Kepada Yth
Kepala Desa Renggiang Kec Simp Renggiang
Kabupaten Belitung Timur
Di-
Tempat
Dengan Hormat,
Bersama ini, saya :
Nama :ALIMI
NIM : 02.01.21.285
Pekerjaan : P3K Dinas Pertanian dan Pangan
Alamat Sekarang : Desa kelubi kec Manggar
Bahwa berhubung saya akan melakukan penelitian untuk penyelesaian tahap akhir
pendididikan S1 di Universitas Polbangtan Bogor, maka dengan ini saya memohon bantuan
Bapak berupa dana penelitian. yang akan saya gunakan untuk segala keperluan yang
berkaitan dengan proses penelitian dimaksud.
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini saya lampirkan proposal permohonan bantuan
dana penelitian,lembaran pengajuan,ringkasan usulan penelitian dan rencangan
biaya,pendahualuandan latar belakang serta penutup.
Besar harapan saya semoga proposal ini dapat direspon, dengan segala kerendahan hati
sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
ALIMI
NIP.197104272021211002
PROPOSAL
OLEH:
ALIMI
LABORATORIUM PT SMM
Dusun Jangkang,Kecamatan Dendang
Kabupaten Belitung timur Kepulauan
Bangka Belitung
LEMBAR PENGAJUAN
ALIMI
NIP.197104272021211002
ii
RINGKASAN USULAN PENELITIAN
4. Di Tujukan kepada :
Kepala Desa Renggiang
iii
ini mulai digunakan/diapresiasi para pelaku pertanian
pada 2009, tetapi teknologi tersebut masih memerlukan
tenaga yang banyak dan waktu yang relatif lama. Oleh
karena itu perlu dicari teknologi cara pemanfaatan
jerami dengan penggunaan dekomposer yang efektif
dalam mengurangi kebutuhan tenaga dan waktu
pengomposan.
iv
b. Jangka panjang Teknologi pengelolaan limbah pertanian,
penggunaan pupuk anorganik dan hayati untuk
pemulihan produktivitas tanah sawah yang
terdegradasi.
8. Out come : 1 Pemulihan produktivitas tanah sawah terdegradasi
penerapan inovasi pengelolaan limbah pertanian,
penggunaan pupuk NPK dan hayati.
2 Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk
, Tabel. Rincian Kebutuhan Dana yang di usulkan dari Anggaran Dana Desa Renggiang
Total Rp.12.000.000
iv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Degradasi tanah adalah proses terganggunya salah satu atau lebih fungsi lingkungan
yang melekat pada tanah. Fungsi tersebut meliputi tanah sebagai sarana penghasil biomassa,
penyaring, penyangga, pentransformasi (air, hara, polutan), habitat hayati, dan sumber genetik
(http://www.unescap.org/stat/envstat/stwes-04.pdf). Menurut International Soil Reference and
Information Center (ISRIC) 46,4% tanah di Asia telah terdegradasi dan mengalami penurunan
produktivitas karena telah mengalami kemunduran fungsi biologis tanah. Sebesar 15,1%
tanah tersebut tidak bisa lebih lama dipakai sebagai tanah pertanian karena telah kehilangan
fungsi biologisnya (http://www.goodplanet.info/eng/Pollution/Soils/Soil-degradation/%28theme
%29/1662).
Pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras, namun kondisi tersebut
tidak dapat dipertahankan, beberapa penyebabnya antara lain adalah penurunan luas sawah
baku (Fagi, 1999) dan penurunan laju kenaikan produksi dari 1,3 %/tahun pada tahun 1983-
1988 menjadi 0,8 %/tahun pada periode 1999 – 2001 (BPS, 2001). Gejala ini dapat terjadi
karena para petani mempraktekkan budidaya pertanian konvensional yang menyebabkan
terjadinya ketidak-seimbangan hara dalam tanah, kemunduran peran hayati tanah, dan
meningkatnya cekaman biologis (hama/penyakit). Keadaan tersebut diakibatkan dari
penggunaan pupuk dan zat kimia pertanian lainnya yang tidak rasional. Pemakaian pupuk
anorganik yang tidak terkontrol dapat pula menurunkan produktivitas serta kualitas
lingkungan (Moersidi et al., 1990; Sri Rochayati et al., 1990; Sri Adiningsih, 1992).
Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam proses produksi pertanian, oleh
karena itu inovasi teknologi di bidang pupuk (anorganik, organik, hayati) masih terus
dikembangkan, baik dalam pengembangan formula baru, peningkatan efektivitas maupun
peningkatan efisiensi penggunaannya. Selain pupuk, pengembangan inovasi di bidang
formulasi pembenah tanah juga sangat dibutuhkan untuk mengembalikan/meningkatkan
produktivitas lahan sawah yang pada umumnya mempunyai tingkat produktivitas rendah
karena terkendala oleh sifat-sifat tanah yang telah mengalami kemunduran.
Penggunaan pupuk oleh petani di lahan sawah sejak empat dekade terakhir diketahui
belum berimbang karena berbagai hal, antara lain karena mahalnya harga atau kelangkaan
pupuk tertentu seperti KCl dan SP-36. Sebagian besar petani padi sawah hanya menggunakan
pupuk nitrogen dalam bentuk urea karena harganya yang murah (pupuk bersubsidi) dan
pengaruhnya bisa langsung dilihat dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, sedangkan pupuk P
dan K belum banyak digunakan.
Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat serta tidak digunakannya bahan organik
sebagai salah satu input, telah terjadi penurunan kadar bahan organik tanah di lahan sawah.
Hasil kajian yang dilakukan Kasno et al. (2000) menunjukkan bahwa sekitar 65% tanah
sawah di Indonesia berkadar C-organik di bawah batas kritis (< 2%), dan hanya 35% yang
berkadar C-organik > 2 %, inipun terjadi pada lahan sawah yang bergambut. Hasil kajian
Balai Penelitian Tanah menunjukkan 49,5% lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten
Karawang mempunyai kadar bahan organik rendah dan rendah-sedang, 30,6% lahan sawah
berkadar bahan organik sedang-tinggi dan tinggi, serta sisanya (19,9%) berkadar bahan
organik sedang (Laporan Tahunan 2009, hal 104). Kadar bahan organik tanah berkorelasi
positif dengan produktivitas tanaman padi sawah dimana makin rendah kadar bahan organik
makin rendah produktivitas lahan (Karama et al., 1990).
Jerami padi sebagai hasil sisa panen belum dimanfaatkan secara optimal, pada sisi lain
jerami sebagai sumber C-organik bagi hayati tanah dan sumber hara tanaman, secara berkala
selalu tersedia, setiap panen dihasilkan jerami rata-rata 1,5 x hasil gabah. Oleh karena itu
pengembalian jerami perlu dilakukan oleh para petani di setiap lahan sawah pada setiap
musim tanam. Dengan demikian maka secara tidak sadar para petani menerapkan pengelolaan
2
hara terpadu bagi lahan sawahnya. Ketepatan pengelolaan tanah akan memperbaiki
komunitas hayati tanah sehingga dapat mengembalikan peranan hayati tanah bagi
kesuburan tanah- tanaman. Aktivitas berbagai komunitas hayati tanah seperti
mikroorganisme, mikroflora, dan fauna tanah saling mendukung bagi keberlangsungan proses
siklus hara, membentuk biogenic soil structure (Witt, 2004) yang mengatur terjadinya
proses-proses fisik, kimia, dan hayati tanah. Berbagai mikroorganisme dapat meningkatkan
kesuburan tanah, melalui produksi berbagai senyawa penting seperti zat organik pelarut hara,
fitohormon, dan antipatogen. Beberapa mikroba diazotorop endofitik dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan melindungi strees tanaman melalui metabolisme zat
tumbuh alami, meningkatkan ketersediaan hara dan bahan organik, sekresi senyawa
antimikroba dan hama. Kemampuan mikroba dalam menambat N2, melarutkan P tak tersedia
menjadi tersedia, menghasilkan zat tumbuh alami, merombak bahan organik sangat
berperan dalam meningkatkan kesuburan
tanah.
