Anda di halaman 1dari 28

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Permodelan Struktur


Panjang ( L ) : 61.4 m ( 201 ft )
Lebar ( B) : 26.75 m ( 88 ft )
Tinggi Bangunan ( h ) : 222 m ( 728 ft )

Kolom
2500

Balok Core Wall


8375
26750

5000
8375
2500

5175 7500 10450 4225 6700 4225 10450 7500 5175

61400

Gambar 4.1 : Denah Struktur


Sumber : PT. Davi Sukamta & Partner Konsultan pada
Proyek Apartemen The Pakubuwono Signature Jakarta
1.2 Data Struktur
a. Ketinggian (dari jalan hingga crown) : 222 m
b. Jumlah lantai : 50 lantai + Crown
c. Bangunan : Beton
d. Balok : Eksisting ( 0.6 m x 1 m ),
Fc = 400 kg/cm2 (Lt. 1-12)
Fc = 350 kg/cm2 (Lt. 13-28)
Fc = 300 kg/cm2 (Lt. 29-Crown)
e. Kolom : Eksisting( 2,2 m x 1,1 m )
Fc = 550 kg/cm2 (Lt. 1-12)
Fc = 450 kg/cm2 (Lt. 13-28)
Fc = 350 kg/cm2 (Lt. 29-Crown)
f. Shear wall / Core wall ( Eksisting ) : Tebal 0.35 m
Fc = 550 kg/cm2 (Lt. 1-12)
Fc = 450 kg/cm2 (Lt. 13-28)
Fc = 350 kg/cm2 (Lt. 29-Crown)
g. Outrigger(Eksisting Tebal = 0.45m ) : Beton dipasangsesuai permodelan
Fc = 550 kg/cm2 (Lt. 1-12)
Fc = 450 kg/cm2 (Lt. 13-28)
Fc = 350 kg/cm2 (Lt. 29-Crown)
h. Kecepatan angin ( ASCE 07 02 ) : Minimum 35 m/s (85 mph)
50 tahun

i. Kategori gedung : Hunian ( Apartemen )


1.3 Perhitungan Pembebanan

1.3.1 Beban Gravitasi ( Beban Mati dan Beban Hidup ) (PPUIG 83)
Beban gravitasi ini meliputi beban mati dan beban hidup yang berdasarkan peraturan
PPIUG 83

Beban mati ialah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsure unsure tambahan, penyelesaian penyelesaian mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.

Pelat Lantai :
Tebal Pelat = 20cm
Tebal spesi = 3cm
Tegel Keramik = 24 kg/m
Berat Plafond = 11 kg/m
Beban Guna lantai sebagai hunian ( apartemen ) = 200 kg/m

Beban Mati :
Pelat = 0.20mx 2400 kg/m3 = 480 kg/m
Spesi = 3 x 21 kg/m2 = 63 kg/m
Keramik = 24 kg/m
Plafond = 11 kg/m +

qD = 578 kg/m

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung , dan kedalamnya termasuk beban beban pada lantai
yang berasal dari barang barang yang dapat berpindah, mesin mesin serta
peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat
diganti selama masa hidup dari gedung itu sehingga mengakibatkanperubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap kedalam beban hidup dapat
termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat
tekanan jatuh ( energi kinetik ) butiran air. Kedalam beban hidup tidak termasuk
beban angin, gempa dan beban khusus.
Beban hidup pada lantai gedung harus diambil menurut Tabel 3.1 ( PPIUG
1983 ). Kedalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai
dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding dinding
pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. beban beban berat
misalnya yang disebabkan oleh lemari lemari arsip dan perpustakaan serta oleh alat
alat, mesin dan barang barang lain tertentu yang sangat berat, harus ditentukan
tersendiri.

Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap serta pada struktur tudung
(canopy) yang dapat dicapai dan dibebani orang, harus diambil minimum sebesar 100
kg/m2.

