Julistia Bobihoe
2009
BUKLET : PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH
IRIGASI DI PROVINSI JAMBI
Dewan Redaksi
Ketua : Ir. Ahmad Yusri, M.Si
Anggota : 1. Endang Susilawati, S.Pt
2. Ir. Julistia Bobihoe
3. Ir. Marlina Susy Rangkuti
4. Drs. Tukimin
5. Rima Purnamayani, SP,M.Si
Diterbitkan oleh:
Oleh :
Julistia Bobihoe
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas ijin dan petunjukNya sehingga buku “Pengelolaan Tanaman Terpadu padi
sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi” dapat diselesaikan.
Dengan selesainya buku ini disampaikan terima kasih kepada : Kepala Balai
Besar Pengkajian Teknologi Pertanian dan Kepala Balai Pengkaian Teknologi
Pertanian (BPTP) Jambi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyelesaian buku tersebut.
Semoga buku ini bermanfaat bagi petugas dan khususnya petani yang
melakukan usahatani padi sawah.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iiii
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) 1
KOMPONEN TEKNOLOGI PTT 3
1. Varietas Unggul 4
2. Benih Bermutu 6
3. Bibit Muda 6
4. Jumlah Bibit dan Sistem Tanam (Populasi) 9
5. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD) 10
6. Pemupukan P dan K berdasarkan Status Hara Tanah 12
7. Bahan Organik 14
8. Pengairan Berselang 16
9. Pengendalian Gulma Secara Terpadu 17
10. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu 18
11. Penanganan Panen dan Pascapanen 26
HASIL PENGKAJIAN PTT PADI SAWAH 29
PENUTUP 30
BAHAN BACAAN 32
LAMPIRAN 33
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
iv
PENDAHULUAN
Provinsi Jambi dengan luas wilayah 5,1 juta hektar terdiri dari lahan kering
seluas 2,65 juta ha dan lahan pertanian tanaman pangan seluas 352.410 ha.
Berdasarkan identifikasi dan karakterisasi AEZ terdapat kurang lebih 246.482 ha
lahan yang sesuai untuk tanaman padi sawah (Busyra dkk., 2000).
Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, lahan sawah
irigasi masih tetap menjadi andalan dalam usaha peningkatan produktivitas padi di
Provinsi Jambi. Program intensifikasi khusus dan supra insus padi sawah yang
diterapkan selama ini tidak mampu lagi meningkatkan produksi padi secara nyata
sehingga dalam 10 tahun terakhir ini, produktivitas padi di Provinsi Jambi
cenderung menurun (Lubis, 2004).
Tanaman padi merupakan komoditas tanaman pangan penting di Provinsi
Jambi sehingga komoditas ini menjadi prioritas dalam menunjang program
pertanian. Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, luas panen padi sawah pada
tahun 2007 adalah 17.272 ha dengan total produksi 62.842 ton (BPS, 2008).
Namun, produktivitas tersebut masih relatif rendah (rata-rata 3,64 ton/ha)
dibandingkan dengan hasil pengkajian yang dilaksanakan BPTP Jambi yang
memperoleh produksi padi varietas unggul baru 6 – 7 t/ha (GKP) (Julistia, dkk,
2007).
1
tinggi dengan biaya produksi tetap atau lebih rendah d ari yang dilaksanakan petani
(Zaini, dkk, 2006).
Konsep Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) adalah
pengelolaan tanaman terpadu dengan mengintegrasikan paket teknologi dengan
potensi biofisik, sodial dan ekonomi untuk perbaikan kesejahteraan ru mah tangga
dan pembangunan wilayah.
Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) merupakan suatu
usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Melalui usaha ini
diharapkan : (1) kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, (2) pendapatan petani
padi dapat ditingkatkan, dan (3) usaha pertanian padi dapat dilanjutkan.
