MP.
2. Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar, 3 November 1969
3. NIP : 19691103 200003 2 001
4. Pangkat/Golongan : Penata (III c)
5. Lembaga/Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP),
Badan Litbang Pertanian Bali
6. Pendidikan Terakhir : Pasca Sarjana
7. Bidang Kepakaran : Sistem Usaha Tani
8. Alamat Kantor : Jl. By Pass Ngurah Rai, Denpasar Bali. Telp.
0361-720498.
9. Alamat Rumah : Desa Ketewel, Kabupaten Gianyar, Bali
10 Tugas dalam : Asisten Peneliti
. Penelitian

Menyatakan bersedia melaksanakan tugas sebagai Peneliti selama 6 jam/minggu


sesuai jadwal/program penelitian yang berjudul : Kajian Pemanfaatan
Varietas Unggul Amfibi dan Inovasi Teknologi Pemupukan Untuk

38
Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di Lahan Sawah Tadah Hujan di
Bali, dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Pada tanggal : 17 Februari 2017

Penanggung jawab Yang Membuat Pernyataan

Ir. Ida Bagus Aribawa, MP. Ni Putu Sutami, SP. MP.


NIP. 19580316 187603 1 001 NIP. 19691103 200003 2 001

Mengetahui,
Kepala Balai

Ir. A.A.N. Bagus Kamandalu, M.Si


NIP. 19591013 198703 1 002

PERNYATAAN KESEDIAAN SEBAGAI PENELITI KP4S

Yang bertanda tangan di bawah ini,


1. Nama Lengkap : Ir. I Wayan Suandra
2. Tempat/Tanggal Lahir : Munduk Catu, Kec. Kerambitan, Tabanan/15
Desember 1962
3. NIP : 19621215 198603 1 025
4. Pangkat/Golongan : Pembina/(IV a)
5. Lembaga/Unit Kerja : Dinas Pertanian Tanaman pangan dan
Hortikultura, Kab. Tabanan
6. Pendidikan Terakhir : Sarjana (S1)
7. Bidang Kepakaran : Budidaya Tanaman
8. Alamat Kantor : Jalan Diponegoro No 5 Tabanan
Telp./Fax. (0361) 811047
9. Alamat Rumah : Desa Pitra, Kec.Penebel, Tabanan Bali
10 Tugas dalam : Asisten Peneliti
. Penelitian

Menyatakan bersedia melaksanakan tugas sebagai Peneliti selama 10


jam/minggu sesuai jadwal/program penelitian yang berjudul : Kajian
Pemanfaatan Varietas Unggul Amfibi dan Inovasi Teknologi Pemupukan Untuk
Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di Lahan Sawah Tadah Hujan di Bali Kajian
Pemanfaatan Varietas Unggul Amfibi Untuk Antisifasi Perubahan Iklim

39
di Lahan Sawah Tadah Hujan di Bali, di Bali dengan memenuhi syarat-syarat
yang telah ditetapkan.
Pada tanggal : 17 Februari 2017

Penanggung jawab Yang Membuat Pernyataan

Ir. Ida Bagus Aribawa, MP. Ir. I Wayan Suandra.


NIP. 19580316 187603 1 001 NIP. 19621215 198603 1 025

Mengetahui,
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan

Ir. I Wayan Budana


NIP 1960 3112 198703 1 022

PERNYATAAN KESEDIAAN SEBAGAI PENELITI KP4S

Yang bertanda tangan di bawah ini,


1. Nama Lengkap : Dr. Ir. I Gusti Putu Wigena
2. Tempat/Tanggal Lahir : Kabupaten Tabanan, Bali/31-12-1958
3. NIP : 195812311987031004
4. Pangkat/Golongan : Pembina TK I/ IV b
5. Lembaga/Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah, Balitbangtan
6. Pendidikan Terakhir : Pasca Sarjana/Doktoral
7. Bidang Kepakaran : Kesuburan Tanah
8. Alamat Kantor : Jln. Tentara Pelajar No. 12 Bogor
9. Alamat Rumah : Jln. Perikanan Darat Gg. Arwana, RT/RW
03/01, Kelurahan Kedung Waringin,
Bogor. E-mail:
wigenapandawa@gmail.com
10 Tugas dalam : Asisten Peneliti
. Penelitian

Menyatakan bersedia melaksanakan tugas sebagai Peneliti selama 10


jam/minggu sesuai jadwal/program penelitian yang berjudul : Kajian
Pemanfaatan Varietas Unggul Amfibi dan Inovasi Teknologi Pemupukan
Untuk Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) di Lahan Sawah Tadah
Hujan di Bali, dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Pada tanggal : 17 Februari 2017

