Makalah Program TB
Makalah Program TB
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
laporan yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001
terdapat 50.443 penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah
perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari kasus TB ini berusia 15
49 tahun. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul
115 orangpenderita tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap
100.000 penduduk. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia
untuk jumlah kasus TB setelah India dan China.
2.4 Patogenesis
4
2.5 Gejala Tuberculosis
Gejala sistemik/umum:
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
5
2.6 Cara dan Resiko Penularan
Cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko penularan
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif
menjadi positif.
6
Gambar 2. Skema faktor resiko kejadian TB
Risiko menjadi sakit TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi
sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA
positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat
pula.
7
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
o 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
8
Catatan :
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik
lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel
badan badan.
Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
9
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru
tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur
prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
10
Gambar 3. Skema alur diagnosis TB Paru
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
11
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto
toraks, dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling
bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis dan sering digunakan dalam Screening TB. Efektifitas dalam
menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun
75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa
semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang
terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.
12
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau
pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
13
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping
A . Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-
lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu
pada
TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
14
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat
dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan
atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar
adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB
paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
15
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami
kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat
jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik,
dan pertimbangan medis spesialistik.
2.9 Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
16
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH
Dosis OAT
Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu
Dosis intermiten 600 mg / kali
INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg
BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali
Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50
mg /kg BB 2 X semingggu
Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg
BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
Streptomisin:15mg/kgBB atau
Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, Penderita
hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase
lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti
yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada
kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek
samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu
menanganinya.
17
Tabel 2. Efek samping ringan dari OAT
18
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,
dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada
keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil
uji resistensi
TB Paru (kasus baru), BTA negative Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4
RH Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT
pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan
obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau
lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduanobat yang
diberikan : 3 RHZE / 6 RH
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)
TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan
minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih
sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan
minimal selama 1 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan
dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
19
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
TB Paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali
sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan
OAT dilanjutkan sesuai jadual
- Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu
1) Berobat 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologic positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.
TB Paru kasus kronik
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitive
dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain
seperti kuinolon, betalaktam, makrolid
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
20
Gambar 4. Penatalaksanaan TB Paru
21
Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam
rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan
drajat kesehatan masyarakat.
Target
Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN
2010-2014 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB/100.000 penduduk
dari 235 menjadi 224, persentasi kasus baru TB Paru (BTA Positif) yang
ditemukan dari 73% menjadi 90% dan persentasi kasus baru TB paru ( BTA
Positif yang disembuhkan dari 85% menjadi 88%. Keberhasilan yang dicapai
pada RPJMN 2010-2014 akan menjadi landasan bagi RPJMN berikutnya.
Pada tahun 2015-2019 target program pengendalian TB akan
disesuaikan dengan target pada RPJMN II dan harus disinkronkan dengan
target GLOBAL TB Strategy Pasca 2015 dan Target SDGs (Sustainable
Development Goals). Target utama pengendalian TB pada tahun 2015-2019
adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-2%
pertahun menjadi 3-4% pertahun dan penurunan angka mortalitas lebih dari
4-5% pertahun. Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target
penurunan insidensi sebesar 20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari
angka insidensi tahun 2015.
2. Manajemen Program TB
a. Perencanaan program pengendalian tuberculosis
22
b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian tuberculosis
c. Pengelolaan logistic program pengendalian tuberculosis
d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian tuberculosis
e. Promosi program pengendalian tuberculosis
3. Pengendalian TB Komprehensif
a. Penguatan layanan laboratorium tuberculosis
b. Public Private Mix Tuberculosis
c. Kelompok rentan : pasien DM, Ibu hamil, Gizi buruk
d. Kolaborasi TB-HIV
e. TB anak
f. Pemberdayaan masyarakat dan pasien TB
g. pendekatan praktis pendekatan paru (Praticle Aproach to Lug Health =
PAL)
h. Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat (MTPTRO)
i. Penelitian tuberculosis
BAB III
HASIL KEGIATAN
23
3.1 Puskesmas Tanah Garam
a. Profil Puskesmas
Puskesmas Tanah Garam berdiri tahun 1975, terletak di Kelurahan VI
Suku, Kec. Lubuk Sikarah. Rencana pembangunan awal Puskesmas Tanah
Garam adalah dikelurahan Tanah Garam, namun adanya tanah hibah dari
masyarakat kelurahan VI suku, maka di bangunlah Puskesmas di Kelurahan
VI suku, tetapi nama tetap Puskesmas Tanah Garam. Puskesmas Tanah Garam
dibangun dengan luas tanah 1010 m2.
