Bab Ii Tinjauan Pustaka, Konsep, Landasan Teori, Dan Model Penelitian
Bab Ii Tinjauan Pustaka, Konsep, Landasan Teori, Dan Model Penelitian
BAB II
penelitian yang pernah ada. Konsep yang merupakan definisi operasional dari
Tinjauan pustaka yang dimaksud adalah tulisan dalam laporan penelitian yang
berkaitan dengan penelitian ini, baik dilihat dari pendekatan yang digunakan
Pedagang Kaki Lima Terhadap Perda No. 3 Tahun 2000 (studi kasus di Lapangan
pedagang kaki lima di lapangan Puputan terhadap Perda No. 3 Tahun 2000.
c) Menolak relokasi
makan
(f) Memberi uang sogok kepada petugas (menyuap dan bekerja sama
dengan petugas)
Penelitian serupa dilakukan oleh Winarso dan Budi (2008) dengan judul
Sektor Informal yang Teroganisasi: Menata Kota untuk Sektor Informal. Hasil
dari pembahasan penelitian ini bahwa menyediakan ruang untuk sektor informal
secara cuma-cuma tidak akan menyelesaikan masalah. Cara menata ruang dengan
tidak disarankan. Menata ruang kota untuk sektor informal sangat penting, namun
penataan ini harus pula diikuti dengan pengorganisasian pelaku sektor tersebut
Kajian Aktivitas Ekonomi Pelaku Sektor informal Di Kota Denpasar (Studi Kasus
Wanita Pedagang Canang Sari). Hasil penelitian dari 150 orang responden
penelitian mengenai alasan bekerja sebagai dagang canang sari, terlihat bahwa
di pusat kota yang memiliki aktifitas ekonomi yang tinggi, dengan waktu kerja
formal.
Pedagang Kaki Lima di Kota Administrasi Jakarta Utara. Maksud penelitian ini
prioritas. Hasil yang diperoleh dari pendekatan AHP, antara lain : aspek sosial
menjadi aspek yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam menangani PKL
di Kota Administrasi Jakarta Utara dengan nilai pembobotan sebesar 0,281 atau
28,1 persen, yang disusul oleh aspek ketertiban umum yang memiliki bobot 0,247
atau 24,7 persen, dan aspek ekonomi yang memiliki bobot 0,233 atau 23,3 persen.
strategis tempat usaha bagi PKL, yang merupakan variabel dari aspek ekonomi,
Pedagang Kaki-Lima (PKL), Preman dan Aparat di Depok, Jawa Barat. Beberapa
trotoar dimaknai sebagai salah satu ruang publik yang peruntukannya diatur oleh
ini (sejak 2006), sering mengundang kontroversi dari masing-masing pihak yang
konstelasi yang tidak mudah untuk dihilangkan begitu saja, tetapi memerlukan
13
2.2 Konsep
Pada bab ini diuraikan mengenai definisi operasional dari judul penelitian
yaitu:
Pedagang kaki lima sebagai salah satu bentuk sektor informal diartikan
tempat umum lainnya yang bukan diperuntukkan sebagai tempat usahanya serta
sebuah objek. Tempat ini dapat diakses secara fisik maupun visual oleh
masyarakat umum. Dengan demikian, ruang publik dapat berupa jalan, trotoar,
Dalam penelitian ini maka objek yang akan diteliti adalah pedagang kaki
lima yang berada di ruang publik secara ilegal, karena terbentur oleh Perda No. 3
Tahun 2000, terutama pasal 35 ayat (5) yang berbunyi sebagai berikut:
2.2.3 Karakteristik
dijelaskan bahwa karakteristik merupakan sinonim dari kata karakter, watak, sifat
yang memiliki pengertian diantaranya suatu kualitas atau sifat yang tetap terus-
menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan seorang
pribadi, suatu objek, suatu kejadian, integrasi, atau sinteis dari sifat-sifat
individual dalam bentuk suatu intens atau kesatuan kepribadian. Namun dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik pedagang kaki lima adalah latar
belakang sosial, ekonomi, budaya dari para pedagang kaki lima tersebut.
