Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Beras
Beras merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Penyimpanan yang tidak tepat pada beras dapat memicu
pertumbuhan kutu yang dapat menyebabkan penurunan kualitas serta kerusakan
pada beras. Pada percobaan kali ini, beras dan tepung beras digunakan sebagai
media untuk pertumbuhan kutu, yaitu Sitophillus oryzae dan Tribolium
castaneum. Sitophillus oryzae merupakan hama primer yang biasanya tumbuh
pada beras utuh sedangkan Tribolium castaneum merupakan hama sekunder yang
biasanya tumbuh pada menir, yaitu pecahan atau butiran beras yang halus.
Terdapat 5 perlakuan berbeda untuk media beras. Perlakuan pada media beras
disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Perlakuan pada Media Beras


Sitophillus Tribolium Suhu
Kelompok
oryzae castaneum Penyimpanan
1 - 10 Refrigerator
3 10 - Ruang
5 - 10 Ruang
6 10 - Refrigerator
8 5 5 Ruang

4.1.1 Jumlah Kutu


Pada percobaan kali ini dilakukan pengamatan terhadap jumlah kutu yang
telah dibiakkan di medianya masing-masing dan dilakukan penyimpanan selama 2
bulan sesuai dengan perlakuannya, baik pada suhu ruang maupun refreigerator.
Berikut adalah jumlah kutu pada media beras baik pada saat penyimpanan awal
dan pada penyimpanan akhir.
Tabel 4.2 Jumlah Kutu Penyimpanan Awal dan Penyimpanan Akhir pada Beras
Penyimpanan Awal Penyimpanan Akhir
Kelompo Sampe Tribolium Sitophillus Tribolium
k l Sitophillu oryzae castaneum Larv
castaneu
s oryzae a
m Mati Hidup Mati Hidup
Beras
1 - 10 - - 10 - -
(Refri)
3 Beras 10 - - 71 - - -
5 Beras - 10 - - 10 - -
Beras
6 10 - 13 - - - -
(Refri)
8 Beras 5 5 6 45 1 6 22

