Anda di halaman 1dari 25

RENCANA PENELITIAN TIM PERTANIAN

(RPTP)

REMEDIASI CEMARAN BAHAN AGROKIMIA DI


LAHAN KERING DATARAN TINGGI

Satuan kerja

BALAI PENELITIAN LINGKUNGAN PERTANIAN


BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Remediasi Cemaran Bahan Agrokimia di lahan


Kering Dataran Tinggi.

Judul Kegiatan : Remediasi Pencemaran Residu Bahan Aktif


Insektisida (Klorpirifos dan Abamektin) dan
fungisida Mankozeb di Lahan Bawang Merah

2. Unit Kerja : Balai Penelitian Lingkungan Pertanian


3. Alamat Unit Kerja : Jl. Jakenan-Jaken Km 5 Jaken Pati 59182 Jawa
Tengah
4. Sumber Dana : DIPA APBN – Balai Penelitian Lingkungan
Pertanian, Tahun Anggaran 2021
5. Status Penelitian (L/B) : Lanjutan (L)
6. Penanggung Jawab :
a. Nama : Sri Wahyuni, SP., M.Si.
b. Pangkat/ Golongan : Penata /IIId
c. Jabatan : Peneliti Madya
7. Lokasi : Jawa
8. Agroekosistem : Lahan Pertanian
9. Tahun Mulai : 2021
10. Tahun Selesai : 2022
11. Output Tahunan :
 Mendapatkan teknologi remediasi pencemaran residu insektisida
Kloripifos dan Abamektin serta residu fungisida Makozeb di lahan
sayuran bawang merah.
 Draft karya tulis ilmiah untuk bahan publikasi jurnal nasional/
internasional
12. Output Akhir :
 Menciptakan komponen sistem produksi pertanian berkelanjutan
ramah lingkungan mendukung keamanan pangan dan ketahanan
pangan, serta kesejahteraan manusia
 Menciptakan biofisik lahan pertanian yang bersih, aman, hygienis,
dan bebas cemaran

13. Biaya Tahun 2020 : Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah)

Mengetahui
Kepala Balai, Penanggung Jawab RPTP,

Ir. Mas Teddy Sutriadi, M.Si. Sri Wahyuni, SP., M. Si.


NIP. 19630509 198903 1 001 NIP. 19721009 199803 2 001
RINGKASAN
1 Judul RPTP : Remediasi Cemaran Bahan Agrokimia di lahan
Kering Dataran Tinggi.

Judul Kegiatan : Remediasi Pencemaran Residu Bahan Aktif


Insektisida (Klorpirifos dan Abamektin) dan
fungisida Mankozeb di Lahan Bawang Merah

2 Unit Kerja : Balai Penelitian Lingkungan Pertanian


3 Alamat : Jl. Jakenan-Jaken Km 5 Jaken Pati 59182, Jawa
Tengah
4 Lokasi Penelitian : Sumatra Barat
5 Status (L/B) : B
6 Dasar :  Kebutuhan bawang merah terus miningkat, baik
Pertimbangan di pasar global maupun regional. Di tingkat
pasar global tuntutan kualitas produk bawang
merah menjadi faktor penentu keberhasilan
dagang. Persaingan antar negara produsen juga
semakin ketat, sehingga diperlukan adanya
budidaya tanaman bawang merah yang
memenuhi kaidah ramah lingkungan.
 Sementara itu petani bawang merah dihadapkan
dengan pra kondisi yang serba sulit. Alasan
serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT), padat modal, dan gagal panen pada
budidaya tanaman bawang merah, membawa
petani untuk menggunakan pupuk dan pestisida
buatan secara masif.
 Penggunaan pupuk dan pestisida secara masif
mengakibatkan dampak residu di lingkungan
pertanian dan produk tanaman diatasnya.
 Remediasi insektisida dan fungisida dapat
dilakukan melalui pemanfaatan sejumlah bahan
organik lilmbah pertanian yang dikombinasikan
dengan bahan lain.
6 Tujuan :  Mendapatkan teknologi remediasi pencemaran
residu insektisida Kloripifos dan Abamektin serta
residu fungisida Makozeb di lahan sayuran
bawang merah.
 Draft karya tulis ilmiah untuk bahan publikasi
jurnal nasional/ internasional

7 Perkiraan :  Diperoleh teknologi remediasi pencemaran


Keluaran Yang
residu insektisida Kloripifos dan Abamektin serta
Diharapkan
residu fungisida Mankozeb di lahan sayuran
bawang merah
 Tersusunnya draft karya tulis ilmiah untuk bahan
publikasi jurnal nasional/ internasional

8 Prakiraan Dampak : Terwujudnya sistem produksi pertanian


berkelanjutan ramah lingkungan (terjaganya
biofisik lahan dari cemaran bahan aktif
pestisida), sehingga mampu dihasilkan bahan
pangan yang aman bagi manusia generasi
sekarang dan mendatang.

9 Metode : Tahap penelitian meliputi :


 Persiapan percobaan:
(1) Lapangan: meliputi survei pendahuluan
untuk memperoleh informasi yang terkait
dengan budidaya di bakal lokasi percobaan,
yaitu di Kecamatan Aluhan panjang,
Kabupaten Solok.
(2) Bahan percobaan: meliputi bahan lapang
dan bahan laboratorium. Bahan lapang
seperti, pembuatan biochar-kompos, pupuk
nitrogen berlapis, pupuk nitrogen
campur/blended dilaksanakan di unit
pembuatan biochar di Kebun Percobaan
Jakenan.
 Percobaan lapang dilaksanakan di lahan petani
bawang merah di Kecamatan Aluhan panjang,
Kabupaten Solok dengan menggunakan
rancangan acak kelompok (RAK), 4 ulangan, 6
perlakuan yaitu: (1) kontrol (cara petani), (2)
Pupuk biochar-kompos, (3) Pupuk biochar-
kompos+mikorba, (4) pupuk N berlapis biochar,
(5) pupuk N berlapis biochar+mikroba, (6)
pupuk N blended biochar, dan (7) pupuk N
blended biochar+mikroba.
 Analisis residu di laboratorium. Analisis residu
pestisida dilakukan di Laboratorium Terpadu
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Sampel
dianalisis menggunakan metode SNI 06-6991.1-
2004

