Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pedagang kaki lima atau bisa disingkat dengan PKL merupakan pedagang

yang biasanya berdagang di trotoar jalan, di tepi jalan maupun berkeliling ke

permukiman warga. PKL sering kali memenuhi jalan raya sehingga membuat

kemacetan jalan, tidak jarang pula pedagang kaki lima membuang sampah hasil

daganganya ke pinggir jalan, selokan dan trotoar jalan. Banyaknya PKL di

sepanjang jalan juga membuat sebuah kota terkesan kumuh. Tidak jarang satpol

pp memberi peringatan kepada para PKL ini mulai dari teguran hingga peringatan

keras berupa pengusiran paksa.

Wali Kota Pontianak Sutarmidji menyatakan dalam lima tahun terakhir

sejak 2010 hingga 2015, jumlah pedagang kaki lima (PKL) di kota itu telah

meningkat sekitar 29 persen, meskipun terus dilakukan penataan oleh Pemkot

Pontianak. "Data PKL tahun 2010, tercatat sebanyak 1.661 PKL, dalam lima

tahun ke depannya atau 2015 menjadi 2.156 PKL atau meningkat sebesar 29

persen," kata Sutarmidji di Pontianak, Selasa. Ia menjelaskan, Pemkot Pontianak

dalam hal tersebut, terus melakukan penataan terhadap keberadaan PKL agar tidak

membuat kumuh.

PKL yang berada di sepanjang jalan raya tidak memiliki izin untuk

berjualan di sana. Banyak cara yang di lakukan pemerintah untuk menertipan para

PKL tapi tidak sebanding dengan pertumbuhan PKL di Indonesia khusunya di


Kota Pontianak. Munculnya PKL ini disebabkan kurangnya tempat atau wadah

bagi para PKL untuk berjualan, selain tempat sewa ruko yang harganya sangat

tinggi di Kota Pontianak. Para PKL khususnya di jalan H. Rais A. Rachman

hampir ada di setiap tepi jalan tak jarang membuat kemacetan pada jalan ini. PKL

juga membuang sampah dagangan di sekitar tempat jualan bahkan di sungai jawi.

Untuk itu diperlukanya wadah atau tempat PKL untuk berjualan.

Pada jalan H. Rais A. Rachman memiliki sebuah lahan kosong

berukuran .. m x ..m yang biasanya di gunakan untuk offroad. Lahan ini strategis

untuk tempat PKL berjualan. Ada beberapa PKL yang sudah menepati disekitar

kawasan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari permasalahan ini yaitu :

Bagaimana perencanaan tempat pedagang kaki lima di jalan H Rais A. Rachman ?

1. 3 Batasan Masalah

Dikarenakan keterbatasan waktu dalam penulisan Tugas Akhir, kami sebagai

penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas. Adapun permasalahan yang

akan dibahas dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan tempat untuk berjualan PKL ?
2. Bagaimana mengatasi sampah di tempat untuk berjualan PKL tersebut ?
3. Bagaimana merencanakan sarana dan prasarana di tempat PKL tersebut ?

1. 4 Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan Umum dari penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma IV pada jurusan Teknik

Sipil dan Perencanaan di Politeknik Negeri Pontianak.

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan dari Perencanaan Tempat PKL yaitu :

- Menertipkan dan menata para PKL agar lebih teratur dalam berjualan.

- Memberikan warga tempat untuk membeli dengan mudah

1.5 Metodologi

Metode - metode yang kami gunakan dalam perencanaan tempat pedagang kaki

lima yaitu :

1. Metode Pengambilan (Pengumpulan) Data


Metode pengumpulan data merupakan suatu cara atau proses

sistematis dalam pengumpulan, pencatatan dan penyajian fakta untuk

tujuan tertentu. Tujuan pengumpulan data sangat tergantung pada tujuan

dan metodelogi riset, khususnya metode analisa data ( HM. Sonny

Sumarsono, 2004 ).

2. Metode Wawancara
Wawancara merupakan salah sutu bentuk pengamatan atau

pengumpulan data secara tidak langsung. Pengumpulan data dengan

wawancara adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan


mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan

pula ( HM. Sonny Sumarsono, 2004 ).


