Penelaahan Ilmu
I. Pendahuluan
1
ada sebagaimana adanya (kebenaran)? Persoalan ini merupakan problem
epistemologis. Selanjutnya, setelah kita mengetahui kebenran dan cara untuk
mendapatkannya, muncul pertanyaan untuk apa pengetahuan tersebut. Dengan
kata lain, pemikiran selanjutnya berkaitan dengan pengaplikasian ilmu yang telah
didapatkan pada tataran praktis. Ini disebut dengan problem aksiologis, artinya
apakah ilmu pengetahuan yang didapat itu bisa diterapkan untuk kemaslahatan
umat atau justru sebaliknya, terutama kaitannya dengan moralitas. Singkatnya,
wilayah ontologi bertanya tentang apa wilayah epistemologi bertanya tentang
bagaimana sedangkan, wilayah aksiologi bertanya tentang untuk apa.
II. Pembahasan
2
prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya
mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.1
A. Ontologi
3
Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau
ontos yang berarti ada dan logos yang berarti ilmu.3 Sedangkan secara
terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The
theory of being qua being). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan
bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang
disebut sebagai ilmu metafisiska.4 Metafisika disebut sebagai induk semua ilmu
karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang
dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.5
5 Muhammad Taqi Misbah Yazdi. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
2003. Hlm. 165.
4
berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang berbenda,
yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud
tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu
benda yaitu metafisika.
5
serba banyak (pluralisme).9 Di bawah ini adalah berbagai macam pandangan
tentang ontologi.
a. Monisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin
ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang
lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan
idealisme.10
6
Sedangkan sebagai lawan dari materialisme yaitu idealisme yang berarti
juga spiritualisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan
ruhani.11
Perintis dari aliran ini adalah Plato yang selanjtunya akan dikembangkan
oleh George Barkeley, kemudian oleh Kant, Fichte, Hegel hingga Schelling.
Menurut Plato realitas seluruhnya seakan-akan terdiri dari dua dunia. Satu
dunia mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indera.
Pada taraf ini diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang
kini bagus, keesokan harinya sudah layu. Lagi pula dunia inderawi ditandai oleh
pluralitas. Selain bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga. Harus diakui
juga bahwa di sini tidak ada sesuatu pun yang sempurna. Di samping dunia
inderawi itu terdapat satu dunia lain, suatu dunia ideal atau dunia yang terdiri
atas ide-ide. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada perubahan. Semua ide
bersifat abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal tidak ada banyak hal yang
bagus, hanya ada satu ide yang bagus. Demikian halnya dengan ide-ide yang
lain. Dan setiap ide-ide bersifat sama sekali sempurna. 12 Oleh sebab itu, menurut
Plato yang benar-benar real itu hanyalah idea atau dunia ide sedangkan yang
materi merupakan pengejawantahan dari ide.
Dalam dialog Politeia yang sangat masyhur Plato bercerita mitos tentang
gua. Ia menggambarkan kehidupan di dunia ini ibarat tahanan dalam gua yang
hanya mempunyai pengalaman di dalam gua saja. Sebaliknya mereka tidak
mengetahui realitas di luar gua yang nyata adanya. Baru ketika mereka keluar dari
gua mereka baru percaya bahwa ada realitas selain pengalaman yang mereka lihat
7
selama di dalam gua. Artinya gua itu adalah dunia yang disajikan kepada panca
indera kita. Kita menerima semua pengalaman secara spontan begitu saja. Padahal
sebenarnya pengalaman inderawi itu tak lebih dari sekedar bayang-bayang
semata.13
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh,
jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda.
Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan
dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama ini kedua
hakikat ini adalah dalam diri manusia.14
8
c. Pluralisme
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah
nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and
Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu Bazarov
sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima
nihilisme. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman
Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Georgias yang memberika tiga proposisi
tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu
sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini
disebabkan oleh pengindraan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu
meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena kita telah dikungkung
9
oleh dilema subjektif. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain.16
e. Agnostisisme
10
Masalah ontologis memang menjadi perhatian yang paling serius dalam
filsafat ilmu. Sebab ia bertanggungjawab atas kebenaran dari suatu ilmu itu. Oleh
sebab itu, ia tidak berbicara tentang apa yang tampak tapi apa yang nyata. Sebab
penampakan itu belum tentu sesuai dengan kenyataannya.. Wilayah ontologi
bukan berbicara pada tataran penampakan tapi kenyataan. Mampu mengetahui
kenyataan yang hakiki itulah sebagai ilmu pengetahuan yang valid. Jadi,
pembahasan wujud dalam ontologi merupakan realitas mutlak dan lawan dari
ketiadaan. Wujud dalam hal ini mencakup segala hal, mulai dari Dzat Ilahi,
realitas-realitas abstrak dan material, baik substansi maupun aksiden dan baik
esensi maupun keadaan.18
B. Epistemologi
11
mengetahui seseorang telah mempelajari sesuatu, sama denga mengatakan mereka
telah mempelajari sesuatu dengan sukses dan kini telah menyerap apa saja yang
telah mereka pelajari. (mengatakan mereka sedang belajar jelas tidak
menunjukkan bahwa mereka telah menguasai secara sempurna, hanya sedang
mengejar kesempurnaan itu. Misal; anda sedang mempelajari aritmatika, apakah
bisa dikatakan anda menguasai aritmatika?). kita bisa mengatakan bahwa
seseorang telah sukses dengan apa yang telah mereka pelajari apabila mereka
dapat menyatakan kembali apa yang telah mereka peroleh di masa lalu.
12
sebagaimana kaum empiris, akal sebagaimana kaum rasionalis atau bahkan
dengan menggunakan intuisi sebagaimana urafa (para sufi)? Oleh sebab itu yang
perlu dibahas berkaitan dengan masalah ini adalah tentang teori pengetahuan dan
metode ilmiah serta tema-tema yang berkaitan dengan masalah epistemologi.
1. Sumber-Sumber Pengetahuan
13
bahwa sumber pengetahuan yang hakiki (primer) adalah wahyu sedangkan daya-
daya lain lebih sebagai sumber sekunder.
Setidaknya ada tiga sumber pengetahuan yaitu 1) akal; 2) indriawi; dan 3) hati
(intusi, qalb, fuad). Adapun wahyu, dalam hal ini wahyu yang dikodifikasikan
dalam bentuk teks (kitab suci), tidak dimasukkan sebagai sumber pengetahuan.
Karena kitab suci merupakan teks, yang akan berbicara ketika seseorang
membacanya, maka pemahaman seseorang atas teks-teks suci tersebut yang
dimasukkan sebagai sumber pengetahuan (Suteja, 2006).
a. Indera
23 Lihat Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, diterj. dari
Philosophical Instructions: An Introduction To Contemporary Islamic Philosophy
oleh Musa Kazhim dan Saleh Bagir (Bandung: Mizan, 2003), bab Epistemologi,
hal.77-161.
14
Aliran dalam filsafat yang mengatakan bahwa manusia memperoleh
pengetahuan melalui indera disebut dengan empirisme. Aliran ini berpendapat,
bahwa empirisme atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik
pengalaman batiniah maupun lahiriah. Akal bukan jadi sumber pengetahuan,
tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari
pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Para Filosof empirisme
antara lain John Locke, David Hume dan William James. David Hume termasuk
dalam empirisme radikal menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada
sensasi-sensasi (rangsang indera). Pengalaman merupakan ukuran terakhir dari
kenyataan. Wiliam James mengatakan bahwa pernyataan tentang fakta adalah
hubungan di antara benda, sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang
diperoleh secara langsung dengan indera.25
15
John Locke dengan teori tabula rasanya mengatakan bahwa manusia itu
ketika lahir bagaikan kertas putih tanpa goresan apa pun artinya ia sama sekali
belum memiliki pengetahuan. Baru kemudian ia mendapatkan pengetahuan
dengan menggunakan panca inderanya untuk mengenali objek-objek yang ada di
sekelilingnya. Begitu seterusnya hingga semua pengalaman dalam hidupnya
tersimpan dalam memori pikirannya. Metode ilmiah yang dipakai untuk
memperoleh pengetahuan empiris ini adalah eksperimentasi atau kalau di dalam
Islam kita kenal metode tajribi.
b. Akal
16
kayu itu bukan benda yang mudah bengkok apalagi hanya dicelupkan ke dalam
air. Di sinilah akal diakui sebagai sumber kebenaran. Dan tentu saja banyak bukti
yang lain. Faham filosofis yang yang menjadikan akal sebagai sumber
pengetahuan disebut rasionalisme.