Beban hidup :
Beban guna lantai sebagai apartemen ( Hunian ) qL = 200 kg/m

Pelat Atap :
Beban Mati :
Pelat = 0.18m x 2400kg/m3 = 432 kg/m
Plafond = 11kg/m +
qD = 443 kg/m
Beban Hidup :
Beban hidup lantai = 100kg/m
Beban hujan, diasumsikan ketebalan air hujan 2 cm
dengan berat jenis air 1000 kg/m = 0.002 m x 1000 kg/m = 20Kg/m +
qL = 120kg/m

1.3.2 Beban Angin ( Perhitungan berdasarkan PPIUG 1983 )


Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung ( PPIUG 1983 ),
Koefisien angin untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk
persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu bidang rangka, untuk rangka
pertama di pihak angin adalah + 1.6 dan untuk rangka kedua dibelakang angin adalah
+ 1.2. Sedangkan tekanan tiup diambil minimum 25 kg/m2. ( Lihat tabel 4.1PPIUG
pada BAB II )
Sehingga untuk kasus gedung Apartemen The Pakubuwono Signature ini
ilustrasi gaya angin yang bekerja pada gedung adalah seperti terlihat pada (gambar
4.2).
CROWN

C = + 0.9 C = - 0.4
BANGUNAN UTAMA

C = + 1.6 C = + 1.2

Gambar 4.2 : Ilustrasi beban angin yang bekerja pada gedung


Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung
(PPIUG) 1983
Pada pembahasan TA ini, beban angin yang bekerja tersebut diatas dibagi
menjadi 2 macam:
I. Beban angin pada bangunan utama.
II. Beban angin pada crown.
Angin yang bekerja pada struktur bangunan pada dasarnya menekan area
vertikal bangunan, seterusnya akan didistribusikan pada kolom struktur, maka
distribusi beban angin yang terjadi pada struktur gedung baik pada bangunan utama
maupun crown adalah dengan mengalikan panjang daerah pembebanan yang
dipikul oleh masing masing kolom struktur. Beban kg/m2 akan menjadi kg/m
dengan artian tiap tinggi kolom akan terbebani beban merata akibat angin, jadi :
Koefisien (C) x 25 kg/m2 x Panjang area pembebanan yang dipikul kolom
I. Beban angin pada bangunan utama
Berikut adalah perhitungan beban angin yang terjadi pada bangunan utama
dipihak angin ( angin tekan ) dengan koefisien angin = + 1.6 dan dibelakang angin (
angin hisap ) dengan koefisien + 1.2.

A J

Koef. (C) Pihak Angin = +1.6

2588 7140 9480 6280 4700 4700 6280 9480 7140 2588
Area Pembebanan
8375 2500

26750
5000
2500 8375

5175 7500 10450 4225 6700 4225 10450 7500 5175


61400

Koef. (C) Belakang Angin = + 1.2

A J

Note: SATUAN dalam mm


Gambar 4.3 : Denah area pembebanan dipihak angin & dibelakang
angin arah X
Sumber : PT. Davi Sukamta & Partner Konsultan pada
Proyek Apartemen The Pakubuwono Signature Jakarta

Dipihak angin :
As A = As J = 1.6 x 25 kg/m2 x 2.59 m = 103.6 kg/m
As B = As I = 1.6 x 25 kg/m2 x 7.14 m = 285.6 kg/m
As C = As H = 1.6 x 25 kg/m2 x 9.48 m = 379.2 kg/m
As D = As G = 1.6 x 25 kg/m2 x 6.28 m = 251.2 kg/m
As E = As F = 1.6 x 25 kg/m2 x 4.7 m = 188.0 kg/m
Di belakang angin :
As A = As J = 1.2 x 25 kg/m2 x 2.59 m = 77.7 kg/m
As B = As I = 1.2 x 25 kg/m2 x 7.14 m = 214.2 kg/m
As C = As H = 1.2 x 25 kg/m2 x 9.48 m = 284.4 kg/m
As D = As G = 1.2 x 25 kg/m2 x 6.28 m = 188.4 kg/m
As E = As F = 1.2 x 25 kg/m2 x 4.7 m = 141 kg/m

