Anda di halaman 1dari 22

Taksonomi Bloom VS Taksonomi (SOLO, Fink, Marzano)

dalam Pembelajaran
Nur Fajriana Wahyu Ardiani (diardiani@gmail.com)
Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana
2013

A. Taksonomi
Dalam wikipedia disebutkan bahwa taksonomi berasal dari bahasa Yunani
tassein yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan.
Jadi bisa dikatakan taksonomi adalah kaidah/aturan dan prinsip yang
berkaitan dengan pengklasifikasian suatu objek tertentu. Taksonomi
digunakan dalam banyak bidang, seperti misalnya pada biologi (contoh:
untuk mengklasifikasikan jenis-jenis hewan/tumbuhan), manajemen (contoh :
untuk menentukan ruang lingkup, cabang-ranting ilmu manajemen, dan
batasan ilmu manajemen), fisika (contoh : untuk mengklasifikasikan benda-
benda konduktor/isolator), dan lain-lain. Tanpa kita sadari, sebenarnya dalam
kehidupan sehari-hari, kita banyak merasakan manfaat adanya taksonomi.
Misalnya ketika kita berkunjung ke perpustakaan dan bermaksud mencari
sebuah buku, kita akan mudah menemukan buku tersebut karena buku-buku
yang ada di perpustakaan telah diberi nomor dan dikelompok-kelompokkan
sesuai dengan isi bukunya. Pemberian nomor dan pengelompokkan buku-
buku sesuai dengan bidangnya tentunya mempermudah pengunjung dalam
mencari buku yang dimaksud. Sebaliknya, seandainya buku-buku tidak
diberi nomor dan tidak dikelompokkan sesuai bidangnya, pasti mereka akan
kesulitan menemukan buku yang mereka maksud.

Begitu juga dalam bidang pendidikan (dalam konteks ini pembelajaran),


taksonomi memiliki andil besar dalam membantu guru untuk
mengklasifikasikan tujuan pembelajaran yang nantinya akan memperjelas
akan dibawa ke mana peserta didiknya dalam kegiatan pembelajaran. Ibarat
manusia, manusia mempunyai tujuan-tujuan hidup, dan tujuan-tujuan hidup
ini akan membantu manusia untuk memfokuskan perhatian dan tindakannya.
Dalam pembelajaran, tujuan yang dimaksud mengindikasikan apa yang akan
dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Dengan
memahami pengklasifikasian, akan memudahkan guru dalam
mengelompokkan tujuan-tujuan pembelajaran sesuai dengan jenis ataupun
tingkatannya sehingga akan memperjelas tindakan (dalam hal ini kegiatan
pembelajaran) yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
serta penilaian yang akan digunakan dalam pembelajaran. Banyak taksonomi
telah dikembangkan para ahli, di antaranya taksonomi Bloom, taksonomi
SOLO, taksonomi Fink, taksonomi Marzano,dan lainnya. Keempat taksonomi
tersebut (yang akan dibahas pada artikel ini) mempunyai karakter atau ciri
khas masing-masing, meskipun banyak juga kesamaan di antara satu sama
lain.

B. Taksonomi Bloom
Dalam Utari (2011: 2) sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun
1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-
kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun
di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya
meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Konferensi tersebut
merupakan lanjutan dari konferensi yang dilakukan pada tahun 1948.
Menurut Bloom, hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam
kemampuan berpikir (thinking behaviors). Masih banyak level lain yang lebih
tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa
yang kompeten di bidangnya. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart,
Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep
kemampuan berpikir yang dinamakan Taxonomy Bloom. Jadi, Taksonomi
Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan keterampilan
mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya untuk mencapai
tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih dulu. Dalam
kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi menjadi tiga
domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Ranah Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Ranah afektif mencakup perilaku
terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap.
Sedangkan ranah Psikomotorik berisi perilaku yang menekankan fungsi
manipulatif dan keterampilan motorik / kemampuan fisik.

