PEMBELAJARAN
(Model Pengembangan Borg & Gall dan Hannafin & Peck)
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah Pengembangan Bahan Ajar dan Media Biologi
yang dibina oleh Dr. Endang Suarsini, M.Ked
Disusun oleh
Dasriani 170341864573
Hellen Septirangga Putri 170341864508
M. Saiful Fahmi 170341864557
Tarwiyani 170341864524
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Model Pengembangan Bahan Ajar Dan Media Pembelajaran
(Model Pengembangan Borg & Gall dan Hannafin & Peck)”.
Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu dalam
penyelesaian makalah ini, baik yang berupa sumbangan pikiran, bimbingan, ide dan
motivasi yang sangat berarti, terutama ditujukan kepada:
1. Ibu Dr. Endang Suarsini, M.Ked sebagai dosen pembina matakuliah Pengembangan
Bahan Ajar dan Media Pembelajaran.
2. Rekan-rekan mahasiswa biologi yang telah memberikan bantuan, semangat dan
motivasi. Segala bantuan yang diberikan kepada penulis semoga menjadi amal
ibadah dan diridhoi Allah SWT.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Terakhir penulis menyampaikan harapan semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
dikembangkan. Borg & gall (1983) menyatakan bahwa prosedur penelitian
pengembangan pada dasarnya terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan
produk, dan (2) menguji keefektifan produk dalam mencapai tujuan.
Model penelitian pengembangan Borg and Gall merupakan model pengembangan
dengan tujua menghasilkan suatu produk dalam pembelajaran. Sama halnya dengan
model pengembangan Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model desain
pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk merupakan model
desain pembelajaran yang dikembangkan untuk menghasilkan suatu produk, biasanya
produk berupa media pembelajaran seperti multimedia interaktif, media audio-visual dan
media pembelajaran lainnya yang berbasis CAI (Computer-Assisted Instructional).
6
1.3.6 Memahami kelebihan dan kekurangan dari model penelitian pengembangan
Hannafin & Peck.
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
penelitian dasar) atau untuk menjawab pertanyaan spesifik tentang masalah praktis
(melalui penelitian terapan).
Model penelitian dan pengembangan (research and development) disebut juga
sebagai research-based development yang merupakan model penelitian yang
mengembangkan produk baru dan menyempurnakan produk yang telah ada. Produk yang
dimaksud bersifat longitudinal ataupun bertahap. Hal ini didukung oleh pendapat
Sugiyono (2008: 407) yang mendefinisikan model penelitian dan pengembangan sebagai
“model penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut”.
Pendidik dan peneliti telah mencari cara untuk menjembatani kesenjangan antara
penelitian dan praktik selama bertahun-tahun. Inilah kontribusi R & D dalam pendidikan.
Diperlukan temuan yang dihasilkan oleh penelitian dasar dan terapan dan
menggunakannya untuk membangun produk yang telah diuji yang siap digunakan
operasional di sekolah. Namun, kita harus menekankan di sini bahwa R & D pendidikan
tidak menjadi pengganti riset dasar atau terapan. Ketiga strategi penelitian yang
mendasar, diterapkan, dan Litbang wajib membawa perubahan pendidikan. Faktanya, R
& D meningkatkan potensi dampak temuan penelitian dasar dan terapan pada praktik
sekolah dengan menerjemahkannya menjadi produk pendidikan yang dapat digunakan
(Borg & Gall, 1983).
Borg and Gall (1983) menjelaskan empat ciri utama dalam model penelitian
pengembangan (Research and Development), yaitu:
1. Mempelajari temuan penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan
dikembangkan (Studying research findings pertinent to the product to be develop).
2. Mengembangkan basis produk temuan tersebut (Developing the product base on this
findings).
3. Bidang pengujian dalam pengaturan wilayah yang akhirnya digunakan (Field testing
it in the setting where it will be used eventually).
4. Merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam tahap uji
lapangan (Revising it to correct the deficiencies found in the field-testing stage).
