Anda di halaman 1dari 11

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Meningkatkan produksi tanaman merupakan salah satu upaya yang


dilakukan oleh petani dalam budidaya tanaman. Usaha budidaya yang dapat
dilakukan antara lain budidaya tanaman yang intensif (intensifikasi) dan
perluasan areal (ekstensifikasi). Perubahan lingkungan dari cara budidaya
tradisional ke cara budidaya dengan teknologi modern mengundang resiko
penyakit tanaman yang harus diperhitungkan. Penyakit pada tanaman
merupakan suatu proses terinfeksinya tanaman akibat pathogen. Pathogen atau
penyebab penyakit dapat berupa bakteri, jamur dan virus.
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi
tanaman antara lain dengan mengendalikan serangan penyakit terhadap
tanaman. Penyakit dapat dikendalikan secara hayati atau dengan musuh alami,
tetapi jika kerugian yang ditimbulkan sudah melebihi ambang ekonomi maka
dapat menggunakan pestisida sebagai cara untuk mengendalikan penyakit
tersebut. Penggunaan pestisida dalam pengendalian penyakit tanaman harus
diperhitungkan pengembalian ekonominya, termasuk masalah keselamatan
manusia dan dampaknya terhadap lingkungan.
Penggunaan pestisida dianggap sebagai suatu solusi yang tepat untuk
mengendalikan penyakit ketika kerugian yang disebabkan sudah melebihi
ambang batas ekonomi artinya bukan saja kerugian fisik tanaman tetapi juga
merugikan secara ekonomi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
aplikasi dari pestisida khususnya jenis fungisida sebagai pengendali jamur
atau fungi yang menyerang tanaman padi. Padi merupakan jenis tanaman
pangan yang merupakan komoditas utama sebagai penghasil beras. Maka
diharapkan dengan aplikasi fungisida ini mampu menekan kerugian yang
dialami oleh petani.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan supaya dapat mengetahui aplikasi fungisida dengan
cara dan waktu yang tepat.
II. PEMBAHASAN
2

A. Fungisida Secara Umum


1. Pengertian Fungisida
Fungisida (fungiside) berasal dari bahasa Yunani "fungus" yang berarti
cendawan, dan "caedo" yang berarti membunuh. Pengertian fungisida secara
umum yaitu suatu senyawa yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan atau mengendalikan tumbuhnya fungi atau cendawan. Pada umunya
fungisida dapat dipakai untuk mengadakan proteksi, imunisasi atau terapi.
Proteksi merupakan usaha mematikan patogen sebelum masuk kedalam tubuh
tanaman. Imunisasi yaitu tanaman aktif dalam mencegah masukknya patogen
kedalam jaringan tanaman. terapi merupakan tindakan perawatan atau pengobatan
terhadap tanaman yang sudah sakit.
2. Tipe Fungisida
Tipe fungisida dibedakan berdasarkan waktu pemakaian dengan keadaan
infeksi dan penyerapan oleh jaringan tanaman, dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Proteksi (Protective) yaitu tipe fungisida yang memberikan
perlindungan terhadap infeksi pada tempat dimana ia dipakai, atau dapat bereaksi
ketika infeksi belum terjadi (protectant)
2) Eradikasi (eradicant) yaitu tipe fungisida yang mampu mengobati atau
menyembuhkan infeksi dan memusnahkan patogen tepat pada sasaran.
3) Sistemik (sistemic) yaitu tipe fungsida yang mampu mencegah
perkembangan penyakit di seluruh bagian tanaman atau pada tempat dimanapun ia
dipakai (bukan sasaran utama).
Beberapa jenis fungisida dapat menembus masuk ke lapisan jaringan
bawahnya dengan jumlah yang efektif dan ini merupakan suatu cara pengobatan
yang potensial pada penyakit- penyakit yang lebih luas kisarannya.
3

Hubungan antara mobilitas fungisida didalam tanaman dengan


potensi/daya penggunaannya, antara lain :
Tabel 1. Hubungan Mobilitas dengan Pootensi Penggunaan
Derajad Mobilitas Potensi Penggunaan
Tidak Absorbir Sebagai proteksi/perlindungan, dipakai
untuk pengobatan bagi patogen yang
terdapat dipermukaan saja.
Diabsorbir tidak terangkut Dipakai untuk pengobatan bagian atas
saja atau untuk eradikasi pada satu
tempat.
Diabsorbir terangkut Sistemik dapat dipakai untuk
pencegahan dan pengobatan diseluruh
tubuh tanaman.

