Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Chikungunya

2.1.1. Definisi.

Demam Chikungunya adalah suatu penyakit virus yang ditularkan melalui


nyamuk dan dikenal pasti pertama kali di Tanzania pada tahun 1952. Nama
chikungunya ini berasal dari kata kerja dasar bahasa Makonde yang bermaksud
membungkuk, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri
sendi hebat (arthralgia) (Powers and Logue 2007).

2.1.2. Etiologi.

Penyakit Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV)


yang termasuk keluarga Togaviridae, Genus Alphavirus dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Kamath, S., Das, A.K., and Parikh, F.S., 2006).

CHIKV sebagai penyebab Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke


Indonesia. Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata
di tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari
virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan diantara
satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Hendarwanto,1996).

Cara transmisi bagi chikungunya ini adalah vector-borne yaitu melalui gigitan
nyamuk Aedes sp yang terinfeksi. Transmisi melalui darah berkemungkinan bisa

Universitas Sumatera Utara


terjadi dengan satu kasus pernah dilaporkan. CHIKV dikatakan tidak bisa ditularkan
malalui ASI (Staples, J.E., Fischer, M. and Powers, A. M , 2009).

2.1.3. Tanda Dan Gejala.

Rata-rata masa inkubasi bagi Chikungunya adalah sekitar 2-12 hari tetapi
umumnya 3-7 hari (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).

Gejala yang sering ditimbulkan infeksi virus ini berupa demam mendadak
disertai menggigil selama 2-5 hari. Gejala demam biasanya timbul mendadak secara
tiba-tiba dengan derajat tinggi ( >40C). Demam kemudian menurun setelah 2-3 hari
dan bisa kambuh kembali 1 hari berikutnya. Demam juga sentiasa berhubungan
dengan gejala-gejala lainnya seperti sakit kepala, mual dan nyeri abdomen (Swaroop,
A., Jain, A., Kumhar, M., Parihar, N., and Jain, S., 2007).

Nyeri sendi (arthralgia) dan otot(myalgia) bisa muncul pada penderita


chikungunya. Keluhan arthralgia ini ditemukan sekitar 80% pada penderita
chikungunya dan biasanya sendi yang sering dikeluhkan adalah sendi lutut,siku,
pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang. Pada posisi berbaring
biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk dan berusaha mengurangi dan
membatasi gerakan. Gejala ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan
ada yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid
Artritis. Nyeri otot pula bisa terjadi pada seluruh otot terutama pada otot penyangga
berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu dan anggota gerak (Ng,
K.W., et al 2009).

Pada kebanyakan penderita , gejala peradangan sendi biasanya diikuti dengan


adanya bercak kemerahan makulopapuler yang bersifat non-pruritic. Bercak
kemerahan ini sering ditemukan pada bagian tubuh dan anggota gerak tangan dan

Universitas Sumatera Utara


kaki. Bercak ini akan menghilang setelah 7-10 hari dan kemudiannya diikuti dengan
deskuamasi (Yulfi, H., 2006)

Gejala-gejala lain yang bisa ditemukan termasuk sakit kepala, pembesaran


kelenjar getah bening di leher dan kolaps pembuluh darah kapiler (Oktikasari, F.Y.,
Susanna, D., dan Djaja, I.M., 2008).