Topografi Kota Solok, yaitu sungai batang lembang, sungai batang
gawan dan sungai batang air binguang. Suhu udara berkisar dari 26,10C
sampai 28,90C. Dilihat dari jenis tanah 21,76% tanah di Kota Solok
merupakan tanah sawah dan sisanya 78,24% berupa tanah kering.
Hasil registrasi penduduk Kota Solok tahun 2008 tercatat sebanyak
59.172 jiwa, terdiri atas 28.989 laki laki dan 30.173 perempuan, dengan sex
ratio sebesar 0,96. Ini berarti setiap 1.000 perempuan berbanding 960 laki-
laki. Dengan luas wilayah 5.764 km2, kepadatan penduduk Kota Solok adalah
sebanyak 1.026 jiwa/km2. Kecamatan Tanjung Harapan adalah kecamatan
dengan kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar 1.223 jiwa/km2.
Batas wilayah Puskesmas Tanah Garam adalah Utara Kecamatan
Nagari Tanjuang Bingkuang, Aripan dan Kuncir Kabupaten Solok. Untuk
tingkat pendidikan yang paling besar adalah Universitas 9,68%, SLTA
33,64%, SLTP 18,94% dan tamat SD/MI 15,78%, namun masih ada 16,68%
penduduk tidak/ belum tamat SD.
Sementara itu, penduduk Kota Solok dihuni oleh suku Minang, Jawa,
Batak, tetapi yang lebih dominan adalah suku Minang.Upacara- upacara
keagamaan di Kota Solok masih ada, seperti acara tolak bala, adat dalam
kematian, upacara adat perkawinan Solok.
24
b. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam
25
3. Memastikan akurasi data pasien dan pelanggan melalui sistem
pendokumentasian yang di validasi dan abdating data
4. Menghasilkan produk-produk layanan kesehatan dasar yang
berinovasi.
5. Mensosialisasikan tentang kegiatan layanan kesehatan prima dan
kepuasan pelanggan
6. Meningkatkan pemberdayaan potensi dan sumber daya organisasi
7. Merencanakan dan melaksanakan setiap program dengan
bersumber pada evidence base (data berdasarkan fakta)
d. Sarana dan Prasarana serta Keadaan Tenaga
Fasilitas Puskesmas
a. Gedung Puskesmas
1 buah gedung Puskesmas Tanah Garam yang terletak di kelurahan VI
Suku Kec.Lubuk Sikarah, Kota Solok.
b. Puskesmas Pembantu dan Poskeskel
Puskesmas Tanah Garam mempunyai 5 Puskesmas Pembantu dan 3
Poskeskel yaitu :
1) Pustu Payo
2) Pustu Bandar Pandung
3) Pustu Gurun Bagan
4) Pustu Sawah Piai
5) Pustu Bancah
6) Poskeskel Tanah Garam
7) Poskeskel Gurun Bagan
8) Poskeskel Sinapa Piliang
c. Transportasi Puskesmas Tanah Garam berupa :
1) Kendaraan roda 4 : 2 unit
2) Kendaraan roda 2 : 21 unit
d. Keadaan Tenaga Puskesmas
26
6 Dokter Spesialis Anak 1
7 D3 Bidan 22
8 D3 Kesling 1
9 D3 Gizi 3
10 D3 Labor 2
11 D3 Gigi 1
12 D3 Apikes 1
13 D3 Refraksi 1
14 D3 Fisioterapi 2
15 D3 Atem 1
16 D1 Kebidanan 5
17 Perawat SPK 2
18 Perawat Gigi 1
19 Asisten Apoteker 2
20 Analis Labor 1
21 SMF 2
22 D3 Perawat 19
23 Sopir 3
24 Petugas Jaga Malam 2
25 Kebersihan 3
26 Apoteker 1
JUMLAH 89
e. Sarana Pendukung di Luar Puskesmas
1. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja puskesmas adalah
( PAUD, 4 taman kanak-kanak, 2 SLB Autis, 13 Sekolah Dasar, 3
SLTP/MTsN, 4 SMU/SMK, 1 Akper.