Penerapan PTT dalam intensifikasi padi merupakan penyempurnaan dari konsep
sebelumnya yang dikembangkan untuk menunjang peningkatan hasil padi seperti
Supra Insus. Bahkan Food and Agricultural Organization (FAO) telah mengadopsi
Pengelolaan Tanaman Terpadu sebegai penyempurnaan dari Pengelolaan hama
Terpadu (PHT) (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Ada empat prinsip dalam penerapan PTT, yaitu : (1) PTT bukan merupakan
teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, lahan
dan air dapat dikelola sebaik-baiknya, (2) PTT memanfaatkan teknologi pertanian
yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur
keterkaitan sinergis antar teknologi, (3) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi
dengan lingkungan fisik maupun sosial ekonomi petani, (4) PTT bersifat partisipatif
yang berarti petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan
keadaan setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran.
Alternatif pilihan komponen teknologi dalam pendekatan PTT yang
dilaksanakan antara lain : (1) pemilihan varietas unggul padi sawah,
(2) penggunaan benih bermutu, (3) perlakuan benih dipersemaian, (4) sistem
tanam jejer legowo, (5) penggunaan bahan organik (kompos atau pupuk kandang),
2
(6) penggunaan pupuk nitrogen berdasarkan Bagan Warna Daun, (7) perbaikan
panen dan pasca panen. Alternatif pilihan komponen teknologi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
3
Dalam pelaksanaannya tidak semua komponen teknologi diterapkan
sekaligus, terutama di lokasi yang memiliki masalah spesifik. Namun ada enam
komponen teknologi yang dapat diterapkan bersamaan (comulsory) sebagai
penciri model PTT, yaitu :
1. Varietas unggul baru sesuai lokasi
2. Benih bermutu (bersertifikat dan vigor tinggi)
3. Bibit muda (<21 hari) apabila kondisi lingkungan memungkinkan
4. Jumlah bibit 1-3 per lubang dan sistem tanam (populasi)
5. Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD)
6. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah, PUTS atau petak omisi
serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila terjadi dan penggunaan
bahan organik. Jika diterapkan secara bersamaan, sumbangan keenam
komponen teknologi ini terhadap peningkatan produktivitas padi dan efisiensi
produksi lebih besar.
1. Varietas Unggul
Varietas padi merupakan salah satu teknologi utama yang mampu
meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. Dengan tersedianya
varietas padi yang telah dilepas pemerintah, kini petani dapat memilih varietas
yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, berdaya hasil tinggi. Varietas
4
padi merupakan teknologi yang paling mudah diadopsi petani karena teknologi ini
murah dan penggunaannya sangat praktis. Khususnya di Provinsi Jambi, varietas
unggul baru (VUB) padi yang sudah berkembang luas adalah varietas Ciherang
(Lampiran 1).
Badan Litbang Pertanian telah merakit sejumlah varietas unggul baru (VUB) padi
sawah, masing-masing memiliki keunggulan tersendiri. Varietas padi yang
digunakan adalah varietas unggul yang telah dilepas, yang mempunyai ciri -ciri
sebagai berikut :
- Dapat menyesuaikan diri/beradaptasi terhadap iklim dan jenis tanah setempat.
- Cita rasanya disenangi dan memiliki harga yang tinggi di pasar lokal
- Daya hasil tinggi
- Toleran terhadap hama dan penyakit
- Tahan rebah
5
2. Benih Bermutu
Penggunaan benih bersertifikat dan benih dengan vigor tinggi sangat
disarankan, karena :
- Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak
- Benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang
seragam
- Ketika ditanam pindah, bibit dari benih yang baik daat tumbuh lebih cepat dan
tegar.
- Benih yang baik akan memperoleh hasil yang tinggi
• Masukkan benih ke dalam ember berisi air garam 3% atau larutan ZA dengan
perbandingan 1 kg ZA dilarutkan dengan 3 liter air atau larutan air dan debu.
Benih yang akan ditanam adalah yang tenggelam dalam larutan tersebut.
3. Bibit Muda
- Penanaman bibit muda (umur 10-15 hari setelah sebar) memungkinkan bagi
tanaman untuk tumbuh lebih baik dengan jumlah anakan cenderung lebih
banyak.
- Bibit muda memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih baik dibandingkan
dengan bibit tua
6
- Perakaran bibit berumur < 15 hari lebih cepat beradaptasi dan lebih cepat
pulih dari stress akibat dipindahkan dari persemaian ke lahan pertanaman.
- Pada daerah endemis keong mas dianjurkan menggunakan bibit lebih tua.