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat perubahan jumlah kutu pada masing-
masing perlakuan. Pada kelompok 1, seluruh kutu yang dibiakkan di beras telah
mati setelah dilakukan penyimpanan selama 2 bulan. Keberadaan larva juga tidak
ditemukan setelah penyimpanan. Kematian seluruh kutu dapat disebabkan karena
beberapa faktor. Faktor pertama berasal dari media yang digunakan, Media yang
digunakan adalah beras dan kondisi media beras yang digunakan didominasi oleh
beras utuh sehingga Tribolium castaneum yang biasanya tumbuh pada menir atau
tepung tidak dapat menggunakan beras utuh sebagai sumber makanannya karena
kutu ini tidak memiliki moncong yang dapat memecah kulit beras utuh. Selain itu,
penyimpanan pada suhu refrigerator juga menyebabkan kutu tidak dapat bertahan
hidup sehingga mengalami kematian. Pada kelompok 3, jumlah kutu Sitophillus
oryzae bertambah dengan pesat dari 10 menjadi 71. Hal tersebut disebabkan
karena beras merupakan media yang sesuai untuk pertumvuhan Sitophillus oryzae
dan suhu penyimpanan ruang juga sesuai untuk pertumbuhan kutu jenis ini. Oleh
karena itu, pertumbuhannya menjadi pesat. Selain itu, pada kelompok 3 juga tidak
ditemukan keberadaan larva karena Sitophillus oryzae merupakan kutu yang
mengalami metamorphosis tidak sempurna oleh karena itu kutu jenis ini tidak
melewati fase larva.
Seluruh kutu Tribolium castaneum pada kelompok 5 juga mengalami
kematian dan tidak ditemukan keberadaan larva. Meskipun penyimpanan beras
kelmpok 5 dilakukan pada suhu ruang, media beras yang didominasi butir utuh
memang tidak cocok digunakan untuk pertumbuhan Tribolium castaneum karena
beras utuh tidak dapat digunakan sebagai sumber makanan Tribolium castaneum.
Oleh karena itu, seluruh kutu pada kelompok 5 mengalami kematian. Pada
kelompok 6, terjadi peningkatan jumlah Sitophillus oryzae dari 10 menjadi 13
namun pada akhirnya seluruh kutu tersebut mengalami kematian. Pertambahan
jumlah Sitophillus oryzae dapat disebabkan karena beras merupakan media yang
sesuai untuk pertumbuhan Sitophillus oryzae. Akan tetapi, penyimpanan pada
suhu refrigerator menyebabkan terhambatnya pertumbuhan kutu sehingga seluruh
Sitophillus oryzae mengalami kematian.
Pada kelompok 8, kutu yang dibiakkan bervariasi yaitu kombinasi antara
Sitophillus oryzae dan Tribolium castaneum. Setelah dilakukan penyimpanan
selama 2 bulan, jumlah Tribolium castaneum meningkat menjadi 7 dimana 6
hidup dan 1 mati sedangkan jumlah Sitophillus oryzae bertambah menjadi 51
dimana 45 masih hidup dan 6 mati. Selain itu juga ditemukan larva sebanyak 22.
Pertambahan jumlah kutu dapat disebabkan karena Sitophillus oryzae mula-mula
akan memecah beras utuh sebagai sumber makanannya. Beras-beras yang dipecah
menjadi butir kepala, patah maupun menir akan digunakan oleh Tribolium
castaneum sebagai sumber makanannya. Oleh karena itu, meskipun diletakkan
dalam media beras, kutu Tribolium castaneum masih dapat bertahan hidup
dikarenakan bantuan dari Sitophillu oryzae yang memecah butir utuh. Jumlah
Tribolium castaneum yang hidup tidaklah banyak yaitu hanya 6 namun jumlah
larvanya tergolong banyak yaitu 22. Larva yang ditemukan merupakan larva
Tribolium castaneum dikarenakan kutu ini mengalami metamorphosis sempurna
oleh karena itu ia akan melewati fase larva sebelum tumbuh menjadi Tribolium
castaneum yang dewasa. Pertambahan jumlah Sitophillus oryzae cenderung
signifikan. Dari 5 buah, kutu ini berkembangbiak menjadi 51 dan hal ini
disebabkan karena kondisi penyimpanan pada suhu ruang mendukung
pertumbuhan Sitophillus oryzae selain itu media beras merupakan media yang
sesuai untuk pertumbuhan kutu tersebut. Kutu jenis ini mengalami metamorphosis
tidak sempurna sehingga ia tidak akan melewati fase larva melainkan nymph dan
akan menjadi kutu dewasa. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa
setiap jenis kutu memiliki media dan suhu lingkungan pertumbuhan optimal yang
berbeda-beda. Media dan suhu lingkungan yang tidak sesuai akan menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan dari kutu.
4.1.2 Analisis Beras
Sebelum dilakukan pemindahan kutu ke media beras, dilakukan grading
dilakukan baik sebelum dan sesudah pemindahan kutu dan penyimpanan.
Parameter yang di grading pada beras adalah aroma serta pemisahan beras utuh,
kepala, patah, menir, kuning dan mengapur. Grading dilakukan untuk mengetahui
kualitas dan kondisi awal dari beras sebelum dilakukan pemindahan kutu kedalam
media dan penyimpanan selama 2 bulan. Berikut adalah hasil grading dari beras
sebelum dilakukan pemindahan kutu dan penyimpanan:

Tabel 4.3 Grading beras sebelum dilakukan pemindahan kutu dan penyimpanan
Sampel Parameter Berat (gr) Presentase (%)
Aroma Normal -
Utuh 61.335 78.22
Patah 9.705 12.38
Menir 5.725 7.3
Beras
Kuning 1.65 2.1
Kepala - 0
Mengapur - 0
Kadar air - 14.15%