10 Jangka Waktu : 1 Tahun, 2021


11 Biaya : Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Salah satu komoditas sayuran yang menjadi perhatian serius pemerintah adalah
bawang merah. Kebutuhan dalam negeri bawang merah terus meningkat, dan prediksi
kebutuhan bawang merah pada tahun 2025 Indonesia memerlukan bawang merah sebanyak
1.541.237 ton (Pusdatin, 2015). Kekurangan tingkat produksi bawang merah menyebabkan
fluktuasi harga yang sulit diprediksi. Fluktuasi harga bawang merah dapat menyebabkan
terjadinya inflasi (Ilham et al., 2019).
Kebutuhan bawang merah terus meningkat baik secara nasional maupun regional
wilayah, terus diupayakan pemenuhannya baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi
(pengembangan ke wilayah lain). Sumatra Barat dengan lahan keringnya yang cukup luas
berpotensi untuk pengembangan tanaman bawang merah (Rusli dan Burhanuddin, 2015).
Salah satu Kabupaten yang dapat digunakan untuk pengembangan bawang merah adalah
Kabupaten Bukittinggi.
Informasi kejadian lahan pertanian tercemar sudah sering terdengar dan menjadi isu
yang terus bergulir dan berkembang. Dikawatirkan isu tersebut akan mengganggu neraca
perdagangan produk pertanian Indonesia. Keberhasilan pembangunan saat ini tidak dapat
dipandang sebelah mata, terbukti neraca perdagangan sektor pertanian Indonesia mengalami
surplus sebesar 139,6 triliun (Kompas.Com., 2019). Kementerian Pertanian (2016) mencatat
ekspor buah, sayuran, dan bunga Indonesia tembus 29 negara. Indonesia sebagai salah satu
anggota World Trade Organization (WTO), dimana perdagangan antar negara di dunia
sangat terbuka dan sepanjang hal tersebut dapat saling menguntungkan, maka isu
pencemaran harus dapat dikelola dengan dengan baik.
Pencemaran di lahan ditentukan tingkat penggunaan bahan agrokima diatasnya saat
budidaya tanaman. Keberhasilan revolusi hajau di Indonesia tidak dapat dipungkiri oleh
siapapun. Revolusi hijau telah membawa pembangunan pertanian Indonesia ke dalam
swasembada pangan. Namun disisi yang lain kita juga harus mengakui bahwa revolusi hijau
memunculkan perilaku baru bagi petani dan sekaligus memunculkan masalah lingkungan.
Dampak lanjut dari penggunaan bahan agrokimia tersebut adalah munculnya pencemaran
lingkungan pertanian, matinya musuh alami organisme pengganggu tanaman, munculnya
resurjensi hama, dan lain-lain.
Di Indonesia bukti adanya cemaran residu pestisidadi lahan pertanian telah banyak
dilaporkan. Residu insektisida telah terakumulasi di lahan-lahan pertanian intensif baik di
lahan sawah (padi) maupun lahan sayuran. Di lahan sayuran ditemukan residu insektisida
golongan organoklorin (Ramadhani dan Oginawati, 2012; Poniman et al., 2013 ; Poniman
dan Indratin, 2015; Poniman, 2014). Residu endrin dan dieldrin melebihi BMR ditemukan di
berbagai lahan pertanian (Harsanti et al, 2013 ; Mulyadi et al, 2014 ; Sukarjo et al, 2015).
Residu klorpirifos di dalam tanah lahan bawang merah Brebes dan Bima (Poniman et al.,
2018).
Residu insektisida juga ditemukan di dalam produk pertanian seperti: biji, buah,
sayuran (daun, batang, dan rimpang) dan bagian tanaman lainnya. Sodiq (2000), Munarso
et al. (2009), Stevens and Kilmer (2009), Tuhumury et al. (2012) dan Sulistyaningsih et al.
(2013), melaporkan sejumlah residu pestisida pada tanaman sayuran, buah-buahan dan juga
organisme tanah. Insektisida endosulfan ditemukan dalam produk sayuran asal dataran
tinggi Dieng (Poniman et al., 2013), sayuran asal Magelang (Poniman dan Indratin, 2015).
Residu insektisida klorpirifos ditemukan di dalam umbi bawang merah asal Brebes
(Poniman et al., 2017 dan 2018).
Residu insektisida di alam mengikuti rantai makanan yang pada gilirannya masuk ke
dalam tubuh manusia dan inilah yang menjadi kekawatiran sekaligus menjadi perhatian
dalam perdagangan dunia. Untuk mengelola residu di lahan pertanian untuk tetap berada
dalam nilai ambang batas yang diperbolehkan, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan remediasi lahan (Sun et al., 2018 ; Wang et al., 2020). Remediasi dengan
sejumlah bahan dipercaya dapat menurunkan residu pestisida di dalam tanah (Tan et al.,
2013, Yi et al., 2020).
Remediasi menggunakan kompos kotoran ayam ditambah mikroba (Pseudomonas
mallei) dapat menurunkan residu heptaklor (Harsanti, et al., 2014). Urea berlapis arang aktif
ditambah mikroba konsorsia (Bacillus aryabhattai, Pseudomonas Sp., Azopirillium Sp.,
Azotobacter Sp., Cromobacterium Sp.) dapat meunurunkan residu lindan pada tanah
(Wahyuni, et al., 2012). Urea berlapis arang aktif tempurung kelapa ditambah mikroba dapat
menurunkan residu DDT dalam tanah sawah (Poniman, 2014). Urea arang aktif tempurung
kelapa ditambah mikroba dapat menurunkan residu dieldrin dan endrin dalam tanah sebesar
100% serta residu endosulfan dalam tanah sebesar 86% (Poniman et al., 2015).
Pestisida kimia sering digunakan dan bahkan cenderung tidak terkontrol dalam
penggunaannya. Tentu ini tidak baik dalam hal kualitas hasil (Norstrom, 2002; Pandey et al.,
2010; El-Shahawi et al., 2010; Pathak et al., 2016) dan juga lingkungan (Adeola, 2004),
namun demikian tidaklah mudah bagi para petani untuk menghindari cara-cara ini. Karena
sampai saat ini belum terdapat cara yang baik dalam mengelola hama dan penyakit tanaman
dibanding cara yang ada. Penggunaan pestisida kimia masih diyakini sebagai cara ampuh
mengurangi resiko dari serangan hama dan penyakit (Gonzales et al., 2007).
Keberhasilan tanaman bawang merah sangat ditentukan oleh pengelolaan hama dan
penyakit tanaman. Penggunaan insektisida dengan bahan aktif Abamektin dan Klorpirifos
merupakan andalan para petani untuk mengendalikan ulat (ulat tanah dan ulat grayak).
Sedangkan fungisida Mankozeb banyak digunakan petani bawang merah untuk
mengendalikan penyakit akibat serangan jamur. Penggunaan ketiga bahan aktif tersebut
diyakini dapat meninggalkan residu dalam tanah dan juga produk bawang merah.
Klorpirifos banyak meninggalkan residu di dalam tanah pertanian (John and Shaike,
2015 ; Hossain et al., 2015). Waktu paruh klorpirifos mencapai 22 hari (FAO, 2014) dan
dalam kondisi aerobik klorpirifos akan terdegradasi selama 180 hari sedangkan dalam
suasana anaerobik waktu paruh klorpirifos sekitar 39-51 hari (Christensen et al., 2009).
Abamektin efektif untuk mengendalikan hama tungau (penghisap). Di Indonesia Abamektin
dipasarkan dalam 66 merk dagang. Abamektin memiliki spectrum penggunaan yang luas
mulai dari tanaman pangan, hortikultura, dan juga perkebunan (Dybas, 1989). Waktu paruh
Abamektin dalam tanah antara 6-15 hari (Yunantri, 2009). Mankozeb digunakan untuk
mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Mankozeb telah digunakan sejak lama
dan diprediksi masih tetap efektif di masa mendatang (Gullino et al., 2010).
Penelitian sebelumnya remediasi menggunakan materi karbon dari limbah pertanian
dapat menirunkan residu berbagai residu insektisida dari kelompok organoklorin,
organofosfat, dan karbamat. Pemanfaatan limbah pertanian (kompos maupun yang dibuat
biochar) diperkirakan dapat menurunkan residu Klorpirifos, Abamektin, dan Mankozeb
dalam tanah dan produk bawang merah.
Peningkatan kebutuhan bawang merah terus meningkat menuntut perkembangan
teknologi pengelolaannya. Budidaya tanaman bawang merah belum dapat sepenuhnya
meninggalkan penggunaan pestisida kimia. Tiap-tiap bahan kimia yang sampai pada tanah
(lingkungan) akan meninggalkan residu dan berdampak kurang baik terhadap tanah tersebut,
seperti: terbawanya residu ke dalam produk pertanian, matinya sejumlah mikro organisme
penting tanah, dan menurunnya tingkat kesuburan tanah.
Penelitian remediasi untuk menurunkan residu pestisida telah berhasil menurunkan
sejumlah residu pestisida dari kelompok organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Bahan
yang digunakan untuk melakukan remediasi juga sudah diketahui efektivitasnya. Namun
dengan berkembangnya sejumlah bahan aktif pestisida baru tetap harus dilakukan
pengembangan teknologi remediasi dalam rangka mengimbangi perkembangan yang ada.
Urea berlapis arang aktif, urea berlapis biochar, pupuk organik biochar-kompos nyata
menurunkan sejumlah bahan aktif pestisida. Dalam penelitian ini akan ditambahkan bahan
remediasi berupa pupuk nitrogen (urea atau ZA) campur atau blended.