3. Sifat - Sifat Fungisida


Fungisida dapat bersifat fungisidal, fungistatik, genestatik. Fungisidal
berarti fungisida itu mampumembunuh cendawan atau fungi. Fungistatik yaitu
fungisida yang tidak berpotensi membunuh tetapi hanya menghambat atau
memperlambat pertumbuhannya. Genestatik yaitu fungisida yang mencegah
sporulasi atau pembentukan spora dari cendawan tersebut. oleh karena itu
fungisida genestatik dapat pula disebut eradicant. Fungisida yang ideal
mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Tidak merusak tanaman (fitotksid)
b. Tidak meracuni manusia dan ternak
c. Tidak mudah terbakar
d. Tahan disimpan dalam waktu lama
e. Tidak menimbulkan residu yang tinggi dalam hasil pertanian dan tidak
mencemari lingkungan
f. Tidak cepat menimbulkan resisten cendawan
g. Sekaligus berfungsi sebagai pupuk, terutama unsur mikro.
Sampai saat ini belum ada fungisida yang ideal yang dapat memenuhi sifat-sifat
tersebut. Fungisida yang umum dipakai hanya mempunyai sebagian dari syarat-
syarat tersebut.
Efektifitas dan aktivitas fungisida dinilai berdasarkan daya gunanya dan
kemampuan zat aktifnya. Daya guna meliputi faktor-faktor kemampuan
pembebasan zat aktif dari fungisida itu hingga dapat diabsorbsi oleh cendawan
(patogen), berarti dapat menentukan daya gunanya dalam membunuh patogen.
Sedangkan kemampuan dari zat aktifnya yaitu untuk dapat membunuh atau
4

menghambat pertumbuhan cendawan dapat tepat sasaran atau tidak. Dalam


penggunaan Fungisida harus memperhatikan beberapa hal antara lain:
1) Dosis curativa atau kadar minimum (terendah) dari fungisida yang sudah dapat
mematikan cendawan atau menghambat pertumbuhannya atau
mengendalikannya.
2) Dosis toxica atau minimum (terendah) dari fungisida , dimana mulai
memperlihatkan kerusakan pada bagian tanaman yang disemprot atau diobati
(fitotoksid).
3) Dosis tolerata yaitu kadar maksimum atau kadar tertinggi dari fungisida yang
masih dapat ditolerir oleh tanaman yang diobati, artinya belum
memperlihatka gejala kerusakan, jika dinaikkan lagi akan terjadi kerusakan.
Fungisida dapat berbentuk cair (paling banyak digunakan), gas, butiran,
dan serbuk. Perusahaan penghasil benih biasanya menggunakan fungisida pada
benih, umbi, transplan akar, dan organ propagatif lainnya, untuk membunuh
cendawan pada bahan yang akan ditanam dan melindungi tanaman muda dari
cendawan patogen. Selain itu, penggunaan fungisida dapat digunakan melalui
injeksi pada batang, semprotan cair secara langsung, dan dalam bentuk fumigan
(berbentuk gas yang disemprotkan) (Hriday Chaube, V.S. Pundhir, 2006).