2. Sarana Kesehatan
Data Sarana dan Prasarana KesehatanDi Wilayah Kerja Puskesmas
Tanah Garam Tahun 2015
Rekam Medik
Poli Umum
Poli Gigi
UGD 24 jam
Laboratorium Klinik
Farmasi
Klinik Gizi
27
Klinik Sanitasi
Klinik TB, VCT dan IMS
Poli Ibu
Poli Anak
Poli KB
PolI Imunisasi
Klinik PKPR
Klinik Tumbuh Kembang
Rawatan Ibu dan Anak
Rawatan Dewasa
f. Sasaran
1. Data Kependudukan
Jumlah Penduduk : 21942 orang
Jumlah Bulin : 415 orang
Jumlah Buteki : 396 orang
Jumlah Bayi : 4383 orang
Jumlah Anak Balita : 1206 orang
Jumlah PUS : 3628 pasangan
Jumlah Bumil : 458 orang
Jumlah WUS : 5114 orang
Jumlah Anak Remaja Sekolah: 3444 orang
2. Peran Serta Masyarakat
Jumlah Posyandu : 23 buah
Jumlah Kader Posyandu : 92 orang
Jumlah TOGA : 3 kelurahan
Jumlah POD :-
Jumlah Posyandu Lansia : 9 buah
Jumlah Kelompok Dana Sehat: -
Jumlah UKK :-
Jumlah KK Miskin : 644 KK
28
3.2 Program Kerja Puskesmas Tanah Garam
Dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan masyarakat di
Puskesmas Tanah Garam terdapat 2 program puskesmas yaitu program wajib
dan program pengembangan, dimana pencapaian target pada masing-masing
program wajib di tahun 2014 adalah:
1. KIA dan KB
Kegiatan Program Kesehatan Ibu :
a. Kelas Ibu Hamil
b. Pelayanan ANC
c. Kunjungan Bumil Resti
d. Kunjungan Nifas
e. Pemantauan Stiker P4K/ANC Berkwalitas
f. otopsi verbal
g. Pembinaan BPS
h. Pembinaan GSI
Kegiatan Program Kesehatan Anak
a. DDTK
b. Kelas Ibu Balita
c. Kunjungan rumah balita bermasalah
d. LBI
Keluarga Berencana
Kegiatan :
1. Pelayanan dan konseling
2. Penanganan komplikasi ringan
1 KIA K1 72 95
(Ibu)
29
K4 51 94
Persaalinan oleh Nakes 54 90
Kunjungan Nifas 53 89
Deteksi resti Ibu Hamil oleh 31 20
Nakes
Deteksi resti Ibu hamil oleh 1 20
masyarakat
Kematian ibu hamil atau 1 -
bersalin atau nifas
2 Anak Jumlah KN 1 51 90
Jumlah KN Lengkap 48 88
DDTK 4 kali/tahun 51 90
Pelayanan bayi 51 87
DDTK 2 kali/tahun 48 90
Yankes anak balita 87,98 83
Jumlah kematian neonatus 2 -
Jumlah kematian bayi 3 -
Jumlah kematian balita - -
PWS KB
Tabel 6. PWS KB
NO Keluraha Jumla Peserta KB baru Peserta KB Aktif
n h PUS
Bl Bl Kum Bln Bln Kum
n n lalu ini
lal ini
u
Jml % Jml %
1. Tn.Gara 2475 12 8 114 4,6 1.752 1750 1.750 70,7
m %
2. VI Suku 968 4 4 90 9,2 689 686 686 70,8
3. Sinapa 227 0 1 7 3,0 161 162 162 71,3
Piliang
Total 3670 16 13 211 5,7 2.602 2598 2598 70,7
2.Gizi Masyarakat
Kegiatan :
a. Penimbangan Masal & Pembr Vit A (bln Feb & Agst)
30
b. Pengukuran Status Gizi Murid TK/PAUD
c. Pengukuran Status Gizi Siswa SLTP & SLTA