Untuk mendapatkan bibit dan pertumbuhan tanaman yang baik perhatikan hal-hal
sebagai berikut :
7
Persemaian padi VUB Ciherang
8
- Pasang bubu perangkap pada pagar plastik untuk mengendalikan tikus secara
dini
9
- Menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong
mas dan untuk mina padi
- Penggunaan pupuk lebih berdaya guna.
10
sampai ketahuan nilai kritis saat pupuk N harus diaplikasikan. Untuk kondisi
Indonesia disarankan untuk menggunakan fixed time.
5.1. Cara Penggunaan BWD Waktu Tetap (fixed time)
Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan kedua (tahap
anakan aktif, 23-28 HST) dan pemupukan ketiga (tahap primordia , 38-42
HST).
Jika nilai pembacaan BWD berada dibawah nilai kritis (< 4,0), maka dosis
pupuk N yang diberikan dinaikkan sekitar 25 % dari jumlah yang sudah
ditetapkan.
Sebaliknya jika hasil pembacaan BWD diatas nilai kritis (> 4,0), maka dosis
pupuk N yang diberikan dikurangi sekitar 25 % dari jumlah yang sudah
ditetapkan.
5.2. Cara Penggunaan BWD Waktu Sebenarnya (real time)
Pemupukan dasar atau pemupukan pertama N dengan takaran 50 – 75 kg
Urea/ha dilakukan sebelum tanaman padi berumur 14 hari atau sebelum 14
hari setelah tanam pindah (14 hst). Pada pemupukan pertama ini BWD tidak
perlu digunakan.
F
Foto : BB Padi Sukamandi
11
Pilih secara acak 10 rumpun tanaman sehat pada hamparan yang seragam,
lalu pilih daun teratas yang telah membuka penuh pada satu rumpun.
Taruh bagian tengah daun di atas BWD dan bandingkan warnanya. Jika warna
daun berada diantara 2 skala, digunakan nilai rata-ratanya, misalnya : 3,5
untuk warna antara 3 dan 4.
Sewaktu mengukur dengan BWD, jangan menghadap sinar matahari, sebab
dapat mempengaruhi pengukuran warna.
Bula memungkinkan, setiap pengukuran dilakukan pada waktu yang sama
oleh orang yang sama.
Jika lebih 5 dari 10 daun yang diamati warnanya dalam batas kritis yaitu
dibawah skala 4,0, maka tanaman perlu segera diberi pupuk N dengan
takaran:
o 50 – 75 kg urea/ha pada musim hasil rendah (di tempat-tempat
tertentu seperti di Subang Jawa Barat, musim hasil rendah adalah
musim kemarau)
o 75 – 100 kg urea/hapada musim hasil tinggi (d itempat-tempat tertentu
seperti di Kuningan Jawa Barat dan Sragen, musim hasil tinggi adalah
musim kemarau)
o 100 kg Urea per hektar pada padi hibrida dan padi tipe baru, baik pada
musim hasil rendah maupun hasil tinggi
o Apabila warna daun padi hibrida dan padi tipe baru pada saat tanaman
dalam kondisi keluar malai dan 10 % berbunga nerada pada skala 4
atau kurang, maka tanaman perlu diberi tambahan pupuk N (bonus)
dengan takaran 50 kg Urea per hektar.
12
PUTS merupakan suatu perangkat untuk mengukur status hara P, K, dan pH
tanah yang dapat dikerjakan secara langsung di lapangan dengan relatif cepat,
mudah, dan cukup akurat. PUTS terdiri dari pelarut (pereaksi) P, K, dan pH tanah
serta peralatan pendukungnya. Contoh tanah sawah yang telah diekstrak dengan
pereaksi ini akan memberikan perubahan warna dan selanjutnya kadarnya diukur
secara kualitatif dengan warna P, K, pH. Selain PUTS, petak omisi (omission plot)
dapat juga digunakan dalam menentukan dosis P dan K spesifik lokasi.
Prinsip kerja PUTS ini adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat
dalam bentuk tersedia, secara resmi kuantitatif dengan metode kolorimetri
(pewarnaan). Pengukuran status P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Dari masing-masing kelas
status P dan K tanah sawah telah dibuatkan acuan pemupukan P (dalam bentuk
SP-36) dan K (dalam benuk KCl). Tabel 1 dan Tabel 2 memuat acuan umum
pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah.