9
2.1.2 Langkah-Langkah Model Pengembangan (Research and Development) Borg
and Gall
Gambar 2.1. Tahapan Model Penelitian Pengembangan R & D Menurut Borg and
Gall
Menurut Borg dan Gall (1989: 783-795), pendekatan research and development
(R & D) dalam pendidikan meliputi sepuluh langkah. Adapun bagan langkahlangkah
penelitiannya seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
1. Penelitian dan pengumpulan informasi (Research and information collecting)
Penelitian dan pengumpulan informasi, yang meliputi kajian pustaka,
pengamatan atau observasi kelas dan persiapan laporan awal. Penelitian awal atau
analisis kebutuhan sangat penting dilakukan guna memperoleh informasi awal untuk
melakukan pengembangan. Ini bisa dilakukan misalnya melalui pengamatan kelas
untuk melihat kondisi riil lapangan.
2. Perencanaan (planning)
Perencanaan mencakup merumuskan kemampuan, merumuskan tujuan khusus
untuk menentukan urutan bahan, dan uji coba skala kecil. Hal yang sangat urgen
dalam tahap ini adalah merumuskan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh produk
yang dikembangkan. Tujuan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang
tepat untuk mengembangkan program-program atau produk sehingga program atau
produk yang diuji cobakan sesuai dengan tujuan khusus yang ingin dicapai.
10
3. Pengembangan format produk awal (Develop preliminary form of product)
Langkah ini meliputi penentuan desain produk yang akan dikembangkan
(desain hipotetik), penentuan sarana dan prasarana penelitian yang dibutuhkan selama
proses penelitian dan pengembangan, penentuan tahap-tahap pelaksanaan uji desain
di lapangan, dan penentuan deskripsi tugas pihak-pihak yang terlibat dalam
penelitian. Termasuk di dalamnya antara lain pengembangan bahan pembelajaran,
proses pembelajaran dan instrumen evaluasi.
4. Uji coba awal (Preliminary field testing)
Langkah ini merupakan uji produk secara terbatas, yaitu melakukan uji
lapangan awal terhadap desain produk, yang bersifat terbatas, baik substansi desain
maupun pihak-pihak yang terlibat. Uji lapangan awal dilakukan secara berulang-
ulang sehingga diperoleh desain layak, baik substansi maupun metodologi. Misal uji
ini dilakukan di 1 sampai 3 sekolah, menggunakan 6 sampai 12 subjek uji coba (guru).
Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara dan pengedaran angket.
Pengumpulan data dengan kuesioner dan observasi yang selanjutnya dianalisis.
5. Revisi produk (Main product revision)
Langkah ini merupakan perbaikan model atau desain berdasarakan uji lapangan
terbatas. Penyempurnaan produk awal akan dilakukan setelah dilakukan uji coba
lapangan secara terbatas. Pada tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak
dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
6. Uji coba lapangan (Main field testing)
Main field testing (Uji coba lapangan) merupakan langkah uji coba utama
yang melibatkan seluruh objek percobaan (misalnya, mahasiswa). Uji coba ini
meliputi pengujian efektivitas desain produk, uji efektivitas efektivitas desain
menggunakan teknik eksperimen model pengulangan. Hasil uji lapangan adalah
desain yang efektif, baik dari sisi substansi maupun metodologi. Data terkait
penggunan produk dikumpulkan untuk melihat efektifitas dan efisiensi produk.
Dalam bidang pendidikan, misalnya desain produk berupa metode mengajar
baru. Maka, desain produk tersebut dapat langsung diuji coba setelah divalidasi dan
direvisi. Uji coba tahap awal dilakukan dengan simulasi penggunaan metode
mengajar tersebut. Setelah disimulasikan, maka dapat diujicobakan pada kelompok
11
yang terbatas. Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
apakah metode mengajar baru tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan metode
mengajar yang lama ataupun yang lainnya. Untuk itu uji coba dapat dilakukan dengan
eksperimen, yaitu membandingkan efektivitas metode mengajar lama dengan yang
baru. Indikatornya efektivitas metode mengajar baru adalah kecepatan pemahaman
murid pada pelajaran menjadi lebih tingi, murid bertambah kreatif dan hasil belajar
meningkat (Sugiyono, 2016: 414-415).
Eksperimen dapat dilakukan dengan cara membandingkan keadaan sebelum
dan sesudah menerapkan metode mengajar baru tersebut. Dalam hal ini ada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian model eksperimen
pertama dan kedua dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini:
12
Gambar 2.3. Contoh Desain Eksperimen Penelitian R & D (Sugiyono, 2016:416)
13
tersebut. Setelah itu maka kecepatan pemahaman murid terhadap pelajaran,
perubahan kreativitas dan hasil belajar pada kedua kelompok tersebut diukur.