1.2. Dasar Pertimbangan


Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kualitas produk pertanian,
menyebabkan permintaan produk pertanian yang bebas cemaran dan aman dikonsumsi terus
meningkat. Penggunaan pupuk dan pestisida pada praktek budidaya tanaman terbukti
meninggalkan residu pada lahan-lahan pertanian intensif salah satunya sub sektor
hortikultura. Di Indonesia bukti adanya cemaran residu pestisida di lahan pertanian telah
banyak dilaporkan. Residu insektisida telah terakumulasi di lahan-lahan pertanian intensif
baik di lahan sawah (padi) maupun lahan sayuran. Di lahan sayuran ditemukan residu
insektisida golongan organoklorin (Ramadhani dan Oginawati, 2012; Poniman et al., 2013 ;
Poniman dan Indratin, 2014; Poniman, 2014).
Mulyadi (2013) menyebutkan lahan pertanian Kabupaten Jombang 28% diantaranya
tercemar residu endrin dan dieldrin melebihi BMR. Pada lahan sayuran Kota Batu
ditemukan endrin dan dieldrin melebihi BMR mencapai luas 15,25% dan 19,52% dari luas
lahan pertanian Kota Batu (Mulyadi et al, 2014), dan pada lahan sayuran di DAS Serayu
terdeteksi residu endrin dan dieldrin masing-masing sebesar 18,77% dan 6,88% (Sukarjo et
al, 2015). Ketetapan BMR endrin sebesar 0,0075 mg/kg sedangkan dieldrin sebesar 0,0110
mg/kg (Alberta, 2009). Hal ini menunjukkan fakta bahwa residu pestisida masih mudah
ditemukan di berbagai ekosistem lahan pertanian.
Teknologi remediasi untuk menurunkan residu insektisida menggunakan limbah
pertanian, seperti: kompos, biochar, dan arang aktif secara tunggal dan/atau diperkaya
mikroba konsorsia dipercaya dapat menurunkan residu insektisida dalam tanah. Kompos
kotoran ayam ditambah mikroba (Pseudomonas mallei) dapat menurunkan residu heptaklor
(Harsanti, et al., 2014). Urea berlapis arang aktif ditambah mikroba konsorsia (Bacillus
aryabhattai, Pseudomonas Sp., Azopirillium Sp., Azotobacter Sp., Cromobacterium Sp.)
dapat meunurunkan residu lindan pada tanah (Wahyuni, et al., 2012). Urea berlapis arang
aktif tempurung kelapa ditambah mikroba dapat menurunkan residu DDT dalam tanah
sawah (Poniman, 2014). Urea arang aktif tempurung kelapa ditambah mikroba dapat
menurunkan residu dieldrin dan endrin dalam tanah sebesar 100% serta residu endosulfan
dalam tanah sebesar 86% (Poniman et al., 2015).
Hasil-hasil penelitian:
Tahun 2015, Remediasi dengan urea berlapis biochar tongkol jagung ditambah mikroba
konsorsia (UBTJB) dapat menurunkan residu klordan dalam tanah sebesar
100%, sedangkan teknologi remediasi dengan urea berlapis arang aktif
tempurung kelapa ditambah mikroba konsorsia (UAATKM0 dapat
menurunkan residu dieldrin dan endrin dalam tanah sebesar 100% serta residu
endosulfan dalam tanah sebesar 86%.
Tahun 2016, Pemberian pupuk biochar-kompos 30 ton/ha dikombinasikan dengan urea
berlapis biochar diperkaya mikroba konsorsia 350 kg/ha mampu menurunkan
residu Endosulfan di dalam tanah sebesar 75,24% pada pertanaman kentang di
sentra sayuran Batu, Malang.
Tahun 2017, Pupuk NPK berlapis AA ataupun biochar merupakan teknologi yang dapat
direkomendasikan sebagai teknologi untuk menurunkan residu klorpirifos
dalam tanah, dan dalam umbi bawang merah. Pupuk NPK berlapis AA
ataupun biochar merupakan teknologi yang dapat direkomendasi sebagai
teknologi meningkatkan bobot umbi bawang merah. Efektivitas penurunan
residu klorpirifos dalam tanah berbeda menurut teksturnya. Pemberian
mikroba konsorsia 2 L/ha efektif menurunkan residu klorpirifos pada tanah
tekstur ringan asal Magelang, sedangkan urea berlapis biochar efektif
menurunkan residu klorpirifos pada tanah tekstur berat asal Pati. Urea berlapis
arang aktif dan urea berlapis arang aktif diperkaya mikroba konsorsia
menunjukkan hasil cabe merah tertinggi masing-masing pada tanah tekstur
berat dan tanah tekstur ringan.
Tahun 2018, Adsorpsi residu klorpirifos di dalam tanah berbeda sesuai karakteristik tanah.
Tanah liat (Brebes) adsorpsi tinggi ke rendah berturut-turut adalah urea
nanozeolit > urea berlapis biochar diperkaya mikroba konsorsia > urea berlapis
biochar > urea berlapis nanobiochar diperkaya mikroba konsorsia.Tanah debu
berpasir (Bima) adsorpsi tinggi ke rendah berturut-turut adalah urea berlapis
biochar diperkaya mikroba konsorsia > urea berlapis nanobiochar diperkaya
mikroba konsorsia > urea berlapis biochar. Remediasi dengan urea berlapis
biochar diperkaya mikroba kosorsia dapat direkomendasi sebagai teknologi
budidaya bawang merah dengan hasil tinggi dan mampu meng-apsorpsi
klorpirifos.
Tahun 2019, Teknologi urea berlapis nanozeolite dapat menurunkan residu insektisida
sipermetrin baik pada contoh tanah maupun pada contoh umbi bawang
merah.Teknologi urea berlapis nanozeolite menunjukkan hasil bawang merah
kering tertinggi>agen hayati>urea berlapis biochar>urea berlapis nanobiochar
>biochar-kompos>kontrol.