13
Tabel. 1. Acuan umum pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah
Kelas status hara P Kadar hara terekstrak HCL Dosis acuan pemupukan
tanah 25 % (mg P2O5/100 g) P (kg SP-36/ha)
Rendah < 20 100
Sedang 20 – 40 75
Tinggi > 40 50
Tabel. 2. Acuan umum pemupukan kalium pada tanaman padi sawah dengan
tanpa jerami
Kelas status hara K Kadar hara terekstrak HCL Dosis acuan pemupukan
tanah 25 % (mg K2O/100 g) K (kg KCl/ha)
Rendah < 10 100
Sedang 10 – 20 50
Tinggi > 20 50
14
- Memperbaiki sifat fisik tanah
- Mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah dan tanaman.
Cara penggunaan bahan organik :
- Bahan organik disebar merata di atas hamparan sawah, dua minggu sebelum
pengolahan tanah.
- Kadang-kadang jerami padi dibiarkan dulu melapuk langsung di sawah selama
satu musim.
Cara Pembuatan kompos
Kompos Jerami
- Bahan dan alat terdiri atas kotoran ternak, jerami padi, larutan Urea 10 %,
sekop, garpu, dan ajir bambu.
- Jerami yang akan digunakan untuk bahan kompos dicelupkan atau diperciki
larutan urea 10 %, kemudian dihamparkan di atas lantai/tanah hingga
ketinggian 30 cm
- Setelah jerami dihamparkan, ditaburi dengan kotoran ternak (ayam, sapi atau
domba).
- Cara ini diulangi hingga tumpukan jerami mencapai ketinggian 1,80 m. Bagian
atas jerami ditutup plastik yang berfungsi untuk membantu menahan panas.
- Setelah 2 minggu, jerami dibalik, dan disiram air secukupnya untuk
mempertahankan kelembaban, kemudian tumpukan jerami ditutup kembali.
- Diperkiralan 1 bulan kemudian jerami sudah menjadi kompos.
Kompos kotoran ternak
- Bahan dan alat terdiri atas seyang digunakan terdiri atas serbuk gergaji kayu
minimal 5 % (bukan jati dan kelapa), kotoran sapi minimal 40 %, kotoran ayam
maksimal 25 %, abu 10 %, kapur calcit 2 %, dan stardec 0,25 %, sekop,
garpu, dan ajir bambu.
15
- Bahan-bahan ini dicampur secara merata sebelum proses pembuatan kompos
dimulai.
- Setelah bahan tercampur, tumpukan bahan disisir sambil ditaburi stardec
secara merata.
- Pada hari ke 7 kompos dicampur dan dibalik. Hal yang sama dilakukan pada
hari ke-14, ke-21, dan ke-28.
- Setelah 4-5 minggu kemudian, kompos siap digunakan dengan ciri ; warna
hitaqm kecoklatan, struktur remah, dan tidak bau.
8. Pengairan Berselang
Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan
dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi seperti itu
ditujukan antara lain untuk :
Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas
Memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara sehingga
dapat berkembang lebih dalam
Mengurangi timbulnya keracunan besi
Mengurangi penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat
perkembangan akar
Mengaktifkan jasad renik mikroba yang menghambat
Mengurangi kerebahan
Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan
gabah)
Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen
Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama
wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman
padi karena hama tikus
16
Cara pengelolaan air
Lakukan teknik pergiliran pengairan dalam satu musim tanam. Bibit ditanam
pada kondisi tanah jenuh air dan petakan sawah dialiri lagi setelah 3-4 hari.
Pengelolaan air selanjutnya diatur sebagai berikut :
- Lakukan pergiliran air selang 3 hari. Tinggi genangan pada hari pertama
lahan diairi sekitar 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada
penambahan air. Lahan sawah diairi lagi pada hari ke 4. Cara pengairan
ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.