61400
1525

6 6

2500
6062.5 5712.5

8375

Koef. (C) Belakang Angin = +1.2


Koef. (C) Pihak Angin = +1.6

26750
5000
5712.5 6062.5

8375
2500
1525

5175 7500 10450 4225 6700 4225 10450 7500 5175

Note : SATUAN dalam mm

Gambar 4.4 : Denah area pembebanan dipihak angin & dibelakang


angin arah Y
Sumber : PT. Davi Sukamta & Partner Konsultan pada
Proyek Apartemen The Pakubuwono Signature Jakarta

Dipihak angin :
As 1 = As 6 = 1.6 x 25 kg/m2 x 1.525m = 61 kg/m
As 2 = As 5 = 1.6 x 25 kg/m2 x 5.7125m = 228.5 kg/m
As 3 = As 4 = 1.6 x 25 kg/m2 x 6.0625m = 242.5 kg/m

Dibelakang angin :
As 1 = As 6 = 1.2 x 25 kg/m2 x 1.525m = 45.8 kg/m
As 2 = As 5 = 1.2 x 25 kg/m2 x 5.7125m = 171.4 kg/m
As 3 = As 4 = 1.2 x 25 kg/m2 x 6.0625m = 181.9 kg/m
II. Beban angin pada crown
Untuk atap segitiga dengan sudut kemiringan = 82
Dipihak angin dengan 65<< 90 = + 0.9
Dibelakang angin untuk semua = -0.4

Koef. (C) pihak angin = + 0.9

6060 6060

3450
7 9

Kolom
3450
3750

Area Pembebanan

8 10 Note: SATUAN dalam mm

Koef. (C) belakang angin = -0.4

Gambar 4.5 : Denah area pembebanan dipihak angin & belakang angin
Arah X pada crown
Sumber : PT. Davi Sukamta & Partner Konsultan pada
Proyek Apartemen The Pakubuwono Signature Jakarta

Dipihak angin :
As 7 = As 9 = 0.9 x 25 kg/m2 x 6.06m = 136.35 kg/m
Dibelakang angin :
As 10 = As 8 = -0.4 x 25 kg/m2 x 6.06 m = -60.6 kg/m
6060 6060

3 3450 6

Kolom
3450

Koef. (C) belakang angin = -0.4


Koef. (C) pihak angin = + 0.9

1662
3750

2
1

1482

Area Pembebanan

Note: SATUAN dalam mm


5 4

Gambar 4.6 : Denah area pembebanan dipihak angin & belakang angin
Arah Y pada crown
Sumber : PT. Davi Sukamta & Partner Konsultan pada
Proyek Apartemen The Pakubuwono Signature Jakarta

Dipihak angin :
As 1 = 0.9 x 25 kg/m2 x 3.75m = 84.375 kg/m
As 3 = As 5 = (q1) = 0.9 x 25 kg/m2 x 3.45 m = 77.625 kg/m
= (q2) = 0.9 x 25 kg/m2 x 1.662 m = 37.395 kg/m
Karena pada sudut, (q1) = 77.625 kg/m x 2 = 155.25 kg/m
(q2) = 37.395 kg/m x 2 = 74.790 kg/m

Dibelakang angin :
As 2 = -0.4 x 25 kg/m2 x 3.75m = -37.5 kg/m
As 4 = As 6 = (q1) = -0.4 x 25 kg/m2 x 3.45 m = -34.5 kg/m
= (q2) = -0.4 x 25 kg/m2 x 1.662 m = -16.62 kg/m
Karena pada sudut, (q1) = -34.500 kg/m x 2 = -69.00 kg/m
(q2) = -16.20 kg/m x 2 = -32.40 kg/m

1.4 Beban Angin ( Perhitungan berdasarkan ASCE 7 02 )

Dalam perencanaan beban angin berdasarkan peraturan ini, ada beberapa


parameter parameter untuk menentukan tekanan angin yang terjadi untuk
mnghitung beban angin yang terjadi pada gedung bertingkat. Berikut adalah tahapan
tahapan dalam menentukan tekanan angin ( P ) yang terjadi pada struktur gedung.
1. Menentukan The Basic Wind Speed (V)
Basic Wind Speed (V) adalah parameter kecepatan ingin dalam satuan mph
atau m/s. yang nantinya sebagai parameter untuk menghitung qz ( faktor tekanan
kecepatan / The Velocity Pressure ) dalam satuan mph. Standart nilai V yang
disediakan pada peraturan ini minimum dapat diambil 85 mph atau 38 m/s. (ASCE 7
02 / ACI 318 02).