d. Pemantauan Status Gizi Sekolah yg mendapat PMT-AS
e. Kunjungan rumah Balita Gizi kurang dan buruk serta Bumil KEK
f. Pemantauan Posyandu
g. Pemberian PMT Pemulihan
h. TFC
i. Pengambilan sampel garam RT untuk Survey GAKY
j. Kelas Gizi
Kegiatan rutin seperti :
- Pemberian vit A
- Pemberian tablet Fe
- Pemantauan pertumbuhan balita
90
84.1
79.7
80 76.3
70
61.2
60 55.8 54.4
52.350.8 50.6
49.7 50.448.9 49.2 49.7 48.5
50 46.6 47.6 49.348.8 Tanah Garam
44.5 43.4 45.245.1
43.5 41.8 VI Suku
40 37.2 35.4 Sinapa Piliang
33.3
puskesmas
30
20
10
0
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
31
Program Program Program P2PM
Imunisasi P2P
32
Pol 1 61,4 % 95
DPT + Hb+HiB 1 62,1 % 90
Polio 2 62,3% 90
DPT HB- HiB 2 60% 90
Polio 3 60%
DPT Hb HiB 3 59,3% -
Polio 4 59,3% -
Campak 58,2% -
Campak (booster) 76 org
DPT HB HiB (booster) 147 org
4.Kesehatan Lingkungan
Kegiatan :
- Inspeksi sanitasi dasar
- Rumah sehat
- Pemeriksaan TTU-TPM
- STBM
- Pengelolaan sampah RT
- Pembinaan dan Pengawasan kwalitas air
- Penyuluhan Hygiene sanitasi ke sekolah
- Penyuluhan kawasan sehat
Hasil Kegiatan
Tabel 9. Hasil kegiatan program kesehatan lingkungan
No Program TG VI SUKU SNP Pencapaian Target (%)
1 Akses Air 100 100 100 100 100
Bersih
2 Jamban 67,91 85,75 100 84,6 100
Keluarga
3 Pengel. 57,16 56,92 57,69 57,12 100
Limbah
4 Pengel. 57,86 55,19 52,56 56,53 100
Sampah
5 Rumah Sehat 69,55 80,98 83.65 74,55 95
6 TTU - - - 100 80
7 TPM - - - 86,67 85
33
5.Promosi Kesehatan
Kegiatan ;
a. Penyuluhan ke Sekolah
b. Penyuluhan di Posyandu
c. Penyuluhan Keliling
d. Pembinaan Kelurahan model PHBS
e. KTR
f. Pelaksanaan kegiatan Kelurahan Siaga
6. Program Pengembangan
Tabel 10. Program Pengembangan
No Program
1 UKS
Skrining murid kelas 1
SD/SLTP/SLTA
Pembinaan Sekolah Sehat
Pelatihan Dokter Kecil/KaderKesehatan
2. Perkesmas
Asuhan keperawatan pada keluarga
Kunjungan rumah KK Resti
3 Kesehatan Jiwa
penemuan dini dan penanganan kasus jiwa
rujukan kasus jiwa
5 Kesehatan Lansia
34
pelayanan di dalam dan luar gedung
pembinaan kelompok Lansia
Senam lansia
Penyuluhan Kesehatan Lansia
Deteksi Dini Kesehatan Lansia
6. PKPR
Pelatihan kader PKPR
Penyuluhan & konsultasi ke sekolah
Konsultasi bagi remaja
7. Kesehatan Gigi % Mulut
Dalam Gedung :
Pelayanan kedaruratan Gigi
Pelayanan Kesehatan Gigi dan mulut dasar
Pelayanan medik gigi dasar
Luar Gedung :
UKGS
UKGM
35
Register laboratorium TB (TB.04)
Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan
TB dapat disesuaikan selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia.