- Mulai dari fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah
digenangi terus
- Sekitar 10-15 hari sebelum tanaman dipanen, petakan sawah dikeringkan
Lakukan pengairan berdasar ketersediaan air. Perhatikan ketersediaan air
selama musim tanam. Apabila sumber air tidak cukup menjamin selama satu
musim, maka lakukan pengairan bergilir dengan periode lebih lama sampai
selang 5 hari
Lakukan pengairan dengan mempertimbangkan sifat fisik tanah. Pada tanah
berpasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus
diperpendek.
17
Keuntungan peyiangan dengan alat gasrok atau landak :
- Ramah lingkungan (tidak menggunakan bahan kimia)
- Lebih ekonomis, hemat tenaga kerja dibandingkan dengan penyiangan biasa
dengan tangan
- Meningkatkan udara di dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar padi
lebih baik
- Apabila dilakukan bersamaan saat atau setelah segera setelah pemupukan
akan membenamkan pupuk ke dalam tanah, sehingga pemberian pupuk lebih
efisien
18
Hama dan penyakit dikendalikan dengan pendekatan pengelolaan hama dan
penyakit terpadu (PHT) yang diintegrasikan ke dalam model PTT. Penggunaan
pestisida didasarkan pada pemantauan lapang agar dicapai efisiensi yang tinggi
dan pencemaran lingkungan dapat diminimalisasi. Komponen pengendalian
diterapkan sesuai dengan tahapan budidaya tanaman :
Persemaian
- Memasang pagar plastik dan bubu perangkap tikus
- Mengamati ancaman tungro (populasi wereng hijau dan keberadaan penyakit)
dan kelompok telur penggerek batang padi.
Fase Vegetatif
- Menerapkan sistem tanam jajar legowo dan pemupukan nitrogen berdasarkan
kebutuhan tanaman menggunakan teknologi bagan warna daun (BWD)
19
- Melindungi musuh alami, terutama laba-laba dengan mulsa jerami atau
membiarkan pematang ditumbuhi rumput yang tidak menjadi inang penyakit
(teki), sampai tanaman berumur 1 bulan
- Memantau perkembangan penyakit hama dan penyakit, terutama hama
wereng coklat, penggerek batang, penyakit tungro, dan hawar daun. Apabla
populasi telah melebihi ambang ekonomi, hama dan penyakit dikendalikan
dengan pestisida yang tepat.
Fase generatif
- Memantau perkembangan hama dan penyakit, terutama hama walang sangit
dan hawar daun bakteri. Apabila populasi telah melebih ambang ekonomi ,
hama dan penyakit dikendalikan dengan pestisida anjuran.
Tikus sawah
Pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) didasarkan pada pemahaman
ekologi jenis tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus
(berkelanjutan) dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan
tepat waktu. Kegiatan pengendalian diprioritaskan pada awal tanam (pengendalian
dini) untuk menurunkan populasi tikus serendah mungkin sebelum terjadi
perkembangbiakan tikus yang cepat pada stadia generatif padi. Pelaksanaan
pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan
terkoordinasi dalam skala luas (hamparan).
20
Foto : BB Padi Sukamandi
Langkah-langkah pengendalian :
Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam serempak (tidak lebih
dari 2 minggu)
Periode bera/pengolahan tanah. Dilakukan gropyokan massal atau berburu
tikus oleh semua anggota kelompoktani. Kegiatan tersebut dapat berupa
pembongkaran sarang tikus pada habitat utama seperti tanggul irigasi, jalan
sawah, lahan kosong dan lainnya. Apabila populasi tikus sangat tinggi dapat
digunakan rodentisida, baik jenis akut atau antikoagulan sesuai anjuran.
Periode persemaian. Pada daerah endemik tikus, persemaian padi agar
dilindungi dengan pagar plastik dan dipasang dua bubu perangkap untuk
persemaian berukuran 10 x 10 cm. Pada musim kemarau disarankan dipasang
sistem bubu perangkap (Trap Barrier System = TBS) ukuran 15 x 15 m untuk
setiap 15 ha ditempatkan didekat habitat utama tikus dan dilakukan
pengambilan tangkapan tikus setiap hari sampai panen.
Peride padi vegetatif. Sanitasi gulma pada habitat tikus, baik yang ada di
hamparan sawah maupun disekitar sawah agar tidak digunakan sebagai
sarang tikus. Dilakukan pengendalian secara mekanis, rodentisida bila
populasi masih tinggi, pasang (Linier Trap Barrier System = LTBS) di dekat
21
habitat utama dan dipindahkan setiap 5 hari, serta lakukan fumigasi sarang
tikus.