2. Faktor arah angin (Kd)


Nilai fakor arah angin (Kd) sama dengan 0,85 untuk sebagian besar jenis
struktur, termasukbangunan. Nilai faktor arah angin bervariasi dari 0.85 sampai
0.95.sesuai dengan tipe struktur bangunannya dan dapat dilihat pada Tabel 1.8.

3. Faktor penting (Iw)


Merupakan parameter yang mempunyai nilai bahaya bagi kehidupan manusia
dan barang. Dalam tabel 1.7 dan 1.7 a nilainya dapat diambil berdasarkan klasifikasi
bangunan yang dapat dikategorikan dari kategori I-IV. Berdasarkan data yang ada
kategori gedung termasuk pada kategori II sifat hunianya yaitu semua bangunan
kecuali yang tercantum dalam Kategori I, III, dan IV dan V = 85 mph, maka nilai Iw
= 1.

4. Koefisien Kz atau Kh
Sebuah kategori paparan daerah yang berlaku untuk letak bangunan dan
koefisien kecepatan tekanan. Nilai Koefisien paparan kecepatan tekanan (Velocity
Pressure Exposure Coefficient) Kz dapat ditentukan pada tabel 1.6, beradasarkan
ketinggian diatas muka tanah dan kategorinya. Lokasi gedung The Pakubuwono
Signature terletak di daerah perkotaan tepatnya di jalan pakubuwono VI kebayoran
lama. Karena lokasi gedung didaerah perkotaan, paparan yang tepat adalah Paparan
B (Exposure B) yaitu untuk daerah perkotaan dan pinggir kota atau daerah lain dekat
dengan berbagai jarak penghalang satu atau lebih.
5. Faktor topografi Kzt
Dalam peraturan ini akibat dari topografi dapat diambil nilai faktor topografi
Kzt = 1

6. Faktor akibat hembusan / Gust Effect Factor (Gf)


Faktor akibat hembusan merupakan pembebanan tambahan dinamis
bersamaan dalam arah angin karena turbulensi angin dan interaksi struktur. Akibat
dari hembusan ini harus dirancang karena bangunan rentan terhadap akibat torsi
dinamis atau puntir dari hembusan ini. Untuk cara mendapatkan nilai Gf dapat dilihat
pada halaman 39 ASCE 7-02/ACI 318-02 dan pada pembahasan dibawah ini :
I. Syarat untuk periode T fundamental adalah T >1 sec.Untuk nilai T berkaitan
dengan jumlah lantai gedung (N) yaitu T = 0.1N, data untuk jumlah lantai
gedung ini adalah 50 lantai, maka T = 0.1 x 50 = 5 sec> 1 sec. Jadi untuk
perhitungan Gust Effect Factor menggunakan metode ke 3 pada peraturan ini
yaitu metode Gust Effect Factor (Gf) for Flexible or Dynamically Sensitive
Structures.
II. Rumus perhitungan Gf adalah :
- Kategori paparan : B, untuk daerah perkotaan
- Tinggi banguanan : 222 m
- V : 38 m/s
- Panjang bangunan (L) : 61.4 m
- Lebar bangunan (B) : 26.75 m
- Iw : 1.00
- Kd : 0.85

Tabel 4.1. Terrain Exposure Constan dalam ASCE

= 0.6 x 222 m = 133.20


= 97.54 ( 133.20 / 33 ) 0.33 = 155.30

= 0.30 ( 33 / 133.20 ) 1/6 = 0.24

= 0.84 ( 133.20 / 33 ) 0.25. 38 = 24.24

n1=frekuensi alami0.1 Hz

= 3.43 + 0.168 = 3.598


= ( 0.1 . 155.30 ) / 24.24 =
0.64

= (7.47 . 0.64) / (1+10.3 . 0.64)5/3 = 0.11

= 0.46

= (4.6 . 0.1 . 222) / 24.24 = 8.43

= (1/8.43) (1/ (2.8.43)) (1-2.71 2.8.43)