3. Metode Proyektif
Metode proyektif dalam pengumpulan data didasarkan pada sifat manusia

yang diberikan Tuhan untuk memproyeksikan nilai-nilai, keinginan,

kebutuhan ataupun sikap ke dalam perilaku, ataupun objek di luar manusia

itu sendiri. Tiap orang memandang sesuatu di dunia ini menurut proyeksi

dari dirinya sendiri ( Moh. Nazir, Ph.D, 2013 ).

1.6 Sistematika Penulisan

Sistimatika penulisan Tugas Akhir terdiri atas :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan,

metedologi, dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini meliputi teori teori dan aturan yang berhubungan dengan perencanaan

tempat untuk pedagang kaki lima.

BAB III ANALISIS DATA

Bab ini berisikan data data yang di butuhkan untuk perencanaan tempat untuk

pedagang kaki lima.

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DESAIN


Bab ini meliputi perhitungan dan perencanaan desain untuk tempat pedagang kaki

lima.

BAB V PENUTUP

Bab ini meliputi kesimpulan dari hasil perencanaan tempat untuk pedagang kaki

lima serta saran.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan tentang refrensi-referensi yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir

ini.

LAMPIRAN

Berisikan tentang desain-desain Tugas Akhir ini.

1.7 Diagram Alir

Identifikasi Ide/Gagasan Survei Lokasi


Dijalan H.Rais
Merencanakan Tempat A Rahman
PKL
Batasan
Masalah

Merencanakan
tempat berjualan
PKL, sistem
persampahan
ditempat
Judul

Perencanaan Tempat PKL dijalan H. Rais A


Rahman

Pengumpulan
Data

Data Primer Data Sekunder

Kondisi Fisik Data geografis


Data Jumlah PKL di kawasan
Lokasi Literatur
Peta Perencanaan
Dokumentasi

Analisa

Konsep

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pedagang Kaki Lima


Eksistensi pedagang kaki lima di indonesia telah berlangsung lama, sejak

era penjajahan inggris. Terminologi kaki lima mulai dikenal pada masa
pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles di Batavia tahun 1811 1816.

Nama kaki lima bermula dari kebijakan Raffles menginstruksikan sistem lalu

lintas di sebelah kiri jalan jalan raya. Ditepi tepi jalan harus dibuat troroar

untuk pejalan kaki yang tingginya harus 31 cm dan lebar 150 cm atau five feet.

Foot atau kaki adalaj ukuran tradisonal inggris. Satu kaki kira kira panjang 33

cm. Jadi, lima kaki kurang lebih sama dengan 1,5 meter. Kemudian, Teguh

Setiawan menjelaskan bahwa setelah five foot way dibuat, orang orang di

Batavia bisa lalu lalang tanpa khawatir tertabrak kereta kuda. Ini karena five foot

way dibuat lebih tinggi dari badan jalan. Namun situasi itu tidak berlangsung

lama, para pedagang dari bangsa Mealyu yang hemar memanfaatkan gerobak

dorong atau dagang dengan cara dipikul memanfaatkan five foot way untuk sarana

beristirahat, tidak hanya digunakan oleh pejalan kaki istirahat, tetapi digunakan

oleh para pedagang untuk menggelar barang dagangannya dan melayani pembeli (

Widjajanti, 2000 )

Pedagang kaki lima sebagai fenomena ekonomi, sudah berkembang

menjadi fenomena sosial dan budaya. Sudah banyak kajian yang dilakukan oleh

para ahli di berbagai tempat yang akhirnya terakumulasi dalam sebuah

konseptualisasi terori. Tujuan teori adalahh meningkatkan pemahaman ilmiah

melalui suatu kemapuan struktur sistematik dalam menjelaskan ataupun

memprediksi suatu fenomena (Hunt, 1991, dalam Zulganef, 2008)