1.3. Tujuan dan Keluaran


Tujuan:
a. Tujuan akhir penelitian :
1. Menciptakan komponen sistem produksi pertanian berkelanjutan ramah lingkungan
mendukung keamanan pangan dan ketahanan pangan, serta kesejahteraan manusia
2. Menciptakan biofisik lahan pertanian yang bersih, aman, hygienis, dan bebas cemaran
b. Tujuan Tahun Berjalan:
1. Mendapatkan teknologi remediasi pencemaran residu insektisida Kloripifos dan
Abamektin serta residu fungisida Makozeb di lahan sayuran bawang merah.
2. Draft karya tulis ilmiah untuk bahan publikasi jurnal nasional/ internasional

Keluaran:
a. Keluaran Akhir Penelitian/Perekayasaan
1. Terciptanya formulasi bahan remediasi untuk residu Klorpirifos, Abamektin, dan
Mankozeb
2. Tersedianya teknologi remediasi untuk residu Klorpirifos, Abamektin, dan Makozeb
di lahan bawang merah.
b. Keluaran Tahun Berjalan
1. Diperoleh teknologi remediasi pencemaran residu insektisida Kloripifos dan
Abamektin serta residu fungisida Makozeb di lahan sayuran bawang merah
2. Tersusunnya draft karya tulis ilmiah untuk bahan publikasi jurnal nasional/
internasional

1.4. Manfaat dan Dampak


a. Manfaat
Konsep pertanian ramah lingkungan tidak melarang sepenuhnya penggunaan bahan
agrokimia. Oleh karena itu pencemaran akibat penggunaan bahan agrokimia hampir
dipastikan terus terjadi, sementara itu pencemaran bahan agrokimia menjadi kekawatiran
masyarakat global. Temuan dari penelitian ini adalah untuk meremediasi residu
Klorpirifos, Abamektin, dan Mankozeb di lahan bawang merah tanpa mengorbankan
perolehan produksi di tingkat petani. Manfaat yang diperoleh adalah dapat digunakan
pemangku kebijakan (Pemda/Dinas) dalam rangka melindungi kepentingan petani
bawang merah secara kewilayahan.
b. Dampak
Setiap kegiatan sudah seharusnya dapat dipastikan kelangsungannya, sehingga
ekonomi keluarga tani tetap terjamin. Tuntutan produktivitas lahan dan kebutuhan
ekonomi keluarga merupakan tutuntan yang harus dipenuhi oleh petani secara bersamaan.
Sementara itu ancaman ketidak stabilan produktivitas di tingkat lapangan terus terjadi,
dampak lanjutnya adalah ketidak stabilan ekonomi keluarga. Tata kerja yang dilakukan
harus berdampingan dimana cara menjaga tingkat produktivitas tetap terjaga di satu
pihak, dan dampak pencemaran akibat proses produksi juga dapat dikendalikan dalam
ambang batas di lain pihak. Dampak akhir dari penelitian ini berupa terciptanya teknologi
budidaya tanaman bawang merah yang ramah dari pencemaran residu pestisida.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Bawang Merah Di Dataran Tinggi

Bawang merah (Allium cepa) dapat dibudidayakan pada dataran rendah maupun
dataran tinggi. Bawang merah dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0 sampai lebih dari 1000
m dari permukaan laut. Penanaman bawang merah pada ketinggian tertentu sesuai dengan
peruntukannya. Bawang merah yang dibudidayakan di dataran rendah umumnya untuk
keperluan konsumsi dan pembibitan dari umbi, sedangkan bawang merah yang ditanam di
dataran tinggi selain untuk konsumsi juga untuk memenuhi kebutuhan benih/biji bawang
merah atau yang disebut juga True Shallot Seed (TSS). Persentase pembungaan dan
pembentukan biji di dataran tinggi lebih besar dibanding dengan di dataran rendah (Hilman
et al, 2014). Untuk pembentukan bunga, bawang merah memerlukan suhu 7-12 o C
sedangkan untuk pembentukan biji memerlukan suhu 17-19o C. Kriteria suhu tersebut hanya
dapat dijumpai pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Pada ketinggian > 800 m dpl tanaman
bawang merah akan berumur lebih lama antara 0,5-1 bulan, selain ketinggian tempat dan
suhu, faktor lain yang mempengaruhi pertmbuhan bawang merah adalah kelembaban,
cahaya, curah hujan dan angin (Permadi et al, 1995). Suhu optimal pertumbuhan bawang
merah sekitar 24oC dengan penyinaran lebih dari 12 jam, dan curah hujan 100-200
mm/bulan.