b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan
dan pelaporan sebagai berikut :
Register TB kabupaten (TB.03)
Laporan triwulan penemuan dan pengobatan pasien TB (TB.07)
Laporan Triwulan hasil pengobatan (TB.08)
Laporan Triwulan hasil konversi dahak akhir tahap intensif (TB.11)
Formulir pemeriksaan sediaan untuk uji silang dan analisis hasil uji silang
kabupaten ( TB.12)
Laporan OAT (TB.13)
Data situasi ketenagaan program TB
Data situasi public-private mix (PPM) dalam pelayan TB
c. Pencatatan dan Pelaporan di Propinsi
Propinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai
berikut :
Rekapitulasi penemuan dan pengobatan pasien TB per kabupaten/kota
Rekapitulasi hasil pengobatan per kabupaten/kota
Rekapitulasi hasil konversi dahak per kabupaten/kota
Rekapitulasi analisis hasil uji silang propinsi per kabupaten/kota
Rekapitulasi laporan OAT per kabupateb/kota
Rekapitulasi data situasi ketenagaan program TB
Rekapitulasi data situasi Public-Private Mix (PPM) dalam pelayanan TB
Indikator Program TB
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB
digunakan beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara nasional
ada 2 yaitu :
a. Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)
Adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan
diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada
dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate menggambarkan cakupan
penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. Perkiraan jumlah
36
pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens
kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk.Target Case
Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal
80%.
b. Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR).
No Indikator Sumber Periode Pemanfaatan indikator
PK Kab/kota Propinsi Pusat
data
12 3 4 5 6 7 8
1 Proporsi TB-06 Bulanan
suspek
diperiksa
2 Proporsi TB-06 Bulanan
penderita
TBC paru
BTA positif
diantara
suspek yang
diperiksa
dahaknya
3 Proporsi TB-01 Triwulan
penderita TB-03
TBC paru TB-07
BTA positif
diantara
seluruh
penderita
TBC paru
4 Angka TB-01 Triwulan
konversi TB-03
TB-11
5 Angka TB-01 Triwulan
kesembuha TB-03
n TB-08
37
6 Error rate TB-12 Triwulan
7 Case TB-07 Tahunan
Notification Data
rate kependudu
kan
8 Case TB-07 Tahunan
Detection Data
Rate perkiraan
jumlah
penderita
baru
Tabel 11. Indikator yang dapat digunakan di berbagai tingkatan
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai
indikator Nasional tersebut di atas, yaitu:
1. Angka penjaringan suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000
penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan
untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu,
dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu
(triwulan/tahunan).
jumla h suspekyangdiperiksa
x 100
Rumus : perkiraanjumla h suspekyangada
Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek
(TB.06). UPK yang tidak mempunyai wilayah kerja, misalnya rumah sakit,
BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini sulit dianalisa, indikator ini tidak
dapat dihitung
2. Proporsi penderita BTA positif diantara suspek
Proporsi penderita BTA positif diantara suspek adalah Persentase
penderita yang ditemukan BTA positif diantara seluruh suspek yang diperiksa
sputumnya. Angka ini menggambarkan proses penemuan sampai diagnosis
penderita, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek
38
jumla h penderitaBTApositif
x 100
Rumus : jumla h seluru h suspekyangdiperiksa
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih
rendah, itu berarti kualitas diagnosis rendah dan kurang memberikan prioritas
untuk menemukan penderita yang menular (penderita BTA positif)
4. Angka Konversi ( Conversion Rate)
Angka konversi adalah persentase penderita TBC paru BTA positif
yang mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa
pengobatan intensif.
Angka konversi dihitung tesendiri untuk tiap klasifikasi dan tipe
penderita, BTA positif baru dengan pengobatan kategori-1, atau BTA positif
39
pengobatan ulang dengan kategori-2.Indikator ini berguna untuk mengetahui
secara cepat kecendrungan keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui
apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.