17
bagaimana jika manusia itu berhenti berpikir, ketika dalam keadaan tidur
misalnya? Descartes mengatakan bahwa masih ada Tuhan yang selalu hidup, yang
tidak pernah berhenti dari semua aktivitasnya.
c. Intuisi
d. Wahyu
18
Satu-satunya sumber pengetahuan yang tidak bisa diusahakan oleh
manusia adalah wahyu. Artinya ia benar-benar bersumber dan pemberian dari
Tuhan. Sehingga kebenarannya tidak perlu disanksikan lagi. Biasanya
pengetahuan ini disampaikan melalui orang-orang pilihan dan utusan Tuhan
dalam bentuk kitab suci.
Dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan dan menjadi salah satu pilar
keyakinan beragama. Orang yang beragama harus meyakini kebenaran semua isi
kandungan kitab suci. Di dalam kitab suci biasanya terkandung cerita-cerita masa
lalu. Berita tentang surga, neraka, pahala dan dosa. Tentu saja yang tak kalah
pentingnya adalah kebenaran akan keberadaan Tuhan pencipta alam. Dan masih
banyak berita-berita yang lainnya. Wahyu merupakan sumber pengetahuan yang
kaya. Metode yang dipakai adalah metode bayani.
2. Kebenaran Pengetahuan
19
kita mengatakan bahwa proposisi itu sesat.28 Selanjutnya berkaitan dengan teori
kebenaran ada beberapa macam.
a. Teori Koherensi
b. Teori Korespondensi
28 Mulyana dalam Diktat Kuliah Filsafat Agama UIN Bandung (Bandung, 2001),
hlm. 3
30 Mulyana. hlm. 55
20
realita objektif. Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan
fakta itu sendiri.31
31Mulyana. hlm. 6
32 Jujun S. S. hlm. 57
21
karena bus berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun dengan selamat
karena berhenti di posisi kiri.33
3. Batasan Pengetahuan
34 Jujun S. S. hlm. 91
22
Dengan demikian yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah pengetahuan
yang hanya bisa dijangkau oleh akal manusia dan bahkan yang bisa diuji
kebenarannya secara empiris. Sebuah ilmu harus memenuhi standar metodologis
dan bisa diuji dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Jika suatu ilmu itu
berada di luar jangkauan pengalaman manusia bagaimana kita bisa menguji
kebenarannya dengan standar metodologis dan metode-metode ilmiah.
Pembatasan ruang lingkup ilmu yang seperti ini nampaknya sangat sempit sekali.
Memang hal ini tidak bisa dilepaskan dari tradisi keilmuan yang berkembang di
Barat. Ilmu yang dalam bahasa Barat disebut dengan science merupakan suatu
pengetahuan yang tidak diragukan lagi kebenarannya karena ia memenuhi
standar-standar ilmiah. Ia bisa dibuktikan secara empiris dan bisa di
eksperimentasi. Sehingga suatu ilmu yang tidak memenuhi kualifikasi itu
bukanlah merupakan ilmu. Oleh sebab itu sesuatu hal yang sifatnya immateri
bukan termasuk objek kajian ilmu dan bahkan ia dianggap tidak ada. Seperti
itulah asumsi para saintis tentang ilmu terutama yang berkembang di dunia Barat.
(2) Ilmu fiqih yang meliputi fiqh, faraid dan ushul fiqh
23
(4) Tafisr-tafsir ayat Mutasyabihat
(5) Tasawuf
a. Burhan (Demonstrasi)
b. Jadal (Dialektika)
c. Khitbah (Retorik)
d. Syir (Puitik)
e. Safsathah (Sofistik)
a. Minerologi
b. Botani
c. Zoologi
d. Kedokteran
e. Ilmu Pertanian
a. Aritmetika
- Kalkulus
- Aljabar
b. Geometri
24
- Figur Sferik
- Kerucut
- Mekanika
- Surveying
- Optik
c. Astronomi
(4) Metafisika
a. Ontologi
b. Teologi
c. Kosmologi
d. Eskatologi
2. Sosiologi politik
3. Sosiologi ekonomi
4. Sosiologi kota
5. Sosiologi ilmu35
25
5. Metode Ilmiah
Namun dalam tradisi keilmuan kita mengenal apa yang disebut dengan
metode ilmiah. Metode ilmiah ini merupakan langkah-langkah yang harus
ditempuh supaya mendapatkan ilmu pengetahuan yang valid. Oleh sebab itu
metode ilmiah ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui mulai dari awal
yaitu perumusan masalahhingga tahap yang paling terakhir yaitu penarikan
kesimpulan. Jika suatu ilmu didapatkan dengan melalui tahapan-tahapan ini
kepastian kebenarannya tidak diragukan lagi.