Berdasarkan Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa aroma awal dari sampel beras
adalah normal. Tidak ditemukannya aroma yang tidak sedap atau aroma lain
selain aroma beras pada umumnya. Kadar air awal pada sampel beras adaah
78.85%. Pada sampel didapati beras utuh sebesar 14.15%, beras patah 12.38%,
beras menir 5.725% dan beras kuning 1.65%. Tidak ditemukannya butir kepala
dan mengapur pada kondisi awal beras. Setelah kutu dipindah ke dalam beras dan
dilakukan penyimpanan sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan, grading
beras kembali dilakukan dan hasil grading beras setelah penyimpanan selama 2
bulan disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Grading beras setelah dilakukan pemindahan kutu dan penyimpanan
Kelompok Sampel Parameter Berat (gr) Presentase (%)
1 Beras (10 Aroma Normal -
Tribolium Utuh 43.4129 94.59
castaneum
) refri Kepala - 0
Patah 1.7489 3.89
Menir - 0
Kuning 0.7351 1.6
Mengapur - 0
Kadar air - 6.83
Aroma Normal -
Utuh 35.4526 70.18
Kepala 6.7639 13.39
Beras (10
Sitophillus Patah 4.5768 9.06
3 Menir - 0
oryzae)
ruang Kuning 3.7239 7.37
Mengapur - 0
Kadar air - 15.64
Aroma Normal -
Utuh 35.9165 82.15
Kepala 4.0584 9.28
Beras (10
Tribolium Patah 2.3323 5.33
5
castaneum Menir 0.4502 1.03
) ruang
Kuning 0.9636 2.2
Mengapur - 0
Kadar air - 14.82
Aroma Normal -
Utuh 40.0058 88.32
Kepala - 0
Beras (10
Sitophillus Patah 4.8871 10.79
6
oryzae) Menir - 0
refri
Kuning 0.4041 0.89
Mengapur - 0
Kadar air - 7.97
Aroma Normal -
Utuh 21.9748 47.73
Beras (5
Kepala 18.9395 41.14
Sitophillus
oryzae + 5 Patah 4.0676 8.84
8
Tribolium Menir 0.0349 0.076
castaneum
Kuning 1.019 2.21
) ruang
Mengapur - 0
Kadar air - 13.98

Tabel 4.4 menyajikan hasil grading beras pada masing-masing perlakuan.