Keberadaan pedagang kaki lima di tengah tengah kehidupan masyarakat

bukan semata mata sebagai aktivitas ekonomi, melainkan juga merupakan

suatufenomena sosial. Hal ini dikarenakan pedagang kaki lima terlahir dari proses
sosial sehingga fenomena kehadirannya juga dapat dijelaskan secara teoretis

dengan menggunakan Teori Interaksi Sosial. Suatu aktivitas jual beli juga

merupakan interkasi sosial, minimal antara penjual dan pembeli. Orang bekerja

sebagai pedagang kaki lima disamping bertujuan untuk mendapatkan penghasilan,

juga pekerjaan pedagang kaki lima menjadikan pelaku usahanya memiliki suatu

setatus pekerjaan yang jelas dan mencukupi kebutuhan hidupnya, seseorang sudah

pasti harus menjalani kerja sama antarindividu, antara individu dan kelompok atau

antar kelompok dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan

bersama ( Soekanto, 2004 )

Interaksi sosial adalah hubungan antara dua atau lebih individu yang

mempengaruhi pemikiran individu yang lain atau memperbaiki kelakuan yang

lain dianggap kurang baik kepada individu yang satu. Jadi, hubungan antara dua

individual atau lebih itu saling timbal balik, demi terciptanya suatu hubungan

yang baik antara dua atau lebih individu. Kontak sosial memiliki beberapa sifat,

yaitu kontak sosial positif dan kontak sosial negatif. Kontak sosial positif adalah

kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial

negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak

menghasilkan kontak sosial. Selain itu, kontak sosial juga memiliki sifat primer

dan sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan

langsung bertemu dan berhadapan muka. Sebaliknya, lontal sekunder memerlukan

suatu perantara.

Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan

komunikasi sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial berada di


seputar kedua syarat tersebut. Kontak sosial terjadi bukan tindakan sepihak,

melainkan ada tindakan dan ada respon atau tanggapan terhadap tindakan tersebut.

Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sama dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi atau kontak sosial.

Menurut Hariyanto (2011:2), interaksi sosial dipengaruhi faktor-faktor

sebagai berikut :

1) Sugesti, yaitu sebagai suatu proses pemberian pandangan atau pengaruh

oleh seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga pandangan

atau pengaruh tersebut diikuti tanpa berpikir panjang.


2) Imitasi, yaitu proses belajar seseorang dengan cara meniru atau mengikuti

perilaku orang lain.


3) Identifikasi, yaitu proses identifikasi berawal dari rasa kekaguman

seseorang pada tokoh idolanya.


4) Simpati, yaitu sekilas simpati tampak sama dengan identifikasi karena

menuntun seseorang untuk memposisikan diri pada keadaan orang lain.


5) Motivasi, yaitu dorongan yang mendasari seseorang untuk melakukan

sesuatu.

Tabel Perbedaan Sektor Informal dan Sektor Formal

Karakteristik Sektor Informal Sektor Formal

Tempat kegiatan Tidak permanen Permanen


Jam kerja Tidak menentu Teratur
Kualitas jenis barang yang Umumnya sedang Campuran
ditawarkan
Modal Umumnya kecil Sedang ke atas
Tenaga kerja Minim dan umumnya Tenaga upahan
tenaga keluarga
Konsumen Masyarakat ekonomi Masyarakat ekonomi
menegah ke bawah menegah ke atas
Perizinan Tanpa izin Terdapat izin tempat usaha