Pengelolaan hara terpadu mensyaratkan penggunaan pupuk organik dan anorganik
secara proposional sebagai sumber hara tanaman. Secara kuantitatif, kandungan hara pupuk
organik relatif rendah, namun keunggulan lain dari pupuk organik dapat memperbaiki sifat
kimia, fisika, dan biologi tanah serta meningkatkan efisiensi pemupukan. Pupuk organik
mengandung hampir semua hara esensial sehingga disamping dapat mensuplai hara makro
dalam jumlah kecil juga dapat menyediakan unsur mikro. Dengan demikian maka
pemanfaatan pupuk organik dapat mencegah kekahatan unsur mikro pada tanah marginal atau
tanah yang telah diusahakan secara intensif akibat dari pemupukan yang kurang berimbang.
Kebutuhan hara setiap tanaman sangat spesifik tergantung dari sifat tanah, kondisi
iklim dan jenis tanaman. Pupuk merupakan salah satu komponen penting dalam proses
produksi pertanian, oleh karena itu inovasi teknologi di bidang pupuk (anorganik, organik,
hayati) masih terus dikembangkan, baik dalam pengembangan formula baru, peningkatan
3
efektivitas maupun peningkatan efisiensi penggunaannya. Di dalam upaya mencukupi nutrisi
4
tanaman yang spesifik tersebut, telah dibuat beberapa formula pupuk majemuk
NPK, teknologi pengomposan jerami padi dan formula pupuk hayati spesifik untuk tanaman
padi. Untuk mengetahui formula yang paling efektif bagi penggunaan pupuk NPK majemuk,
pupuk organik dan pupuk hayati untuk pemulihan kesuburan tanah sawah yang terdegradasi
tersebut diperlukan penelitian penerapannya di lapang.
Jerami padi pada setiap habis panen selalu tersedia, merupakan sumber hara tanaman
dan sumber energi bagi hayati tanah, belum dimanfaatkan secara optimal oleh para petani.
Teknologi pengomposan in situ bagi pemanfaatan jerami telah tersedia yaitu dengan
penggunaan mikroba dekomposer untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu
kompos yang dihasilkan. Teknologi ini mulai digunakan/diapresiasi para pelaku pertanian
pada 2009, tetapi teknomlogi tersebut masih memerlukan tenaga yang banyak dan waktu yang
relatif lama. Oleh karena itu perlu dicari teknologi cara pemanfaatan jerami dengan
penggunaan dekomposer yang efektif dalam mengurangi kebutuhan tenaga dan waktu
pengomposan.
1.3. Tujuan
Jangka pendek:
5
Jangka panjang:
Jangka pendek :
Teknologi pengelolaan jerami padi, penggunaan pupuk NPK dan hayati untuk
pemulihan produktivitas tanah sawah yang terdegradasi.
6
menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Namun kenyataannya petani di
lapang belum menggunakan rekomendasi sesuai dengan status hara tanah. Pupuk yang
tersedia di lapangan bervariasi dari pupuk majemuk dan tunggal, pupuk majemuk yang
umum dijumpai di lapang antara lain NPK Phonska, NPK Pelangi dan NPK Kujang
tergantung daerahnya. Pupuk tunggal yang masih banyak beredar adalah urea dan SP-36,
sedangkan pupuk KCl sudah susah dicari di lapang.
Di lapang, jerami padi belum optimum digunakan, lebih banyak ditumpuk di
pematang dan dibakar. Sebagian besar penggunaan jerami padi bersaingan dengan
penggunaan lain seperti untuk pakan ternak dan bahan pembuatan jamur. Sehingga
pemanfaatan jerami padi hanya tunggul sisa hasil panen yaang tertinggal di sawah.
Di dalam usaha penyediaan pangan/beras pada jumlah dan kualitas yang cukup tanpa
merusak lingkungan dan sumberdaya alam, banyak faktor harus diperhitungkan (dipenuhi).