Kendala yang dihadapi dari budidaya bawang merah di dataran tinggi antara lain
cuaca yang berkabut, kurangnya intensitas sinar matahari, suhu rendah, hama dan penyakit
lebih banyak (Rusli et al, 2015). Penggunaan pestisida kimia di dataran tinggi Sumatera
Barat sangat intensif, dalam satu kali musim tanam bawang merah pestisida yang digunakan
sebanyak 68,9 l/ha (Ali et al, 1977 dalam Rusli et al, 2015). Survey pada tahun 1999
menemukan 12 merek dagang insektisida dan 8 merek dagang fungisida yang digunakan
oleh petani Kecamatan Lembah Gumanti, Solok dengan masing-masing penyemprotan
pestisida lebih dari 10 kali dalam satu musim tanam (Rusli, 2002 dalam Rusli et al, 2015).
Penggunaan pestisida oleh petani cukup tinggi dan beragam. Ada lebih dari 60 jenis
pestisida yang digunakan di sentra produksi bawang merah dan cabai dengan frekuensi
penggunaan pestisida 2-3 hari dalam satu minggu (Suwandi, 2014).
Intensifnya penggunaan pestisida tersebut disebabkan oleh serangan hama penyakit
seperti bercak ungu atau trotol, antraknose dan penyakit layu yang masing-masing
disebabkan oleh jamur Alternaria porii, Colletotricum gloesporiodes, dan Fusarium sp.
Potensi kehilangan hasil akibat penyakit tersebut berturut-turut 57, 62 dan 27% dengan luas
serangan 5000-15.000 ha/tahun (Udiarto et al, 2005 dalam Suwandi, 2014), sedangkan
serangan hama yang banyak ditemui pada pertanaman bawang merah adalah serangan
Spodoptera sp dan Thrips sp (Rusli et al, 2015).

2.2 Residu Pestisida Pada Pertanaman Bawang Merah Di Dataran Tinggi

Mayoritas petani bawang merah menggunakan pestisida kimia dalam pemeliharan


tanamannya untuk mencegah kehilangan hasil tanam. Hal ini disebabkan karena
efektivitasnya, kemudahan dalam mendapatkannya, kemudahan dalam aplikasi, harga yang
terjangkau dan saran dari orang lain yang telah menggunakannya (Triwidodo et al, 2020).
Triwidodo et al, 2020 juga melaporkan dalam penelitiannya dari sampling petani bawang
merah di daerah Brebes menggunakan insektisida berbahan aktif klorfenapir, emamektin
benzoate, abamektin, klorpirifos dan siromazin, sedangkan untuk fungisidanya
menggunakan bahan aktif mankozeb, klorotalonil dan propineb. Hasil penelitian Arfan et al,
2018 melaporkan bahwa insektisida abamektin efektif dalam menekan populasi larva
Liriomyza sp dibanding menggunakan azadirachtin dan dimohipo. Hilman et al, 2014
melakukan pengendalian ulat bawang (Spodoptera sp) menggunakan pestisida dengan bahan
aktif abamektin dan spinosad.

Hasil survey Moekasan et al, 2007 melaporkan bahwa petani umumnya


mencampurkan 2-5 jenis insektisida dan melakukan 2-3 kali penyemprotan dalam seminggu.
Pencampuran suatu jenis insektisida dengan insektisida lain dapat menimbulkan efek
sinergistik, antagonistik, dan netral (Benz, 1971 dalam Moekasan et al, 2010). Insektisida
mempunyai efek sinergistik apabila mampu meningkatkan daya racunnya, mempunyai efek
antagonistik apabila menurunkan daya racunnya dan berefek netral apabila tidak saling
mempengaruhi daya racunnya.
III. METODOLOGI
.
3.1. Bahan dan alat
Bahan yang akan digunakan meliputi: ATK, bahan kimia seperti larutan standar
(klorfirifos, abamektin, dan mankozeb), aceton, n-heksan GC grade (Merck), natrium sulfat
anhidrat (Merck), NaCl (Natrium klorida), biochar, arang aktif, pupuk anorganik (urea,
NPK, SP36, Phonska, DAP, dan Kamas), asam nitrat, asam perklorat, nutrient agar, nutrient
broth, bibit bawang merah, tali rafia, kantong plastik, dan lain-lain.

Alat lapangan antara lain: sabit, cangkul, ember, alat penyemprot, dan sarung tangan,
karung, plastik sampel, sedangkan alat laboratorium meliputi: alat-alat gelas, kromatografi
gas (GC), hight performance liquid chromatography (HPLC), neraca digital, oven, saringan
tanah, shaker, detektor, shoxlet, evaporator, petridis, Laminar Air Flow (LAF), autoclave,
neraca digital, oven, saringan tanah, shaker, botol sampel, dan lain-lain.

3.2. Ruang lingkup penelitian


Ruang lingkup kegiatan penelitian ini terdiri atas tiga kegiatan yang meliputi tahapan
persiapan (penyusunan usulan penelitian, evaluasi proposal, persiapan bahan penelitian),
pelaksanaan kegiatan sesuai metode penelitian (laboratorium, lapangan/pengambilan sampel
tanah), pengumpulan dan analisis data, interprestasi data, pelaporan, dan penulisan draft
karya tulis ilmiah.

3.3. Waktu dan tempat


Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2021 di lahan sayuran
dataran dataran tinggi di Solok Sumatra Barat. Untuk menentukan lokasi didahului dengan
pra survey dengan memperhatikan luas lahan, informasi penggunaan insektisida, dan
komitmen petani. Pembuatan biochar dan urea blended akan dilakukan di KP. Jakenan.