2.2.4 Penanganan
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Dimana kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala
yang menjadi obyek permasalahan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam diagram di bawah ini:
dapat dilihat melalui ciri-ciri secara umum yang dikemukakan oleh Kartono,dkk
sekaligus produsen yang bermodal kecil dan volume perputaran barang kecil serta
besar berupa makanan dan minuman berkualitas relatif rendah tetapi tahan lama
secara eceran. Kartono juga menyebutkan secara psikologis PKL sering kali
berada dalam suasana tidak tenang, diliputi perasaan takut kalau tiba-tiba kegiatan
mereka dihentikan oleh Tim Penertiban Umum (TIBUM) dan Satpol PP sebagai
aparat Pemda.
pedagang kaki lima sebagai berikut: Pertama PKL pada umumnya tergolong
angkatan kerja produktif dan mejadikan PKL sebagai mata pencaharian pokok.
Kedua tingkat pendidikan relatif rendah. Ketiga mereka mulai berdagang sejak
sekitar 5-10 tahun yang lalu, sebelum menjadi pedagang, mereka umumnya
umumnya sangat lewah, dan diusahakan sendiri karena tidak ada hubungan
tidak resmi.
lima yang perlu dikenali adalah sebagai berikut : Pertama, pola persebaran
pedagang kaki lima umumnya mendekati pusat keramaian dan tanpa izin
space). Kedua, para pedagang kaki lima umumnya memiliki daya resisitensi sosial
yang sangat lentur terhadap berbagai tekanan dan kegiatan penertiban. Ketiga,
sebagian besar pedagang kaki lima adalah kaum migran, dan proses adaptasi serta
didasarkan pada ikatan faktor kesamaan daerah asal (locality sentiment). Kelima,
para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki ketrampilan dan keahlian
alternatif untuk mengembangkan kegiatan usaha baru di luar sektor informal kota.
kaki lima secara umum. Inilah yang dijadikan dasar acuan untuk memasukkan
pedagang kaki lima kedalam sektor informal, dengan alasan karakteristik tersebut
berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang digarapnya. Makin jauh dari pasar,
18
tempat penjualan (pasar) semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang
menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar. Tapi perlu dicatat bahwa saat
ini banyak pemerintah kota yang melarang industri berada di dalam kota. Dalam
konteks pedagang kaki lima, teori pendekatan pasar ini masih relevan dikarenakan
berjualannya.
menyatakan bahwa penentuan lokasi yang diminati oleh sektor informal atau
pedagang kaki lima adalah sebagai berikut; terdapat akumulasi orang –orang yang
melakukan kegiatan beramai dalam waktu yang relatif sama, sepanjang hari.
Berada pada kawasan tertentu yang merupakan pusat kegiatan perekonomian kota
dan pusat non ekonomi perkotaaan, tetapi sering dikunjungi dalam jumlah besar.
dengan calon pembeli walaupun dilakukan dalam ruang yang relatif sempit. Tidak
Mc. Gee dan Yeung (dalam Manning & Effendi, 2005) menyatakan bahwa
PKL beraglomerasi pada simpul-simpul pada jalur pejalan yang lebar dan tempat-
tempat yang sering dikunjungi orang dalam jumlah besar yang dekat dengan
19
periode waktu kegiatan PKL didasarkan juga pada kegiatan formal. Kegiatan
keduanya adalah cenderung sejalan, meskipun pada waktu tertentu kaitan aktifitas
antar keduanya lemah bahkan tidak ada hubungan langsung antara keduanya.
lokasi pedagang kaki lima menunjukkan korelasi yang signifikan terhadap tempat
konsentrasi massa atau keramaian seperti pasar modern, pasar tradisional dan
mengikuti jalur pejalan kaki atau pusat keramaian. Hal ini sejalan dengan teori
lokasi yang disampaikan Losch bahwa makin jauh dari pasar, konsumen makin
enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat jualan (pasar)
makin mahal. Jarak lokasi dengan pasar dan pusat perbelanjaan menjadi sangat
penting untuk mengukur potensi suatu lokasi pedagang makanan kaki lima.