Periode padi generatif. Lakukan fumigasi asap belerang pada setiap sarang
aktif tikus, sanitasi gulma pada habitat utama dan pasang LTBS di dekat
habitat utama secara periodik.
Wereng Coklat
Gunakan varietas tahan wereng coklat berdasar biotipe di wilayah sebagai
acuan lihat di deskripsi varietas
Gunakan berbagai cara pengendalian mulai dari penyiapan lahan, tanam
teratur jajar legowo), pengairan intermitten dan takaran pupuk sesuai BWD.
Monitor pertanaman paling lambat 2 minggu sekali, untuk mengetahui tingkat
predator dan hamanya supaya tetap seimbang.
Bila perkembangan hama wereng terus meningkat (hubungan musuh alami
dan hama tidak seimbang), pada kondisi :
- Populasi hama dibawah ambang ekonomi gunakan insektisida botani atau
jamur enti-mopatogenik (Metarhizium annisopliae atau Beauveria
bassiana)
- Populasi hama di atas ambang ekonomi gunakan insektisida kimiawi yang
direkomendasi
22
Batang Padi
Hama ini harus diamati intensif sejak dari persemaian sampai panen. Kalau
populasi tinggi dapat diberantas dengan insektisida butiran (karbofuron,
fipronil) dan insektisida cairan (dimehipo, bensultap, amitraz dan fipronil).
Insektisida butiran diaplikasi bila genangan air dangkal dan insektisida cair
disaat genangan air tinggi. Insektisida cair diaplikasi pada fase generatif
apabila populasi tangkapan ngengat 100 ekor per minggu pada perangkap
feromon, atau 300 ekor/minggu pada perangkap lampu.
Keong Mas
23
tergenang dan sukar dikendalikan. Pada lahan yang terlanjur diserang keong mas,
sebaiknya dilakukan berbagai cara pengendalian secara terpadu (PHT) dan
berkesinambungan. Walaupun tanaman sudah besar (lebih dari 30 hari),
pengendalian harus tetap dilaksanakan, hal itu untuk mencegah serangan pada
tanaman musim berikutnya dan lahan sekitarnya.
PHT pada keong masih dilakukan sepanjang pertanaman dengan rincian sbb:
Pratanam
Mengambil keong mas dan memusnahkan secagai cara mekanis
Persemaian
Mengambil keong mas dan memusnahkan
Menyebar benih lebih banyak untuk sulaman
Membersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung
Stadia vegetatif
Pemupukan P dan K dilakukan sebelum tanam
Menanam bibit yang agak tua (lebih dari 21 hari) dan jumlah bibit lebih banyak
Mengeringkan sawah sampai 7 hari setelah tanam
Mengambil keong mas dan memusnahkan
Memasang saringan pada pemasukan air untuk menjaring siput
Mengumpan dengan menggunakan daun talas dan pepaya
Memasang ajir agar siput bertelur pada ajir dan telurnya dimusnahkan
24
Mengambil dan memusnahkan telur siput pada tanaman
Aplikasi pestisida anorganik atau nabati seperti saponin dan rerak sebanyak
20 sampai 50 kg/ha yang diaplikasi sebelum tanam, sebaiknya dilakukan pada
caren agar bahan pestisida dapat dihemat
Penyakit Blas
Perkembangan penyakit blas (Pyricularia oryzae) ini ditentukan oleh musim
dan lokasi, sehingga antara musim baik pada lokasi yang sama maupun lokasi
berbeda dapat bervariasi serangannya. Gejala serangan umumnya pada daun
mengalami bercak-bercak belah ketupat saat padi berumur satu minggu.
Umumnya padi yang terserang menjadi puso. Penyakit ini dapat dibedakan antara
blas daun dan blas leher. Blas leher lebih merugikan daripada blas daun karena
gabah menjadi hampa. Hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian penyakit ini
yaitu :
Perlakuan benih (benih direndam dengan fungisida) sebelum benih ditabur.