Akses kredit Dari lembaga keuangan Mudah mendapat pinjaman


tidak resmi bank/lembaga resmi
Sumber pajak Tidak ada Masuk bank

Konstribusi terhadap Perekonomian


1. RT 8. Karakteristik Pelaku PKL
1.1 jumlah penegluaran konsumsi RT 8.1 Umur
1.2 jumlah pendapatan per hari 8.2 Jenis kelamin
1.3 jumlah pendapatan sebagai PKL 8.3 Status perkawinan
2. Dampak Positif terhadap 8.4 Jumlah tanggungan
Perekonomian Masyarakat 8.5 Tingkat pendidikan
2.1 Harga murah/terjangkau 8.6 Usaha atau pekerjaan lain
2.2 Lebih dekat 8.7 Suku asal
3. Dampak Positif terhadap Kebijakan 8.8 Lamanya bekerja sebagai PKL
Pemerintah 9. Karakteristik Usaha PKL
3.1 Mengurangi pengangguran 9.1 Jenis barang yang dijual
3.2 Tumbuhnya ekosos masyarakat 9.2 Asal barang yang dijual
3.3 Peningkatan PAD 9.3 Di mana menjual
3.4 Meningkatkan kualitas perencanaan 9.4 Status tempat menjual
4. Dampak Negatif terhadap 9.5 Jarak tempat usaha dengan rumah
Perekonomian Masyarakat 9.6 Status dalam pekerjaan
4.1 Keamanan 9.7 Model menawarkan barang
5. Dampak Negatif terhadap Kebijakan 9.8 Modal yang digunakan
Masyarakat 9.9 Dari mana sumber modalnya
9.1
5.1 Mengotori lingkungan 0 Status usaha
5.2 Menyebabkan kemacetan 9.11 Motif usaha
9.1
6. Faktor Pendukung 2 Distribusi pendapatan
6.1 Kemudahan memperoleh barang 10. Peran Stakeholder dalam
6.2 Lokasi berjualan Pengembangan Usaha PKL
10.
7. Faktor penghambat 1 Pendidikan dan Pelatihan
7.1 Modal
7.2 Kebijakan Pemerintah/Perda
7.3 Gangguan keamanan
7.4 Bencana sosial
7.5 Aspek sosial dan budaya kerja

2.2 Struktur Atas

Gedung bertingkat tinggi, dengan menggunakan struktur beton bertulang,

struktur atas yang utama adalah terdiri dari Core wall /shear wall, balok , lantai

dan kolom. Core wall,untuk bangunan bertingkat tinggi memiliki fungsi sebagai

struktur pengaku bangunan terhadap gaya horizontal. Pada umumnya struktur core

wall tersebut dimanfaatkan sebagai ruang angkutan vertikal, dapat berupa lift atau

tangga biasa.

Pelaksanaan struktur atas beton, pada dasarnya dapat dilaksanakn dengai

berbagai metode, yaitu :

1. Cast inplace/cast insitu, komponen struktur dicor di tempatnya. Metode

konvesional ini, masih sering dipergunakan.


2. Campuran precast dan cast inplance. Metode ini sekarang sudah mulai

banyak digunakan dengan berbagai macam kombinasi antara balok, slab

dan kolom.
3. Precast, komponen struktur dicor di pabrik (plant), kemudian ditranspor ke

lapangan dan dipasang di tempatnya. Metode ini sekarang semakin

berkembang, menuju full precast untuk seluruh struktur atas, seiring

berkembang dengan kemajuan alat trasportasi vertikal, yang merupakan

alat penunjang yang sangat penting perannya.

2.3 Beban-Beban Pada Elemen Struktur


Elemen struktur berfungsi untuk menahan beban-beban pada sebuah

bangunan. Ada tiga jenis beban yang bekerja pada suatu elemen struktur, yaitu

beban mati (dead loads), beban hidup (live loads), dan beban angin (wind loads).
1. Beban mati (dead loads)
Beban mati adalah berat suatu elemen struktur dan nonstruktur yang

otomatis menjadi beban bagi elemen struktur dibawahnya. Beberapa

contoh beban mati, antara lain :


1) Konstruksi atap,
2) Kusen pintu dan jendela,
3) Dinding-dinding batu bata, dan
4) Konstruksi roof garden.
2. Beban hidup (live loads)
Beban hidup merupakan beban yang bersifat tidak tetap dan dapat

bergerak, misalnya berat dari orang-orang (penghuni ruang) dan

perabotan.
3. Beban angin (wind loads)
Beban angin diperhitungkan khususnya pada konstruksi atap miring.

Beban angin yang bekerja pada konstruksi atap miring meliputi angin

tekan dan angin isap. Beban angin dengan kecepatan dan kekuatan tinggi

semacam puting beliung mampu menghempaskan seluruh bagian atap


bangunan (penutup atap dan konstruksi) dengan cara menekan satu bidang

dan menghisap dibidang lain. Oleh karena itu, pengaruh beban angin ini

perlu diperhitungkan juga dalam perencanaan bangunan.


2.4 Luas Lantai Bangunan Efektif
Banyak program arsitektural hanya menghitung luas lantai

bangunan yang dibutuhkan bagi kegiatan penghuni/ pengguna bangunan

(luas netto) dan tidak memperhatikan luas lantai yang dibutuhkan untuk

sirkulasi (horizontal dan vertikal ).


Perbandingan antara luas efektif (luas netto) dan luas bruto (luas tipikal)

dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Fungsi Bangunan Koefisien


Apartemen 0,64
Asrama 0,65
Auditorium 0,70
Balai Pertemuan Umum 0,58
Bank 0,72
Bangunan Instusional/Administrasi 0,67
Gedung Parkir 0,85
Gudang 0,93
Hotel 0,63
Museum 0,80
Pengadilan 0,61
Perbelanjaan/Pertokoan 0,81
Perkantoran 0,80
Perpustakaan 0,76
Restoran 0,70
Rumah Sakit 0,55
Sekolah ( Laboratorium ) 0,59
Sekolah ( Ruang Peragaan Biologi ) 0,62
Sekolah ( Ruang Kelas ) 0,66

Kadang kadang luas lantai bruto ditentukan berdasarkan unit okupansi

dari fungsi bangunan, sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.2

Fungsi Bangunan Unit Luas Bruto ( m2)


Apartement Unit 80,0
Asrama Tempat tidur 18,5
Auditorium Kursi 2,5
Bioskop Teater Kursi 1,5
Gedung Parkir Mobil 33,5
Hotel Kamar 85,0
Rumah Sakit Tempat Tidur 30,0
Restoran Kursi 3,0
Sekolah Dasar Murid 7,0
Sekolah Lanjut Pertama Murid 10,0
Sekolah Menengah umum Murid 12,0

2.5 Standar Parkir


Tempat parkir kendaraan merupakan fasilitas yang perlu disediakan

oleh bangunan,dan jika tempat parkir yang disediakan melebihi 20

kendaraan, maka harus disediakan ruang duduk untuk istirahat sopir

dengan ukuran minimal 2,00 x 3,00 meter.


Penataan halaman parkir harus mengupayahkan adanya pohon

peneduh, dan perkerasan halaman parkir harus menggunakan bahan yang

dapat meresap air.


Pengaturan Parkir pada ruang terbuka antara Garis Sepadan

Bangunan ( GSB ) dan Garis Sepadan Jalan ( GSJ ) bisa dilihat di Tabel

2.3.
TABEL 2.6 Pengaturan Parkir

Lebar Rencana Jalan ( m ) Luas Maksimum Lahan Parkir


L < 30 meter Diizinkan s/d 100%
30 meter < L < 50 meter Diizinkan s/d 50%
L > 50 meter Ruang Terbuka Hijau

Pintu keluar/masuk kedalam wilayah bangunan minimum berada 20 meter

dari tikungan dan jika tidak memenuhi persyaratan tersebut, letak pintu

ditempatkan pada ujung sisi muka (frontage) terjauh dari tikungan.

TABEL 2.4 Standar Jumlah Parkir


Pengguna Predikat Standar Parkir 1 ( satu )

Mobil
Apartemen Setiap 1 unit
Bangunan Olah Raga Setiap 15 penonton/ kursi
Bioskop Kelas A I Setiap 7 kursi
Kelas A II Setiap 10 kursi
Kelas A III Setiap 15 kursi
Gedung Pertemuan/ Padat Setiap 4 m2 lantai bruto
Tidak Padat Setiap 10 m2 lantai bruto
Konvensi Bintang 4 5 Setiap 5 unit kamar
Hotel Bintang 2 3 Setiap 7 unit kamar
Bintang 1 ke bawah Setiap 10 unit kamar
Tingkat Kota Setiap 100 m2 lantai bruto
Pasar Tingkat Wilayah Setiap 200 m2 lantai bruto
Tingkat Lingkungan Setiap 300 m2 lantai bruto
Setiap 60 m2 lantai bruto
Perdagangan / Toko Setiap 200 m2 lantai bruto
Pergudangan Setiap 200 m2 lantai bruto
Perguruan Tinggi Setiap 100 m2 lantai bruto
Perkantoran Kelas I Setiap 10 m2 lantai bruto
Restoran / Hiburan Kelas II Setiap 20 m2 lantai bruto
VIP Setiap 1 tempat tidur
Rumah Sakit Kelas I Setiap 5 tempat tidur
Kelas II Setiap 10 tempat tidur
Setiap 100 m2 lantai bruto
Sekolah