Pada kelompok 1 aroma dari beras normal. Tidak ditemukan butir kepala,
mengapur dan menir. Terdapat 1.6% butir kuning, 3.89% butir patah dan 94.59%
sisanya adalah butir utuh. Berdasarkan hasil yang didapat, dapat dilihat bahwa
kualitas beras masih tergolong baik. Dibandingkan grading awal dari sampel
beras, terjadi peningkatan jumlah beras utuh dan terjadi penurunan jumlah beras
kuning, patah dan menir. Penurunan jumlah beras menir disebabkan karena
seluruh beras menir telah habis digunakan oleh Tribolium castaneum sebagai
sumber makanannya karena kutu jenis ini biasanya hidup pada menir atau butiran
yang halus seperti tepung. Berat beras utuh seharusnya tidak mengalami
perubahan karena jenis kutu ini tidak dapat menggunakan beras utuh sebagai
sumber makanannya karena tidak dapat ditembusnya butir utuh. Penyimpanan
pada suhu refrigerator juga menyebabkan kutu tidak dapat bertahan hidup lama
sehingga mengalami kematian. Akan tetapi, data yang ada menunjukkan
terjadinya penurunan beras patah pada kelompok 1. Warna kuning pada beras
disebabkan karena tumbuhnya jamur pada masa penyimpanan, penurunan
peesentase beras kuning disebabkan karena pertumbuhan kapang pada suhu
refrigerator lebih terhambat sehingga jumlah beras kuning tidak bertambah. Tidak
ditemukan butir mengapur kmarena butir mengapur terbentuk apabila terjadinya
peningkatan kadar air pada beras (Setyawan dan Doddy, 2012). Pada kelompok 1,
terjadi penurunan kadar air yang cukup signifikan oleh karena itu tidak
ditemukannya butir mengapur.
Pada kelompok 3, aroma beras juga dinyatakan normal. Tidak ditemukan
butir beras menir dan mengapur. Terdapat 7.37% butir kuning, utuh, 9.06% butir
patah, 13.39% butir kepala dan 70.18% sisanya adalah butir utuh. Apabila
dibandingkan dengan grading beras awal, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan
butir utuh, patah dan menir serta terjadi peningkatan pada butir kuning. Penurunan
butir utuh terjadi karena Sitophillus oryzae dapat menggunakan moncongnya
untuk memecah butir utuh menjadi butir kepala, pecah hingga menjadi menir dan
kutu jenis ini memang biasanya tumbuh pada beras. Penurunan butir utuh diiringi
dengan cukup tingginya butir kepala pada beras. Meskipun demikian, terjadi
penurunan butir menir dan patah dimana seharusnya butir menir dan patah
mengalami peningkatan dikarenakan pemecahan butir utuh menjadi butir yang
lebih kecil. Peningkatan butir kuning disebabkan karena penyimpanan pada suhu
ruang lebih mendukung pertumbuhan kapang yang dapat menyebabkan warna
kuning pada beras. Pada kelompok 2 tidak ditemukan butir mengapur dan hasil ini
tidak sesuai dengan teori yang ada karena pada kelompok 2 terjadi peningkatan
kadar air menjadi 15.64 dimana peningkatan kadar air dapat menyebabkan beras
menjadi lunak dan mudah patah sehingga meningkatkan butir mengapur
(Setyawan dan Doddy, 2012). Akan tetapi, hasil yang didapat justru menunjukkan
bahwa tidak ditemukannya butir mengapur dan terjadinya penurunan jumlah butir
patah.
Kelompok 5 memiliki aroma beras yang normal dan tidak ditemukannya
butir mengapur. Terdapat 9.28% butir kepala, 5.53% butir patah, 1.03% butir
menir, 2.2% butir kuning dan 82.15% sisanya adalah butir utuh. Dengan
membandingkan pada grading sebelum penyimpanan dapat dilihat terjadinya
peningkatan butir menir dan butir kuning serta penurunan butir patah. Penurunan
butir patah dapat disebabkan karena jenis kutu ini masih dapat memanfaatkan
butir beras yang sudah patah sebagai sumber makanannya dan lama kelamaan
butir beras patah menjadi butir menir (ukurannya semakin mengecil) dan hal ini
menyebabkan peningkatan presentase butir menir. Peningkatan butir kuning
disebabkan karena meningkatknya kadar air dari beras yang dapat memicu
pertumbuhan kapang. Kutu tepung dapat mengeluarkan sejenis cairan yang dapat
meningkatkan kadar air dari media dimana ia tinggal. Akan tetapi, peningkatan
kadar air pada beras tidaklah signifikan dikarenakan kutu yang dibiakkan pada
kelompok 5 merupakan kutu yang biasanya tumbuh pada media butiran halus
seperti menir atau tepung. Oleh karena itu, jenis kutu ini tidak dapat bertahan
hidup lama pada media beras dan peningkatan kadar air tidak signifikan.