Pedagang kaki lima dalam menentukan jenis dagangan yang dijual pada
tersebut berdagang. Hal ini sesuai dengan pendapat Mc. Gee dan Yeung (dalam
Manning & Effendi, 2005) yang menyatakan jenis dagangan pedagang kaki lima
sangat dipengaruhi oleh aktifitas yang ada di sekitar kawasan pedagang tersebut
Renon karena merupakan tempat rekreasi dan olahraga bagi masyarakat umum,
Mc. Gee an Young (dalam Manning & Effendi, 2005) menyatakan pada
umumnya bentuk sarana dagang pada PKL di kota-kota Asia Tenggara sangat
sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah dan dibawa dari suatu tempat
Sarana fisik yang digunakan PKL menurut penelitian Winarso dan Budi
(2008) antara lain adalah; pikulan/ keranjang, bentuk sarana ini digunakan oleh
para pedagang yang keliling atau semi menetap. Beberapa PKL ada juga yang
menggunakan gelaran/ alas, alas yang digunakan berupa : kain, tikar, terpal,
kertas, dan sebagainya. Selain itu, ada juga yang menggunakan jongko/meja, baik
yang beratap maupun yang tidak beratap. Sarana ini biasanya digunakan oleh PKL
yang menetap. Tidak sedikit juga yang menggunakan gerobak/ kereta dorong, ada
juga yang beratap maupun tidak beratap, biasa digunakan oleh PKL baik yang
makanan, minuman, dan rokok. Warung semi permanen, terdiri dari beberapa
Sarana ini menggunakan atap terpal atau plastik yang tidak tembus air. PKL
dengan sarana ini adalah PKL yang menetap dan biasanya berjualan makanan dan
minuman. Yang terkhir adalah pedagang yang memiliki kios , pedagang yang
Manning & Effeandi, 2005) ada 2, yaitu pola penyebaran memanjang (linier
jaringan jalan. Aktivitas jasa sektor informal (PKL) dengan pola penyebaran
memanjang terjadi di sepanjang atau pinggir jalan utama atau pada jalan-jalan
pada ruang-ruang terbuka, taman, lapangan dan sebagianya. Pola ini dipengaruhi
pemusatan atau pengelompokkan penjaja sejenis dengan sifat dan komoditas sama
Pola pelayanan PKL erat kaitannya dengan sarana fisik yang digunakan
dan waktu pelayanan. Untuk lebih jelas terkait dengan pengkategorian tersebut
a) Fungsi Pelayanan
informal (PKL) dapat ditentukan dari dominasi kuantitatif jenis barang dan jasa
yang diperdagangkannya. Suatu lokasi aktivitas PKL dapat memiliki lebih dari
satu fungsi secara sekaligus. Peran dan fungsi yang dimiliki oleh aktivitas PKL
dalam kehidupan perkotaan secara umum dibagi menjadi tiga fungsi yang akan
dalam hal ini berfungsi memasarkan hasil produksi suatu barang dan
ekonomi yang sangat luas bila dikelola dengan baik. Aktivitas PKL
Hal ini dapat dilihat dari tarif harga aktivitas perdagangan tersebut yang relatif
perdagangan tersebut.
adanya penipuan dalam keaslian barang, dan sebagainya sehingga mereka lebih
masyarakat kota yang ingin menjaga `gengsi' sehingga mereka merasa lebih
simbol status mereka. Walaupun tidak tertutup kemungkinan bahwa mereka juga
berbelanja ke lokasi aktivitas pedagang sektor informal, tetapi hal ini hanya terjadi
sekali waktu jadi sifatnya insidentil sehingga masih terlihat jelas adanya
c) Skala pelayanan
Skala pelayanan suatu aktivitas PKL dapat diketahui dari asal pengguna
aktivitasnya. Besar kecilnya skala pelayanan tergantung dari jauh dekatnya asal
semakin besar.
d) Waktu pelayanan
masyarakat sehari hari. Penentuan periode waktu kegiatan PKL didasarkan pula
atau sesuai dengan perilaku kegiatan formal atau kondisi yang ada. Terdapat juga
perbedaan pada setiap periode waktu pelayanan, baik dari segi jumlah PKL
maupun jumlah pengguna jasanya (McGee dan Yeung, dalam Manning & Effendi
, 2005).
pedagang sektor informal di dekat suatu kawasan perbelanjaan seperti pasar, maka
saat-saat teramai adalah pada waktu pagi hari sampai siang hari mengingat
kegiatan masyarakat pergi ke pasar cenderung dilakukan pada pagi sampai siang
hari. Demikian pula bagi aktivitas pedagang sektor informal di suatu kawasan
pusat kota maka saat-saat teramai adalah pada jam istirahat kantor dan
e) Sifat layanan
(static), pedagang semi menetap (semi static), dan pedagang keliling (mobile).