Kecepatan pemahaman murid pada pelajaran, perubahan kreativitas murid
dan hasil belajar diukur dengan instrumen sehingga diperoleh data kuantitatif. Dalam
pengujian ini, O2 berarti prestasi kelompok eksperimen setelah diajar dengan metode
mengajar baru dan O4 adalah prestasi kelompok kontrol setelah diajar dengan metode
mengajar lama. Jika nilai O2 secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan O4
maka metode mengajar baru tersebut lebih efektif bila dibandingkan dengan metode
mengajar yang lama. Dengan terujinya produk berupa metode mengajar tersebut
maka langkah pengujian produk untuk tahap terbatas ini dinyatakan selesai dan
langkah selanjutnya adalah revisi produk.
7. Revisi Produk (Operational product revision)
Operational product revision merupakan kegiatan melakukan perbaikan atau
penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas sehingga produk yang
dikembangkan sudah merupakan desain model operasional yang siap divalidasi.
Tahapan ini merupakan perbaikan kedua setelah dilakukan uji lapangan yang lebih
luas. Penyempurnaan produk pada tahap ini akan semakin memantapkan produk
yang akan dikembangkan. Penyempurnaan pada tahapan ini tidak hanya didasarkan
pada aspek kualitas melainkan juga kuantitasnya berdasarkan hasil belajar siswa
yang pada proses pembelajaran telah diuji untuk menggunakan produk yang
dikembangkan.
Pengujian efektivitas metode mengajar baru pada sampel yang terbatas tersebut
menunjukkan bahwa metode mengajar baru ternyata yang lebih efektif dari metode
lama. Perbedaan sangat signifikan, sehingga metode mengajar baru tersebut dapat
diberlakukan pada kelas yang lebih luas dimana sampel tersebut diambil. Namun dari
hasil pengujian terlihat bahwa kreativitas murid masih mendapatkan nilai 60% dari
yang diharapkan. Maka dari itu desain metode mengajar perlu direvisi agar
kreativitas murid dalam belajar dapat meningkat pada gradasi yang tinggi. Setelah
direvisi, maka perlu diuji cobakan lagi pada kelas yang lebih luas. Cara pengujian
seperti contoh di atas. Setelah metode mengajar baru diterapkan selama setengah
tahun atau satu tahun maka perlu dicek kembali, mungkin ada kelemahannya, jika
14
ada maka perlu segera diperbaiki lagi. Setelah diperbaiki maka dapat diproduksi
masal atau digunakan pada lembaga pendidikan yang lebih luas.
Bila pengujian produk dalam hal ini metode mengajar baru mengunakan desain
pre-test post-test control group design (ada kelompok eksperimen dan kontrol) maka
untuk mencari efektivitas dan efisiensi sistem kerja baru, dilakukan dengan cara
menguji signifikansi antara kelompok yang diajar dengan metode mengajar baru
dengan kelompok yang tetap diajar dengan menggunakaan metode lama.
8. Uji Kelayakan (Operational field testing)
Operational field testing (Uji kelayakan) merupakan langkah uji validasi
terhadap model operasional yang telah dihasilkan. Setelah pengujian terhadap produk
berhasil dan ada sedikit revisi maka selanjutnya produk yang berupa metode
mengajar baru tersebut diterapkan dalam lingkup lembaga pendidikan yang luas.
Dalam operasinya, metode baru tersebut tetap harus dinilai kekurangan atau
hambatan yang muncul guna perbaikan lebih lanjut. Uji ini dilakukan dengan
menggunakan wawancara, observasi, quesioner, yang kemudian hasilnya dianalisis.
9. Revisi Produk Akhir (Final product revision)
Final product revision merupakan tahap perbaikan akhir terhadap model yang
dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final). Revisi final produk ini
dilakukan apabila dalam pemakaian pada lembaga pendidikan yang lebih luas
terdapat kekurangan dan kelemahan. Dalam uji pemakaian, sebaiknya pembuat
produk selalu mengevaluasi bagaimana kinerja produk dalam hal ini adalah metode
mengajar.
10. Desiminasi dan Implementasi (Dissemination and implementation)
Dissemination and implementation merupakan tahapan penyebarluasan produk
atau model ang telah dikembangkan. Bila produk yang berupa metode mengajar baru
tersebut telah dinyatakan efektf dalam beberapa pengujian, maka metode mengajar
baru tersebut dapat diterapkan pada setiap lembaga pendidikan.