= 1.11
= (4.6 . 0.1 . 26.75) / 24.24 = 1.02

= (1/8.43) (1/ (2.1.02)) (1-2.71 2.1.02)


= 1.37
= (15.4 . 0.1 . 61.4) / 24.24 = 7.80

= (1/8.43) (1/ (2.7.8)) (1-2.71 2.7.8)


= 1.12
= (1/0.015)x0.11x1.11x1.37x(0.53+0.47.1.12)
= 3.11

= 0.925 (1+1.7 x 0.243.4 x 0.46 + 2.92 x 3.11)


1 + 1.7 x 3.4 x 0.24
= 1.03

7. Koefisien tekanan eksternal / External pressure coefficient (Cp)


Koefisien tekanan eksternal yang bervariasi dengan tinggi bangunan bertindak
sebagai (beban positif) pada pihak angin, dan sebagai hisap (beban negative) di
belakang angin. Nilai nilai Cp ditubjukan pada gambar 1.10 dan 1.10 a pada
peratuan ini halaman 30 untuk bernagai rasio lebar bangunan.

Gambar 4.7. Koefisien beban angin dalam ASCE

NIlai Cp dapat diambil berdasarkan jenis jenis gambar diatas dengan


menentukan rasio perbandingan antara panjang (L) dan lebar bangunan (B). Pada
gambar (a) 0 L/B 1, (b) L/B = 2, (c) L/B = > 4.Pada proyek The Pakubuwono
Signature ini L = 61.4 dan B = 26.75 m maka rasio L/B = 2.3 = 2. Maka diambil
gambar (b) dengan Koefisien Cp arah X dipihak angin + 0.8 dan dibelakang angin
0.2. Sedangkan Koefisien Cp arah Y dipihak dan dibelkang angin sama sama 0.7.
8. Faktor tekanan kecepatan / The Velocity Pressure (qz)
Perhitungan untuk menentukan tekanan kecepatan qz berdasarkan rumus di
peraturan ini yaitu:
qz = 0.00256 Kz Kzt Kd V I (1.14)
qh = 0.00256 Kh Kzt Kd V I (1.15)

9. Merencanakan Tekanan Angin / Design Wind Pressure (P )


Tekanan angin rencana pada bangunan dapat dihitung dengan rumus :
P = qz x Gf x Cp

Dimana,
P = Tekanan angin rencana / design wind pressure atas tinggi z diatas
permukaan tanah dalam satuan (psf) atau (kg/m2).
qz = Tekanan kecepatan terhadap tinggi z diatas permukaan tanah dalam
satuan (psf) atau (kg/m2).
Gf = Guest Effect Factor / Faktor hembusan
Cp = Koefisien tekanan eksternal.

Tekanan angin rencana didistribusikan di masing masing lantai dengan


mengalikan panjang area pembebanan yang diterima kolom struktur. Sehingga
distribusi beban angin dipikul dinding akan didistribusikan ke kolom struktur dalam
satuan kg/m.
Maka data yang didapatkan untuk perhitungan beban angin adalah sebagai
berikut :
1. V = 38 m/s
2. Kd = 0.85
3. Iw = 1.0
4. Kzt = 1.0
5. Gf =
Tabel 4.2. Ringkasan Perhitungan Guest Effect Factor

Maka faktor Gf adalah 1.03.


6. Cp = Sesuai rasio L/B = 2.3 = 2 makai dipakai gambar (b) dengan
koefisien dipihak angin arah X = 0.8, dibelakang angin = - 0.2. sedangkan
arah Y = masing - masing - 0.7.

7. qz & qh =
qz yang terjadi pada struktur gedung adalah faktor kecepatan tekanan di
pihak angin ( Windward wind ).
Sedangkan qh yang terjadi pada struktur gedung adalah factor kecepatan
tekanan di belakang angin ( Leeward wind ).