Pengelolaan tanah diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia dan
keseimbangan biota tanah yang optimum (Abbot 1989 in Witt 2004), sehingga interaksi
antara abiotik-biotik tanah optimal. Dengan demikian maka penerapan pengelolaan tanaman
terpadu yaitu pendekatan dalam sistem usaha tani padi yang berlandaskan keterpaduan antara
sumber daya dan pengelolaan tanaman dengan penerapan good agricultural practices.
Dimana dalam pengelolaan hara pemberian pupuk merupakan perpaduan pupuk organik,
pupuk anorganik dan pupuk hayati. Scholes et al, 1994 menyatakan bahwa untuk
memperbaiki dan mempertahankan kesuburan tanah tropika adalah dengan memanipulasi
populasi biologi tanah.
Sisa tanaman (jerami padi), hewan, atau juga sisa jutaan makhluk kecil yang berupa
bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan sumber bahan
organik yang sangat potensial bagi produktivitas tanah. Apabila bahan tersebut dikelola
dengan baik, akan sangat berguna untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan hayati tanah, dan
sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Sebelum mengalami proses
perombakan atau dekomposisi, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman,
karena unsur hara terikat dalam bentuk organik yang tidak dapat diserap tanaman. Dengan
adanya dekomposisi, bahan organik akan dipecah menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana
dan menyediakan unsur hara yang berguna bagi tanaman. Pirngadi (2009) menyatakan bahwa
penggunaan bahan organik dapat meningkatkan hasil padi secara nyata (16%)
Hasil kajian tentang penggunaan kompos, pupuk NPK, dan pupuk hayati
memperlihatkaan bahwa penggunaan NPK-tunggal (berupa urea, SP-36, dan KCl), NPK 15-
15-15, dan NPK 20-10-10 memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang relatif sama,
tetapi penggunaan NPK 30-6-8 memberikan pertumbuhan tanaman hasil padi yang paling
rendah (Balittanah, 2011). Sedangkan penggunaan pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha
8
Jangkang, 10 Januari 2022
Nomor: 001-01/EA-CID/SMM/2022
Kepada Yth.
Kepala Desa Renggiang
Di tempat
Dengan hormat,
Sehubungan dengan surat dari Pemerintahan Desa Renggiang No 154/XI/DRG/2021
tanggal 8 November 2021 terkait permohonan analisis tanah persawahan di Dusun Simpang
Renggiang I RT 02 oleh Kepala Desa Simpang Renggiang, maka dengan ini kami
sampaikan bahwa PT SMM telah melakukan pengecekan ke lokasi dan pengambilan
sampel tanah untuk diuji di Lab PT MAS (Mitra Agro Servindo) pada tanggal 16
Desember 2021. Berikut kami lampirkan hasil analisis tim R&D PT Sahabat Mewah dan
Makmur terkait permohonan Bapak/lbu.
Demikian surat dari kami, atas perhatian nya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
PT Sahabat Mewah dan Makmur
Rid an Damanik
Gen ral Manager
9
REPORT OF ANALYSIS
Logam
Tersedia, ftTK AI i’i dd
AS Tatal
”Ra P2O5
CONTOH Kejenuha
La6 ’ *o Aln
n Basa
” P-Bray I”P2O5K”Ca*Mg’Na’Mn dddd
Contoh
Cniol+/Kg
mg/100g
TanahRSSU 2, i0,3
6,6 0,’,2Z37 8,
er›ggiang2465 75,42 10,95 0,107G,4750.1841,7630,0027,702 *2, 2 910
5 86 58
“
NetRenSedTin Sangat Rend
Status Rendah
ratdahangggi Tinggi“.” ah
%
.
Rekomendasi:
1. Perlu diberikan pemberian bahan organik seperti kompos untuk memperbaiki KTK
(Kapasitas Tukar Kation) tanah dosis 7-10 ton/ha
2. Setelah pemberian Bahan organik/kompos segera lakukan pemberian pupuk Dolomit dengan dosis 1-2 ton per hektar
untuk memenuhi kebutuhan unsur Ca dan Mg
3. Pemberian pupuk KCI dan Urea tetap perlu dilakukan pada saat penanaman, berdasarkan kebutuhan dan jenis
tanaman yang akan dibudidayakan
4. Nilai pH sangat baik pada kondisi netral, artinya penyerapan hara tidak akan
terganggu oleh faktor keasaman tanah.