Keterangan :
Lantai netto : lantai yang efektif digunakan
Lantai bruto : seluruh luas lantai, termasuk WC, gedung,

selasar/koridor, tangga, dan lain lain.


BAB III

ANALISIS DATA

3.1 Gambaran Umum Wilayah Perencanaan

Pontianak Barat merupakan 1 dari 5 kecamatan yang ada di Kota

Pontianak. Menurut Rencana Strategi Pontianak Barat Tahun 2015 2019,

Kecamatan Pontianak Barat adalah salah satu perangkat daerah Kota

Pontianak yang memiliki luas 13,24 km2 dan terbagi menjadi 4 kelurahan,
yaitu Kelurahan Pallima, Kelurahan Sungai jawi , Kelurahan Sungai Jawi

Luar dan Kelurahan Sungai Beliung. Batas batas wilayah Kecamatan

Pontianak Barat adalah sebagai berikut

Sebelah utara berbatasan dengan sungai kapuas


Sebelah timur berbatasan dengan Kecamtan Pontianak Kota
Sebelah selatan berbatasan dengan desa Pal IX, Kecamatan Sungai

Kakap, Kabupaten Pontianak


Sebelah barat berbatasan dengan desa Sungai Rengas, Kecamatan

Sungai Kakap, Kabupaten Pontianak

Berdasarkan badan pusat statistik Kota Pontianak tahun 2014,

jumlah penduduk wilayah Kecamatan Pontianak Barat adalah sebanyak

130.078 jiwa, dengan rinciaan 65.245 laki laki dan 64.833 perempuan.

Dilihat dari jumlah penduduk per wilayah, maka Kecamatan Pontianak

Barat merupakan wilayah yang pling banyak penduduknya dengan

kepadatan penduduk sebesar 7.898 jiwa per km2 dan laju pertumbuhan

0,01%. Berdasarkan analisis Tipologi Klassen BPS Kota Pontianak,

Kecamatan Pontianak Barat dikategorikan sebagai daerah berkembang

(high growth but low income) dengan kondisi mengalami pertumbuhan

ekonomi yang lebih tinggi dari Kota Pontianak namun dari sisi lain nilai

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) perkapita masih berada dibawah

Kota Pontianak karena jumlah penduduk yang lebih besar dari kecamatan

lainnya.

3.2 Gambaran Umum Lokasi Perencanaan


Lokasi perencanaan tempat Pedagang Kaki Lima ( PKL ) terletak di

jalan H. Rais A Rahman.

Lokasi ini memiliki panjang 128,11 m dan lebar 105,74 m

Adapun foto dokumentasi tampak pada lokasi ini dapat di lihat pada

gambar dibawah ini.

Tampak Lokasi dari Jl. H Rais A Rahman


Tampak depan

Tampak samping Kanan

Tampak Dalam

3.3 Data Pedagang Kaki Lima di Jl. H. Rais A Rahman

No Nama Dagangan Jumlah


1 Apam Pinang 2
2 Bubur Ketan Hitam 1
3 Rujak 1
4 Tebu 6
5 Sate 1
6 Buah - Buahan 3
7 Air Jeruk 1
8 Air Tahu 1
9 Gorengan 2
10 Jagung Manis 1
11 Aneka Jus 2
12 Ayam Goreng 2
13 Bubur Sum - Sum 1
14 Gado - Gado 2
15 Bakso 1
16 Es Buah 8
17 Sosis Goreng 1
18 Es Kelapa 1
19 Es Cendol 3

DAFTAR PUSTAKA
Di hp luky

Anda mungkin juga menyukai