Metode ilmiah pada dasarnya sama bagi semua disiplin keilmuan baik
yang termasuk dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Bila pun terdapat
perbedaan dalam kedua kelompok ilmu ini maka perbedaan itu sekedar terletak
pada aspek-aspek tekniknya dan bukan pada struktur berpikir atau aspek
metodologisnya.37
26
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.
Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logic-hypothetico verifikasi ini
pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
27
sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran di sini
harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum
terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.38
C. Aksiologi
Jika ontologi berbicara tentang hakikat yang ada (objek ilmu) dan
epistemologi berbicara tentang bagaimana yang ada itu bisa diperoleh (cara
28
memperoleh ilmu) maka aksiologi berkaitan dengan manfaat dari pada ilmu itu
sendiri atau kaitan penerapan ilmu itu dengan kaidah-kaidah moral.
Dalam Wikipedia aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axion yang
berarti nilai dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah
ilmu tentang nilai. Adapun Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu
mengatakan bahwa aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang
nalai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa
pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek
yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral atau profesional?
39 Abdullah Idi dan Jalaluddin. hlm. 129 dalam Muhammad Noor Syam. 1986,
hlm. 34-36
29
bersifat universal. Di mana pun tempatnya, kapanpun waktunya, ia akan tetap dan
diterima oleh semua orang. Ambil misal mencuri, secara objektif ini salah karena
hal itu merupakan perbuatan tercela. Siapa pun orangnya, di mana pun dan
kapanpun pasti akan sepakat bahwa mencuri dan perbuatan tercela lainnya adalah
salah. Jadi nilai objektif itu terbentuk jika kita memandang dari segi objektivitas
nilai.40
Sementara jika kita melihat dari segi diri sendiri terbentuklah nilai
subjektif. Nilai itu tentu saja bersifat subjektif karena berbicara tentang nilai
berarti berbicara tentang penilaian yang diberikan oleh seseorang terhadap
sesuatu. Tentunya penilaian setiap orang berbeda-beda tergantung selera, tempat,
waktu, dan juga latar belakang budaya, adat, agama, pendidikan, yang
memengaruhi orang tersebut. Misalnya bagi orang Hindu tradisi Ngaben
(membakar mayat orang mati) merupakan suatu bentuk penghormatan terhadap
orang mati dan bagi mereka hal itu dianggap baik dan telah menjadi tradisi.
Namun bagi orang Islam hal itu diangap tidak baik. Berhubungan seksual di luar
nikah asal atas dasar suka sama suka hal ini tidak menjadi masalah dan biasa di
Barat. Tapi bagi orang Islam hal itu jelas hina, jelek, dan salah. Bagi orang-orang
terdahulu, ada beberapa hal yang dianggap tabu, tidak boleh dilakukan dan tidak
pantas tapi hal-hal tersebut tidak lagi bermasalah bagi orang-orang sekarang ini.
Dari sini bisa dilihat bahwa nilai itu bersifat subjektif tergantung siapa yang
menilai, waktu dan tempatnya.
Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang baik dan buruk bukan
salah dan benar. Apa yang baik bagi satu pihak belum tentu baik pula bagi pihak
yang lain dan sebaliknya. Apa yang baik juga belum tentu benar misalnya lukisan
porno tentu bagussetiap orang tidak mengingkarinya kecuali mereka yang pura-
pura dan sok bermoraltapi itu tidak benar. Membantu pada dasarnya adalah baik
tapi jika membantu orang dalam tindakan kejahatan adalah tidak benar.
30
Jadi, persoalan nilai itu adalah persoalan baik dan buruk. Penilaian itu
sendiri timbul karena ada hubungan antara subjek dengan objek. Tidak ada
sesuatu itu dalam dirinya sendiri mempunyai nilai. Susuatu itu baru mempunyai
nilai setelah diberikan penilaian oleh seorang subjek kepada objek. Suatu barang
tetap ada, sekalipun manusia tidak ada, atau tidak ada manusia yang melihatnya.
Bunga-bunga itu tetap ada, sekalipun tidaak ada mata manusia yang
memandangnya. Tetapi nilai itu tidak ada, kalau manusia tidak ada, atau manusia
tidak melihatnya. Bunga-bunga itu tidak indah, kalau tidak ada pandangan
manusia yang mengaguminya. Karena, nilai itu baru timbul ketika terjadi
hubungan antara manusia sebagai subjek dan barang sebagai objek.41
31
banyak yang lainnya. Oleh sebab itu aksiologi dalam hal ini berfungsi untuk
memberikan tuntunan bagaimana suatu hal itu bisa digunakan secara tepat guna.