2.1.4. Pemeriksaan Laboratorium.

Deteksi dini dan diagnosis yang teratur memainkan peran penting dalam
mengontrol infeksi virus ini secara efektif. Pemeriksaan melihat perkembangan IgM
melalui enzyme linked immunosorbent asssay (MAC-ELISA) telah menjadi
pemeriksaan serologi yang major karena teknik pemeriksaan ini sangat cepat dan
reliabel (Sudeep, A .B and Parashar D 2008). Teknik pemeriksaaan lain yang bisa
dilakukan untuk mendeteksi dan mengindentifikasi antigen virus adalah teknik
immunofluorescent antibodi secara tidak langsung (Sudeep, A .B and Parashar D
2008). Reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) juga telah dikenal
sangat berguna dalam mendiagnosa virus chikungunya (CHIKV) dengan cepat
(Sudeep, A .B and Parashar D 2008). Malah RT-PCR juga merupakan teknik
mendeteksi m-RNA yang paling sensitif. Dibandingkan dengan 2 teknik lain yang
sering digunakan untuk menkuantifikasi m-RNA level yaitu Northen blot analysis dan
RNase protection assay, RT-PCR dapat digunakan untuk menkuantifikasi m-RNA
level dari jumlah sampel yang kecil. Malah kombinasi RT- PCR dan nested PCR
terbukti efisien untuk deteksi spesifik dan mengenotip CHIKV (Yulfi, H., 2006.).

2.1.5. Pengobatan.

Sehingga kini masih tiada pengobatan spesifik untuk penyakit ini dan vaksin
yang berguna sebagai tindakan preventif juga belum ditemukan. Pengobatannya
hanya bersifat simptomatis dan supportif seperti pemberian analgesik, antipiretik, anti

Universitas Sumatera Utara


inflamasi (Sudeep, A.B. and Parashar, D. 2008). Pemberian aspirin kepada penderita
demam chikungunya ini tidak dianjurkan karena dikuatiri efek aspirin terhadap
platelet. Pemberian chloroquine phosphate sangat efektif untuk arthritis chikungunya
kronis (Abraham, A.S., and Sridharan, G., 2007). Penularan wabah chikungunya
yang semakin berkembang membuat para peneliti berminat mengembangkan agen
antivirus baru, RNAi. Ianya bertindak mencegah infeksi yang ditimbulkan virus
dengan mengganggu post transcriptional expression mRNA (Sudeep, A.B. and
Parashar, D 2008 ).

2.1.6. Komplikasi.

Penyebab morbiditas yang tertinggi adalah dehidrasi berat, ketidakseimbangan


elektrolit dan hipoglikemia. Beberapa komplikasi lain yang dapat terjadi meskipun
jarang berupa gangguan perdarahan, komplikasi neurologis, pneumonia dan gagal
nafas (Swaroop, A., Jain, A., Kumhar, M., Parihar, N., and Jain, S., 2007)

2.1.7. Prognosis.

Penyakit ini bersifat self limiting diseases, tidak pernah dilaporkan adanya
kematian sedangkan keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Penelitian
sebelumnya pada 107 kasus infeksi Chikungunya menunjukkan 87,9% sembuh
sempurna, 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai
persistent residual joint stiffness tapi tidak nyeri dan 5,6% mempunyai keluhan sendi
yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi (Mohan, A., 2006).

Universitas Sumatera Utara


2.1.8. Pencegahan.

Melihat masih tiada kematian karena chikungunya yang dilaporkan dan tiada
pengobatan spesifik dan vaksin yang sesuai, maka upaya pencegahan sangat
dititikberatkan. Upaya ini lebih menjurus ke arah pemberantasan sarang nyamuk
penular dengan cara membasmi jentik nyamuk. Individu yang menderita demam
chikungunya ini sebaiknya diisolasi sehingga dapat dicegah penularannya ke orang
lain. Tindakan pencegahan gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan menggunakan obat
nyamuk dan repelan tetapi pencegahan yang sebaiknya berupa pemberantasan sarang
nyamuk penular. Pemberantasan sarang nyamuk seharusnya dilakukan pada seluruh
kawasan perumahan bukan hanya pada beberapa rumah sahaja. Untuk itu perlu
diterapkan pendekatan terpadu pengendalian nyamuk dengan menggunakan metode
yang tepat (modifikasi lingkungan, biologi dan kimiawi) yang aman, murah dan
ramah lingkungan (Depkes RI, 2003).

2.8.1.1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

PSN ini bertujuan mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sehingga penularan Chikungunya dapat dicegah atau dibatasi. Sasaran bagi
PSN ini adalah semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular Chikungunya
seperti:

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.


b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA).
c. Tempat penampungan air alamiah.
Keberhasilan kegiatan PSN Chikungunya antara lain dapat diukur dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ 95% diharapkan penularan Chikungunya
dapat dicegah atau dikurangi (Sunoto,1991).