3.4. Rancangan Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di Kabupaten Solok yang mewakili sentra produksi
sayuran dataran tinggi tahun 2021. Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak
kelompok (RAK), empat ulangan, tujuh perlakuan. Perlakuan terdiri dari:
1. Kontrol (cara petani)
2. Bichar kompos
3. Biochar kompos + mikroba
4. Pupuk N berlapis biochar
5. Pupuk N berlapis biochar + mikroba
6. Pupuk N blanded
7. Pupuk N blanded + mikroba
Adapun denah pengacakan perlakuan pada tiap ulangan penelitian disajikan pada Gambar 1
dibawah ini:
                               
  Ulangan I 3 5 4 7 1 6 2  
   
  Ulangan II 6 2 7 5 1 4 3  
   
  Ulangan III 4 1 6 3 2 7 5  
   
  Ulangan IV 2 4 1 7 5 3 6  
                               
Gambar 1. Lay out satuan percobaan remediasi lahan sayuran terkontaminasi residu
insektisida endosulfan dan klorpirifos
3.5. Pelaksanaan kegiatan
Penelitian akan dilaksanakan dilahan milik petani di Kabupaten Solok Provinsi
Sumatra Barat. Kegiatan diawali dengan survey awal untuk menentukan lokasi. Dalam
survey awal ini dilakukan pengambilan sampel tanah awal, mencari informasi ke dinas
pertanian, maupun wawancara dengan petani). penggalian informasi tentang penggunaan
pestisida kimia abamektin, klorpiriphos, dan mankozeb.
Sampel hasil survey awal dipreparasi dan dilakukan analisa tanah rutin, kadar
abamektin, klorpirifos, mankozeb, dan populasi bakteri. Disamping itu, juga menyiapkan
bahan-bahan penelitian yang akan digunakan antara lain bahan laboratorium seperti bahan
kimia, media agar, nutrient broad, tissu, kertas saring spirtus, aquades, air mineral, maupun
bahan lapang (urea blended, biochar, kompos), dan lain-lain.
Kegiatan lapang diawali dengan ploting dan olah tanah. Bedengan dibuat sesuai
dengan kondisi dan kebiasaan petani, yaitu: lebar bedengan sekitar 1-1,2 m, dan panjang
sesuai panjang petakan. Sedangkan selokan dibuat dengan lebar selokan 75 cm, dan dalam
selokan sesuai dengan kebiasaan petani setempat. Untuk menempatkan petakan percobaan
dari bedengan panjang dipotong-potong dengan ditandai menggunakan ajir bambu sebagai
pembatas perlakuan.
Aplikasi kompos disebar secara merata diatas permukaa tanah setelah diolah,
disesuaikan dengan kebiasaan petani setempat. Setelah itu dilakukan penanaman bibit
bawang merah.
Bibit bawang merah varietas lokal ditanam dengan jarak 20 x 10 cm. Basis aplikasi
perlakuan ditentukan berdasarkan cara pemberian pupuk oleh petani setempat. Perawatan
tanaman seperti penyemprotan hama dan penyakit, penyiangan, dan penyiaraman dilakukan
seperti biasa oleh petani (diikuti dengan pencatatan penggunaan insektisida baik jenis
maupun dosisnya). Pemupukan perlakuan dilaksanakan 10 hari sekali/menyesuaikan kondisi
setempat.

3.6. Parameter pengamatan


Parameter pengamatan bawang merah di Solok (Sumbar) meliputi:
1. Tanah rutin (sebelum pengolahan tanah)
2. Residu insektisida abamektin, klorpirifos, dan mankozeb pada tanah awal (sebelum
aplikasi perlakuan=SAP, 2 hari setelah aplikasi perlakuan=HSAP, dan panen)
3. Residu insektisida abamektin, klorpirifos, dan mankozeb pada contoh produk
tanaman (umbi)
4. Populasi mikroba (SAP, 2 HSA, dan saat panen

Sedangkan Parameter tanaman meliputi:


1. Pertumbuhan tanaman, meliputi: tinggi tanaman dan jumlah daun, diamati pada umur
2, 4, 6, dan 8minggu setelah tanam (MST).
2. Hasil (ditimbang secara keseluruhan dari petakan saat panen).
3. Komponen hasil, dipanen pada 10 tanaman secara berjajar (satu jajar atau dua jajar),
diamati: timbangan basah dan timbangan kering, jumlah umbi per tanaman.

3.7. Analisa Data


Semua data diolah secara statistik menggunakan analisis of varian (ANOVA)
untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap parameter yang
diuji. Apabila perlakuan berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak
berganda Ducan (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan.
IV. ANALISIS RESIKO

4.1. Daftar Risiko


No. Risiko Penyebab Dampak
1. Gagal pembuatan bahan- Sumber daya Terganggunya jadwal
bahan urea blended (peralatan dan pelaksanaan penelitian
manusia) berada di
bawah instansi lain,
sehingga keberhasilan
pekerjaan tidak bisa
dipastikan
2. Terjadi serangan hama Serangan hama Tanaman pertumbuhannya
dan penyakit yang penyakit yang diluar menjadi tidak optimal
eksplosif batas kendali bahkan bisa gagal panen

4.2. Daftar Penanganan Risiko


No Risiko Penyebab Penanganan Risiko
1. Gagal pembuatan urea Sumber daya Komunikasi yang baik
blended (peralatan dan dengan pihak penyedia
manusia) berada di jasa/instasni lain , dan
bawah penguasaan penjadwalan kembali
instansi lain, sehingga pelaksanaan penelitian
keberhasilan pekerjaan
tidak bisa dipastikan
2. Terjadi serangan hama Serangan hama Pemantauan dan
dan penyakit yang penyakit yang diluar pengendalian serangan
eksplosif batas kendali OPT lebih intensif
IV. ANGGARAN
Rencana kebutuhan anggaran berdasarkan kegiatan
No Belanja Alokasi anggaran (Rp. 1000)
1 Bahan (ATK, Lapang, Laboratorium) 210.000
2 Honor / upah output kegiatan 140.000
3 Barang persediaan barang konsumsi 15.000
4 Perjalanan biasa 135.000
Jumlah 500.000

V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN


3.1. Kolaborasi (sebutkan UK/UPT atau LP/PT yang terlibat dan peranannya)
No Nama UK/UPT Yang terlibat Peranannya
1 BB-Biogen Analisa mikroba tanah,
2 Balai Tanah Perbanyakan mikroba tanah dan uji senyawa bioaktifnya
3 Pusat Penelitian dan Masukan terkait analisa kwalitas lingkungan
Pengembangan Kualitas dan
Laboratorium Lingkungan
4 Perguruan Tinggi Mempertajam metodologi penelitian
5 BPTP Solok Membantu kelancaran dalam pelaksanaan penelitian

3.2. Tenaga yang Terlibat dalam Kegiatan.


Tabel 1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
No. Nama Kedudukan Unit kerja/ Disiplin Alokasi
dalam RPTP Instansi ilmu/ waktu
keahlian (OB)
1 Sri Wahyuni, SP., M.Si PJ. RPTP Balingtan Lingkungan 4