Kriteria penilaian hasil analisis tanah
Margi
unsur mikro DIPA* defisiensi nal cukup
0,5-
Zn (ppm) 0,5 1,0 1
2,5-
Fe (ppm) 2,5 4,5 4,5
Mn (ppm) 1 1
Cu (ppm) 0,2 0,2
8
(NPK)-rekomendasi pada sistem budidaya pengelolaan tanaman terpadu (PTT) maupun
konvensional (praktek petani) memberikan hasil nyata lebih tinggi dibanding dengan yang
hanya pemberian kompos 5 t/ha ataupun demikian pula pada penggunaan mikroorganisme
lokal (MOL) pada system rice intensification (SRI). Keadaan ini memberikan indikasi bahwa
kombinasi penggunaan bahan organik, pupuk hayati (mikroba yang unggul/hasil seleksi), dan
pupuk anorganik ½ dosis rekomendasi pada tanah sawah ini merupakan kombinasi yang
paling ideal bagi budidaya tanaman padi sawah (Balittanah, 2011).
Bagian penting dari siklus karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan air yang terjadi di dalam
tanah sebagian besar melibatkan interaksi mikroba dan fauna tanah dengan sifat kimia dan
fisika tanah (Doran dan Parkin, 1996). Kadar dehidrogenase tanah menggambarkan besarnya
aktivitas mikroba tanah, semakin tinggi kadar dehidrogenase tanah aktivitas mikroba tanah
juga semakin tinggi. Kadar dehidrogenase paling tinggi dicapai oleh perlakuan sistem
Konvensional dengan pengunaan pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha + ½ (NPK)-rekomendasi
sebesar 49,9 ppm nyata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya yang hanya 11,4 –
27,53 ppm. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Nayak et al. (2010) menyebutkan bahwa
aktivitas dehidrogenase pada lahan sawah adalah sekitar 18,47 ppm saat curah hujan rendah
dan sekitar 17,45 ppm saat curah hujan tinggi. Demikian pula pada SRI ternyata penggunaan
MOL dikombinasikan dengan kompos 2,5 t/ha + ½ (NPK)-rekomendasi cenderung
memberikan kadar dehidrogenase lebih tinggi dibanding dengan hanya pemberian kompos 5
t/ha. Keadaan ini juga terlihat pada sistem PTT yang dibarengi dengan kompos 2,5 t/ha + ½
(NPK)-rekomendasi lebih baik dibanding dengan kompos 5 t/ha atau pemupukan NPK-
rekomendasi. Dengan demikian maka aktivitas mikroba tanah paling tinggi pada perlakuan
pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha + ½ (NPK)-rekomendasi, pemakaian pupuk hayati dapat
meningkatkan populasi mikroba tanah, pemberian kompos 7 t/ha cukup memenuhi kebutuhan
sumber energi bagi mikroba dan penggunaan ½ (NPK)-rekomendasi cukup untuk memenuhi
kebutuhan hara makro esensial baik bagi mikroba maupun tanaman padi.
9
PENUTUP
terutama melalui kegiatan PTT dengan optimasi lahan sawah merupakan tanggung jawab kita
bersama.
Sebagai salah seorang Penyuluh Pertanian merasa lebih perlu untuk diberikan peran
maupun bantuan dalam rangka meningkatkan mutu Pertanian dan kesejahteraan petani dan
masyarakat . Peran serta pemerintah dalam meningkatkan peran dan fungsi penyuluh pertanian
sangat diperlukan.
Demikian proposal ini dibuat sebagai gambaran dan untuk menjadikan bahan
pertimbangan, bersama sesuai analisa dan gambaran yang di lampirkan hasil penelitian lahan
sawah di desa Renggiang agar dapat mengambil langkah-langkah yang dipertlukan untuk
mengembalikan kesuburan lahan persawahan di wilawayah binaan saya.
10
11
,
12
13
15