Contoh perhitungan untuk penderita baru BTA positif :
jumla h penderitabaruBTApositifyangdikonversi
x 100
Rumus : jumla h penderitabaruBTApositifyangdiobati
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu penderita TB.01, yaitu
dengan cara mereview seluruh kartu penderita baru BTA positif yang mulai
berobat dalm 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya
yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan intensif (2 bulan).
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah
dapat dihitung dari laporan TB.11.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. Angka konversi yang
tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula. Selain
dihitung angka konversi penderita baru TBC paru BTA positif, perlu dihitung
juga angka konversi untuk penderita TBC paru BTA positif yang mendapat
pengobatan dengan kategori 2.
5. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan adalah: angka yang menunjukkan persentase
penderita TBC BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan,
diantara penderita TBC BTA positif yang tercatat.
Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk penderita baru BTA
positif yang mendapat pengobatan kategori 1 atau penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2.Angka ini dihitung untuk mengetahui
keberhasilan program dan masalah potensial.
Contoh perhitungan untuk penderita baru BTA positif dengan
pengobatan kategori 1
jumla h penderitabaruBTApositifyangsembu h
x 100
Rumus : jumla h penderitabaruBT Apositifyangdiobati
Di UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu penderita TB.01, yaitu
dengan cara mereview seluruh kartu penderita baru BTA positif yang mulai
40
berobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya
yang sembuh, setelah selesai pengobatan.
Di tingkat Kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah
dapat dihitung dari laporan TB.08. angka minimal yang harus dicapai adalah
85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui keberhasilan
pengobatan.
Bila angka kesembuhan lebih rendah dari 85%, maka harus ada
informmasi dari hasil pengobatan lainnya yaitu berapa penderita yang
digolongkan sebagai pengobatan lengkap, default (drop out atau lalai), gagal,
mmeninggal, dan pindah keluar.
Angka default tidak boleh lebih dari 10%, sedangkan angka gagal
untuk penderita baru BTA positif tidak boleh lebih besar dari 10% untuk
daerah yang sudah ada masalah resistensi obat.
Selain dihitung angka kesembuhan penderita baru TBC paru BTA
positif, perlu dihitung juga angka kesembuhan untuk penderita TBA paru BTA
positif yang mendapat pengobatan ulang dengan kategori 2.
6. Error Rate
Error rate atau angka kesalah baca adalah : angka kesalahan
laboratorium yang menyatakan persentase kesalahan pembacaan slide/sediaan
yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah uji silang (cross
check) oleh BLK atau laboratorium lain.
Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide secara
mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa pertama.
Rumus :
Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi
maksimal 5%.Error Rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di
cross check (uji silang) relatif sedikit.Pada dasarnya error rate dihitung pada
masing-masing laboratorium pemeriksa, di tingkat kabupaten/kota.
41
Kabupaten/kota harus menganalisa berapa persen laboratorium
pemeriksa yang ada diwilayahnya melaksanakan cross check, disamping
menganalisa error rate per PRM/PPM/RS/BP4, supaya dapat mengetahui
kualitas pemeriksaan slide dahak secara mikroskopis langsung.
7. Case Notification Rate
Case Notification Rate (CNR) adalah : angka yang menunjukkan
jumlah penderita yang ditemukan dan tercata dalam TB.07 diantara 100.000
penduduk di wilayah tertentu.
Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan
kecendrungan penemuan kasus dari tahun ke tahun wilayahnya tersebut.
Rumus:
jumla h penderitabarupositifyangdilaporkandalamTB.07
x 100
perkiraanjumla h penderitabaruBTApositif
42
Tabel 12. Data sasaran TB Puskesmas Tanah Garam Kota Solok 2015
Konselin
g
Pemeriksaan Dahak
SPS (Sewaktu Pagi
Sewaktu)
PengobatanTuberculosis 6-8
bulan
43
Gambar 7. Alur pelayanan program TB di Puskesmas Tanah Garam
b. Luar Gedung
Upaya penjaringan TB diluar gedung dapat dilakukan diposyandu,
posbindu, puskeskel, dan lain-lain. Upaya penjaringan ini dilakukan
dengan memberi penyuluhan pada masyarakat atau dengan hasil anamnesa
yang mempunyai keluhan seperti gejala TB kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan ke Puskesmas Tanah Garam di poli TB.