(static) adalah suatu bentuk layanan yang mempunyai cara atau sifat menetap
pada suatu lokasi tertentu, dalam hal ini setiap pembeli atau konsumen harus
datang sendiri ke tempat pedagang itu berada. Pedagang semi menetap (semi
static) merupakan suatu bentuk layanan pedagang yang mempunyai sifat menetap
yang sementara, yaitu hanya pada saat-saat tertentu saja dengan jangka waktu
lama (ada batas waktu tertentu), dalam hal ini dia akan menetap bila ada
pedagang keliling (mobile) adalah suatu bentuk layanan pedagang yang dalam
pedagang yang mempunyai sifat ini adalah pedagang yang mempunyai volume
Perilaku pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi
kota-kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang sudah
lima memiliki dimensi kegiatan yang sangat kompleks, baik terkait dengan aspek
tersebut antara lain; Pedagang kaki lima sering menggunakan public space
(tempat umum) secara permanen seperti trotoar, jalur lambat, badan jalan, bahu
jalan, lapangan dan sebagainya, selain itu pedagang kaki lima seringkali
mengganggu kelancaran lalu lintas, lahan yang dimanfaatkan oleh pedagang kaki
lima sering bertolak belakang dengan aturan peruntukan lahan perkotaan, masalah
limbah pedagang kaki lima sering mengganggu lingkungan dan kebersihan kota,
pemakai jalan dan pemakai bangunan formal di sekitar pedagang kaki lima, serta
pengelolaan lokasional.
Menurut McGee dan Yeung ( dalam Manning & Effendi, 2005), sektor
informal diharapkan menempati lokasi yang sesuai dengan rencana penataan dari
masing-masing kota. Kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah kota dapat
dengan fungsi yang berbeda dari semula maupun berupa perbaikan dari kondisi
yang telah ada. Tindakan ini sebaiknya juga memperhatikan kepentingan dari
pihak PKL sendiri dengan tidak mengganggu perolehan atau hubungannya dengan
Berupa penataan fisik atau penempatan lokasi PKL pada suatu lokasi.
konsumen dalam menggunakan jasa pelayanan PKL ini dan diharapkan tidak
jalan-jalan tertentu, dan menutup sirkulasi lalu lintas bagi pengguna kendaraan
bermotor yang hanya diperuntukkan bagi pergerakan pejalan kaki. Tindakan ini
Pemanfaatan bagian tertentu dari jalan atau trotoar, menempatkan PKL pada
jalan-jalan atau sebagian trotoar tertentu pada waktu tertentu yang sekiranya tidak
yang berkesinambungan.
28
4. Pengelolaan struktural
dilakukan oleh McGee dan Yeung (1977) lebih sering menerapkan pola
atau pinjaman. Perijinan usaha kepada kelompok PKL didasari menurut jenis
barang atau jasa yang ditawarkan, waktu usaha dan lokasi tertentu. Perijinan bagi
membantu dalam penarikan retribusi. Pemberian surat ijin lokasi ini sudah
1977).