4. Strategi Pemakaian Fungisida


a. Penyemprotan dan penyerbukan pada daun
zat kimia yang dipakai dengan cara penyemprotan dan
penyerbukan/pengembusan pada daun tanaman biasanya ditujukan untuk
memberantas atau mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan
bakteri. Kebanyakan fungisida ini berfungsi sebagi pelindung untuk mencegah
terjadinya infeksi. Efektivitas dari fungisida tergantung dari sempurna atau tidak
larutan yang dicampur akan dapat diabsorbsi oleh cendawan. Fungisida hampir
tidak dapat larut jika berada dalam jaringan tanaman.
Fungisida yang diberikan dengan cara disemprot lebih efektif dan efisien
dari pada dengan cara embusan, tetapi apabila pemakaiannya dengan dilakukan
pada musim penghujan maka dengan cara embusan lenih baik dari pada dengan
cara penyemprotan.
b. Memperlakukan Benih
Zat kimia yang diberikan pada biji, umbi, akar mapupun jenis lainnya
ditujukan untuk mencegah pembusukan setelah ditanam. Fungisida diberikan
5

dalam bentuk suspensi dengan dicampur air, kemudian biji atau bahan tanam tadi
dicelup atau direndam dalam larutan fungisida. dalam memberi perlakuan tersebut
harus diperhatikan supaya daya tumbuh dan kemampuan untuk hidup serta daya
kecambahnya tidak berkurang atau rusak. Dengan perendapam atau pencelupan
fungisida diharapkan mampu mengendalikan pertumbuhan patogen sejak proses
penanaman hingga tanaman dapat tumbuh baik dan sehat.
c. MemperlakukanTanah
Tananah sebelum ditanami sering diberi perlakuan (Fumigated), dengan
zat kimia yang cepat dan mudah menguap dinamakan fumigant/ fumigasi untuk
memberantas patogen yang berada didalam tanah khususnya cendawan. Biasanya
perlakuan dilakukan beberapa hari atau minggu sebelum penanman. Biasanya
diberikan di seluruh permukan tanah atau sepanjang barisan yang akan ditanami.
Beberapa jenis fumigan cepat menguap maka dari itu setelah pemberian sebaiknya
segera ditutup plastik atau mulsa.
d. Memperlakukan Luka pada Pohon
Luka pada pohon sering terjadi karena pemangkasan pada batang atau
ranting sehingga perlu ditutupi supaya mencegah kekeringan dan terhindar dari
srangan patogen yang masuk melalui luka. Perlakuannya biasanya diberikan
dengan cara Melumuri atau mengolesi dengan larutan fungisida.
6

B. Fungisida Sorento 250 EC

Salah satu jenis fungisida adalah sorento 250 EC. Sorento 250 EC adalah
fungisida sistemik berbahan dasar Difenokonasol 250 gr dan juga Zat Pengatur
Tumbuh. Bahan aktif Sorento 250 EC adalah difenokonazol. Bahan aktif pestisida
tidak dijual begitu saja dalam bentuk yang murni. Bahan aktif teknis, apalagi
bahan aktif murni kecuali harganya sangat mahal, sangat berbahaya, dan sangat
beracun serta sulit digunakan dilapangan. Bahan aktif diformulasikan terlebih
dahulu dengan cara dicampur bahan-bahan pembantu. Formulasi EC biasanya
dicampur dengan solvent, cosolvent, emulsifier, dan bahan lain.
Sorento 250 EC bekerja secara sistemik dengan cara masuk kedalam
jaringan tanaman melalui pembuluh kayu (xylem) dan langsung mengendalikan
penyakit yang ada dalam tanaman. Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ
tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui pembuluh
angkut maupun melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya
fungisida sistemik ditranslokasikan ke bagian atas (akropetal), yakni dari organ
akar ke daun. Beberapa fungisida sistemik juga dapat bergerak ke bawah, yakni
dari daun ke akar (basipetal).
Kelebihan fungisida sistemik antara lain :
(a) Bahan aktif langsung menuju ke pusat infeksi didalam jaringan tanaman,
sehingga mampu menghambat infeksi cendawan yang sudah menyerang di
dalam jaringan tanaman.
(b) Fungisida ini dengan cepat diserap oleh jaringan tanaman kemudian
didistribusikan ke seluruh bagian tanaman sehingga bahan aktif dan residunya
tidak terlalu tergantung pada coverage semprotan, selain itu bahan aktif juga
tidak tercuci oleh hujan. Oleh karena itu, aplikasinya tidak perlu terlalu
sering.
Difenokonazol merupakan salah satu bahan aktif fungisida sistemik, dan
diserap oleh daun serta ditranslokasikan secara akropetal dan transminar. Senyawa
ini mempengaruhi biosintesis ergosterol melalui penghambatan demetilasi steroid.
Translaminar adalah kemampuan bahan aktif insektisida untuk melakukan
7