2. Estetika
32
Persoalan estetika lebih berpihak pada pandangan objektivisme. Artinya bahwa
keindahan itu merupakan sifat yang objektif yang dimiliki oleh suatu benda. Ia
bukanlah penilain subjektif seseorang. Diantara yang berpandangan seperti ini
adalah Hegel. Hegel menganggap bahwa seluruh alam adalah manifestasi dari
Cita Mutlak, Absolut Idea. Keindahan adalah pancaran Cita Mutlak melalui
saluran indera. Ia adalah sejenis pernyataan ruh. Seni, agama dan filsafat
merupakan tingkat-tingkat tertinggi dari perkembangan ruh.44
Sedangkan Kant memberikan arah yang baru sama sekali dalam mencari
keterangan tentang estetika. Dengan Kant dimulailah studi ilmaih dan psikologi
tentang teori estetika. Ia mengatakan dalam The Critique of Judgement bahwa
akal memiliki indera ketiga di atas pikiran dan kemauan. Itulah inder rasa. Yang
khas pada rasa atau kesenangan estetika ialah ia tidak mengandung kepentingan.
Ini membedakannya daripada kesenangan-kesenangan yang lain yang
mengandung unsur keinginan atau terlibat dalam kepentingan pribadi atau hayat.
Gula misalnya tidaklah indah tapi dikehendaki. Kita menginginkannya untuk
menikmatinya. Demikian pula tindakan moral tidal indah. Ia adalah baik. Kita
menyetujuinya karena kepadanya kita mempunyai kepentingan. Sebaliknya
dengan keindahan. Selalu Ia merupakan objek kepuasan yang tidak mengandung
kepentingan, berbeda dari keinginan-keinginan yang lain. Indah, sekalipun
ruhaniah adalah objektif. Karena itu ia selalu merupakan objek penilaian. Kita
mengatakan: Barang ini indah. Hal ini menunjukkan bahwa keindahan itu
merupakan sifat objek, tidak hanya sekedar selera yang subjektif. Demikianlah
teori Kant.45
Di dalam Islam sendiri konsep keindahan itu sangat jelas sekali. Sumber
keindahan itu bahkan bersumber dari Ilahi. Dikatakan bahwa Allah itu Maha
Indah dan menyukai keindahan. Demikian juga alam sebagai ciptaannya
merupakan sesutau yang indah dan menakjubkan. Bagaimana kita seringkali
33
mengagumi keindahan alam yang ada di sekitar kita. Hal ini merupakan sebuah
ekspresi nyata yang sering kali kita ungkapkan. Artinya suatu nilai estetika benar-
benar merupakan sesuatu yang objektif bukan subjektif sebagaimana nilai etika.
3. Sosio Politik
Berbicara tentang ilmu sosial tentu juga tidak bisa dilepaskan dari yang
namanya ilmu ekonomi karena masalah sosial juga mencakup masalah ekonomi.
Misalnya bagaimana manusia membutuhkan keberadaan manusia yang lain untuk
memenuhi kebutuhan ekonominya.
34
juga ekonomi memberikan bimbingan praktis bagaimana bertindak sebaik
mungkin sebagai anggota keluarga.46
35
III. Penutup
Dari uraian di atas kita bisa mengetahui betapa luasnya objek kajian
filsafat mulai dari masalah ontologis, epistemologis hingga aksiologis. Tiga
cabang utama filsafat tersebut merupakan masalah yang paling fundamental dalam
kehidupan. Ia memberikan sebuah kerangkan berpikir yang sangat sistematis. Hal
itu dikarenakan ketiganya merupakan proses berpikir yang diawali dengan
pembahasan Apa itu kebenaran?, Bagaimana mendapatkan kebenaran?, dan
Untuk apa kebenaran tersebut (aplikasinya) dalam kehidupan sehari-hari?
36
mencapai kebenaran tersebut sampai akhir hayat dan mengaplikasikannya untuk
kemaslahatan umat manusia.
Daftar Pustaka
Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat, Pengantar Kepada Teori nilai. Jakarta: Bulan
Bintang. 1978
2006.
Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
2003.
Mulyana. Filsafat Agama, Diktat Kuliah Filsafat Agama UIN Bandung. Bandung:
37
38