Universitas Sumatera Utara


Cara memberantas nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang tepat
melalui Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah kegiatan memberantas jentik
ditempat berkembang biaknya dengan cara :

2.8.1.1.1. Kimiawi (Larvasidasi).

Larvasidasi adalah pemberantasan jentik dengan menaburkan bubuk larvasida..


Kegiatan ini tepat digunakan apabila surveilans epidemiologi penyakit penyakit dan
vektor menunjukkan adanya periode berisiko tinggi dan di lokasi dimana KLB
mungkin timbul.

Terdapat 2 jenis larvasidasi (insektisida) yang dapat digunakan pada wadah yang
dipakai untuk menampung air bersih (TPA) yakni :

(1) Temephos 1%.

Formulasi yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang


digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (1 sdm rata) untuk tiap 100 L air. Dosis ini
telah terbukti efektif selama 8-12 minggu atau sekitar 2-3 bulan (Sunarto dkk,
2000).

(2) Insect Growth Regulators ( Pengatur Pertumbuhan Serangga )

Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalang pertumbuhan nyamuk


dimasa sebelum dewasa dengan menghambat proses chitin synthesis selama
masa jentik berganti atau mengacaukan proses perubahan pupa menjadi nyamuk
dewasa. Contoh IGRs adalah Methroprene dan Phyriproiphene. Secara umum
IGRS akan memberikan efek ketahanan 3-6 bulan dengan dosis yang cukup
rendah bila digunakan di dalam tempat penampungan air (Sunarto dkk, 2000).

Universitas Sumatera Utara


Kegiatan larvasidasi bisa meliputi :

1. Larvasidasi Selektif.

Larvasidasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air


(TPA) baik di dalam maupun di luar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di
desa/kelurahan endemis dan sporadis serta penaburan bubuk larvasida pada TPA
yang ditemukan jentik dan dilaksanakan 4 kali dalam 1 tahun (3 bulan sekali).
Pelaksana larvasidasi adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas.

Tujuan larvasidasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil


penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk.

2. Larvasidasi Massal.

Larvasidasi massal adalah penaburan bubuk larvasida secara serentak


diseluruh wilayah/daerah tertentu di semua tempat penampungan air baik terdapat
jentik maupun tidak ada jentik di seluruh bangunan termasuk rumah, kantor-kantor
dan sekolah. Kegiatan larvasidasi massal ini dilaksanakan di lokasi terjadinya KLB
Chikungunya.

2.8.1.1.2. Biologi

Penerapan pengendalian biologis yang ditujukan langsung terhadap jentik


hanya terbatas pada sasaran berskala kecil. Pengendalian dengan cara ini misalnya
dengan memelihara ikan pemakan jentik atau dengan bakteri.

Ikan yang biasa dipakai adalah ikan larvavorus (Gambusia affins, Poecilia
reticulata dan ikan adu), sedang ikan bakteri yang dinilai efektif untuk pengendalian

Universitas Sumatera Utara


ini ada 2 spesies yakni bakteri Bacillus thuringiensis serotipe H-14(Bt.H-14) dan
Bacillus sphaericus (Bs) yang memproduksi endotoksin.

2.8.1.1.3. Fisik

Pengendalian secara fisik ini dikenal dengan kegiatan 3M Plus (Menguras,


Menutup, Mengubur) yaitu :

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak


mandi, drum dan lain-lain seminggu sekali (M1).
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air ,
tempayan dan lain-lain (M2).
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3)

2.2 PERILAKU
Perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berasal dari
dalam dan luar dirinya Perilaku kesehatan pula adalah suatu respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo,
2007).