40
Penanggung jawab Yang Membuat Pernyataan

Ir. Ida Bagus Aribawa, MP. Dr. Ir. I Gusti Putu Wigena
NIP. 19580316 187603 1 001 NIP. 19581231 198703 1 004

Mengetahui,
Kepala Balai

Ir. A.A.N. Bagus Kamandalu, M.Si


NIP. 19591013 198703 1 002

BIO DATA PENELITI

a. Nama : Ir. Ida Bagus Aribawa, MP.

b. Pendidikan : Pasca Sarjana

c. Jabatan Fungsional : Peneliti Madya

d. Bidang Keahlian : Budidaya Tanaman

e. Pengalamam :
Penelitian
No. Judul Penelitian Tahun
1. Penjab. Gugus Tugas Katam Terpadu 2013-2015
2. Penjab. Agroekological Zone 2014-2015
3. Tim Pendampingan Kawasan Padi 2015-2016
4. Tim Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman 2012-2014
Terpadu
5. Penjab. Gernas Kakao 2011-2013

f. Publikasi :

No Karya Ilmiah No, Volume dan Tahun


. Jurnal/Majalah/Buku
1 Adaptasi Beberapa Galur Harapan Prosiding Seminar Nasional 2014, "
Padi Sawah Tahan Hawar Daun Inovasi Teknologi Padi Mendukung
Bakteri (HDB) di Subak Sengempel Pertanian Bioindiustri. Buku 2. ISBN
Kabupaten Badung Bali. 978-979-540-100-1. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi
2 Validasi Waktu Tanam Rekomendasi Prosiding Seminar Nasional
Sistem Informasi Kalender Tanam Perhimpunan Agronomi Indonesia

41
Terpadu Pada Tanaman Padi Musim (Peragi), "Penguatan Ketahanan
Tanam III di Kecamatan Tabanan, Pangan Dalam Menghadapi
Tabanan Bali. Perubahan Iklim. Surakarta, 13 - 14
November 2014. ISBN 978-602-
72421-0-4. Prodi Agronomi
Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta
3 Stabilitas Hasil Beberapa Varietas Prosiding Seminar Nasional 2013,
Unggul Baru (VUB) Inpari Pada "Inovasi Teknologi Padi Adaptif
Agroekosistem yang Berbeda di Perubaha Iklim Global Mendukung
Bali. Surplus 10 Juta Ton Beras Tahun 2014.
Buku 2. ISBN 978-979-540-086-8.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian
4 Residual Effect of Some Organic Proceeding International Seminar, "
Fertilizer on Growth and Production Technology Innovation for Increasing
of Rice in The High Land Irrigated Rice Production and Conserving
Rice Field Environment under Global Climate
Change". Book 1. ISBN 978-979-540-
071-4. IRRI- Indonesia Center for Rice
Research.
5 Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Prosiding Seminar Nasional
Peningkatan Produktivitas Padi di Kedaulatan Pangan dan Energi.
Lahan Sawah Dataran Tinggi Madura, 27 Juni 2012. ISBN : 978-602-
Beriklim Basah 19131-1-6. Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo. Madura.
PERNYATAAN SUMBER PEMBIAYAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama Lengkap : Ir. Ida Bagus Aribawa, MP.
Tempat/Tanggal Lahir : Pasca Sarjana
NIP : 19580316 198703 1 001
Pangkat/Golongan : Pembina TK. I/IV b
Lembaga/Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Badan Litbang Pertanian, Bali
Alamat Kantor : Jl. By Pass Ngurah Rai, Denpasar Bali. Telp.
0361-720498

Menyatakan bahwa penelitian dengan Judul : Kajian Pemanfaatan Varietas


Unggul Amfibi dan Inovasi Teknologi Pemupukan Untuk Meningkatkan
Indeks Pertanaman (IP) di Lahan Sawah Tadah Hujan di Bali, hanya
dibiayai oleh program KP4S Badan Litbang Pertanian.

Dibuat di : Bali
Pada tanggal: 17 Februari 2017.

Mengetahui Penanggung jawab,

42
Kepala Balai,

Ir. A.A.N. Bagus Kamandalu, M.Si Ir. Ida Bagus Aribawa,


MP.
NIP. 19591013 198703 1 002 NIP. 19580316 198703
1 001

43

Anda mungkin juga menyukai