2 Poniman, SP. PJ. Kegiatan Balingtan Agronomi 4


Ir. Mas Teddy Sutriadi, M.S. Anggota peneliti Balingtan Kesuburan 3
Tanah
Wahyu Purbalisa, SP. Anggota Peneliti Balingtan Agronomi 3
Indratin, SP. Anggota peneliti Balingtan Sosek 3
Ina Zulaehah, SP. Anggota peneliti Balingtan Agronomi 3
Dr. Asep Nugraha A. , M.Si. Tim peneliti BBSDLP Lingkungan 2
Dr. Alina Akhdia Tim Peneliti BB-Biogen Mikrobiologi 2
Dr. Etty Pratiwi Tim Peneliti Balai Tanah Biologi 2
Tanah
Dr. Dewi Ratna Ningsih Tim Peneliti P3KLL/KLHK - 2
PM Tim Peneliti BPTP Solok Agronomi 2
PM Tim Peneliti Perguruan
tinggi
3 Slamet Rianto Teknisi Balingtan Litkayasa 3
Ukhwatul M, A.Md Teknisi Balingtan Litkayasa 3
Aji Ispratika Teknisi Balingtan Litkayasa 3
PM Teknisi Balingtan 2
PM Teknisi BPTP Solok 2

3.3. Jangka Waktu Kegiatan


 Kegiatan Remediasi lahan bawang merah tercemar endosulfan timbal dengan
memanfaatkan biochar-kompos, mikroba dan nano teknologi (Bioremediasi plus)

Bulan ke -
Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
 Finalisasi proposal
 Survey lokasi
 Persiapan bahan-bahan
remediasi
 Tanam dan pemeliharaan
tanaman
 Analisa tanah rutin, kadar
abamektin, klorpirifos,
mankozeb dan mikroba
 Pengolahan data
 Pelaporan (tengah tahun dan
akhir tahun)
DAFTAR PUSTAKA