Sebelum semai diamati perkembangan spora alami di lapang
Menanam varietas tahan blas
Pemberian N dikurangi, pupuk K ditambah
Penyemprotan dengan fungisida
25
11. Penanganan Panen dan Pascapanen
26
• Panen dan perontokan :
- Gunakan alat sabit bergerigi atau mesin panen
- Panen sebaiknya dilakukan dengan cara potong tengah atau potong
atas bila gabah akan dirontok dengan power tresher. Bila gabah akan
dirontok dengan pedal tresher, panen dapat dilakukan dengan cara
potong bawah.
- Hasil panen dimasukkan ke dalam karung atau kalau ditumpuk perlu
diberi alas untuk mencegah gabah tercecer.
- Perontokan harus segera dilakukan, dihindari penumpukan padi sawah
sampai beberapa hari, untuk menjaga kualitas, menekan kehilangan
hasil dan kerusakan gabah.
• Pengeringan :
- Jemur gabah di atas lantai jemur
- Ketebalan gabah 5 – 7 cm
- Lakukan pembalikan setiap 2 jam sekali
- Pada musim hujan gunakan pengering buatan
- Pertahankan suhu pengering 42 oC untuk mengeringkan benih
- Pertahankan suhu pengering 50 oC untuk gabah konsumsi
27
• Penggilingan dan penyimpanan :
- Pengemasan dan pengangkutan pada waktu pemanenan, perontokan,
pembersihan, pengeringan, maupun penyimpanan, dianjurkan
menggunakan karung goni atau plastik yang baik, tidak bocor, bersih,
kuat, dan bebas hama.
- Untuk memperoleh beras dengan kualitas tinggi, perhatikan waktu
panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah (12-14 %)
- Simpan gabah/beras dalam wadah yang bersih dalam lumbung/gudang,
bebas hama, dan memiliki sirkulasi udara yang baik
- Simpan gabah pada kadar air kurang dari 14 % untuk konsumsi dan
kurang dari 13 % untuk benih
- Gabah yang sudah disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling,
dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar air 12 – 14 %
- Sebelum digiling, gabah yang baru dikeringkan diangin-anginkan terlebih
dahulu untuk menghindari butir yang pecah
28
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa dengan pendekatan PTT dapa t
memberikan hasil yang lebih tinggi untuk semua varietas dibandingkan dengan
non PTT (Tabel 3). Dengan pendekatan PTT, varietas Ciherang memberikan hasil
5,35 t/ha sedangkan pada non PTT hanya 3,5 t/ha. Varietas Mekongga dengan
PTT memberikan hasil 5,19 t/ha dan non PTT 3,4 t/ha.
Analisis Usahatani
Hasil analisis usahatani padi menunjukkan bahwa biaya produksi dengan
pendekatan PTT lebih besar dibandingkan dengan non PTT terutama adanya
biaya pemakaian pupuk kandang. Hasil analisis finansial usahatani padi varietas
29
Ciherang dengan pendekatan PTT memberikan keuntungan yang lebih besar
(Rp. 4.770.000) dengan nilai R/C ratio 1,80 dibanding non PTT (Rp. 2.790.715)
dengan nilai R/C ratio 1,66 (Tabel 2). Hasil analisis usahatani padi varietas
Mekongga menunjukkan dengan pendekatan PTT mampu memberikan
keuntungan sebesar Rp 4.486.000 dengan nilai R/C ratio 1,76 sedangkan mela lui
non PTT keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 2.342.143 dengan nilai R/C ratio
1,63.
Tabel. 4. Analisis usahatani padi varietas Ciherang dan Mekongga (per ha)
dengan pendekatan PTT Padi di lahan sawah semi intensif di Desa Sri
Agung MK 2007
Hasil analisis Ciherang Mekongga
PTT Non PTT PTT Non PTT
Produksi (kg/ha) 5,355 3,500 5,198 3,410
Keuntungan 4.770.000 2.790.715 4.486.000 2.629.286
(Rp)
R/C ratio 1,80 1,66 1,76 1,63
Dari hasil analisis ini terlihat bahwa dengan penambahan biaya produksi
pendekatan PTT mampu meningkatkan produksi sekitar 30 % untuk semua
varietas unggul baru (VUB) padi. Dengan demikian maka dengan pendekatan PTT
lebih menguntungkan dibandingkan dengan non PTT.