terhadap kualitas pola pikir para pedagang dan pelaksanaan aktivitas PKL secara
keseluruhan karena diketahui pola pikir PKL sebagian besar masih memiliki
tingkat pendidikan relatif rendah dan sederhana untuk menelaah peraturan yang
efisiensi bagi PKL yang telah ada. Pola ini berhubungan erat dengan pihak lain
penggunaan ruang publik, terdiri dari beberapa aspek, diantaranya aspek dengan
atau tanpa tujuan apapun, dengan kesadaran bahwa kita tidak bisa dilarang
siapapun untuk berada di ruang publik tersebut. Aspek The right of use and
action, yaitu hak menggunakan ruang publik secara bebas tanpa perlu memikirkan
apakah tempat tersebut adalah tempat yang tepat untuk kegiatan tersebut, selama
Aspek Appropriation, berkaitan dengan hak untuk membuat batas di ruang publik
menimbulkan kerusakan terhadap ruang tersebut dan bahwa orang lain pun
mempunyai hak terhadap ruang itu. Aspek The right of disposition, yaitu
tersendiri dalam menggunakan ruang publik kota sebagai sarana berjualan (pasar
sifatnya bebas tersebut semaksimal mungkin. Jika tidak ada pengendalian maka
ketertiban sosial akan terganggu. Di sinilah pemahaman teoritik dalam bab ini
pertimbangan bagi konsep penataan pedagang kaki lima di ruang publik dan bagi
mengakomodasi kebutuhan pedagang kaki lima di ruang publik kota, yang dapat
diambil dari kajian teori di atas adalah aspek kebebasan dalam menggunakan
ruang publik, aspek kontrol dalam penggunaan ruang publik, aspek besaran ruang
yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan di ruang publik, aspek pedagang kaki
merupakan pengguna ruang publik. Penataan pedagang kaki lima di ruang publik
keberadaannya dapat diberi fungsi atau arti yang lebih, misalnya sebagai salah
satu perabot urban atau perabot ruang publik. Pedagang kaki lima merupakan
salah satu unsur ruang publik yang mempunyai kebutuhan untuk kegiatannya dan
Ruang trotoar dan badan jalan yang dipakai oleh pedagang kaki lima untuk
dapat menciptakan ambiguitas atau multi identitas, Soja (2000). Dengan demikian
trotoar dan badan jalan yang dipergunakan pedagang untuk kegiatan sehari-hari
dapat dinyatakan sebagai ruang paradoks atau ruang hybrid. Oleh karena itu
trotoar dan badan jalan sudah seharusnya dianggap sebagai sebuah hasil ruang
sesuai dengan fungsinya. Bentuknya berupa zona ruang terbuka yang memiliki
empat macam tipe, yaitu Taman nasional (national parks), skala pelayanan
taman ini adalah tingkat nasional, lokasinya berada di pusat kota. Bentuknya
berupa zona ruang terbuka yang memiliki peran sangat penting dengan luasan
berskala nasional. Taman pusat kota (down town parks), taman ini berada di
peneduh atau berupa hutan kota dengan pola tradisional atau dapat pula
Merupakan bagian dari pengembangan sejarah ruang publik kota, plaza atau
komersial. Dapat dibedakan menjadi lapangan pusat kota (central square) dan
3. Peringatan (memorial)
penting bagi umat manusia atau masyarakat di tingkat lokal atau nasional.
4. Pasar (markets)
Ruang terbuka atau ruas jalan yang dipergunakan untuk transaksi biasanya
5. Jalan (streets)
(pedestrian mall), mal transit (mall transit), jalur lambat (traffic restricted
Ruang publik yang berfungsi sebagai arena anak-anak yang dilengkapi dengan
(schoolyard).
Atrium yaitu ruang dalam suatu bangunan yang berfungsi sebagai atrium,
center)
Rang publik ini merupakan ruang terbuka yang mudah dicapai dari rumah,
seperti sisa kapling di sudut jalan atau tanah kosong yang belum dimanfaatkan
dan dapat dipakai sebagai tempat bermain bagi anak-anak atau tempat
Ruang ini berupa pelabuhan, pantai, bantaran sungai, bantaran danau atau
dermaga. Ruang terbuka ini berada di sepanjang rute aliran air di dalam kota
Peranan ruang publik sebagai salah satu elemen kota dapat memberikan
karakter tersendiri, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi
Darmawan (2003), pentingnya fungsi ruang publik dalam perencanaan kota dapat
informal.
ruang pengikat dilihat dari struktur kota, sekaligus sebagai pembagi ruang-
ruang fungsi bangunan serta ruang untuk transit bagi rnasyarakat yang
saluran untuk berpikir. Secara lebih khusus kebijakan adalah pedoman untuk
35
menimbulkan respon yang tidak sesuai dengan saran kebijakan. Edwan (1980)
formal. Untuk itu diperlukan peningkatan atau perubahan lokasi dan bangunan
kemampuan dalam usaha sektor informal yang sama. Misalnya tukang sayur dapat
dilengkapi dengan gerobak yang lebih besar dan alat pendingin. Ketiga,
merelokasi pedagang kaki lima dengan menempatkannya dilokasi baru agar tidak
Karakteristik PKL
Kebijakan dan
Aspirasi PKL Aspirasi PKL
Program
Kebijakan Pemda