44
Puskesmas Tanah garam sejak bulan Januari sampai Juni 2015 adalah
sebanyak 8 kasus.
45
Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas Tanah Garam
N MASALAH MASAL MASAL MASALA MASAL MASALA
AH (1) AH (2) H (3) AH (4) H (5)
O Penemua Balita Penemuan Rumah Cakupan
n kasus bawah kasus Gizi tanpa imunisasi
BTA (+) garis kurang jamban pentavale
Rendah merah diusia n sangat
KRITERIA pertumbuh rendah
an
1 Tingkat 4 2 3 2 4
Urgensi (U)
2 Tingkat 4 4 4 3 4
Keseriuasan
(S)
3 Tingkat 3 2 3 2 3
Perkemban
gan (G)
UXSXG 48 16 36 12 48
Metode Manusia
Kurangnya
Penjaringan pengetahuan
suspek yang kurangnya kerja sama masyarakat
Rendahnya angka
masih kurang dg Kader penjaringan penyakit
masih kurang pustu/puskeskel/dokter tidak tuberculosis dengan
Kurangnya
aktif BTA positif sebanyak 8
sosialisasi dan
Tidak diantar kembali dari target 170 kasus dan
penyuluhan suspek tuberculosis
TB masih kurang pot yg diberikan
sebanyak 59 dari target
170 kasus di wilayah
Kurangnya Tidak ada biaya Kerja puskesmas Tanah
Lokasi yang
pemanfaatan untuk petugas Garam
jauh
media pustu atau
dari target yang
informasi puskeskel
seharusnya 17 kasus
untuk TB 46
Kurangnya
dukungan
Tidak ada biaya keluarga
untuk kader
mengantar
sputum
BAB IV
PEMBAHASAN
No Variabel Penyebab
Penyebab Masalah
47
1. Manusia Kekurangan kader P2 TB Memberikan penyuluhan
dalam melaksanakan program kepada masyarakat
penemuan kasus baru TB mengenai penyakit TB
Masih rendahnya pengetahuan Paru dan program
masyarakat tentang penyakit penanggulangan TB paru
TB Paru dan program di Puskesmas.
penanggulangan TB paru di Memberikan penyuluhan
Puskesmas. kepada suspek TB paru
Masih rendahnya pengetahuan tentang cara
suspek TB paru tentang cara pengambilan sampel
pengambilan sampel dahak dahak yang benar.
yang benar dan tidak Menambah jumlah kader
dikembalikannya pot yang P2TB.
Membentuk kelompok
telah diberikan oleh petugas
Kurangnya pengetahuan masyarakat peduli TB
masyarakat tentang guna
pemeriksaan sputum
2 Metode Kurangnya penyuluhan di Mengadakan penyuluhan
dalam dan luar gedung dengan menggunakan
mengenai penyakit TB Paru, sarana audiovisual dalam
cara pengambilan sampel penyuluhan-penyuluhan
dahak yang benar, program tentang TB
Membuat alur rujukan
penanggulangan TB Paru di
Puskesmas suspek TB paru yang
Kurang optimalnya kerja benar dari Balai
sama lintas program dalam Pengobatan ke program
hal alur rujukan antara P2TB
petugas di Balai Pengobatan Membuat format
48
menangani pasien TB Paru menemukan suspek TB
kepada Puskesmas paru sehingga dapat
membantu Puskesmas
dalam meningkatkan
penjaringan suspek TB
Paru
3. Material Kurangnya pemanfaatan Penyebaran dan
media informasi seperti penempelan pamflet dan
papan informasi, poster, poster mengenai
pamflet, dan leaflet tentang penyakit tuberkulosis di
penyakit TB paru wilayah kerja Puskesmas
Kurangnya alokasi dana Tanah Garam.
tambahan untuk pelaksanaan
kegiatan penemuan dini kasus
baru TB
49
50
4.2 Plan of Action
JAWAB
1 Memberika Peningkatan Di
Pengunju puskesmas, Petugas Penyuluhan
n pengetahuan ng posyandu, pemberantas personal dan X
X X X
penyuluhan masyarakat puskesma posbindu, an penyakit massal
kepada mengenai s dan TB (P2TB)
masyarakat penyakit TB Puskesma puskeskel dan petugas
mengenai Paru dan s Tanah promosi
penyakit TB program Garam kesehatan.