Tabel 4.3. Perhitungan qz & qh

Height (m) z (tabel 1.6) Kzt Kz qz Kzt kh qh


0 0,57 1 0,317 0,996 1,000 0,394 1,239
20 0,62 1 0,325 1,020 1,000 0,394 1,239
40 0,76 1 0,344 1,082 1,000 0,394 1,239
60 0,85 1 0,355 1,117 1,000 0,394 1,239
80 0,93 1 0,365 1,146 1,000 0,394 1,239
100 0,99 1 0,371 1,166 1,000 0,394 1,239
120 1,04 1 0,376 1,183 1,000 0,394 1,239
140 1,09 1 0,382 1,199 1,000 0,394 1,239
160 1,13 1 0,385 1,211 1,000 0,394 1,239
180 1,17 1 0,389 1,223 1,000 0,394 1,239
200 1,2 1 0,392 1,232 1,000 0,394 1,239
222 1,222 1 0,394 1,239 1,000 0,394 1,239

8. Tekanan angin rencana (P)


Tekanan angin rencana terbagi atas 2 arah berdasarkan koefisien Cp angin
tekan dan angin hisap yaitu terhadap arah X dan arah Y yang masing masing
koefisien Cp nya berbeda. Satuan tekanan angin adalah psf dan dikonfersikan
menjadi kg/m2, dimana 1 psf = 4.882 kg/m2.
Hasil perhitungan beban angin dapat disajikan dalam bentuk perhitungan exel
dibawah ini :

1.5 Beban Berfaktor ( Beban Kombinasi )

Berdasarkan RSNI 03-2847-2002 Psl. 11, struktur dan komponen struktur


harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum
sama dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya
terfaktor yang sessuai dengan tata cara ini. Dan komponen struktur juga harus
memenuhi ketentuan lain yang tercantum dalam tata cara ini untuk menjamin
tercapainya perilaku struktur yang cukup baik pada tingkat beban kerja.

Kombinasi pembebanan sesuai RSNI 03-2847-2002 Psl. 11.2 antara lain :

Comb 1 = 1,4 D
Comb 2 = 1,2 D + 1,6 L
Comb 3 = 1.2 D + 1.0 L + 1.6 W
Comb 4 = 0.9 D + 1.6 W
Comb 5 = 0.9 D 1.6 W

Diantara kelima beban kombinasi diatas akan diambil kombinasi pembebanan


terbesar dari hasil analisis SAP dengan mengambil data displacement maksimum
yang terjadi.

Sebelum melakukan Running analisispada SAP, kita lakukan diafraghma pada


seluruh elemen struktur agar asumsi struktur gedung kaku. Dengan cara klik all dan
memilihDefine -> Joint Constrain -> add new -> Diapraghm ->centak box yang ada
pada tabel SAP, kemudian klik Assign ->Joint Constrain -> Diapraghm, selanjutnya
running untuk proses analisis.
1.6 Input SAP 2000 v.10 Secara 3 Dimensi

4.6.1 Permodelan Struktur dan Input beban Berdasarkan PPIUG 83

1. Input semua beban yang terjadi dengan program bantu SAP 2000, sebelumnya kita
buat permodelan struktur sesuai dengan model pada gambar strukturnya, gambar 4.6
(a e) berikut adalah permodelan struktur proyek The Pakubuwono Signature
Jakarta secara 3 Dimensi. Dalam permodelan struktur ini ada 5 model.
1. Model struktur tanpa outrigger

Gambar 4.8. Permodelan Struktur Tanpa Outrigger


2. Struktur dengan Outrigger 1/4 H

Gambar 4.9. Permodelan Struktur dengan Outrigger 1/4 H


3. Struktur dengan Outrigger Eksisting ( 1/2 H)

Gambar 4.10. Permodelan Struktur dengan Outrigger 1/2 H


4. Struktur dengan Outrigger di 3 / 4 H

Gambar 4.11. Permodelan Struktur dengan Outrigger 3/4 H


5. Struktur dengan Outrigger di Atas

Gambar 4.12. Permodelan Struktur dengan Outrigger di Atas (H)