PENUTUP
Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu bukanlah suatu paket
teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau strategi, bahkan filosofi
bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air dan unsur
hara serta organisme pengganggu tanaman secara holistik dan bekelanjutan.
Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat:
(1) partisipatif, (2) dinamis, (3) spesifik lokasi, (4) keterpaduan, dan (5) sinergis
antar komponen.
30
Dalam pengelolaan usahatani padi sawah irigasi di Desa Sri Agung dengan
pendekatan PTT mendapat respon yang cukup tinggi dari petani. Hal ini terlihat
dari keinginan petani untuk menerapkan dan mengembangkan komponen PTT
pada usahatani padi, terutama penggunaan varietas unggul baru (VUB) padi, cara
tanam legowo, pemupukan Urea dengan menggunakan Bagan warna Daun (BWD)
dan pemanfaatan bahan organik (pupuk kandang).
Penanaman varietas unggul Ciherang dengan sistem tanam legowo 4:1 atau
6:1 sudah menyebar sekitar 90 % di areal sawah di Sri Agung. Penerapan PTT
pada padi sawah irigasi dengan cara tanam legowo dapat memberikan
keuntungan dalam bentuk pendapatan dan hasil panen antara 20 - 30 % lebih
tinggi daripada cara yang biasa dipraktekkan petani. Keuntungan dari cara tanam
legowo yang sudah dirasakan petani adalah pengendalian hama, penyakit dan
gulma lebih mudah, serangan hama dan penyakit berkurang, menyediakan ruang
kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas dan penggunaan
pupuk lebih efisien.
Untuk komponen teknologi lainnya, seperti pemberian pupuk organik/pupuk
kandang dapat memperbaiki kondisi tanah dan petani menyadari akan manfaat
pupuk tersebut yang sudah dilakukan oleh petani non koperator. Namun
permasalahan yang timbul adalah sulit mendapatkan pupuk kandang dalam
jumlah yang banyak/skala luas. Respon petani terhadap pemupukan berimbang
sangat baik, karena petani menyadari tanpa pemupukan, pertumbuhan dan
produksi padi rendah. Kendalanya adalah ketersediaan pupuk Urea, SP 36 dan
KCl yang terbatas pada saat petani harus memupuk tanamannya.
31
BAHAN BACAAN
Anwar, K, 2007. Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan untuk Mendukung Prima
Tani di Desa Sri Agung, Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung
Barat Provinsi Jambi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Peng embangan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Deptan. 2003. Panduan Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu
Padi Sawah Irigasi. Departemen Pertanian.
Busyra, BS, Nurli Izhar, Mugiyanto, Lindawati, dan Suharyon, 2000. Karakterisasi
Zona Agro Ekologi (ZAE). Pedoman Pengembangan Pertanian di Propinsi
Jambi. Instansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
BPS. 2008. Jambi dalam Angka 2007/2008. Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Provinsi Jambi. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi.
Julistia B, Jumakir, Endrizal, Suharyon, Desi Hernita, Sigid H, Heri N, Mildaerizanti,
Rustan Hadi, B. Prayudi. 2005. Pegkajian Sistem dan Usaha Agribisnis Padi
di Provinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP)
Bogor.
Julistia B, Adri, Jumakir, Bustami, Ucok Harahap, Joko Purnomo. 2006. Studi
Identifikasi Kebutuhan Inovasi Teknologi Program Rintisan dan Akselerasi
Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Desa Sri
Agung Kecamatan Tungkal Ulu Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian
Lubis, Ali. M. 2004. Penerapan Teknologi Lahan Rawa Lebak Program Tanaman
Pangan di Provinsi Jambi. Makalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Jambi disampaikan pada Seminar Pengelolaan Lahan dan Rawa
Terpadu (PLTT) Hasil-Hasil Penelitian / Pengkajian Teknologi Pertanian
Spesifik Lokasi. Di Jambi tanggal 13 – 14 Desember 2004.
Zaini, Z, Elma Basri, Fauziah Y, Adriyani dan Arfi Irawati. 2006. Pengelolaan
Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah di Lahan Irigasi Provinsi
Lampung. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian
Spesifik Lokasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
32
Lampiran 1.
33