penetrasi ke dalam kutikula daun hingga ke jaringan daun di bawahnya. Dengan


kemampuan fungisida dapat melakukan pengendalian hama hingga ke bawah
daun yang tersembunyi dengan aplikasi penyemprotan hanya di atasnya saja.
Hasil penelitian teranyar dari Dupont pada ulat kubis (Plutela xylostela)
menunjukkan pergerakan translaminar yang sangat baik pada daun tanaman kubis.
diaplikasikan pada permukaan daun atas, sehari setelah itu larva dari ulat kubis
diletakkan di bagian bawah daun. Setelah 72 jam larva mati tanpa sempat
memakan bagian-bagian daun. Penelitian ini menunjukkan bahwa pergerakan
translaminar dapat menghemat dosis insektisida dan volume semprot, karena efek
ini menunjukkan bahwa pestisida tidak akan terbawa angin ataupun tercuci oleh
hujan.
Sorento 250 EC memberikan pengertian bahwa fungisida ini mengandung
250 ml bahan aktif dalam setiap liter produk sorento. Emulsifiable Concentrate
(yang lazim disingkat EC) merupakan formulasi dalam bentuk cair yang dibuat
dengan melarutkan bahan aktif dalam pelarut tertentu dan ditambah surfaktan atau
bahan pengemulsi. Formulasi untuk penyemprotan penggunaan perlu diencerkan
dengan air, sehingga formulasi ini akan segera menyebar dan membentuk emulsi
serta memerlukan sedikit pengadukkan. Pestisida yang termasuk formulasi
pekatan yang dapat diemulsikan mempunyai kode EC di belakang nama
dagangnya.
Menurut Butarbutar (2009), EC (emulsible atau emulsifiable concentrates)
adalah larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk
memudahkan penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari butiran-butiran
kecil minyak dalam air. Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi. Bahan
pengemulsi adalah sejenis detergen (sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-
butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air pengencer. Secara tradisional
insektisida digunakan dengan cara penyemprotan bahan racun yang diencerkan
dalam air, minyak, suspensi air, dusting, dan butiran. Penyemprotan merupakan
cara yang paling umum, mencakup 75% dari seluruh pemakaian insektisida, yang
sebagian besar berasal dari formulasi Emulsible Concentrates. Bila partikel air
diencerkan dalam minyak (kebalikan dari emulsi) maka hal ini disebut emulsi
8

invert. EC yang telah diencerkan dan diaduk hendaknya tidak mengandung


gumpalan atau endapan setelah 24 jam.
Sorento 250 EC diciptakan untuk petani yang ingin meningkatkan hasil
panennya dan melindungi tanaman secara menyeluruh dari serangan penyakit
pada tanaman padi, sayuran dan buah-buahan. Efek fitotoniknya membuat
penampilan tanaman lebih sehat dan hijau. Sorento 250 EC adalah suatu teknologi
untuk meningkatkan hasil panen dan keuntungan yang berlipat bagi pengguna
dengan biaya yang ekonomis. Fungisida ini bersifat mencegah serangan cendawan
dengan cara membuat semua bagian tanaman menjadi beracun, sehingga
menghambat atau mencegah cendawan melakukan penetrasi ke semua bagian
tanaman (secara khusus sifatnya sebagai pengendalian preventif).
Metode pengaplikasian sorento 250 EC adalah dengan penyemprotan
(Spraying). Penyemprotan (spraying) adalah penyemprotan pestisida pertanian
yang paling banyak dipakai oleh petani. Diperkirakan 75% penggunaan pestisida
dilakukan dengan cara disemprotkan, baik penyemprotan didarat maupun
penyemprotan diudara. Dalam penyemprotan, larutan pestisida (pestisida
ditambah air) dipecah oleh nozzle atau atomizer yang terdapat dalam alat
penyemprot menjadi butiran semprot.