Adeola, F.O., 2004. Boon or bane? The environmental and health impacts of persistent
organic pollutants (POPs). Human Ecology Review, pp.27-35.
https://www.jstor.org/stable/ 24707017
Arfan, S. Sudewi, M. Sataral, Sumarni, V. Rosiani, Mumfahida, dan K. Soar. 2018.
Efektivitas Insektisida Dalam Menekan Perkembangan Populasi Dan Serangan
Liriomiza sp Pada Tanaman Bawang Merah Local Palu (Allium cepa L.x Wakegi
Araki) Di Desa Guntarano Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala. Jurnal
Agrotech Volume 8 Nomor 1 Hal : 23-28.
Christensen, K., Doblhammer, G., Rau, R., and Vaupel, J. W. 2009. Ageing populations: the
challenges ahead. The lancet vol.374 (Issue 9696), Pp:1196-1208. https://doi.org/
10.1016/S0140-6736(09)61460-4
Dybas, R.A., 1989. Abamectin use in crop protection. In Ivermectin and abamectin (pp.
287-310). Springer, New York, NY. https://doi.org/10.1007/978-1-4612-3626-9_20
El-Shahawi, M.S., Hamza, A., Bashammakh, A.S. and Al-Saggaf, W.T., 2010. An overview
on the accumulation, distribution, transformations, toxicity and analytical methods for
the monitori ng of persistent organic pollutants. Talanta, 80(5), pp.1587-1597.
https://doi.org/10.1016/j.talanta.2009.09.055
Food and Agricultural Organization of the United Nations (FAO). 2004. The State of Food
and Agriculture, 2003-04. The Organization. Food and Agriculture Organization of
the United Nations. Roma 2004. 209 p (http://ilsina.org/wp-content/uploads /sites/6
/2016/07/FAO-2004.pdf)
Gullino, M.L., Tinivella, F., Garibaldi, A., Kemmitt, G.M., Bacci, L. and Sheppard, B.,
2010. Mancozeb: past, present, and future. Plant Disease, 94(9), pp.1076-1087.
https://doi.org/10.1094/PDIS-94-9-1076
Harsanti, E.S., Mulyadi, A. Kurnia, Sukarjo, Poniman, T. Dewi, S. Wahyuni, Nurhasan, A.
Hidayah, Cicik O. Handayani, W. Purbalisa, A.N. Ardiwinata, dan P. Setyanto, 2013.
Laporan Akhir Delineasi Penelitian Delineasi Sebaran Residu Senyawa POPs dan
Logam Berat di Lahan Sawah. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
Hilman, Y., Rosliani R., dan Palupi E.R. 2014. Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap
Pembungaan, Produksi, dan Mutu Benih Botani Bawang Merah. Jurnal Hort. Volume
24 Nomor 2 Hal. 154-161.
Hossain, M. S., Chowdhury, M. A. Z., Pramanik, M. K., Rahman, M. A., Fakhruddin, A. N.
M., and Alam, M. K. 2015. Determination of selected pesticides in water samples
adjacent to agricultural fields and removal of organophosphorus insecticide
chlorpyrifos using soil bacterial isolates. Applied water science, 5(2), 171-179.
https://link.springer.com/article /10.1007/s13201-014-0178-6
Ilham, N., Siregar, H. dan Priyarsono, D.S., 2019. Efektivitas kebijakan harga pangan
terhadap ketahanan pangan. http://124.81.126.59/handle/123456789/7653
Kementerian Pertanian. 2016. Ekspor Buah, Sayuran dan Bunga Indonesia Tembus 29
Negara. http://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=1967.
(diakses 21 Pebruari 2019)
Kompas.Com.. 2019. Neraca perdagangan pertanian Indonesia 2018 surplus Rp13,6 triliun.
Kilas Ekonomi. https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/09/ 142641226 (diakses
21 Pebruari 2019)
John, E. M. and Shaike, J. M. 2015. Chlorpyrifos: pollution and remediation. Environmental
Chemistry Letters, 13(3), 269-291 https://link.springer.com/article/10.1007/ s10311-
015-0513-7
Moekasan, T.K., dan R. Murtiningsih. 2010. Pengaruh Campuran Insektisida Terhadap Ulat
Bawang Spodoptera Exigua Hubn. Jurnal Hort. Volume 20 Nomor 1 Hal. 67-79.
Moekasan, T.K., dan R.S. Basuki. 2007. Status Resistensi Spodoptera Exigua Hubn Pada
Tanaman Bawang Merah Asal Kabupaten Cirebon, Brebes Dan Tegal Terhadap
Insektisida Yang Umum Digunakan Petani Di Daerah Tersebut. Jurnal Hort. Volume
17 Nomor 4 Hal. 343-354.
Norstrom, R.J., 2002. Understanding bioaccumulation of POPs in food webs. Environmental
Science and Pollution Research, 9(5), pp.300-303. https://doi.org/10.1007/
BF02987570
Pandey, P., Raizada, R.B. and Srivastava, L.P., 2010. Level of organochlorine pesticide
residues in dry fruit nuts. Journal of environmental biology, 31(5), pp.705-707.
http://www.jeb.co.in/journal_issues/201009_sep10/paper_26.pdf
Pathak, S., Solanki, H., Renuka, A. and Kundu, R., 2016. Levels of organochlorinated
pesticide residues in vegetables. International Journal of Vegetable Science, 22(5),
pp.423-431. https://doi.org/10.1080/19315260.2015.1066915
Permadi, A.H., D. MMusaddad, E. Sumiati, E. Suryaningsih, M. Ameriana, N. Sumarni, N.
Hartuti, Nurmalinda, R. Rosliani, R.M. Sinaga, S. Putrasameja, Suwandi, T.A.
Sutiarso, T. K. Moekasan, W.W. Hadisoeganda, dan Y. Hilman. 1995. Teknologi
Produksi Bawang Merah. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 111 Hal.
Poniman, Indratin, dan M.T. Sutriadi. 2013. Residu pestisida di lahan sayuran dataran tinggi
Dieng. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran
Tinggi. BBSDLP. halaman 328-336
Poniman.2014. Teknologi menurunkan residu Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT) di
lahan sawah dan peningkatan kualitas beras. Prosiding Seminar Nasional
Pengembangan dan Pemanfatan IPTEKS untuk Kedaulatan Pangan. Dies Natalis
Fakultas Pertanian UGM ke-68. Halaman 751-757
Poniman dan Indratin.2015.Residues of organochlorine and organophosphate in vegetables
and soil from Magelang Regency, Central Java Province. J.Tanah dan iklim
(Eds.Khusus). hal. 21-26
Poniman, AN. Ardiwinata, S. Wahyuni, W. Purbalisa, Indratin, Sukarjo, A. Hidayah, dan
C.O. Handayani. 2015. Laporan akhir penelitian remediasi lahan pertanian tercemar
residu senyawa POPs. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian.
Poniman, A.N. Ardiwinata, Indratin, E. Sulaiman, Aji M.Tohir, Slamet Rianto, Ukhwatul
Muanisah, dan E. Supraptomo.2017.Remediasi Pencemaran Residu Klorpirifos di
Lahan Sayuran Bawang Merah dan Cabai Merah. Laporan Akhir Penelitian. Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian. 48 halaman.
Poniman, A.N. Ardiwinata, S. Wahyuni, Indratin, D.M.W.Paputri, S.Rianto, dan
U.Muanisah. 2018. Remediasi lahan sayuran bawang merah tercemar insektisida
klorpirifos melalui teknologi nano. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian
Lingkungan Pertanian. 28 halaman.
Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin). 2015. OUTLOOK Komoditas Pertananian
Subsektor Hortikultura Bawang Merah. 79 halaman.
Ramadhani, N.W., dan K.Oginawati. 2012. Residu Onsektisida Organoklorin di Persawahan
Sub DAS Citarum Hulu.
Rusli, I. and Burhanuddin, B., 2015. Potensi pengembangan bawang merah di Sumatera
Barat. In Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-33 ‘Optimalisasi
Sumberdaya Lokal Melalui Diversifikasi Pangan Menuju Kemandirian Pangan dan
Perbaikan Gizi Masyarakat Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (Vol. 2013,
pp.681-688).http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PROS2013_E14_
Irmansyah.pdf
Sodiq, M. 2000 Pengaruh Pestisida Terhadap Kehidupan Organisme Tanah, J.Mapeta, vol. 2
No. 5. http://core.km.open.ac.uk/download/df/12217742.pdf
Sukarjo, Indratin, Mulyadi, Poniman, T. Dewi, S. Wahyuni, A. Hidayah, C.O.Handayani,
W. Purbalisa, A.N. Ardiwinata, dan P. Setyanto. 2015. Laporan Akhir Penelitian
Delineasi Sebaran Residu Senyawa POPs dan Logam Berat di Lahan Pertanian DAS
Serayu, Jawa Tengah. 229 halaman.
Sulistyaningsih, Minarti, S., Sjofjan, O., 2013, Tingkat residu pestisida dalam daging
kelinci peranakan NewZealand White yang diberi pakan limbah pertanian kubis
(Brassica oleracea). J. Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (3):47 – 54.
Sun, S., Sidhu, V., Rong, Y., and Zheng, Y. 2018. Pesticide pollution in agricultural soils
and sustainable remediation methods: a review. Current Pollution Reports, 4 (3),
240-250. https://link.springer.com/article/10.1007/s40726-018-0092-x
Suwandi. 2014. Budidaya bawang merah diluar musim. Badan Litbang Pertanian IAARD
Press. Jakarta. 50 Hal.
Stevens,T.J., Kilmer, R.I. 2009. Descriptive and Comparative analysis of Pesticide Residues
Found in Florida Tomatoes and Strawberry, BUL331. http://edits.ifas.ufledu/11241,
Tang, J., Zhu, W., Kookana, R. and Katayama, A., 2013. Characteristics of biochar and its
application in remediation of contaminated soil. Journal of bioscience and
bioengineering, 116(6), pp.653-659. https://doi.org/10.1016/j.jbiosc.2013.05.035
Triwidodo, H., dan M. H. Tanjung. 2020. Hama Penyakit Utama Tanaman Bawang Merah
(Allium ascalonicum) dan Tindakan Pengendalian Di Brebes Jawa Tengah.
Agrivigor: Jurnal Agroteknologi Volume 13 Nomor 2 Hal. 149-154.
Tuhumury, G.N.C., Leatemia,J. A., Rumthe,R.Y. dan. Hasinu,J.V. 2012. Residu Pestisida
Produk Sayuran Segardi Kota Ambon, J.Agrologia, 1(2): 99-105
Wang, X., Song, L., Li, Z., Ni, Z., Bao, J., and Zhang, H. 2020. The remediation of
chlorpyrifos-contaminated soil by immobilized white-rot fungi. Journal of the
Serbian Chemical Society, (00), 130-130. https://doi.org/10.2298/JSC190822130W
Yi, Y., Huang, Z., Lu, B., Xian, J., Tsang, E.P., Cheng, W., Fang, J. and Fang, Z., 2020.
Magnetic biochar for environmental remediation: A review. Bioresource technology,
298, p.122468. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2019.122468
Yuantari, Maria Goretti Catur. 2009. Studi ekonomi lingkungan penggunaan pestisida dan
dampaknya pada kesehatan petani di area pertanian hortikultura Desa Sumber Rejo
Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah” PhD diss., program
Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2009. http://eprints.undip.ac.id/18103/

Anda mungkin juga menyukai