Paru dan penanggulang dan
program an TB paru di posyandu,
penanggula Puskesmas. serta
ngan TB posbindu.
paru di
51
Puskesmas.
52
benar.
53
mengerti dan kesehatan mengenai TB
dapat
memberikan
penyuluhan
TB
54
penyuluhan perhatian wilayah dan Kesehatan, n sarana
dengan masyarakat kerja posyandu petugas P2TB, audiovisual
menggunak dan puskesma dan kader
an sarana memudahkan s kesehatan.
audiovisual masyarakat
dalam mengerti inti
penyuluhan- penyuluhan
penyuluhan dengan
tentang TB efektif.
masyarakat
mengerti inti
penyuluhan
dengan
efektif.
masyarakat
mengerti inti
penyuluhan
dengan
55
efektif.
56
dalam
meningkatk
an
penjaringan
suspek TB
Paru
57
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pencapaian Puskesmas Tanah Garam untuk indikator Case Detection
Rate (CDR) TB paru pada tahun 2015 mulai dari bulan Januari sampai dengan
Juni 2015 adalah 59 kasus untuk suspek tuberculosis dimana target Dinas
Kesehatan Kota Solok tahun 2015 adalah 170 kasus. Sedangkan kasus dengan
BTA positif adalah 8 kasus dimana target Dinas Kesehatan Kota Solok tahun
2015 adalah 17 kasus untuk 2 triwulan. Case Detection Rate (CDR) TB paru
di Puskesmas Tanah Garam ini sangat jauh dari target yang diharapkan. Hal-
hal yang dapat menyebabkan Case Detection Rate (CDR) TB paru belum
mencapai target adalah kurangnya jumlah kader P2 TB yang bertugas di setiap
posyandu, masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB
Paru dan kurangnya penyuluhan TB paru ke masyarakat.
Masih rendahnya pengetahuan suspek TB paru tentang carap
pengambilan sampel dahak yang benar dan tidak dikembalikannya pot yang
telah diberikan oleh petugas. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
guna pemeriksaan sputum, kurangnya penyuluhan di dalam dan luar gedung
mengenai penyakit TB Paru, cara pengambilan sampel dahak yang benar,
program penanggulangan TB Paru di Puskesmas. Kurang optimalnya kerja
sama antara lintas program dalam hal alur rujukan antara petugas di Balai
Pengobatan dengan petugas P2 TB dan kurangnya pelaporan dari Praktek
Dokter swasta dan Bidan swasta yang menangani pasien TB Paru kepada
Puskesmas Tanah Garam
Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi,
poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit TB paru. Kurangnya alokasi dana
tambahan untuk pelaksanaan kegiatan penemuan dini kasus baru TB.
Kurangnya dukungan keluarga penderita dalam pengobat serta lokasi rumah
yang jauh dari puskesmas sehingga pelaksanaan kegiatan penemuan dini kasus
baru TB paru ini juga akan menghambat penemuan TB paru positif di
Puskesmas Tanah Garam.
58
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
59
Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
Guyton. C. Arthur. Hall E.John.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11.
Jakarta: EGC
Hiswani. 2004. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat. Di Unduh
darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3675/1/fkm-
hiswani12.pdf.2004 tanggal 20 Agustus 2015
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Strategi Nasional
Pengendalian TB. PDPI 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.
TB Indonesia. 2010. Situasi Epidemiologi TB
Indonesia .http://tbindonesia.or.id/pdf/data_tb_1_2010.pdf di unduh
tanggal 20 Agustus 2015
WHO.2010.Tuberkulosis.http://www.who.int/medicacentre/factsheets/fs104/en.
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.UI. Jakarta.Jilid 2 Edisi 4 Hal: 998-1003.
60