Pada produk teknologi dapat dibuat produk masal apabila produk yang telah
diuji coba dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi massal. Sebagai contoh
pembuatan mesin untuk mengubah sampah menjadi bahan yang bermanfaat, akan
diproduksi masal apabila berdasarkan studi kelayakan baik dari aspek teknologi,
ekonomi dan lingkungannya memenuhi. Untuk dapat memproduksi masal, maka
15
peneliti perlu bekerja sama dengan perusahaan, begitu pula untuk peneliti yang
mengembangkan metode belajar baru ini harus bekerja sama dengan lembaga
pendidikan dan lainnya.
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
A. Deskripsi Teori
B. Kerangka Berfikir
C. Hipotesis ( Produk Yang Akan Dihasilkan)
16
A. Langkah – Langkah Penelitian
B. Metode Penelitian Tahap I
1. Populasi Sampel Sumber Data
2. Teknik Pengumpulan Data
3. Instrumen Penelitian
4. Analisis Data
5. Perencanaan Desain Produk
6. Validasi Desain
C. Metode Penelitian Tahap II
1. Model Rancangan Eksperimen Untuk Menguji
2. Populasi Dan Sampel
3. Teknik Pengumpulan Data
4. Instrumen Penelitian
5. Teknik Analisis Data
A. Kesimpulan
B. Saran Penggunaan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN INSTRUMEN
LAMPIRAN DATA
17
2. Penelitian pengembangan R & D akan selalu mendorong proses inovasi produk/
model yang tiada henti /memiliki nilai suistanibility yang cukup baik sehingga
diharapkan akan ditemukan produk-produk / model-model yang selalu actual sesuai
dengan tuntutan kekinian
3. Penelitian pengembangan R & D merupakan penghubung antara penelitian yang
bersifat teoritis dengan penelitian yang bersifat praktis
4. Metode penelitian yang ada dalam R & D cukup komprehensif , mulai dari metode
deskriptif, evaluatif, dan eksperimen.
b. Kekurangan Model Penelitian Pengembangan R & D
1. Pada prinsipnya penelitian pengembangan R & D memerlukan waktu yang relatif
panjang; karena prosedur yang harus ditempuhpun relatif kompleks.
Penelitian pengembangan R & D dapat dikatakan sebagai penelitian “here and
now” , Penelitian R & D tidak mampu digeneralisasikan secara utuh, karena pada
dasarnya penelitian R & D pemodelannya pada sampel bukan pada populasi.
18
kombinasi gambar dan oral-aural, menghasilkan sutau pembelajaran yang besar, dan
kesalahpahaman yang muncul hanya sedikit dari konten konkret dan abstrak yang
disampaikan (Gavora dan Hannafin, tanpa tahun).
Model pengembangan ini dikembangkan oleh Michael J.Hannafin dan Dr. Kyle
L.Peck sehingga model pengembangannya diberi nama Hannafin and Peck. Menurut
Afandi dan Badarudin (2011) bahwa model pengembangan Hannafin dan Peck
adalah desain model pengembangan yang terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment
Phase (Fase Analisis Keperluan), Design Phase (Fase Desain), dan
Develop/Implement Phase (Fase Pengembangan dan Implementasi). Dalam model
pengembangan ini, dilakukan evaluasi atau penilaian dan pengulangan di setiap
fasenya.
Berikut adalah ketiga fase dari desain model pengembangan Hannafin dan Peck.
1. Need Assessment Phase (Fase Analisis Keperluan)
Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan
(Need Assessment). Pengertian analisis kebutuhan dalam konteks pegembangan
kurikulum menurut John Mc-Neil (Wina Sanjaya, 2008) yaitu : ‘the process by
which one defines educational needs and decides what their priorities are’.
Artinya, bahwa analisis kebutuhan merupakan sebuah proses yang didefinisikan
sebagai sebuah kebutuhan pendidikan dan ditentukan sesuai dengan prioritasnya.
19
Jadi pada intinya, proses ini merupakan proses untuk menentukan hal utama dari
apa yang dibutuhkan dalam pendidikan. Fase ini diperlukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu media
pembelajaran termasuk di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang
dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran,
peralatan dan keperluan media pembelajaran.
Menganalisis kebutuhan menjadi hal dasar dalam mendesin pembelajaran
yang akan dilaksanakan. Bukan hal yang mudah mengidentifikasi hal apa yang
menjadi kebutuhan dalam pembelajaran. Terdapat langkah-langkah dalam fase
analisis kebutuhan, Glasgow dalam Wina Sanjaya (2008) mengemukakan secara
detail langkah-langkah need assessment yaitu sebagai berikut :
a) Tahapan pengumpulan informasi
Dalam merancang pembelajaran pertama kali seorang desainer perlu
memahami terlebih dahulu informasi tentang siapa dapat mengerjakan apa,
siapa memahami apa, siapa yang akan belajar, kendala-kendala apa yang
dihadapi dan lain sebagainya. Berbagai informasi yang dikumpulkan akan
bermanfaat dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, informsi yang
terkumpul digunakan sebagai dasar dalam merancang sistem pembelajaran.
Model Hannafin dan Peck ini berorientasi pada produk sehingga informasi
yang dibutuhkan misalnya bagaimana cara pembuatan media pembelajaran
dengan bahan yang ada.
b) Tahapan identifikasi kesenjangan
Dalam mengidentifikasi kesenjangan Kaufan dan English dalam Wina
Sanjaya (2008), menjelaskan bahwa terdapat lima elemen yang saling
berkaitan yakni Input, Proses, Produk, Output dan Outcome. Input meliputi
kondisi yang tersedi saat ini misalnya tentang keuangan, waktu, bangunan,
guru, pelajar, kebutuhan. Komponen proses meliputi perencanaan, metode,
pembelajaran individu, dan kurikulum. Komponen produk meliputi
penyelesaian pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dimiliki. Komponen output meliputi ijazah kelulusan, keterampilan
prasyarat, lisensi. Komponen outcome meliputi kecukupan dan kontribusi
individu atau kelompok saat ini dan di masa depan. Dari analisis diatas dapat
20
digambarkan masalah dan kebutuhan pada setiap komponen yakni input,
proses, produk dan output.
c) Analisis performance
Tahap selanjutnya adalah tahap menganalisis performance. Pada tahap
ini seorang guru yang sudah memahami informasi dan mengidentifikasi
kesenjangan yang ada, kemudian mencari cara untuk memecahkan
kesenjangan tersebut. Baik dengan perencanaan pembelajaran atau dengan
cara lain, seperti melalui kebijakan pengelolaan baru, penentuan struktur
organisasi yang lebih baik, atau mungkin melalui pengembangan bahan dan
alat-alat pembelajaran. Jika dilihat dari orientasi model Hannafin dan Peck
yang mengarah ke produk maka dalam analisis performance masalah yang
mungkin bisa diselesaikan adalah tentang pengembangan bahan dan alat-alat
pembelajaran.
d) Mengidentifikasi kendala serta sumber-sumbernya
Tahap keempat dalam need assessment adalah mengidentifikasi
berbagai kendala yang muncul beserta sumber-sumbernya. Maksudnya, kita
harus mengantisipasi kendala yang mungkin akan muncul. Kendala dapat
berupa waktu, fasilitas, bahan, personal dan lain sebagainya, dimana
sumbernya bisa berasal dari orang yang terlibat (guru atau siswa), berasal dari
fasilitas yang mendukung atau tidak, dan jumlah pendanaan beserta
pengaturannya.
e) Identifikasi karakteristik siswa
Siswa menjadi pusat dalam pembelajaran, oleh karena itu identifikasi
karakteristik siswa sangat dibutuhkan. Sebab, tidak ada siswa yang sama
sehingga penangan dari setiap masalah yang ada di setiap siswa akan berbeda
pula. Identifikasi karakteristik siswa meliputi usia, jens kelamin, level
pendidikan, gaya belajar dan lain sebagainya. Dengan identifikasi tersebut
dapat bermanfaat ketika kita menentuka tujuan yang harus dicaai, pemilihan
dan penggunaan strategi embelajaran yang dianggap cocok.
f) Identifikasi tujuan
Mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap keenam
dalam need assessment. Tidak semua kebutuhan menjadi tujuan yang ingin
21
dicapai, namun kebutuhan-kebutuhan yang diprioritaskanlah yang menjadi
tujuan agar dapat segera dipecahkan sesuai kondisi.
g) Menentukan permasalahan
Tahap terakhir adalah menentukan permasalahan, sebagai pedoman
dalam penyusunan proses desain pembelajaran. Dalam model Hanafin dan
Peck berorientasi produk, sehingga masalah yang biasanya timbul adalah
tentang media pembelajaran.
Setelah semua langkah dijalankan, kemudian dilakukan sebuah tes atau
penlaian terhadap hasil dalam fase ini. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui
ada atau tidakkah kebutuhan yang seharusnya ada tetapi tidak tercatat. Sebab, hal
ini justru akan menjadikan msalah baru di masa yang akan datang.
2. Design Phase (Fase Desain)
Fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan
kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut.
Dokumen tersebut dapat berupa story board. Jadi, hasil dari need assessment
kemudian dituangkan ke dalam sebuah papan dan caranya dengan mengikuti
aktifitas yang sudah dianalisis dalam need assessment sebelumnya. Dokumen ini
nantiya akan memudahkan kita dalam menentukan tujuan pembuatan media
pembelajaran, karena merupakan sebuah papan. Dalam fase kedua ini, tidak lupa
dilakukan tes atau penilaian sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan
implementasi. Hanafin dan Peck telah menggambarkan bahwa harus ada timbal
balik dari setiap fase, hal ini mungkin membuat kita mudah mengetahui kesalahan
yang kita buat dan menjadi pembelajaran untuk kita (Rusyani, Tanpa tahun).
3. Develop/Implement Phase (Fase Pengembangan dan Implementasi)
Fase terakhir dari model Hannafin dan Peck adalah pengembangan dan
implementasi. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Pada
fase ini dilaksanakan kegiatan menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti
kesinambungan link, penilaian dan pengujian. Hasil dari proses penilaian dan
pengujian ini akan digunakan dalam proses revisi (pengubahsesuaian) untuk
mencapai kualitas media yang dikehendaki. Model Hannafin dan Peck
menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-
22
proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase
secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck menyebutkan dua jenis
penilaian yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif adalah
penilaian yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan
penilaian sumatif dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan. Pada fase
ini media dikembangkan dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang telah dibuat berdasarkan analisis kebutuhan dan desain yang telah dijalankan
(Afandi dan Badarudin, 2011).
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Model pengembangan Borg and Gall memiliki 10 tahapan dalam pelaksanaannya
yaitu Research and information collecting, planning, Develop preliminary form
of product, Preliminary field testing, Main product revision, Main field testing,
Operational product revision, Operational field testing, Final product revision,
dan Dissemination and implementation.
2. Secara umum, model pengembangan Borg and Gall ini memiliki kelebihan yaitu
menghasilkan suatu inovasi produk dengan tingkat validasi yang tinggi dan dapat
digunakan oleh masyarakat luas. Sedangkan untuk kekurangannya, model
pengembangan ini memerlukan waktu yang relatif panjang untuk dapat
menghasilkan suatu produk.
3. Model pengembangan Hanafin dan Peck merupakan salah satu dari banyak model
desain pembelajaran yang berorietasi produk. Model berorientasi produk
merupakan model desain pembelajaran yang dikembangkan untuk menghasilkan
suatu produk, biasanya produk berupa bahan ajar ataupun media pembelajaran
seperti multimedia interaktif, media audio-visual dan bahan ajar atau media
pembelajaran lainnya yang berbasis CAI (Computer-Assisted Instructional).
4. Model pengembangan Hannafin dan Peck adalah desain model pengembangan
yang terdiri dari tiga fase yaitu Need Assessment Phase (Fase Analisis Keperluan),
Design Phase (Fase Desain), dan Develop/Implement Phase (Fase Pengembangan
dan Implementasi). Setiap akhir dari fase dilakukan evaluasi dan revisi.
3.2 Saran
Sebaiknya, untuk bahan kajian berikutnya diharapkan mampu menggunakan
referensi yang lebih banyak sehingga dapat menambah bahan kajian untuk review
makalah ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
Borg and Gall. 1983. Educational Research An Introduction 4th Edition. USA: Longman
Gavora, Mark and Michael Hannafin. Tanpa tahun. Interaction Strategies and Emerging
Technologies. Journal of ERIC Institute of Education Sciences. Online
(https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED363276.pdf), diakses pada tanggal 13
Februari 2018.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Supriatna, D dan Mulyadi, M. 2009. Konsep Dasar Desain Pembelajaran. Jakarta : Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
25