Pada kelompok 6, didapati aroma yang normal dan tidak ditemukannya
butir kepala, menir dan mengapur. Presentase butir patah 10.79%, butir kuning
0.89% dan 88.32% sisanya merupakan butir utuh. Pada perlakuan kelompok 6,
beras disimpan pada suhu refrigerator sehingga pertumbuhan kutu dan kapang
dapat dihambat sehingga jumlah butir kuning tidak meningkat. Selain itu, melalui
data yang ada dapat dilihat terjadinya peningkatan beras utuh dan penurunan
jumlah butir menir dan patah dimana seharusnya terjadi penurunan beras utuh dan
peningkatan jumlah butir menir dan butir patah karena kutu beras memanfaatkan
beras utuh sebagai sumber makanannya. Terjadi penurunan kadar air yang
signifikan setelah dilakukan pembiakkan dan penyimpanan beras, hal tersebut
dapat menjelaskan mengapa tidak ditemukannya butir mengapur karena butir
mengapur terbentuk apabila terjadinya peningkatan kadar air beras menjadi tinggi
sehingga beras menjadi lebih rapuh (Setyawan dan Doddy, 2012).
Kelompok 8 memiliki aroma beras yang normal. Tidak ditemukan butir
mengapur. Presentase butir kepala 41.14%, butir patah 8.84%, butir menir
0.075%, butir kuning 2.21% dan 47.73% sisanya adalah butir utuh. Berdasarkan
data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada
presentase butir kepala serta penurunan yang signifikan pada butir utuh dan menir.
Pada butir kuning, tidak terjadi perubahan yang signifikan. Pada kelompok 8
terdapat kedua jenis kutu baik Sitophillus oryzae dan Tribolium castaneum dimana
Sitophillus oryzae akan menggunakan butir utuh sebagai bahan makanannya
sehingga butir utuh dipecah menjadi butir kepala, pecah maupun menir dan butir-
butir yang sudah tidak utuh tersebut akan digunakan oleh Tribolium castaneum
sebagai sumber makanannya. Oleh karena itu, jumlah butir utuh mengalami
penurunan presentase yang signifikan dan jumlah butir kepala meningkat secara
signifikan pula. Butir menir menurun dikarenakan butir menir berukuran lebih
kecil dibandingkan butir lainnya sehingga lebih mudah digunakan oleh Tribolium
castaneum sebagai sumber makanannya. Kadar air dari beras mengalami
penurunan namun penurnannya tidaklah signifikan. Seharusnya terjadi
peningkatan kadar air pada beras dimana Tribolium castaneum dapat
mengeluarkan sejenis cairan yang dapat meningkatkan kadar air dari media
tempat tinggalnya. Hasil yang didapatkan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyimpanan hasil dari teori yang ada
bisa disebabkan karena faktor kelalaian dan ketidaktelitian peneliti sewaktu
menghitung jumlah kutu yang bertumbuh. Ada kemungkinan kutu yang tertinggal
dan tidak terlihat dalam media sehingga perhitungan jumlah kutu menjadi tidak
akurat. Selain itu, ketidaktelitian dalam melakukan grading beras juga dapat
mempengaruhi hasil grading yang didapatkan sehingga hasilnya menjadi kurang
akurat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa suhu penyimpanan,
media pertumbuhan dan jenis kutu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
jumlah kutu yang bertumbuh. Selain itu, pertumbuhan kutu juga memiliki
pengaruh terhadap kualitas dari media pertumbuhan kutu dimana semakin banyak
jumlah kutu yang bertumbuh maka penurunan kualitas beras akan semakin
signifikan. Pada beras, Sitophillus oryzae dapat bertumbuh dengan lebih baik
sehingga jumlahnya meningkat dengan pesat dan menurunkan jumlah beras utuh
karena beras utuh digunakan sebagai sumber makanannya sedangkan Tribolium
castaneum kurang dapat bertumbuh dengan baik pada beras dikarenakan kutu
jenis ini tidak memiliki moncong yang dapat memecah butir utuh sehingga
mereka hanya dapat tumbuh pada menir, tepung atau butiran-butiran yang sudah
pecah. Selain itu, suhu penyimpanan juga memegang peranan penting dimana
beras yang disimpan pada suhu refrigerator dapat menghambat pertumbuhan
kedua jenis kutu sehingga dalam jangka waktu tertentu kutu akan mati karena
tidak dapat bertahan hidup pada suhu rendah.

DAFTAR PUSTAKA
Setyawan, Bernardus Hendra, and Franciscus Doddy. "Pengaruh Penyimpanan
terhadap Kualitas Beras: Perubahan Sifat Fisik Selama Penyimpanan."
Skripsi, Fakultas Teknik Kimia , Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

Anda mungkin juga menyukai