Menurut L.Blum dalam buku Notoatmodjo ( 2007 ) disebutkan bahwa perilaku


sesorang terdiri atas 3 bagian yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga
komponen ini bisa diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


2.2.1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah suatu hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Tanpa pengetahuan seseorang
tidak akan mempunyai dasar pegangan untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Secara garis besar pengetahuan dibagi
menjadi enam tingkat, yaitu :

a. Tahu ( Know ) diartikan hanya sebagai memanggil memori yang telah


dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami ( Comprehension ) diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
mengintrepretasi materi tersebut yang benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi ( Application ) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang
sebenarnya.
d. Analisis ( Analysis ) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen komponen, tetapi masih dalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan, membedakan dan mengelompokan.
e. Sintesis ( Synthesis ) merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan beberapa bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dalam kata lain ada kemampuan untuk membina suatu
formulasi yang baru hasil dari gabungan beberapa formulasi yang telah
sedia ada.

Universitas Sumatera Utara


f. Evaluasi ( Evaluation ) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Tahap pendidikan yang rendah bisa mempengaruhi perilaku masyarakat


dalam melakukan upaya penanggulangan terhadap penyakit Demam Chikungunya.
Malah program pembangunan kesehatan juga bisa terhambat karena rendahnya
tingkat pendidikan.

Sejauh mana pengetahuan mahasiswa FK USU mengenai penyakit Demam


Chikungunya terutama mengenai tipe virus pembawa penyakit, cara penularan dan
cara pemberantasan penyakit chikungunya masih belum diketahui. Mereka mungkin
bisa tahu bahwa penyebab penyakit Demam Chikungunya adalah suatu virus tetapi
mungkin hanya beberapa orang sahaja yang mengetahui golongan virus mana yang
terlibat.

Hal lain yang mungkin kurang dipahami mahasiswa pada umumnya adalah
cara penularan penyakit dan cara pemberantasannya. Adanya proses penularan dari
penderita, gigitan nyamuk, pemindahan penyakit masih kurang dimengerti dengan
baik oleh mahasiswa. Konsep pemberantasan sarang nyamuk belum diketahui dengan
baik karena mereka belum juga memahami tujuan, manfaat dan hubungan
pembersihan sarang nyamuk dan jentik dengan kejadian penyakit Demam
Chikungunya.

2.2.2. Sikap ( attitude )

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons sesorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007) . Salah seorang ahli
psikologi sosial, Newcomb, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu.

Universitas Sumatera Utara


Sikap mempunyai tiga komponen menurut Allport (1954) yang dikutip dalam
Notoatmodjo (2007) yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.


b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak.

Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yakni ( Notoadmodjo ( 2007 ):

a. Menerima ( Receiving ) diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan


stimulus yang diberikan.
b. Merespon ( Responding ) adalah memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
c. Menghargai ( Valuing ) adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.
d. Bertanggung jawab ( Responsible ), bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Niven (2002) yaitu

a. Pengalaman pribadi
b. Pengaruh orang lain dianggap penting
c. Media massa
d. Pengaruh kebudayaan

Universitas Sumatera Utara


2.2.3.Tindakan (practise)

Suatu sikap belum tentu terwujud secara otomatis dalam suatu tindakan.
Untuk terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata maka diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan.

Tindakan ini juga terdiri atas beberapa tingkatan yaitu :

a. Persepsi ( Perception )
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil

b. Respon Terpimpin ( Guided Respons )


Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh

c. Mekanisme ( Mecanism )
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
ototmatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan

d. Adaptasi ( Adaptation )
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik yang
mana artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut

Secara umumnya masih ramai masyarakat belum melakukan tindakan yang


sewajarnya dalam upaya pemberantasan penyakit Demam chikungunya seperti
menutup tempat penampungan air, memperhatikan dan memberantas jentik nyamuk
di lingkungan rumah sehingga dengan sendirinya mendukung penyebaran penyakit.
Meskipun mahasiswa dilihat sebagai individu yang berpendidikan tetapi sekiranya
diteliti bukanlah semuanya telah melakukan tindakan pencegahan yang sewajarnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai