Model Pembelajaran
Bermain Peran (Role playing) Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan
pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut
hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara,
melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan, dan inkuiri. Guru
yang kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak
terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai. Bermain
peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Model ini dipelopori oleh George
Shaftel. Bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang menyangkut
hubungan antarmanusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik (Mulyasa, 2014:
111). Bermain peran atau sosiodrama adalah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya
peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendrmatisasikan suatu situasi sosial yang
mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul
dari suatu situasi sosial (Sagala, 2010: 213). Senada dengan Sagala, Huda (2014: 209)
berpendapat bahwa, role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
biasanya dilakukan oleh lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan. Pada
strategi role playing, titik tekannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indra ke
dalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subjek
pembelajaran yang secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab)
bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Strategi role playing juga diorganisasikan
berdasarkan kelompok-kelompok siswa yang heterogen. Masing-masing kelompok
memperagakan/menampilkan skenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan
berimprovisasi namun masih dalam batas-batas skenario dari guru. Mulyasa mengatakan bahwa
sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari
dimensi pribadi model ini berusaha membantu para peserta didik menemukan makna dari
lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Keberhasilan model pembelajaran bermain
peran tergantung pada kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti oleh analisis
terhadapnya. Disamping itu tergantung pula pada persepsi siswa tentangperan yang dimainkan
terhadap situasi yang nyata (real life situation). Hamzah (2009: 26) mengatakan bahwa bermain
peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna
diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan masalah dengan bantuan kelompok. Artinya,
melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran
yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini
dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa
untuk: (1) menggali perasaanya; (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman; (3) mengembangkan
keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah; (4) mendalami mata pelajaran dengan
berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak
karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi dimana begitu banyak peran terjadi, seperti
dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain. Sebuah metode atau
model pembelajaran tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut kelebihan dan
kekurangna dari model pembelajaran bermain peran. Kelebihan model pembelajaran bermain
peran a. Dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa
b. Bisa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit untuk dilupakan c. Membuat
suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis d. Membangkitkan gairah dan semangat
optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan e. Memungkinkan siswa utuk
terjun langsung memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar Kelemahan model
pembelajaran bermain peran a. Banyaknya waktu yang dibutuhkan b. Kesulitan menugaskan
peran tertentu pada siswa jika tidak dilatih dengan baik c. Ketidakmungkinan memerapkan role
playing jika suasana kelas tidak kondusif d. Membutuhkan persiapan yang benar-benar matang
yang akan menghabiskan waktu dan tenaga e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan
melalui strategi ini. B. Langkah-langkah (Sintaks) Pembelajaran Bermain Peran (Role playing)
Menurut Huda (2014: 208), sintaks strategi role playing dapat dilihat dalam tahap-tahapnya
adalah sebagai berikut 1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan 2. Guru
menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar 3. Guru membentuk kelompok siswa yang masing-
masing beranggotakan 5 orang 4. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin
dicapai 5. Guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang
sudah dipersiapkan 6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario
yang sedang diperagakan 7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar
kerja untuk membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok. 8. Guru
memberikan kesimpulan dan evaluasi secara umum. DAFTAR PUSTAKA Huda, Miftahul. 2014.
Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Mulyasa. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk
Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar.Bandung: Alfabeta Uno, Hamzah
B. 2009. Model Pembelajaran: menciptakan Proses Belajar Mengasjar yang Kreatif dan efektif.
Jakarta: Bumi Aksara Amazing Offers: http://bit.ly/cheap_gadgets
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keluarga berencana (kb) merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinana ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia,
sejahtera (wiyono, 1997).
Berbagai macam alat kontrasepsi yang disuguhkan kepada para akseptor kb antara lain :
suntikan, alamiah, akdr, implant, kontrasepsi mantab (mop dan mow) dan pil kb.
Dari semua kunjungan akseptor kb. Kb suntik kombinasi memiliki kontrasepsi sekitar pada 1
bulan terakhir ini.
Oleh karena itu akan ditulis asuhan kebidanan pada ny. i akseptor kb suntik kombinasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan penapisan pasien?
2. Apakah tindakan kita sebgai bidan dalam penapisan?
C. TUJUAN MAKALAH
Tujuan Umum
Dapat melakukan asuhan kebidanan pada klien akseptor KB suntik kombinasi dengan
D. Manfaat
Makalah ini disususn dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai penambah ilmu tentang penanganan
syok perdarahan. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penyusun, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan tentang penanganan
syok perdarahan.
2. Pembaca/ dosen, sebagai media informasi tentang konsep penanganan syok
3. Perdarahan baik secara teoritis maupun secara praktis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penapisan Klien KB suntik dan Pil
Tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian suatu metode kontrasepsi(misalnya pil
kb,suntikan atau AKDR)adalah untuk menentukan apakah ada :
Kehamilan
Keadaan yang membutuhkan perhatian khusus
Masalah (minsalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan
pengelolaan lebih lanjut.
Untuk sebagian besar klien keadaan ini biasa diselesaikan dengan cara anmnesis
terarah,sehingga masalah utama dapat dikenali atau kemungkinan hamil dapat
disingkirkan.Sebagian besar cara kontrasepsi,kecuali akdrdan konrasepsi mantap tidak
membutuhkan pemeriksaan fisik maupun panggul.pemeriksaan laboratorium untuk klien
keluarga berencanan atau klien baru umumya tidak diperlukan karena :
Sebagian besar klien keluarga berencana berusia muda (16-35 tahun ) dan umumnya sehat
Pada wanita,masalah kesehatan reproduksi yang membutuhkan perhatian (min kanker
genitalia,payudara,dan fibroma uterus)jarang didapat pada umur sebelum 35 atau 40 tahun.
Pil komplikasi dosis rendah yang sekarang tersedia (berisi estrogen dan prosesteron
B. Tujuan utama penapisan klien sebelum pemberian metode suntik dan pil
adalah untuk menentukan:
Keterangan :
1) apabila klien menyusui dari 6 minggu pasca persalinan maka pil kombinasi adalah metode
pilihan terakhir.
2) tidak cocok untuk pil progestin (mini pil), suntikan (DMPA NET-ET)
3) Tidak cocok untuk suntikan progestin (DMPA atau NET-ET)
Jika semua jawaban diatas adalah Tidak dan tidak dicurigai adanya kehamilan dapat diteruskan
dengan konseling khusus. Bila respon banyak yang Ya berarti klien perlu dievaluasi sebelum
keputusan akhir dibuat.
Jika semua keadaan diatas adalah tidak (negative) dan tidak dicuringai adanya
kehamilan maka dapat diteruskan dengan konseling metode khusus.bila espon banyak yang iya
(positif),berarti klien perlu dievakuasi sebelum keptusan akhir dibuat.
Catatan :
Klien tidak selalu memberikan informasi yang benar tentang kondisi diatas. Namun,
petugas harus mengetahui bagaimana keadaan klien sebenarnya. Bila diperlukan petugas dapat
mengulang pertanyaan dengan cara yang berbeda.
Tabel : daftar tilik penapisan klien.Metode operasi (tubektomi)
Dapat dilakukan pada Dilakukan di fasilitas
Keadaan klien
fasilitas rawat jalan rujukan
Keadaan umum Keadaan umum baik,tidak Diabetes tidak
(anamnesis dan ada tanda-tanda penyakit terkontrol,riwayat
pemeriksaan fisik) jantung,paru,atau ginjal penggunaan pembekuan
darah,ada tanda tanda
penyakit jantung,paru atau
ginjal
Keadaan emosional Tenang Cemas,takut
Tekanan darah < 160/100 mmhg 160/100 mmhg
Berat badan 35-85 kg >85 kg :>35 kg
Riwayat operasi Bekas seksio sesaria (tanpa Operasi abdomen
abdomen/panggul pelekatan) lainnya,perlekatan atau
terdapat kelainan pada
pemeriksaan panggul
Riwayat radang Pemeriksaan dalam normal Pemeriksaan dalam ada
panggul,hamil kelainan
ektopik,apendisitis
Anemia Hb 8 g % Hb < 8 g %
Laboratorium
Uji kehamilan yang biasa tidak selalu menolong,kecuali tersedia uji kehamilan yang lebih
sensitive,jika tidak tersedia tes kehamilan yang sensitive,klien dianjurkan memakai kontrasepsi
barier sampai haid berikutnya.