Gambar 1. Fungisida Sorento 250 EC


Sorento 250 EC mengandung bahan aktif Difenokonasol. 250 EC
menandakan bahwa sorento tersebut mengandung 250 gr bahan aktif dalam setiap
liter produk. Bila kita hendak menyemprotkan dengan konsentrasi 0,1 %, maka
produk yang digunakan adalah 0,1% X 1000/250 X 1000 ml. Sorento 250 EC
merupakan salah satu pestisida yang fitotaksik yaitu meracuni tanaman bila
9

diaplikasikan melebihi dosis atau konsentrasi yang dianjurkan, sedangkan


menurunkan dosis atau konsentrasi dapat menyebabkan pestisida yang
diaplikasikan kurang efektif.
Fungisisda sorento memeiliki beberapa manfaat yaitu sebagai berikut
1. Bekerja secara sistemik, yaitu dengan cara ditranslokasikan keseluruh
jaringan tanaman, sehingga dapat mengendalikan penyakit yang ada pada
tanaman.
2. Dosis rendah sehingga teteap ekonomis, cukup dua kali aplikasi
permusim.
3. Tidak mudah tercuci oleh air hujan sehingga tidak diperlukan
penyemprotan ulangan dengan demikian biaya bisa dihemat.
4. Menjaga tanaman tetap sehat dan mengoptimalkan pembungaan sehingga
keluar malai secara serempak pada tanaman padi.
5. Batang malai lebih hijau dan sehat warna malai mengkilap.
6. Pada tanaman padi pengisian bulir yang lebih bernas dan menyeluruh
sampai pangkal malai.
7. Persentase gabah berisi lebih banyak, warna gabah lebih mengkilap dan
kualitas gabah lebih baik.
8. Mendongkrak hasil padi sehingga meningkatkan pendapatan
10

III. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjabaran mengenai fungisida dan fungisida Sorento dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Sorento 250 EC merupakan salah satu fungisida sistemik yang diaplikasikan
pada tanaman padi
2. Surento 250 EC mengandung bahan aktif Difenokonasol.
3. Sorento 250 EC berformulasi EC sehingga metode pengaplikasiannya dengan
cara penyemprotan.
4. Arti dari kata 250 EC adalah sorento mengandung 250 gr bahan aktif setiap
liter produk dalam bentuk EC (Emulsifiable Concentrate) yang perlu
dicairkan terlebih dahulu dalam pengaplikasiannya.
B. SARAN
Berdasarkan penjabaran saran yang diberikaan adalah tepat dalam
penggunaan Sorento 250 EC karena fungisida ini mengandung bahan aktif yang
toksis terhadap tanaman. Kelebihan konsentasi yang diberikan pada tanaman akan
menyebabkan tanaman mati, sedangkan konsentrasi yang sedikit menyebabkan
fungisida tersebut tidak efektif mengendalikan jamur.
11

DAFTAR PUSTAKA

Djafaruddin 2004. Dasar - dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta. Bumi


Aksara.
Purba GEE, Budiarti, Kartika1996. Studi efektivitas beberapa fungisida untuk
mempertahankan viabilitas benih kakao (Theobroma cacao L.) selarna
periode konservasi. Keluarga Benih6 (2): 26-34.
Kohne-Thu 1995. Report on Residu Study Dienoconazol. CibaGEIGY Limited..
Sugiharso 1992. Fungisida Diktat Kuliah Jurusan Harna dan Penyakit Tanaman
Faperta IPB. Bogor.
Sutakaria J 1980. Penyakit Benih clan Cara Penanggulangannya. Dept.llmu
Hamadan Penyakit Tumbuhan. Faperta IPB Bogor.
Wirawan B 1992. Dessiccation sensitivity ofre- calcitrant and ortodox seeds
on the stage of seed development and germination. Thesis. UPLB.
Isman MB 2000. Plant essential oil for pest and disease management. Crop
Protection. 19: 603-608. Isman, M.B. 2005. Tropical forests as sources
of natural insecticides. Recent Advances in Phytochemistry. 39: 145-
161.

Anda mungkin juga menyukai