H
4.6.2 Permodelan Struktur dan Input beban Berdasarkan ASCE 07 - 02

2. Input semua beban yang terjadi dengan program bantu SAP 2000, sebelumnya kita
buat permodelan struktur sesuai dengan model pada gambar strukturnya, gambar 4.7
(a e) berikut adalah permodelan struktur proyek The Pakubuwono Signature
Jakarta secara 3 Dimensi. Dalam permodelan struktur ini ada 5 model.
1. Model struktur tanpa outrigger

Gambar 4.13. Permodelan Struktur Tanpa Outrigger


2. Struktur dengan Outrigger 1/4 H

Gambar 4.14. Permodelan Struktur dengan Outrigger 1/4 H


3. Struktur dengan Outrigger Eksisting ( 1/2 H )

Gambar 4.15. Permodelan Struktur dengan Outrigger 1/2 H


4. Struktur dengan Outrigger di 3 / 4 H

Gambar 4.16. Permodelan Struktur dengan Outrigger 3/4 H


5. Struktur dengan Outrigger di Atas (H)

Gambar 4.17. Permodelan Struktur dengan Outrigger di Atas (H)


HASIL RUNNING SAP 2000 V.10 SECARA 3DIMENSI
1.7 Menentukan Lokasi Optimum Outrigger Berdasarkan Hasil Analisis SAP.

Dari hasil output SAP, didapatkan nilai displacement maksimum pada struktur
tanpa outrigger di COMBINASI 2 dengan nilai displacement = 1.3790 m atau 1379
mm pada peraturan PPIUG 83 dan 1,4185 m atau 1418.5 mm pada peraturan ASCE
07 - 02. Sehingga dari semua hasil analisis SAP dari masing masing model struktur
menggunakan Combinasi 2 untuk melihat displacement yang terjadi.
Hasil dari analisis SAP dapat dilihat pada tabel 4.4adan 4.4bberikut :
1. Persentase Displacement yang terjadi pada masing masing model struktur
dengan menggunakan peraturan PPIUG 8.
D' Max - D Max x 100 %
%D =
D' Max D' Max - D Max x 100 %
%D =
Tabel 4.4a. Persentase Pengurangan D' Max
Displacement
No Kategori Struktur masing D Maxletak
Note masing D' Max (mm) % D (%)
(mm) outrigger
1 Struktur tanpa
NoOutrigger Kategori Struktur 0 1379.000
Note D Max (mm) D'0.000
1379.000 Max (mm) % D (%)
2 Outrigger di 1/4
1 bangunan
Struktur tanpa Outrigger 1/4 1374.400
0 1379.000 0.334
1379.000 0.000
3 Outrigger eksisting ( 1/2 tinggi
2 Outrigger di 1/4bangunan )
bangunan 1/2 1373.200
1/4 1379.000
1374.400 0.421
1379.000 0.334
4 Outrigger di 3/4 tinggi bangunan 3/4
3 Outrigger eksisting ( 1/2 tinggi bangunan ) 1370.600
1/2 1379.000
1373.200 0.609
1379.000 0.421
5 Outrigger diatas
4 Outrigger di 3/4 tinggi bangunan 1 1371.700
3/4 1379.000
1370.600 0.529
1379.000 0.609
5 Outrigger diatas 1 1371.700 1379.000 0.529
2. Displacement yang terjadi pada masing masing model struktur dengan
menggunakan peraturan ASCE 07 02

Tabel 4.4b. Persentase Pengurangan Displacement


masing masing letak outrigger

No Kategori Struktur Note D Max (mm) D' Max (mm) % D (%)


1 Struktur tanpa Outrigger 0 1418.500 1418.500 0.000
2 Outrigger di 1/4 bangunan 1/4 1414.400 1418.500 0.289
3 Outrigger eksisting ( 1/2 tinggi bangunan ) 1/2 1414.300 1418.500 0.296
4 Outrigger di 3/4 tinggi bangunan 3/4 1413.800 1418.500 0.331
5 Outrigger diatas 1 1414.200 1418.500 0.303

Dapat dilihat bahwa dari 2 peraturan lokasi optimum outrigger yang diletakkan
di 3/4 tinggi bangunan akan lebih mengurangi displacement akibat beban angin. Dari
hasil analisa ini, beban angin sangat berpengaruh besar terhadap prilaku struktur
gedung.

Anda mungkin juga menyukai