1. Jenis dan Kegunaan Kartu, Register, Formulir dalam Pelayanan KB Suntik dan Pil
a) Kartu Peserta KB (K/I/KB/10)
Kartu ini diberikan oleh klinik KB kepada peserta KB dan digunakan sebagai tanda bukti
diri sebagai KB. Kartu ini juga dapat digunakan untuk mencari kembal kartu status peserta KB
(K/KIV/KB/10) ditempat pelayanan pertama, dan dapat digunakan pula untuk memperoleh
pelayanan ulang di semua klinik KB/ tempat pelayanan KB lain.
b) Kartu Status Peserta KB (K/KIV/KB/10)
Adalah kartu yang digunakan untuk mencatat identitas diri, catatan medic hasi skrining
dalam pelayanan dan pemilihan penggunaan metode/alat kontrasepsi yang tepat bagi peserta KB.
Kartu ini dibuat untuk setiap pengunjung baru di klinik KB, baik sebagai peserta KB baru
maupun sebagai peserta KB lama dan disimpan secara rapi di klinik KB.
c) Register hasil pelayanan KB di klinik KB(R/I/KB/10)
Buku ini digunakan oleh klinik KB untuk mencatat tiap hari hasil pelayanan kontrasepsi
yang diberikan pada Pasangan Usia Subur (PUS), termasuk PUS dari keluarga Pra Sejahtera (Pra
S) dan keluarga sejahtera I(KS I), yang datang untuk menjadi peserta KB baru, atau peserta KB
lama yang datang berkunjung ulang (ulangan) di klinik KB tersebut. Register ini menjadi sumber
data untuk membuat laporan bulanan klinik KB pada setiap akhir bulan.
d) Register alat kontrasepsi di klinik KB(R/II/KB/10)
Register ini digunakan oleh klinik KB Untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran
(Mutasi), serta peserdiaan semua jenis alat kontrasepsi di klinik KB. Register ini menjadi sumber
data untuk membuat laporan bulanan klinik KB tentang keadaan alat kontrasepsi pada setiap
akhir bulan.
e) Buku Bantu Hasil Pelayanan Kontrasepsi pada Dokter/Bidan Praktek Swasta (B/I/DBS/10)
Buku bantu hasil pelayanan kontrasepsi dokter/BPS ini digunakan oleh dokter/BPS utu
mencatat hasil pelayanan peserta KB baru/ulangan pada setiap hari pelayanan KB di tempat
pelayanan dokter/BPS.
f) Laporan Bulanan Petugas Penghubung tentang Hasil Pelayanan Kontrasepsi, oleh Dokter/BPS
( F/I/PH/DBS/10 )
Formulir ini digunakan oleh petugas penghubung DBS untuk mencatat dan melaporkan
hasil pelayanan kontrasepsi. Laporan ini dibuat dengan cara mengambil atau mencatat data atau
informasi dari buku bantu hasil peayanan kontrasepsi pada dokter/BPS setiap akhir bulan.
g) Laporan Bulanan Klinik KB ( F/II/KB/10 )
Digunakan oleh klinik KB untuk melakukan kegiatan dan hasil kegiatan pelayanan
kontrasepsi, baik pelayan peserta KB baru maupun pelayan KB ulang. Laporan ini mencakup
identitas klinik KB, termasuk jumlah dokter dan bidan praktek swasta hasil pelayanan peserta
KB baru, kontrasepsi ulang dan persediaan alat kontrasepsi
b. Halaman Depan
1) Bagian pertama : berisikan Nomor Kode Klinik KB, Nomor Seri Kartu Peserta KB, Nama
Peserta KB, Tgl/Bln/Thn lahir/Umur Istri, Nama Suami dan Istri, Pendidikan Suami dan Istri,
Alamat Peserta KB, Pekerjaan Suami dan Istri, serta Tahapan KS.
2) Bagian kedua : menunjukkan jumlah anak hidup, umur Anak terkecil, Status Peserta KB(Baru,
Pernah pakai alat kontrasepsi berhenti sesudah bersalin/ keguguran dengan anti cara) dan cara
KB terakhir 7 jenis ( IUD, MOW, MOP, Kondom, Implant, Suntikan dan Pil).
3) Bagian ketiga : berisi penapisan (skrining) untuk menentukan alat kontrasepsi yang dapat
digunakan calon peserta KB yang terdiri dari Anamnesa dan pemeriksaan
Jenis alat kontrasepsi yang boleh diberikan 7 jenis ( IUD, MOW, MOP, Kondom, Implant,
Suntikan dan Pil)
4) Bagian keempat : merupakan kesimpulan dai ketiga bagian diatas yang meliputi pemberian alat
kontrasepsi, tanggal pelayanan dan tanggal dipesan kembali, serta tanda tangan
dokter/bidan/perawat yang memberikan pelayanan
HALAMAN BELAKANG :
Berisi tentang kunjungan ulang untuk mencatat tanggal dating, haid terakhir, berat badan,
tekanan darah, akibat kontrasepsi ( komplikasi berat dan kegagalan), pemeriksaan dan tindakan
serta tanggal yang dipesan kembali.
c. Dokumentasi Rujukan
Merujuk berarti meminta pertolongan secara timbale balik kepada fasilitas pelayanan
yang lebih kompeten untuk penanggulangan masalah yang dihadapi. Efek samping dari
Kontrasepsi yang memerlukan rujukan :
Efek samping dan masalah KB Suntik / Pil
1 Kegagalan (kehamilan, termasuk kehamilan ektopik)
2 Acne/kulit berminyak (tanpa perbaikan setelah penanganan)
3 Amenorea menetap 3-6 bulan (tanpa perbaikan setelah penanganan)
4 Perdarahan tanpa perbaikan setelah penanganan
5 Depresi
6 Sakit abdomen yang hebat
7 Sakit dada hebat
8 Sakit kepala hebat
9 Sakit tungkai bawah hebat
A. KESIMPULAN
Dalam melakukan pengkajian diperlukan komunikasi yang baik dan dapat membangun
hubungan saling percaya antara klien dengan bidan.
Dalam menganalisa data dengan cermat maka dapat dibuat diagnosa, masalah dan kebutuhan
klien yang sesuai.
Dalam menyusun rencana tindakan asuhan tidak mengalami kesulitan jika ada kerjasama yang
baik dengan klien.
Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan prioritas masalah dan disandarkan pada perencanaan
tindakan yang disusun.
Hasil evaluasi dan kegiatan yang telah dilaksanakan merupakan penilaian tentang keberhasilan
asuhan kebidanan dan pelaksanaan diagnosa.
DAFTAR PUSTAKA
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia
Nya yang telah membimbing manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya, ssebagaimana terkandung
dalam Al-quran dan Al-hadis, petunjuk menuju kejalan yang lurus dan jalan yang ridhoi-Nya
dan penulis bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan penulis dalam menyelesaikan
makalah perencanaan Sistem PAI yang berjudul . ( Metode Bermain Peran ).
Shalawat beserta salam dihantarkan kejunjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga
dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raganya dan lainnya untuk tegaknya syiar islam,
yang pengaruh dan manfaatnya hingga kini masih terasa.
Adapun sebab pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi syarat dalam mata kuliah
Perencanaan Sistem Pai. saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan
kekurangan yang perlu disempurnakan, karena terbatasnya ilmu yang saya miliki. Namun
demikian kami telah berupaya semaksimal mungkin.
Harapan saya laporan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan. Saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Wassalam mualaikum wr.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN................................................................... 2
A. Kesimpulan ............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA . 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kenyataan sehari hari sering kita jumpai sejumlah guru yang menggunakan
metode tertentu yang kurang atau tidak cocok dengan isi dan tujuan pengajaran. Akibatnya,
hasilnya tidak memadai, bahkan mungkin merugikan semua pihak terutama pihak siswa dan
keluarganya, walaupun kebanyakan mereka tidak menyadari hal itu. Agar proses belajar
mengajar berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran, guru sebaiknya
menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan sebelum melakukan proses belajar
mengajar. Pemilihan suatu pendekatan dan metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan
menggunakan banyak metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih
bermakna.
Dalam dunia pendidikan, kita banyak mengenal berbagai macam ragam metode
pengajaran,salah satunya metode sosiodarma dan bermain peran.Memang untuk mrncapai
tujuan pendidikan dengan baik guru dituntut agar menguasai metode-metode
pengajaran,sehingga selain tercapainya tujuan,siswa dapat menerima,mencerna,paham dan
mengerti pelajaran yang di ajarkan.
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing,namun yang
penting untuk diperhatikan oleh seorang guru,adalah ketepatan dalam memilih,menentukan
mana diantara metode-metode itu yang lebih tepat dan cocok diterapkan dalam situasi
pengajaran,serta kemampuan mengkombinasikan metode-metode yang telah di tetapkan itu
secara harmonis dan serasi. Dengan kata lain untuk menyaajikan pengajaran yang lebih
menarik perhatian/minat bagi anak didik,antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya
amatlah diperlukan dengan metode yang berbeda,bahkan diantara bahan-bahan materi
tertentupun memerlukan metode yang berlainan,meskipun masih di dalam satu bedang studi
tertentu.
Lukman Ali (1995 : 653) menjelaskan bahwa metode adalah cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Mengutip pendapat dari Sudjana (2000 : 76) yang mengemukakan bahwa cara yang
digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pengajaran. Oleh keran itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses
belajar mengajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatanbelajar siswa
sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif.
Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini
akan berjalan baik jika siswa banyak yang aktif dibandingkan dengan guru oleh karenanya
metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Proses belajar mengajar yang baik dapat menggunakan berbagai jenis metode mengajar
secara bergantian atau saling bahu membahu satu sama lain. masing-masing metode ada
kelemahan serta kelebihannya. Tugas guru adalah memilih berbagai metode yang tepat untuk
menciptakan proses belajar mengajar. Ketepatan penggunaan metode mengajar tersebut
sangat bergantung kepada tujuan, isi proses belajar mengajar dan kegiatan belajar mengajar.
Ditinjau dari segi penerapannya, metode mengajar ada yang tepat digunakan untuk siswa
dalam jumlah yang besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah yang kecil. Ada juga
yang tepat digunakan di dalam kelas atau di luar kelas.
Subari (1994 : 73) mengatakan metodologi pengajaran merupakan cabang dari
didaktif atau ilmu mengajar, oleh karena itu sering juga metodologi pengajarn disebut
didaktik khusus. Kata metodologi dibentuk dari dua kata yaitu methodos yang artinya
jalan ke sedangkan logos berarti ilmu. Karena itu metodologi pengajaran dapat
diartikan suatu ilmu yang memberikan jalan menuju ke terjadinya proses belajar mengajar.
Secara umum didaktik khusus atau metologi pengajaran adalah bagian ilmu mengajar yang
membicarakan berbagai metode mengajar dan sistem penyampaian bah 1[1]an pengajaran
1[1] Ristasa, Perspekti pendidikan, ( Bandung: Pt remaja rosdaskarya), 2009,
hal. 43-45
untuk semua bidang pengajaran serta cara mengajarkan atau menyampaikan bidang
pengajaran tertentu.
Lain halnya dengan pendapat dari Sudjana (1989 : 86), dalam metode mengajar lebih
menekankan aktivitas belajar siswa secara bersama sehingga mengembangkan hubungan
sosial dalam pemecahan masalah belajar. Interaksi sosial siswa terjadi dalam kelompoknya
dan antara kelompok, oleh karena itu dalam metode mengajar kelas harus di bagi atas dasar
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pengertian bermain peran adalah salah satu bentuk pembelajaran, dimana peserta didik ikut
terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Bermain pada anak merupakan salah satu
sarana untuk belajar. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk
menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya
sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan di sekitarnya.
Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-anak untuk dapat belajar
mengenal dan mengembangkan keterampilan sosial dan fisik, mengatasi situasi dalam
kondisi sedang terjadi konflik. Secara umum bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak-
anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira. Dengan bermain
berkelompok anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang
dimilikinya sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri yang positif, pengelolaan
emosi yang baik, memiliki rasa empati yang tinggi, memiliki kendali diri yang bagus, dan
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
Bermain peran (role playing) merupakan sebuah permainan di mana para pemain
memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita
bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh
tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah
ditetapkan dan ditentukan, asalkan tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain
bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permaian.
Santrock (1995: 272) menyatakan bermain peran (role play) ialah suatu kegiatan yang
menyenangkan. Secara lebih lanjut bermain peran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh kesenangan. Role playing merupakan suatu metode bimbingan
dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam
kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa dapat
mengenali karakter tokoh seperti apa yang siswa peragakan tersebut atau yang menjadi lawan
mainnya memiliki atau kebagian peran seperti apa. Santrock juga menyatakan bermain peran
memungkinkan anak mengatasi frustrasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk
menganalisis konflik-konflik anak dan cara-cara mereka mengatasinya.
Ginnot (1961; dalam Eka, 2008) menyatakan bermain peran diyakini sebagai sarana
perkembangan potensi juga dapat dijadikan sebagai media terapi. Terapi bermain peran
khususnya merupakan pendekatan yang sesuai untuk melakukan konseling dengan anak
karena bermain adalah hal yang alami bagi anak. Melalui manipulasi mainan, anak dapat
menunjukkan bagaimana perasaan mengenai dirinya, orang-orang yang penting serta
peristiwa dalam hidupnya secara lebih memadai daripada melalui kata-kata.
Ginnot (1961; dalam Eka, 2008) menegaskan bahwa bermain peran merupakan
seperangkat prosedur yang digunakan untuk melakukan konseling dengan anak melalui
penggunaan secara sistematis dari metode bermain, permainan, dan alat permainan.
Van Fleet (2001) menyatakan bermain peran merupakan intervensi yang
dikembangkan yang berkaitan dengan penggunaan sistematis dari metode bermain oleh
seorang konselor untuk membawa peningkatan dalam kemampuan siswa sampai penampilan
yang optimal di sekolah. Bermain peran juga meliputi penggunaan bermain secara sistematis
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan anak, mengembangkan pola perilaku adaptif,
mengendalikan diri siswa yang agresifnya tinggi, meningkatkan kemampuan berempati,
dapat mengelola emosi, dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, memiliki
interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan masalah secara efektif dan bijaksana.
2
[2]
Corsini (1996), (Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan sebagai
alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati perilakunya waktu
memerankan dengan spontan situasi-situasi atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang
[2] Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, ( Jakarta : Rineka Cipta. 2007), Hal. 20-
22
sebenarnya. Selain itu teknik bermain peran dapat digunakan sebagai media pengajaran
melalui proses modeling anggota kelompok dapat belajar lebih efektif keterampilan-
keterampilan yang berhubungan dengan interpersonal, dengan mengamati berbagai macam
cara dalam memecahkan masalah.
Kenneth (Sumber Lead Sabda) menyatakan bahwa teknik bermain peran (role
playing) merupakan teknik psikoterapi tahun 1930-an. Role playing yang dapat membawa
perubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik dan terarah.
Mulyasa (2004; dalam Asriyanti 2011) menyatakan empat asumsi yang mendasari
teknik bermain peran (role playing) dapat mengembangkan perilaku yang baik dan nilai-nilai
sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya.
Sudjana (1989 : 61) menyatakan bermain peran / sosio drama adalah sandiwara tanpa
naskah, tanpa latihan lebih dulu sehingga dilakukan secara spontan, masalah yang
didramakan adalah mengenai situasi sosial.
Hamalik (2006 : 214) menjelaskan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman
lainnya adalah bermain peran karena pada umumnya siswa menyenangi penggunaan strategi
ini karena berkenaan dengan isu-isu sosial dan kesempatan komunikasi interpersonal di
dalam kelas. Di dalam bermain, peran guru menerima petan noninterpersonal di dlam kela,
siswa menerima karakter, perasaan, dan ide-ide orang lain dalam situasi yang khusus.
Sudjana (2000 : 90), sosiodrama adalah bermain peranan yang ditujukan untuk
menentukan alternatif pemecahan masalah sosial.
Metode sosio drama dan bermain peran merupakan salah satu metode dalam kegiatan
belajar. Metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan
apakah suatu metode dapat disbeut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa
faktor (Surakhmad, 1986 : 75).
3
[3]
Jadi dapat diambil kesimpulan Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai
tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang,
hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Dalam metode bermain peran unsul yang menonjol adalah unsur hubungan sosial, dalam
bermain peran menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu misalnya sebagai
pahlawan, petani, dokter, guru, sopir, dan sebagainya (Semiawan, 1993 : 82).
Menurut pendapat dari Shaftel dalam Rianto (2000 : 107) menyatakan bahwa metode
bermain peran diartikan sebagai suatu metode pemecahan masalah yang melibatkan dua
orang atau lebih untuk mengambil keputusan secara terbbuka dalam situasi yang dilematis.
Pemeranan diakhiri pada saat mencapai titik dilema dan masing-masing pemeran bebas
menganalisa apa yang terjadi melalui diskusi yang melibatkan para pengamat untuk mencari
pemecahannya.
Sosiodrama adalah suatu kelompok yang bertindak memecahkan masalah terutama
pemecahan masalah yang berkenaan dengan hubungan antar insani. Masalah itu dapat
dihubungkan dengan kerja sama siswa di sekolah, keluarga, atau di masyarakat umumnya.
Sosiodrama memberikan kesematan kepada para siswa untuk menyelidiki alternatif
pemecahan masalah yang berkenaan dengan keluarga (Hamalik, 2002 : 138).
Oktaviani (2008) menyatakan lima pengertian bermain di antaranya:
2. Bermain tidak memiliki tujuan ekstrinsik namun motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3. Bersifat spontan dan sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh
anak.
4
[4]
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa bermain peran /
sosiodrama adalah suatu metode dengan cara memainkan suatu peran yang menekankan
penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan di dalam
mendramatisasikan masalah-masalah sosial.
Setelah kegiatan selesai, guru bisa memberikan contoh soal yang harus diselesaikan dengan
menggunakan konsep seperti yang telah diperagakan oleh siswa melalui metode sosiodrama
tersebut. Untuk selanjutnya bisa dievaluasi apakah metode tersebut berhasil atau belum yang
indikasinya bisa dilihat melalui kemampuan pengintegrasian konsep yang diperagakan ke
dalam masalah/soal yang harus diselesaikan.
1. Merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai yang positif bagi anak.
2. Didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak melakukan kegiatan itu atas
kemauannya sendiri.
3. Sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak merasa bebas
memilih apa saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.
4. Senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik maupun mental.
5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain,
seperti kemampuan kreatif, memecahkan masalah, kemampian berbahasa,
kemampuan memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.
1. Bermain peran dilaksanakan berdasarkan pengalaman siswa dan isi dari pelaksanaan
teknik ini yaitu pada situasi disini pada saat ini.
3. Teknik bermain peran ini berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf
sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu
datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap
masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para siswa dapat belajar dari
pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, siswa
belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan u5[5]ntuk mengembangkan dirinya secara lebih
optimal lagi.
4. Teknik bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa
sikap, nilai dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui
[5] Imansyah Alipandie, Didaktik Metodik, (Surabaya: Usaha Nasional, tt), hal.
120-122
a) Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif.
b) Banyak memakan waktu.
c) Memerlukan tempat yang cukup luas.
d) Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan
penonton/pengamat.
Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan metode ini, bahwa
dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan
sosial yang aktual ada di masyarakat kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang
akan berperan masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan
perannya dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tigas tertentu
Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat anak. Ia mampu
menjelaskan dengan baik dan menarik sehingga siswa terangsang untuk berusaha
memecahkan masalah itu.
Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil
mengatur adegan yang pertama.
Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus disesuaikan dengan
waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain berbicara
dan melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang kurang berguna.
Ali (2000 : 84) menyatakan bahwa tujuan bermain peran adalah menggambarkan
suatu peristiwa masa alampau atau dapat pula cerita dimulai dengan bebagai kemungkinan
yang terjadi baik kini maupun mendatang kemudian ditunjuk beberapa siswa untuk
melakukan peran sesuai dengan tujuan cerita. Pemeran melakukan sendiri peranannya sesuai
dengan daya imajinasi tentang pokok yang diperankannya.
Mengutip pendapat dari Subari (1994 : 93) yang menjelaskan tujuan bermain peran
adalah :
Lain halnya dengan Hamalik (2002 : 138) yang mengatakan bahwa tujuan bermain
peran adalah menciptakan kembali gambaran historis masa silam, peristiwa yang mungkin
terjadi pada masa mendatang, peristiwa-peristiwa sekarang yang berarti atau situasi-situasi
bayangan pada suatu tempat dan waktu tertentu.
Sudjana (2000 : 90) menjelaskan bahwa tujuan bermain peran adalah agar siswa dapat
menghargai dan menghayati perasan orang lain, memupuk rasa tanggung jawab pada diri
siswa.
6
[6].
BAB III
6
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bermain sangatlah banyak manfaatnya, karena masa anak-anak merupakan masa bermain,
seorang guru yang tahu kalau dunia anak adalah dunia bermain, maka guru yang profesional
akan memasukkan pembelajaran sedikit demi sedikit melalui bermain, sesuai dengan konsep
ketika yaitu belajar sambil bermain, bermain seraya berlajar ( preschool ) .
Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilan
bermain sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan
sikap dan nilai yang dituntut.
Dalam pembelajaran bermain dikembangakan diskusi dan komunikasi dengan tujuan
agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan
pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar,
saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
B. SARAN
Agar kegiatan belajar mengajar berjalan efektif , maka guru harus mampu memilih
metode mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran akan efektif jika berlangsung
dalam situasi dan kondisi yang kondusif, hangat, menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh
karena itu guru perlu memahami berbagai metode mengajar dengan berbagai
karakteristiknya, sehingga mampu memilih metode yang tepat dan mampu menggunakan
metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan maupun kompetensi yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto; Sukardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Charin, Arthur. 1993. Theaching Science Through Discovery. New York: Mcmilan Publishing
Company.
Dahar. 1996. Konstruktivisme dalam Pendidikan Bahasa Indonesia. Makalah dalam forum
komunikasi integrasi vertikal pendidikan sains di cisarua bogor.
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas.
Oemar Hamalik. 2004. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti.
Helen. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu. Surabaya: Duta Graha Pustaka.
Hernawan. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kemmis & Mc. Taggart. 1994. The Action Research Planner. Geelong: Deaken University
Press.
Mc Niff. 1991. Action Research: Principle an Practice. London: Macmilan.
Mikarsa. Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Purwadarminta. 2000. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka.
Ristasa. 2009. Perspektif Pendidikan Bahasa Indonesia. Hand Out Pembimbingan TAP di
UPBJJ Purwokert