Ranah kognitif mengurutkan keahlian keahlian berpikir sesuai dengan tujuan


yang diharapkan. Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus
dikuasai siswa agar mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Ranah
kognitif ini terdiri atas enam tingkatan, yaitu (1) knowledge, (2)
comprehension, (3) application, (4) analysis, (5) synthesis, (6) Evaluation.
Sumber : http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/766_1-Taksonomi
%20Bloom%20-%20Retno-ok-mima.pdf

Ranah afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya
perasaan, nilai, penghargaan, semangat-minat, motivasi, dan sikap.
Sumber : http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/766_1-Taksonomi
%20Bloom%20-%20Retno-ok-mima.pdf

Ranah psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan


motorik dan kemampuan fisik.
Sumber : http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/766_1-Taksonomi
%20Bloom%20-%20Retno-ok-mima.pdf

Namun ternyata seiring berjalannya waktu, taksonomi Bloom asli ini


mendapat kritikan dari beberapa ahli dan praktisi pendidikan, sehingga
perbaikan akan taksonomi Bloom ini perlu dilakukan. Beberapa alasan
perlunya revisi taksonomi Bloom antara lain :
1. Terdapat kebutuhan untuk mengarahkan kembali fokus para pendidik
pada handbook, bukan sekedar sebagai dokumen sejarah, melainkan juga
sebagai karya yang dalam banyak hal telah mendahului zamannya
(Rohwer dan Sloane, 1994). Hal tersebut mempunyai arti banyak gagasan
dalam handbook Taksonomi Bloom yang dibutuhkan oleh pendidik masa
kini karena pendidikan masih terkait dengan masalah-masalah desain
pendidikan, penerapan program yang tepat, kurikulum standar, dan
asesmen autentik.
2. Adanya kebutuhan untuk memadukan pengetahuan-pengetahuan dan
pemikiran-pemikiran baru dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan
pendidikan. Masyarakat dunia telah banyak berubah sejak tahun 1956,
dan perubahan-perubahan ini mempengaruhi cara berpikir dan praktik
pendidikan. (Anderson, 2010: viii)

Sedangkan Gunawan dan Aggraini, menjelaskan perlunya revisi


taksonomi Bloom asli adalah karena :
1. Taksonomi merupakan sebuah kerangka berpikir khusus yang menjadi
dasar untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan pendidikan. Sebuah
rumusan tujuan pendidikan seharusnya berisikan satu kata kerja dan
satu kata benda. Kata kerjanya umumnya mendeskripsikan proses
kognitif yang diharapkan dan kata bendanya mendeskripsikan
pengetahuan yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Taksonomi Bloom
hanya mempunyai satu dimensi yaitu hanya kata benda. Menurut
Tyler (1994) rumusan tujuan yang paling bermanfaat adalah rumusan
yang menunjukkan jenis perilaku yang akan diajarkan kepada siswa
dan isi pembelajaran yang membuat siswa menunjukkan perilaku itu.
Berdasarkan hal tersebut rumusan tujuan pendidikan harus memuat
dua dimensi yaitu dimensi pertama untuk menunjukkan jenis perilaku
siswa dengan menggunakan kata kerja dan dimensi kedua untuk
menunjukkan isi pembelajaran dengan menggunakan kata benda.
2. Proporsi yang tidak sebanding dalam penggunaan taksonomi
pendidikan untuk perencanaan kurikulum dan pembelajaran dengan
penggunaan taksonomi pendidikan untuk asesmen. Pada taksonomi
Bloom lebih memfokuskan penggunakan taksonomi pada asesmen.
3. Pada kerangka pikir taksonomi karya Benjamin Bloom lebih
menekankan enam kategorinya (pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi) daripada sub-subkategorinya.
Taksonomi Bloom menjabarkan enam kategori tersebut secara
mendetail, namun kurang menjabarkan pada subkategorinya sehingga
sebagian orang akan lupa dengan sub-subkategori taksonomi Bloom.
4. Ketidakseimbangan proporsi subkategori dari taksonomi Bloom.
Kategori pengetahuan dan komprehensi memiliki banyak subkategori
namun empat kategori lainnya hanya memiliki sedikit subkategori.
5. Taksonomi Bloom versi aslinya lebih ditujukan untuk dosen-dosen,
padahal dalam dunia pendidikan tidak hanya dosen yang berperan
untuk merencanakan kurikulum, pembelajaran, dan penilaian. Oleh
sebab itu dibutuhkan sebuah revisi taksonomi yang dapat lebih luas
menjangkau seluruh pelaku dalam dunia pendidikan.
Karena alasan-alasan itulah taksonomi Bloom perlu direvisi. Pada tahun
1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli
psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom. Hasil
perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi
Taksonomi Bloom.

Gambar 1. Perbedaan tingkatan kognitif taksonomi asli dengan taksonomi yang direvisi.
Sumber : http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/ taksonomi-bloom-yang-baru/

Taksonomi Bloom semula yang terdiri atas dimensi tunggal, pada revisi
taksonomi menggambarkan dua perspektif dalam pembelajaran dan kognisi.

Dimensi Proses Kognitif


Sumber :
http://www.intel.co.id/content/dam/www/program/education/apac/id/id/documents/p
roject-design/skills/bloom.pdf

Dimensi Pengetahuan
Sumber :
http://www.intel.co.id/content/dam/www/program/education/apac/id/id/documents/p
roject-design/skills/bloom.pdf
Dengan mempunyai dua dimensi untuk membimbing dalam proses
menyatakan tujuan dan perencanaan serta mengarahkan kegiatan
pembelajaran menjadi lebih tajam, lebih jelas dalam mendefinisikan asesmen
dan hubungan yang lebih kuat pada asesmen terhadap tujuan dan instruksi.
Bila digambarkan dalam bentuk tabel, revisi taksonomi Bloom tampak seperti
berikut :
Mengingat Memahami Menerapkan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
Pengetahuan
Faktual
Pengetahuan
Konseptual
Pengetahuan
Prosedural
Pengetahuan
Metakognitif

Namun demikian, menurut saya revisi taksonomi Bloom belum menjawab


seluruh permasalahan pada taksonomi asli. Salah satunya adalah masih
memberi porsi perhatian yang lebih besar pada ranah kognitif, dibandingkan
ranah psikomotorik dan afektif.

C. Taksonomi SOLO
Biggs & Collis (1982) mendesain taksonomi SOLO (Structure of Observed
Learning Outcomes) sebagai suatu alat evaluasi tentang kualitas respons
siswa terhadap suatu tugas. Taksonomi tersebut terdiri dari lima level, yaitu
prastruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan extended abstract.
Biggs & Collis (1982) mendeskripsikan setiap level tersebut sebagai berikut.
prastruktural Siswa tidak mengerjakan tugas dengan tepat
; siswa belum benar-benar memahami inti
tugas yang diberikan ; siswa menggunakan
cara yang terlalu sederhana untuk
menghadapi tugas tsb
unistruktural Siswa dapat menggunakan satu penggal
informasi dalam merespons suatu tugas
(membentuk suatu data tunggal)
multistruktural Siswa dapat menggunakan beberapa penggal
informasi tetapi tidak dapat
menghubungkannya secara bersama-sama
relasional Siswa dapat memadukan penggalan-penggalan
informasi yang terpisah untuk menghasilkan
penyelesaian dari suatu tugas
Extended abstract Siswa dapat menghasilkan prinsip umum dari
data terpadu yang dapat diterapkan untuk
situasi baru (mempelajari konsep tingkat
tinggi)

Menurut Biggs (1999) respons siswa pada level extended abstract dan
relasional adalah fase kualitatif. Dalam hal ini, siswa merespons suatu
masalah dengan cara mengintegrasikan informasi-informasi yang diberikan
dengan menggunakan pola (pattern) struktural. Sedangkan untuk level-level
di bawahnya merupakan fase kuantitatif. Siswa dalam hal ini melakukan
respons terhadap tugas dengan menggunakan satu atau lebih atau bahkan
tidak sama sekali dari informasi-informasi yang diberikan.
(http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/SOLO.pdf)

Bila digambarkan dalam bentuk bagan tingkatan-tingkatan pada taksonomi


SOLO adalah sebagai berikut :
Extended abstract
Relasional

Multi struktural

Uni struktural

Pra struktural

D. Taksonomi Fink
Dr.L. Dee Fink (2003), menghadirkan sebuah taksonomi yang tidak hierarki
atau tidak berjenjang sesuai tingkatan. Taksonomi ini menekankan pada
metakognisi dan juga mengandung lebih banyak aspek afektif.
(www.ucd.ie/teaching). Taksonomi ini kemudian dikenal dengan taksonomi
Fink.
Fink mengembangkan taksonomi ini karena Fink menemukan bahwa ada
sebuah elemen yang hilang pada taksonomi Bloom, karena banyak orang
lebih fokus pada ranah kognitif. Padahal menurutnya, jenis pembelajaran lain
juga penting termasuk belajar bagaimana belajar, keterampilan
kepemimpinan, interpersonal, etika, komunikasi, karakter, toleransi,
kemampuan beradaptasi, kemampuan untuk berubah. Fink mendefinisikan
belajar sebagai suatu bentuk perubahan yang signifikan pada siswa.
(http://www.vaniercollege.qc.ca/pdo/2013/02/teaching-tip-the-fink-
think/). Bila digambarkan adalah sebagai berikut :

Gambar : Taksonomi Fink


Sumber : http://www.vaniercollege.qc.ca/pdo/2013/02/teaching-tip-
the-fink-think/

Adapun dimensi pembelajaran yang signifikan menurut Fink adalah sebagai


berikut : (www.ucd.ie/teaching)
Deskripsi
Fundamental Memahami dan mengingat
Knowledge
Application Pemikiran yang kritis, kreatif, dan praktis ;
pemecahan masalah
Integration Membuat hubungan antara ide, mata pelajaran,
orang
Human Dimensions Belajar tentang diri dan mengubah diri ;
memahami dan berinteraksi dengan orang lain
Caring Mengenali/mengubah perasaan, minat, nilai
seseorang
Belajar untuk belajar Belajar bagaimana bertanya dan menjawab
pertanyaan, menjadi pebelajar yang bisa
mengarahkan diri sendiri
E. Taksonomi Marzano
Taksonomi Marzano dikembangkan pertama kali tahun 2000 oleh Robert
Marzano. Taksonomi yang dikembangkan Marzano dibuat dari tiga sistem
dan domain pengetahuan. Ketiga sistem tersebut adalah Sistem Diri (Self-
system), Sistem Metakognitif dan Sistem Kognitif. Pada saat berhadapan
dengan pilihan untuk memulai tugas baru, Sistem Diri memutuskan apakah
melanjutkan kebiasaan yang dijalankan saat ini atau masuk dalam aktivitas
baru; Sistem Metakognitif mengatur berbagai tujuan dan menjaga tingkat
pencapaian tujuan-tujuan tersebut; Sistem Kognitif memproses seluruh
informasi yang dibutuhkan, dan domain pengetahuan menyediakan isinya.
Marzano berpendapat bahwa pengetahuan adalah bahan bakar yang memberi
tenaga pada proses berpikir. Pengetahuan adalah sebuah faktor penting dalam
berpikir. Tanpa adanya kecukupan informasi tentang mata pelajaran, sistem-
sistem yang lain hanya bekerja sedikit sekali dan tidak akan dapat merekayasa
proses belajar dengan sukses. Menurut Marzano pengetahuan dapat
digolongkan ke dalam tiga bagian yaitu: informasi, prosedur mental, dan
prosedur fisik.

Informasi terdiri dari pengorganisasian beragam gagasan, seperti prinsip-


prinsip, penyederhanaan, dan rincian, seperti kamus istilah dan fakta-fakta.
Berbagai prinsip dan penyederhanaan tersebut penting karena hal-hal tersebut
memungkinkan kita untuk dapat menyimpan lebih banyak informasi dengan
usaha yang lebih sedikit dengan menempatkan beragam konsep ke dalam
bebagai kategori. Prosedur Mental adalah berbagai prosedur mental yang
mencakup mulai dari beragam proses yang rumit sampai kepada tugas-tugas
yang lebih sederhana seperti taktik: membaca peta dan lainnya, algoritma :
perhitungan yang panjang dan lainnya; serta aturan-aturan tunggal: aturan
permodalan dan lainnya. Prosedur fisik adalah kemampuan fisik yang
dibutuhkan seperti membaca buku, gerakan mata, dan lainnya.
Proses mental pada Sistem Kognitif dilaksanakan dari domain pengetahuan,
proses ini memberi banyak orang akses informasi dan prosedur dalam ingatan
mereka dan membantunya memanipulasi dan menggunakan pengetahuan ini.
Sistem kognitif ini terdiri dari empat komponen yaitu : penarikan
pengetahuan, pemahaman, analisis dan penggunaan pengetahuan. Setiap
proses terbentuk dari seluruh proses sebelumnya. Sistem Metakognitif adalah
pengendalian misi dari proses berpikir dan mengatur semua sistem lainnya.
Sistem ini menentukan berbagai tujuan dan membuat berbagai keputusan
tentang informasi apa yang dibutuhkan dan proses kognitif apa yang sangat
sesuai dengan tujuan. Kemudian memantau berbagai proses dan membuat
perubahan sebagaimana dibutuhkan. Sistem Diri Sendiri meliputi berbagai
sikap, keyakinan dan perasaan yang menentukan motivasi seseorang untuk
menyelesaikan tugas. Berbagai faktor yang berkontribusi untuk motivasi
ialah: kepentingan, keefektifan dan emosi. Kepentingan adalah tanggapan
seseorang dalam menentukan seberapa penting tugas tersebut untuk dirinya:
apakah yang ingin dia pelajari, apakah yakin bahwa ia membutuhkannya.
Keefektifan mengacu kepada keyakinan banyak orang mengenai kemampuan
mereka menyelesaikan sebuah tugas dengan sukses. Seseorang yang memiliki
keyakinan tinggi akan kemampuan yang dimilikinya dari berbagai sumber
untuk sukses, akan dapat mengerjakan tugas dan mengatasi berbagai
tantangan yang dihadapinya. Emosi memiliki dampak besar terhadap
motivasi, seseorang yang efektif menggunakan kecakapan metakognitifnya
untuk membantu berdamai dengan berbagai tanggapan emosional dan
mengambil keuntungan dari berbagai tanggapan positif.
(Sumber : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46857/2011
yum_Tinjauan%20Pustaka%20(BAB%20%20II).pdf?sequence=7)
Marzano merasa perlu mengembangkan taksonomi ini untuk menjawab
kekurangan pada taksonomi Bloom. Pada taksonomi Bloom menggunakan 3
ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sementara menurut
Gagne (1985) hasil belajar terdiri dari lima golongan kompetensi yaitu : (1)
informasi verbal (2)keterampilan intelektual (3) strategi kogitif (4)
keterampilan motorik (5)sikap. Jika dikaitkan dengan hasil belajar yang
dikemukakan oleh Gagne, maka taksonomi Bloom belum bisa memenuhi
kelima golongan kompetensi tersebut, yaitu pada aspek sikap. Sehingga
taksonomi Marzano hadir untuk menjawab keterbatasan taksonomi Bloom.
Pada taksonomi Marzano terdiri atas tiga sistem : Sistem Diri, Sistem
Metakognitif, Sistem Kognitif. (Sumber : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/
handle/123456789/46857/2011yum_Tinjauan%20Pustaka%20(BAB
%20%20II).pdf?sequence=7)

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa Sistem Diri Sendiri meliputi
berbagai sikap, keyakinan dan perasaan yang menentukan motivasi seseorang
untuk menyelesaikan tugas. Sistem Metakognitif mengatur berbagai tujuan
dan menjaga tingkat pencapaian tujuan-tujuan tersebut; Sistem Kognitif
memproses seluruh informasi yang dibutuhkan, dan domain pengetahuan
menyediakan isinya.

F. Taksonomi Taksonomi Bloom VS Taksonomi (SOLO,Fink,Marzano)


1. Taksonomi Bloom dengan Taksonomi SOLO

2. Taksonomi Bloom dengan Taksonomi Fink

3. Taksonomi Bloom dengan Taksonomi Marzano


G. Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi
Teaching and Educational Development Institute. Biggs structure
of the observed learning outcome (SOLO) taxonomy. The
University of Queensland
Tohari. Mengukur Kualitas Pembelajaran Matematika dengan
Gabungan Taksonomi Bloom dan SOLO.
http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/SOLO.pdf
Utari, Retno.Taksonomi Bloom Apa dan Bagaimana
Menggunakannya?
http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/766_1Takso
nomi%20Bloom%20-%20Retno-ok-mima.pdf
www.ucd.ie/teaching
Gunawan, dan Anggraini. Taksonomi Bloom- Revisi Ranah Kognitif :
Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan
Penilaian. http://ebookbrowse.com/ra/ranah-taksonomi-bloom
http://www.intel.co.id/content/dam/www/program/education/apac/id
/id/documents/project-design/skills/bloom.pdf

Anda mungkin juga menyukai